NovelToon NovelToon

FALLING

SATU

Manalah mungkin Hexa menolak. Tidak bisa!

Gadis berambut panjang sepunggung dengan aksen gelombang di bawah itu sambil menggerutu tetap memasukkan satu demi satu lembar pakaiannya kedalam koper.

"Kenapa sih, ma? Kita musti begini terus? Pindah-pindah melulu..." Gerutu Hexa sambil sedikit membanting setumpuk baju ke dekat koper.

"Ssstt, nanti papamu denger, gimana?? Kesian kann, papa sudah berusaha semaximal mungkin untuk bisa duduk di posisi ini Hexa"

"Iyaa, tapi ma, sampai kapan??" Balas Hexa cepat. Pandangan Hexa tajam ke arah mamanya. Mama mendekati Hexa. Mengusap sisi rambut sebelah kirinya.

"Sabar sayang, pasti nanti ada waktunya kita bakal hidup menetap, sabar..." Ucap mama dengan nada lembut.

Hexa menunduk. Kesal tapi ditahannya sekuat mungkin. Kesal pun percuma, tidak akan merubah apapun . Mereka tetap harus meninggalkan kota kecil itu, yang susah payah dicintai oleh Hexa. Masih jelas di benaknya bagaimana awal mula mereka sampai di kota itu. Sulit! Hexa bahkan tidak punya teman untuk sekedar mencurahkan isi hatinya atau nongkrong bersama.

Abangnya Hexel masuk ke kamarnya setelah mama keluar kamar.

"Aduhhhh, kenapa bocil??" Hexel mencubit kedua pipi Hexa sampai merah.

"AWWWW! Sakit !" Protes Hexa sambil menepuk tangan Hexel.

"Abang 'ga packing?" Tanya Hexa sambil sesekali memasukkan baju-baju ke koper.

" Udah dari tadi... " Balas Hexel sambil menjulurkan lidah meledek Hexa.

"Abang santai banget, suka ya kita pindah?" Keluh Hexa sambil cemberut.

Hexel tertawa meledek. Dia tahu adik satu-satunya itu tengah kesal bukan main. Mendengar abangnya tertawa lepas, Hexa semakin kesal. Percuma rasanya dia curhat ke abangnya, karena Hexel sepertinya santai saja.

"Issss ketawa! Apaan sih!" Hexa mengomel. Hexel semakin tertawa melihat wajah adiknya yang memerah menahan kesal.

"Lhaa? Bagus donk kita pindah. Dapet temen baru, suasana baru..." Ucap Hexel santai sambil sesekali tersenyum lebar.

"Gak! Aku 'ga suka harus adaptasi lagi, harus merasa asing lagi..." Ucap Hexa lesu. Abangnya mengusap kepala Hexa.

"Sabar" Ucap Hexel sambil menepuk punggung Hexa menenangkan adiknya.

_____________"__________

Hexa menoleh ke arah rumah yang sudah siap mereka tinggalkan. Air matanya mulai mengalir dari sudut. Dua tahun lalu ketika dia baru pertama kali menginjakkan kaki di rumah itu, hatinya terasa sedih. Namun kini, setelah lewat dua tahun, meninggalkan rumah itu pun dia sedih.

"Ayo, sayang ..." Tegur papa sambil menyuruh Hexa masuk ke dalam mobil. Hexa mengangguk dan masuk ke mobil dengan hati yang pilu.

Roda mobil perlahan-lahan meninggalkan halaman rumah yang tak seberapa luas itu. Para tetangga sesekali melambai ke arah mobil karena tahu bahwa mereka akan pindah hari ini. Klakson mobil membalas setiap lambaian tangan dari para tetangga.

Hati Hexa masih sakit, sedih. Namun berusaha sekuat mungkin di tahannya air matanya agar papa tidak kepikiran dan tidak tahu kesedihannya.

Mama sesekali bercanda di dalam mobil untuk mencairkan suasana. Meski ini bukan kepindahan pertama mereka, namun tetap saja Hexa sulit terbiasa. Apalagi kepindahannya kali ini merupakan kepindahan berjarak terlama kurang lebih 2 tahunan menempati kota itu.

Hari itu sepanjang hari Hexa wajah Hexa murung. Tidak ada satupun candaan mama yang didengarnya lucu. Senyum pun terpaksa saja, demi menyembunyikan isi hatinya didepan keluarga yang lain.

Mobil melaju pasti meninggalkan satu persatu sisi jalan di kota dan memasuki jalanan sepi di luar kota. Hari sudah mulai berganti senja. Kira-kira 4 jam-an lagi mereka akan sampai di kota tujuan . Kota yang baru, tempat yang akan memulai pengalaman baru Hexa dan keluarganya. Tempat yang akan membuat Hexa sulit lupa...

Pasti...

Hexa menghempaskan badannya ke kasur. Hampir 30 menit lalu mereka sudah tiba di rumah baru yang selanjutnya akan mereka tinggali entah untuk berapa lama. Bik Mar seorang ART yang sekarang bertugas di rumah mereka sedari tadi sudah bolak balik menghantarkan satu-persatu koper dan tas-tas mereka ke dalam kamar masing-masing. Bik Mar juga yang sejak seminggu lalu sudah membersihkan seisi rumah dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh majikan barunya di rumah itu.

Rumah yang mereka tempati adalah rumah dinas papa, jadi bik Mar memang sejak dulu dipercaya untuk melayani dan menjaga rumah dinas manager perusahaan. Kebetulan sekarang papa Hexa yang menduduki jabatan itu di perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit.

"Non, ini tas nya, bibi tinggalkan disini ya?" Bik Mar dengan ramah menunjuk satu tumpuk tas dan koper milik Hexa. Hexa memandang bik Mar, kemudian mengangguk . Bik Mar menutup pintu kamar Hexa, membiarkan majikan muda nya itu beristirahat.

Hexa menarik selimut dan langsung terlelap masih dengan pakaian yang dipakainya berjam-jam di mobil. Dia tidak perduli ! Dia capek!

Tok tok...!

Baru saja Hexa nyenyak tidur, pintu kamarnya diketok seseorang dari luar.

"Siapa?" Sahut Hexa dengan suara parau karena lelah.

"Abangmu..." Sahut Hexel dari luar . Hexa menghela nafas panjang.

"Buat apa sih kesini" Pikir Hexa

dalam hatinya, meskipun kemudian dia tetap menyuruh Hexel masuk.

" Haiiii...." Hexel menongolkan kepalanya dari balik pintu.

"Apa???" Tanya Hexa kesal.

" Tetangga kita..." Balas Hexel. Hexa mengerutkan dahinya. Barusan saja mereka tiba di rumah baru itu, kenapa Hexel abangnya sudah membahas tetangga? Heran Hexa dibuat abangnya itu.

" Tetangga siapa? Baru aja kita sampai udah kenal siapa tetangga kita?" Hexa tersenyum takjub sekaligus heran ke abangnya.

"Iya... Cantik parah dek..." Ujar abangnya itu sambil geleng kepala.

"Ck..ck...ck..." Hexa tak sanggup berkata-kata. Selalu saja abangnya ini membuatnya heran sendiri.

" Besok pokoknya harus ikut aku, oke?" Kata Hexel sambil tersenyum penuh arti.

" Udah ahhh... Keluar sana bang, mau tidur, capek aku" Hexa protes.

"Oke...itu tandanya iya" Hexel menjawab pertanyaannya sendiri.

Hexel berlalu dan menutup pintu kamar adiknya yang tepat bersebelahan dengan kamarnya. Terdengar suara pintu kamar Hexel di tutup.

Hexa menghela nafas dan membenamkan wajahnya ke bantal. Dia benar-benar mengantuk.

Hari mulai larut. Seisi rumah sudah hening. Bik Mar mematikan beberapa lampu di dalam rumah dan hanya menyisakan 3 lampu menyala.

Pintu rumah sudah di kunci, gelapnya malam hari itu tidak seberapa dibandingkan gelapnya hati Hexa. Gadis itu benar-benar sulit membayangkan seperti apa lagi dia memulai hari esok yang baru. Semua selalu terasa asing baginya. Benar-benar asing...

______________"___________

"Non...bangun" Suara bik Mar terdengar lembut. Pintu kamar sudah di ketok beberapa kali.

"Hoahemmm..." Hexa menguap. Dia mengucek matanya, lalu bangun dari baringnya dan duduk bersender di sandaran Kasur.

"Iya bik..." Jawab Hexa dari dalam kamar. Bik Mar yang mendengar sahutan Hexa dari dalam kamar lantas berlalu kembali ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya di dapur. Hexa bangkit berdiri masih dengan piyama tidurnya. Kedua tangannya sesekali menyisir rambutnya dengan jari.

Hexa melangkah keluar kamar hendak menuju meja makan. Didepan pintu kamar, Hexel abangnya yang baru keluar kamar langsung menggandeng pundak adiknya.

"Hello" Sapa Hexel. Hexa berusaha menolak gandengan abangnya, meski gagal. Sambil masih menggandeng pundak adiknya, Hexel dan Hexa menuju ruang makan.

"Baru bangun... Duduk, ayo sarapan" Sapa Papa sambil menunjuk ke arah dua piring nasi goreng yang sudah dipersiapkan bik Mar untuk sarapan pagi ini.

Hexa duduk di kursi di susul oleh abangnya. Dia meraih sepiring nasi goreng di meja dan menyendokkannya ke mulutnya. Mama sudah lebih dahulu selesai sarapan dan sudah mandi.

"Ini non, mas, susu nya" Bik Mar menyodorkan dua gelas susu cokelat ke meja Hexa dan Hexel.

" Makasih bik..." Sahut Hexel mewakili. Sarapan pagi itu sama seperti sarapan di hari kemaren. Sepiring nasi goreng dan segelas susu cokelat . Yang berbeda adalah hari-hari yang akan di jalani mereka. Hari yang baru. Besok akan menjadi pengalaman baru bagi Hexa di sekolah. Entah akan indah atau tidak, yang terkuat adalah firasatnya besok akan sulit bagi Hexa menjadi murid baru di kelasnya.

Entahlah...

DUA

Hari baru di mulai bagi keluarga Hexa di kota Itu. Tapi itu hanya bagi keluarga, tidak bagi Hexa.

Lamunannya di kursi depan kantor guru seketika buyar saat namanya disebut oleh seorang pak guru yang mulai hari ini resmi menjadi wali kelasnya.

Pak Pantun namanya. Usia wali kelasnya itu sudah memasuki kepala 4. Tapi tidak nampak kalau sekilas di lihat dari wajahnya. Ramah, tidak garang dan sedikit pendiam. Katanya pak Pantun belum menikah. Belum dapat jodoh.

"Sudah siap Hexa?" Tanya pak Pantun sambil terseyum ke arah Hexa.

Hexa menganguk kecil. Pak Pantun dan Hexa berjalan beriringan ke kelas Hexa yang baru. Pak pantun membuka pintu kelas dan seketika terdengar riuh dari dalam kelas yang sudah ramai. Beberapa anak nampak masih berdandan di dalam kelas dan beberapa lagi bercanda dengan teman-teman yang lainnya.

"Selamat pagi anak-anak..." Sapa pak Pantun. Seketika anak-anak yang tadinya ribut menjadi diam.

"Pagi pakk..." Jawab mereka serempak.

"Ini ada teman baru kalian dari luar kota . Ayo perkenalan..." Kata pak Pantun sambil melirik Hexa.

"Selamat pagi teman-teman. Nama saya Hexa Jessica Brilla, teman-teman bisa panggil saya Hexa. Saya pindah kesini karena mengikut tugas orang tua yang ditempatkan di kota ini. Alamat saya di komplek Palm oil, blok C"

" Mau bikin KTP? Lengkap amat ..." Celetuk seorang murid yang duduk di kursi paling pojok belakang.

HA HA HA HA .

Seisi kelas bersorak dan tertawa.

"Apa mau aku apelin?" Celetuknya lagi.

Huuuuuuuuu......

Kelas semakin riuh. Beberapa tertawa dan meledek. Ada juga yang berbisik-bisik ke kawan di sebelahnya.

Wajah Hexa merah padam . Siapa sih dia itu ! Pikir Hexa dalam hatinya. Setelah pak Pantun menenangkan barulah kelas mulai terkendali.

"Ayo, Hexa, kamu duduk di depan Harry, ya" Perintah pak Pantun sambil menunjuk kursi kosong di depan murid lelaki yang tadi menyela perkenalannya. Hexa sedikit keberatan, namun akhirnya tetap berjalan ke kursi itu.

Diletakkannya tas ranselnya di laci meja dan berpapasan dengan siswa yang bernama Harry itu. Harry cuek saja, pandangannya lurus menatap Hexa yang mendatangi kursi di depannya.

Pria berambut agak berantakan dan belum di pangkas itu menatap mata Hexa. Hexa berusaha menghindari pandangannya.

Harry adalah anak pintar sekaligus terbandel di kelas. Meski tidak pernah serius belajar, namun dia selalu saja masuk sepuluh besar di kelas.

Kata teman-temannya Harry itu jenius secara genetik, tidak perlu belajar karena pasti tetap ranking. Harry juga tidak pernah peduli dengan sekitarnya, kapan dia mau masuk ya masuk, kalau tidak masuk ya alpha. Guru-guru di sekolah itu sudah paham betul dengan sifat Harry ini. Berkali-kali di hukum dan di skors tetap saja tidak jera.

Kenapa tidak di keluarkan dari sekolah? Mungkin itu yang terlintas di benak setiap murid baru seperti Hexa tentang Harry. Namun, bagi yang sudah kenal lama dengannya pasti tahu, Harry itu anak dari salah satu donatur terbesar di sekolah itu. Manalah mungkin politik uang dan kepentingan kalah.

Harry menyalakan lagu rock dari hape-nya yang tersambung ke earphone di telinganya. Dia memejamkan mata sambil menikmati aliran musik yang menghentak telinganya. Hexa melirik sedikit ke arah belakang untuk melihat Harry yang sudah larut dalam musik itu.

"Aneh..." Guman Hexa sambil memalingkan wajah ke depan dan mengikuti pelajaran hari itu.

____________"___________

Jam berputar lama hari itu. Entah karena memang Hexa belum terlalu berkonsentrasi dengan pelajaran hari itu atau karena suasana kelas yang masih terasa asing buatnya.

Sekian kalinya Hexa melirik ke arah jam dinding kelas. Beberapa murid masih sering menoleh pandang ke arahnya, membuat Hexa sedikit malu.

Akhirnya bel pertanda jam pelajaran pertama selesai berbunyi juga. Murid di depan Hexa menoleh ke arah Hexa dan mengulurkan tangan.

" Hai, kenalin... Aku Dena." Ucapnya ramah dan menebar senyum. Hexa menyambut uluran tangan itu dan mereka pun berkenalan.

Sementara tiba-tiba kursinya seperti terhentak kedepan. Seperti sengaja di tendang seseorang dari belakang.

Hexa menoleh refleks ke belakang. Pandangan cuek Harry sudah terlihat. Pria itu menunjukkan ekspresi biasa saja. Tidak ada rasa bersalah sama sekali. Hal itu membuat Hexa dongkol dalam hati. Apalagi dia tidak langsung minta maaf dan itu sengaja.

"Sempit, mundur-mundur melulu tuh kursi !" Ucap Harry ketus.

"Resek amat, kan bisa bilang... Ga sopan!" Jawab Hexa dengan nada meninggi. Harry cuek saja, tidak perduli lagi. Dena dan Hexa memandangi Harry yang berlalu santai saja.

"Emang gitu tuh si Harry, jangan diambil hati." Ujar Dena kemudian. Hexa mengangguk saja.

"Ayo kita ke kantin" Ajak Dena. Hexa menggeleng.

" Duluan saja" Ucap Hexa sambil tersenyum dan mempersilahkan Dena ke kantin tanpanya. Kemudian Dena mengangguk dan bergegas meninggalkan ruang kelas.

Baru saja suasana hatinya tenang, tiba-tiba Hexa melihat sosok Harry masuk kembali ke dalam kelas dengan membawa kresekan.

"Nah..." Harry tiba-tiba menyodorkan kantong kresek tadi ke arahnya. Hexa terdiam sejenak. Bingung saat melihat pria itu berdiri di depannya.

Tatapan Harry dan Hexa beradu. Asing namun terlihat dalam. Hexa menyambut kresekan itu.

" Apa ini?" Tanya Hexa lalu melihat isi dalam kresek. 2 buah minuman kotak.

"Permintaan maaf tadi" Balas Harry singkat lalu kembali duduk di kursinya.

Deg...

Ada suara apa tadi? Kenapa dadanya terasa bergemuruh?

Jantung Hexa berdegup kencang sekali. Entah kenapa. Pikirnya tidak ada yang salah dengan dirinya, tadi biasa saja. Kenapa sekarang saat Harry kembali duduk tepat di belakangnya terasa berbeda?

Kedua mata Harry yang kecoklatan sangat menarik bagi Hexa. Pria dengan sifat dinginnya itu tiba-tiba membuat Hexa salah tingkah. sepanjang pelajaran sampai jam pulang pikiran Hexa tidak tenang. Kedua matanya menatap ke depan namun hatinya selalu ingin melihat ke belakang. Meski berkali-kali dia berusaha menyadarkan dirinya untuk lekas konsentrasi pada hal lain selain lelaki di kursi belakang itu, namun gagal.

Sementara Harry di kursi belakang dalam diam mencuri pandang ke arah murid baru di depannya. Rambut panjang lewat bahu dengan aksen ikal gantung di bawah. Kulit putih dan badan mungil. Harry tertarik pada sifat sederhana dan manja yang terpancar dari Hexa. Namun, meski di coba nya untuk berani mengakrabkan diri, masih saja hatinya ragu. Dia tidak biasa mendekati wanita apalagi bukan wanita yang dia kenal betul, masih siswi baru! Harry menatap lurus ke arah rambut Hexa yang melewati kursinya. Rambut berwarna gelap yang indah. Dia kemudian menyentuh beberapa helai rambutnya perlahan dan terasa halus. Dia suka!

Akh...! Kenapa bisa begini!

pekiknya dalam hati. Harry tidak mendengar musik lagi melalui earphone. Konsentrasinya kini hanya kepada gadis di depannya.

Kenapa?

TIGA

Sepulang dari sekolah, Hexa menyusuri halaman sekolah yang terbilang cukup luas. Abangnya Hexel sudah menunggunya sejak sejam lalu sambil menggerutu dan menelponnya berulang kali.

"Aduh, lama banget!" Hexel yang menolehkan wajahnya begitu melihat Hexa muncul menggerutu lagi.

" Isshh bawel!" Jawab Hexa sambil lekas naik ke atas motor.

Untuk beberapa waktu ke depan, abangnya inilah yang akan mengantar jemput Hexa ke sekolah.

"Kamu kan belum hapal jalan, sayang, nanti kalau sudah hapal lingkungan baru mama ijinkan pergi sendiri." Begitu kira-kira kalimat mama saat Hexa mengusulkan untuk berangkat sendiri saja menggunakan angkot ke sekolah.

Bukannya dia ogah di antar oleh abangnya itu, tapi karena Hexa sudah terbiasa apa-apa sendiri tanpa bergantung pada siapapun.

Kebetulan, kampus Hexel juga tidak jauh dari sekolah adiknya. Hexel setelah kelulusan dari SMA sempat menganggur 1 tahun, barulah tahun ini kebetulan bersamaan dengan kepindahan keluarganya, dia akhirnya melanjurkan pendidikannya ke perguruan tinggi.

Hexel sayang pada adiknya itu, meski beberapa kali juga mereka terlihat bertengkar dan cek cok mulut. Namun sebagai anak tertua di keluarga, Hexel tetap merupakan pelindung bagi adik perempuannya itu. Meski kadang Hexel jarang sekali di rumah dan lebih sering nongkrong di warung kopi dengan teman-temannya, namun Hexel tetaplah abang yang akan siap sedia saat dibutuhkan oleh adiknya itu.

Hexa turun dari motor sesaat setelah kendaraan abangnya itu parkir di garasi samping rumah. Dengan sambil menenteng ranselnya Hexa nyelonong masuk ke dapur melalui pintu samping.

" LAPARR !"Ucap Hexa sambil membuka tudung saji di meja makan.

Menu mie goreng dan ayam goreng tepung kesukaannya, ada juga sayur sop. Tanpa berganti baju, Hexa langsung mengambil piring dan melahap sajian di meja dengan setumpuk nasi yang menggunung.

"Aduhhh, anak gadis ini. Kelakuan kok begini... Ck ck ck... Ganti baju belum, apa apa belum, udah makan" mama muncul tiba-tiba dari dalam kamar dan melihat Hexa yang sudah melempar ransel nya ke lantai dan langsung makan.

"Kelaparan, ma" Balas Hexa dengan nasi penuh di mulut. Mama hanya menggeleng kepala saja.

Hexel masuk belakangan kerumah dan melihat adiknya itu sudah asyik di meja makan dengan setumpuk nasi dengan lauk pauk di piring. Dia hanya terseyum dan ikut menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hexa hanya menoleh abangnya itu sedikit, lalu mulai fokus lagi dengan piringnya. Di lihatnya Hexel yang masuk ke kamar dan berganti baju lalu duduk lagi di depan nya.

" Makan !" perintah Hexa yang melihat abangnya hanya duduk saja menemaninya makan.

Hexel tak menjawab, sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Abang, Makan sono!" Ujar Hexa lagi mengulangi. Abangnya hanya mengangguk dan kembali sibuk dengan ponselnya lagi.

"Siapa sih, sibuk amat" pikir Hexa dalam hati.

Sejak kepindahan mereka dua hari lalu, gerak-gerik abangnya itu nampak mencurigakan. Selalu saja sibuk dengan ponselnya. Kadang terlihat senyum-senyum sendiri. Kadang juga kabur ke luar tiba-tiba dengan motornya. Memang di rumah lama, Hexel punya banyak sekali teman dan cenderung jarang di rumah. Tapi, kebetulan mereka baru saja pindah.

Apa iya Hexel abangnya itu sudah punya teman dan sibuk dengan temannya. Begitu pikir Hexa tentang abangnya.

Ah... Entahlah...

Hari mulai gelap, malam itu sedikit gerimis. Hexa sudah masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak suka gerimis, suasana lembab membuat dia cepat meriang. Dimatikannya AC kamarnya dan berbaring di kasur. Di tariknya selimutnya. Namun, baru saja hendak memejamkan mata, telinganya menangkap suara orang berbicara dari sebelah kamar. Hexa bangkit dari tidurnya dan membuka sedikit pintu kamarnya. Ada abangnya Hexel yang terlihat kesal di telpon. Suara abangnya itu kadang meninggi, kadang juga merendah. Namun, sejauh yang Hexa kenal, abangnya itu jarang sekali marah. Tapi kali ini beda, ada rasa kesal dan marah yang terdengar dari nada suara abangnya.

Hexel masih terus berdebat mulut melalui telpon, tapi Hexa tidak bisa mendengar jelas apa yang abangnya bicarakan. Hexa akhirnya menutup pintu kamarnya lagi, dan kembali berbaring di kasurnya.

_____________"_________

Keesokan paginya papa pagi-pagi sekali sudah bilang ke Hexa bahwa hari ini dirinya akan berangkat ke sekolah naik kendaraan umum saja. Kata papa kebetulan abangnya si Hexel sejak subuh sudah pamitan ke rumah temannya. Hexa bukannya sebal, dia justru senang karena memang ini yang dia tunggu-tunggu, berangkat kemana-mana sendiri tanpa di awasi.

Hexa mengemasi beberapa buku pelajaran yang ke dalam tas. Di semprotkannya parfume ke belakang telinga dua kali. Tak lupa mengenakan jam tangan dan melepaskan roll rambut di poni nya. Setelah memastikan semua yang dia perlukan siap, dia pun pamitan dan langsung keluar jalan komplek menuju jalan besar untuk menghambat angkot. Masih sempat papa menawarkan untuk mengantar Hexa ke sekolah, namun pasti sudah taulah jawabannya Hexa tolak mentah-mentah.

Sekitar 15 menit berdiri di depan jalan, sebuah angkot yang menuju ke arah sekolahnya datang. Hexa melambaikan tangan, menyuruh supir angkot untuk stop.

"Ke arah Jalan Merdeka,non?" Tanya supir angkot sambil mengintip dari kaca depan yang di buka setengah. Hexa mengangguk dan langsung naik masuk ke dalam mobil. Dengan senyuman yang melebar dan rasa bahagia Hexa menikmati suasana angkot yang justru bagi sebagian orang kurang nyaman.

Hexa harus berhimpitan dengan penumpang lain dan aroma-aroma pasar. Belum lagi angkot yang berjalan lamban karena sambil mencari dan menurunkan penumpang. Tapi itu bagi Hexa tak masalah, karena dia memang suka.

Tak lama berselang, Hexa sudah tiba di depan gerbang sekolahnya. Beberapa murid juga nampak berjalan ramai di sepanjang sisi jalan, ada yang naik motor, ada yang naik mobil, ada juga yang berjalan kaki.

"Kiri pak..." Ucap Hexa untuk menghentikan angkot. Dia lantas membayar ongkos angkot ke supir dan turun.

Beberapa murid sekelasnya memandang Hexa dan menyapanya. Namun beberapa lagi juga nampak cuek saja, mungkin karena Hexa masih murid baru.

Seperti biasa Hexa langsung masuk ke kelasnya. Berbeda dengan beberapa murid yang masih berseliweran di luar kelas dan beberapa langsung ke kantin. Hexa diam saja saat pandangannya beradu pandang dengan Harry yang kebetulan juga sudah di dalam kelas. Baru 4 murid yang ada di dalam kelas. Hexa menuju ke kursi nya yang berada tepat di depan kursi Harry. Jantungnya masih berdebar seperti kemarin. Namun, mereka berdua tidak berani memulai satupun perbincangan. Hanya sesekali berdehem atau terbatuk menutupi rasa grogi yang entah kenapa bisa ada.

Tanpa di sadari buku yang Hexa keluarkan dari tasnya terjatuh. Tepat di bawah kaki Harry. Mau tidak mau Hexa menoleh ke arah Harry yang sudah mengambil buku itu. Harry menyerahkan buku dan sekali lagi mata mereka beradu.

"Thanks" Begitu ucap Hexa singkat .Harry mengangguk. Baru saja Hexa hendak meluruskan lagi tubuhnya ke arah depan, tiba-tiba hari menyetuh bahu Hexa ringan. Hexa lantas menatap Harry gugup.

"Ayo kita bicara di luar sepulang sekolah. " Ucap Harry langsung, to the point. Hexa sampai tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Apa iya barusan kalimat yang terucap dari lelaki di belakangnya ini adalah ajakan untuk bertemu berdua sepulang sekolah? Begitu pikir Hexa berusaha mencerna ulang kalimat Harry. Hexa tidak sempat menjawab ataupun bertanya ulang tentang apa yang barusan Harry ucapkan kepadanya. Bel tanda pelajaran masuk sudah berbunyi, sekejap saja kelas yang tadinya sepi sudah penuh oleh murid lain yang tadi masih di luar. Beberapa langsung mengeluarkan buku pelajaran sesuai dengan jadwal mata pelajaran pertama hari itu, dan sebagian lagi masih sibuk juga berbincang-bincang dengan teman lainnya.

Hanya Hexa saja yang mematung sedari tadi. Ada rasa bingung di pikirannya mendengar perkataan Harry. Namun Hexa tidak tau, lelaki yang tadi mengajaknya bicara justru lebih mematung daripada dia. Ya... Harry si pria cool itu seketika menjadi salah tingkah dengan apa yang dia ucapkan sendiri. Telapak tangannya berkeringat dingin. Jantungnya pun tak mau kalah seakan berdegup cepat sekali. Dia bingung dengan apa yang berusan dia ucapkan sendiri ke Hexa, meski rasa bingung itu juga yang membuatnya puas karena sudah mengeluarkan isi kepala nya yang sejak pertemuan pertama menerornya. Ya... Sejak kenal dengan si murid baru itu, pikiran Harry selalu tertuju pada Hexa, entah kenapa...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!