NovelToon NovelToon

Ramadhan Terakhir Untuk Nayla

Kelaparan

    "Kenapa nek?" tanya Nayla bingung saat melihat neneknya mondar mandir dengan raut wajah yang tampak sedang kesusahan.

   "Kita kehabisan beras Nay." Jawab neneknya murung. Gadis itu kemudian berjalan tertatih menghampiri neneknya.

  "Kita tidak punya uang untuk membeli beras ya,nek?" gadis kecil itu bertanya lagi.

  "Punya,tapi kalau uang itu di gunakan,nanti kita tidak punya uang lagi untuk membeli bahan bikin kue," jelas neneknya.

    "Ya sudah kalau begitu kita makan kue sisa ini saja,kenapa nenek harus mikir terlalu panjang,Nayla makan kue ini setiap hari pun tidak apa-apa,sebab kue buatan nenek paling enak." Puji Nayla,sambil memasukkan kue kemulutnya,dia tersenyum bahagia. Neneknya pun ikut tersenyum,wanita tua itu sangat terharu melihat cucunya yang sangat pengertian.

    "Woi! Di panggil mama tu!" suara Tina membuatnya kaget dan lamunannya juga ikut buyar. Ternyata tadi itu cuma bayangan masa lalunya saja.

    "Owh maaf,Nayla tidak dengar kak."

  "Makanya jangan keasyikan melamun,pasti deh itu lagi ngelamun jadi orang normal,bisa jalan normal nggak usah pakek tongkat,iya kan?" sindir Tina,dasar pincang!" tambahnya lagi,setiap kata-kata yang keluar dari mulut Tina memang tidak ada satupun yang enak di dengar,Nayla hanya bisa sabar mendengar ejekan kakaknya itu.

                   .   *******

   "Mama panggil aku?" tanya Nayla,saat itu bu Amel sedang duduk di teras depan sambil merangkai bunga mawar,melihat kedatangan Nayla,dirinya merasa tidak nyaman,dia memang tidak pernah menyukai Nayla sejak kecil.

  "Siapa yang manggil kamu,sana pergi!!" usir wanita itu kasar.

    Nayla pun kembali masuk ke dalam,sepertinya dia di tipu sama kakaknya lagi.

      ***              

    Nayla datang dengan membawa piring di tangannya,saat itu keluarganya sedang makan malam,dia sangat lapar karena sejak tadi pagi belum makan,tidak ada yang meninggalkan makanan untuknya,bahkan nasi pun ikut di habiskan oleh kakaknya yang lelaki.

    "Mau apa kamu?" tanya pak Arman dengan sorot mata tajam penuh dengan kebencian.

    "Nayla minta sedikit nasinya,pa" pinta Nayla sambil menyodorkan piringnya,namun papanya tidak mempedulikan sama sekali,kemudian gadis itu meminta pada ibunya,masih sama. Tidak ada tanggapan,akhirnya anak itu berbalik dengan kembali membawa piring yang kosong tadi.

Melihat adiknya yang mulai melangkah pergi David langsung memanggilnya. "Nay,ke sini dulu deh! Ini ada ayam goreng buat kamu!" seru David,mendengar kata ayam goreng Nayla sangat senang,soalnya seumur hidup dia tidak pernah makan daging ayam,karena neneknya tidak punya uang untuk membeli daging,makan ikan saja jarang.

   "Nih ambil! Hahaha..." David tertawa senang setelah berhasil mengerjai adiknya itu."

    "Yah cuma tulang." Ucap Nayla kecewa,Bu Amel dan pak Arman tidak menegur David sama sekali,dia membiarkan saja anaknya mengerjai Nayla sesuka hatinya.

Akhirnya,Nayla sama sekali tidak makan malam itu,perutnya padahal sudah berbunyi dari tadi.

\*\*\*\*\*

   Malam sudah larut,tapi Nayla masih belum bisa memejamkan matanya,anak itu sangat lapar. Akhirnya dia keluar dari kamarnya yang memang berada di lantai bawah.

Nayla mulai mencari-cari sesuatu yang bisa di makan,nasi tidak ada semua sudah di habiskan oleh mereka,hanya ada telur saja,jadi dia mengambil telur itu dan merebusnya.

Nayla harus menunggu telur itu matang lagi,padahal gadis itu sudah sangat lapar.

   "Ngapain kamu malam-malam di sini?" tanya pak Arman yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Dengan ekspresi wajahnya yang terlihat garang,dia membuat Nayla takut.

   "Sedang menunggu telur ini matang pa." Jawabnya jujur.

   "Siapa yang memberikan kamu izin untuk mengambil telur itu hah?" bentak pak Arman,Nayla ketakutan mendengar suara bentakan papanya. Lelaki itu tidak pernah sekalipun menyayangi anaknya.

  "Ini... Em,Nayla lapar tidak bisa tidur,pengen makan nggak ada lagi nasi." Ungkap gadis itu,dia sangat gugup.

   "Makanya cari duit sendiri biar bisa makan,kamu tahunya makan aja,sudah cacat nyusahin orang lagi,kamu tahu tidak? Kamu itu anak bawa sial!" ucap pak Arman. Nayla hanya terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, mendengar setiap kata-kata kasar yang keluar dari mulut papanya.

Anak itu tidak menangis,bukan tidak menangis tapi dia menahannya,bu Amel yang mendengar ribut-ribut di dapur segera keluar dari kamarnya dan melihat apa yang sedang terjadi,hingga suaminya marah-marah seperti itu.

   "Lho,ada apa ini pa,malam-malam ribut gini malu tahu di dengar sama tetangga." Ucap bu Amel.

  "Ini ni,anak kamu yang cacat ini,bikin aku naik darah tiap kali melihatnya." Jawab pak Arman,lelaki itu langsung pergi meninggalkan Nayla dan isterinya.

   "Kamu lagi,selalu saja bikin orang marah."

  "Nayla lapar ma,boleh ya minta satu butir telur aja," pinta Nayla memohon.

   "Kalau mau makan tunggu sampe besok,sana masuk kamar!" suruh wanita itu sambil mematikan kompor yang tadi digunakan Nayla untuk merebus telur.

   Nayla kembali ke kamarnya,dia mencari kain untuk mengikat perutnya yang sudah kesakitan dari tadi.

  "Begini lebih baik,agak mendingan sekarang,aku harus cepat-cepat tidur,tidak sabar menunggu hari esok." Ucap Nayla berbicara pada dirinya sendiri.

........

"Pa,bulan depan Nayla sudah bisa masuk sekolah dasar,kita sekolahin dia di mana,pa?" bu Amel meminta pendapat suaminya.

    "Kamu nggak mikir apa? Mau aku taruh di mana wajahku nanti,kalau ada yang tahu dia itu anak kita?" bentak pak Arman,lelaki itu terlihat gusar. Nayla yang kamarnya berada di lantai bawah dapat mendengar dengan jelas ucapan papanya,saat itu dia baru selesai melaksanakan shalat isya.

    Nayla baru berumur tujuh tahun tapi dia sudah paham banyak tentang agama,saat neneknya masih hidup dia selalu di ajarkan untuk jangan pernah meninggalkan shalat lima waktu,meski dalam keadaan sakit sekali pun,karena itu kewajiban sebagai seorang muslim.

Nayla memang anak yang shalihah,tapi kenapa kedua orang tuanya tidak menyukainya?

   "Lalu kita sekolahin dia di mana?"

  "Nggak usah sekolah,ngapain sekolah? Cuma ngabisin duit aja! Memang dia bisa jadi apa dengan kakinya yang cacat itu?" cibir pak Arman.

  "Terserah papa saja lah," bu Amel mengalah.

   "Makanya,siapa suruh terlahir cacat." Ucap pak Arman lagi.

Suaminya itu benar-benar tidak punya hati,dia sudah menghina anaknya sendiri. Nayla memang cacat,tapi gadis itu tetap lah putrinya,anak kandungnya sendiri. Nayla juga tidak pernah minta di lahirkan dalam keadaan seperti itu,tapi dia tetap bisa menerima keadaannya dengan ikhlas,lalu mereka kenapa tidak bisa menerima Nayla dengan keadaannya yang tidak sempurna.

                           ******

  "Nayla lihat! Ini baju sekolah aku yang baru cantik,kan" ucap Tina memamerkan seragam sekolahnya pada Nayla,gadis itu hanya mengangguk mengiyakan. Nayla kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya yang sedang mengepel lantai.

Teman Baru

"Pa,David juga pengen di beliin seragam baru kayak Tina." Rengek David pada papanya.

     "Iya,nanti siang kita pergi ke mall buat beli semua perlengkapan sekolah kalian." Jawab pak Arman.

    "Tapi kan pa,kak David bukan masuk sekolah baru,jadi di beliin buku saja nggak perlu seragam baru atau pun tas baru," usul Tina.

  "Kalau kamu punya seragam baru,berarti aku juga harus punya seragam baru,biar adil!" ucap David beralasan.

    "Ah alasan kakak doang,dasar tukang iri!" ucap Tina dengan bibir manyun.

   "Mama juga mau ikut,boleh?"tanya wanita itu pada kedua anaknya.

   "Boleh dong" mereka menjawab kompak.

   "Semua di bawa sama papa,kecuali satu orang,yaitu si pincang!" ejek Tina sambil tertawa.

    "Mana mungkin papa ngajak dia,yang ada nanti malah nyusahin kita lagi,jalannya aja kayak gitu,kayak siput!" tambah David.

Bu Amel dan pak Arman cuek-cuek saja mendengar kedua anak itu mengejek adiknya. Nayla sendiri tidak menggubrisnya,dia seperti tidak mendengar sama sekali ledekan kedua kakaknya itu.

\*\*\*\*\*\*\*

BEBERAPA TAHUN YANG LALU...

    "Anak saya bagaimana dok? Dia sehat,kan?" tanya wanita itu penuh semangat,wajahnya terlihat bahagia karena anak yang di tunggu-tunggu selama sembilan bulan akhirnya lahir dengan selamat ke dunia.

     "Alhamdulillah bu,anaknya cantik sehat lagi,tapi..." Dokter itu tampak ragu-ragu untuk mengatakannya.

     "Tapi kenapa dok?" sang suami tidak sabar ingin melihat bayinya,akhirnya dia langsung mengambil bayinya dari tangan sang dokter.

Hati pak Arman benar-benar hancur saat itu,ternyata anak ke tiga mereka lahir dalam keadaan cacat.

    "Apa yang harus saya lakukan dok?" bu Amel menangis,dia putus asa.

    "Semua sudah di takdirkan Allah,ibu harus banyak bersabar dan ikhlas,biar bagaimanapun dia juga anak ibu dan bapak." Dokter itu berusaha menenangkan mereka. Namun pak Arman ya tetap pak Arman,dia tidak mau merawat anaknya yang cacat,yang menurutnya hanya akan membuat malu keluarganya.

Pak Arman lah yang menyuruh istrinya itu untuk membawa Nayla yang masih bayi ke kampung,di mana ibu mertuanya tinggal,dan setelah hari itu bu Amel tidak pernah lagi menjenguk ibunya di kampung,mengirim uang pun juga tidak pernah,wanita itu tidak hanya menjadi ibu yang buruk,tapi dia juga menjadi anak yang tidak berbakti,wanita itu bahkan tidak pergi ke pemakaman ibunya dan untuk menjemput Nayla saja sopirnya yang di suruh.

                     

  ******

Nayla kini sendirian di rumah besar itu,dia tidak tahu mau ngapain,akhirnya dia pun keluar secara diam-diam,kebetulan mama sama papanya sedang pergi dengan kedua kakaknya.

   Hampir setahun di sini tapi dia tidak pernah keluar meski hanya sekedar melihat rumah-rumah warga di sekelilingnya,sebab mama tidak mengizinkannya keluar,biar tidak ada yang tahu bahwa Nayla adalah anak mereka.

Hanya karena takut fisik Nayla yang tidak sempurna menjadi aib bagi keluarga mereka,jadi pak Arman dan bu Amel memutuskan untuk tidak mengakui Nayla sebagai anaknya,bahkan yang warga tahu,anak ketiga mereka sudah meninggal setelah di lahirkan.

   "Hei kamu.!" Panggil seorang anak laki-laki,saat Nayla baru saja menutup pintu gerbang rumahnya.

Nayla menoleh kiri kanan,tidak ada orang lain,hanya mereka di sana,apa mungkin anak itu memanggil dirinya.

   "Iya kamu." Ucap anak itu lagi,saat nayla masih terlihat bingung.

     

"Aku.?" Tanya Nayla menunjuk dirinya sendiri.

  "Memangnya ada orang lain selain kamu,?" bocah laki-laki itu berjalan lebih dekat ke arah Nayla,kelihatannya anak laki-laki itu seumuran dengan dengan dirinya.

   "Aku Nayla,nama kamu siapa?" ucap Nayla memperkenalkan namanya.

    "Alif,nama ku alif." Mereka terus berjalan sambil mengobrol.

    "Nama mu bagus,kamu pasti baru pulang ngaji ya?" tebak Nayla.

    "Iya,benar sekali. Oh iya aku tadi melihat kamu keluar dari rumahnya pak Arman,kamu anaknya pak Arman?" tanya anak itu penasaran.

    "Bukan,tapi aku anak pembantu pak Arman yang dulu."Jawab Nayla sengaja berbohong,agar tidak membuat ibunya malu,begitulah yang di dipikirkannya sekarang.

    "Rumah aku ada di depan sana,singgah dulu yuk!" ajak Alif.

    Nayla berpikir sejenak,kemudian mengangguk,dia juga bosan di rumah terus,apa lagi sendirian tidak ada teman.

    "Ayo.!" Nayla mengikuti Alif menuju rumah anak itu.

                            *****

"Jadi kamu tinggal di rumah pak Arman?" umi Alif bertanya.

"Iya,Nayla tinggal di sana umi." Jawab Nayla.

"Sudah sejak kapan? Umi kok baru melihat kamu?" uminya Alif penasaran.

"Delapan bulan lebih."

"Nayla ini anak pembantunya pak Arman yang dulu umi,karena pembantunya sudah meninggal, jadi Nayla di ajak tinggal di rumah pak Arman." Ucap Alif membantu menjelaskan.

"Owh,umi tidak tahu umi minta maaf." Ucap bu Fitri,takut menyinggung hati Nayla.

"Tidak apa-apa kok umi," jawab Nayla tersenyum,anak itu sangat manis saat tersenyum.

Bu Fitri mulai memperhatikan baju yang di pakai Nayla,terlihat begitu lusuh,apa keluarga pak Arman tidak pernah membelikannya baju? Dan kerudung yang di pakainya juga sudah terlihat dekil begitu,bu Fitri mulai berpikiran macam-macam,tapi wanita itu buru-buru menepis pikiran kotornya dan kembali fokus dengan topik pembicaraan.

"Ya sudah umi kebelakang dulu,kamu ngobrol dulu sama Alif dan jangan lupa di minum juga airnya,nanti tidak segar lagi" ucap wanita itu berpesan. Kemudian pergi masuk ke kamarnya, entah apa yang akan di lakukannya.

"Alif,aku pulang dulu ya,sudah sore takut di cariin sama bu Amel dan pak Arman,karena tadi aku keluar nggak bilang-bilang." Ucap Nayla saat menyadari kalau hari sudah sore,orang tuanya itu pasti sudah pulang.

"Iya,mau aku anterin sekalian?" tawar Alif.

"Tidak usah,aku pulang sendiri aja," tolak Nayla.

"Nak Nayla sudah mau pulang? Tunggu dulu! Ini umi ada sesuatu buat kamu,masih bagus nanti bisa kamu pakai,nih di ambil!" ucap bu Fitri sambil menyodorkan kantong plastik yang berisikan baju di dalamnya.

"Wah untuk Nayla,umi?" tanya Nayla memastikan,matanya berbinar-binar terlihat sangat senang,namanya juga anak-anak,sudah pasti senang kalau di kasih hadiah.

"Iya,buat kamu." Jawab umi yang ikut senang melihat Nayla senang,entah kenapa wanita itu begitu sayangnya terhadap Nayla,padahal gadis itu baru hari ini bertemu dengannya.

\*\*\*\*\*\*

"Habis dari mana kamu.?" Tanya bu Amel dingin.

"Nayla keluar sebentar ma." Jawab Nayla jujur,tapi dia tidak mengatakan kalau baru pulang dari rumah Alif.

"Itu di tangan kamu apa?" kini giliran pak Arman yang bertanya.

Kini tangan Nayla mulai gemetaran,dia lebih takut melihat kemarahan dimata papanya daripada mamanya itu.

"Ini baju pemberian bu Fitri pa." Jawab Nayla jujur.

"Kamu mau mempermalukan kami hah?" bentak pak Arman.

"Kamu bilang tidak kalau kamu itu anak kami?" tanya lelaki itu."

"Tidak!" Nayla buru-buru menjawabnya.

"Lalu kamu anak siapa?" tanya bu Amel.

"Nayla bilang kalau Nayla anaknya pembantu pak Arman sama bu Amel,Nayla bilang begitu." Jawab Nayla semakin takut.

"Anak bodoh! Dasar anak sialan! Kali ini kamu benar-benar harus di kasih pelajaran,biar kamu kapok." Pak Arman langsung menarik tangan Nayla hingga tongkatnya terjatuh,pak Arman kemudian mengambil tongkat kayu Nayla dan membakarnya di luar,di halaman belakang.

Nayla tidak bisa berbuat apa-apa,dia masih kecil kekuatannya tentu tidak sebanding dengan orang dewasa.

Dia menatap mamanya yang hanya memperhatikan saja kelakuan papanya,tanpa menegurnya. Tidak berapa lama kemudian pak Arman kembali dengan tali pinggang di tangannya hendak memukul Nayla.

Nayla meronta-ronta minta dilepaskan oleh papanya.

"Nayla minta maaf pa,Nayla janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap gadis itu memohon dia sangat takut saat melihat benda tersebut sudah di ayun-ayunkan oleh papanya,hendak memukul dirinya.

"Mama! Tolong bantu aku pergi!" Nayla sangat takut bahkan memanggil mamanya yang sama sekali tidak peduli.

Pak Arman segera memukul tubuh anaknya, tiga kali pukulan sudah membuat anak itu tidak berdaya,tidak sampai di situ saja,pak Arman kemudian membawa Nayla ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air,membuat Nayla hampir kehabisan nafas.

Nayla tidak berkata apa-apa,anak itu hanya diam saja,ingin menangis tapi masih terus menahannya dia tidak berani menangis di sana.

\*\*\*\*\*\*

Tak Ada Yang Menginginkan

Papa kenapa ma?" tanya Tina yang baru keluar dari kamarnya,tadi dia mendengar ada suara ribut-ribut jadi langsung keluar dan bertanya pada mamanya.

"Papa kamu sedang memberi Nayla hukuman,tuh kalau kamu mau lihat ke kamar mandi aja." Suruh mamanya dengan sikap tak peduli.

Mendengar jawaban mamanya Tina langsung pergi ke kamar kakaknya David,entah apa yang ingin di lakukannya.

"Kamu kenapa buru-buru gitu Tin? kayak orang ngelihat setan aja," ucap David ketika Tina memasuki kamarnya dengan nafas ngos-ngosan.

"Itu tu,Nayla di pukul sama papa."

"Wah,beneran kamu ngomongnya?" tanya David kurang percaya,soalnya Tina sering ngusilin dia.

"Iya,kali ini beneran," kata Tina meyakinkan.

Kedua anak itu pun langsung pergi menuju kamar mandi,dan pas di lihat ternyata Nayla sama sekali nggak ada di sana.

"Nah terbukti sekarang kan,kamu nipu aku lagi" ucap David mulai kesal.

"Enggak! Tadi mama sendiri yang bilang." Tina kemudian langsung menuju dapur,dan melihat pintu belakang rumahnya terbuka,benar saja di sana tampak adik bungsunya Nayla,yang sedang duduk di depan kobaran api sambil melihat tongkatnya yang habis di lalap api.

"Lah ternyata kamu ada di sini." Ucap Tina sinis.

"Makanya kalau keluar itu minta izin dulu sama mama dan papa." Tambah David ikut menyalahkan Nayla.

Nayla hanya melihat mereka sekilas,tanpa menjawab dan kemudian dia masuk ke kamarnya.

\*\*\*\*\*\*\*

Nayla terus menahan rasa perih di punggungnya,sakit sekali.

Sekarang dia hanya bisa menangis,mau minta bantuan sama siapa coba? Neneknya sudah tidak ada,minta bantuan sama kakak-kakaknya juga tidak mungkin apalagi mamanya,wanita itu bahkan tidak peduli sama sekali,mungkin kalau Nayla mati sekalipun dia tidak akan merasa kehilangan,Nayla hanya di anggap aib dalam keluarganya.

Gadis kecil itu memeluk gulingnya sambil menangis,dia kembali terbayang dengan masa-masa sulitnya bersama sang nenek.

BEBERAPA TAHUN YANG LALU...

Saat itu,neneknya sakit parah dan Nayla sudah menduga-duga mungkin hidup neneknya tidak akan lama lagi di dunia ini,dia berusaha keras untuk mencari uang agar bisa membawa neneknya ke rumah sakit,neneknya pun berkata.

"Percuma nak,jangan terlalu memaksakan diri."

"Nenek tunggu di sini ya,Nayla akan pergi mencari bantuan sama warga,siapa tahu ada yang mau menolong." Ujar Nayla dengan raut wajah terlihat sangat khawatir,tanpa menunggu jawaban dari neneknya Nayla langsung pergi.

\*\*\*\*\*\*\*\*

"Bu Iis,boleh tidak kalau Nayla ngutang uang sama ibu?" tanya Nayla malu-malu.

"Untuk apa?" bu Iis heran mendengarnya,wanita itu tahu kalau neneknya Nayla punya seorang anak perempuan yang bersuamikan seorang pengusaha sukses di jakarta,masa harus minta uang ke orang lain,kenapa nggak minta sama anaknya aja.

"Untuk bawa nenek berobat ke rumah sakit."

"Lah,bapakmu kan orang kaya minta sana sama bapak kamu! Emang kamu nggak malu minta-minta gini? Nanti di lihat yang lain bisa-bisa jadi omongan para tetangga." Jelas bu Iis panjang lebar,memang apa yang di katakan wanita itu benar,tapi seharusnya dia mencari kata-kata yang sedikit lebih baik agar tidak melukai hati Nayla.

Nayla tampak bengong mendengarkan ucapan bu Iis,kemudian gadis itu pamit pulang setelah mendengar apa yang dikatakan bu Iis,Nayla tidak berani lagi untuk meminta pada tetangganya yang lain,dia tahu hal seperti ini hanya akan membuat neneknya malu.

"Nayla pulang nek!" seru Nayla,anak itu tidak mau menampakkan wajah sedihnya di depan neneknya,jadi dia tersenyum. Nek Ijah tahu bahwa cucunya itu sedang sedih tapi berusaha menutupinya.

"Nayla,kalau nanti terjadi sesuatu sama nenek,tolong kamu suruh seseorang untuk menghubungi ibu sama ayah kamu ya,nomornya nenek simpan di dalam kotak kayu itu!" ucap nek Ijah menunjuk ke arah kotak kayu yang terletak di atas meja di depan mereka.

"Nenek jangan ngomong yang tidak-tidak. Nek,Nayla keluar sebentar ya,mau beli makanan dulu!" pamit Nayla,dia hanya mencari-cari alasan saja saat itu,padahal dia sudah tidak dapat membendung air matanya. Nayla keluar dari kamar neneknya dengan berlinang air mata.

Seharusnya nek Ijah bisa hidup dengan layak,di hari-hari tuanya. Tapi sayang beliau memiliki seorang anak yang tidak berbakti,wanita tua itu sangat menyayangi anak perempuannya,bahkan harta bendanya di jual hanya untuk membiayai kuliah sang anak di luar kota,tapi lihat ketika anaknya sudah sukses dan menikah dengan orang kaya,dia lupa kepada ibunya dan menelantarkannya begitu saja. Itulah kebiasaan manusia,saat orang tua kaya anak menjadi raja,saat anak kaya orang tua menjadi pelayan, meski tidak semua anak berlaku demikian. Tapi,kebanyakannya memang begitu.

Seperti nek Ijah yang di suruh oleh bu Amel untuk merawat anaknya,merawat saja tapi tidak sekalipun mengirimkan uang untuk kebutuhan anak dan ibunya.

"Sekarang harus bagaimana,uang sepuluh ribu ini Nayla beli apa ya?" tanya Nayla pada dirinya sendiri,gadis itu tampak menimang-nimang uang sepuluh ribu itu di tangannya.

Nayla kemudian membeli nasi di warungnya mbak Caca. Ah,semua orang di kampung nek Ijah rupanya sama,mereka banyak yang pelit,Nayla cuma di kasih tahu sama tempe,nasinya pun sedikit. Itu karena mereka tahu nek Ijah punya anak yang kaya raya,padahal yang kaya kan anaknya bukan dirinya. Nayla pun membawa pulang makanan itu untuk di makan bersama sang nenek.

\*\*\*\*\*\*

"Assalammualaikum!" ucap Nayla memberi salam. Namun tak ada jawaban dari neneknya,mungkin neneknya sedang tidur,jadi Nayla langsung ke kamar ingin mengajak nenek makan siang.

"Nek,ayo kita makan!" ajak gadis itu,dia mencoba membangunkan neneknya,tapi wanita tua itu tidak merespon sama sekali. Nayla mencoba memperhatikan wajah neneknya,terlihat pucat tubuhnya juga dingin,nafasnya sudah berhenti berhembus,tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan. Nayla tahu nenek tidak sedang tidur,neneknya sudah kembali kepada sang pencipta. Dia menaruh nasi itu di atas nakas dan mengecup kening neneknya untuk terakhir kali. Setelah itu air matanya tumpah,dia segera keluar mencari pak RT,untuk membantu penguburan jenazah neneknya.

\*\*\*\*\*\*\*

Orang-orang yang hadir di sana bukannya membaca yasin atau mengurus jenazah,mereka malah sibuk dengan Nayla,mereka tidak ada yang mau merawatnya.

"Saya nggak mau menambah satu beban lagi,saya sudah punya tiga anak di rumah,itu pun bandelnya minta ampun. Nah,sekarang kalian menyuruh saya untuk menampung dia? saya tidak mau!" tegas bu Pipin wanita itu adalah juragan kontrakan.

"Suruh bu Iis saja yang merawatnya,bu Iis kan nggak punya anak." Usul ibu-ibu lainnya.

"Iya bu Iis saja yang merawat dia."

"Saya juga tidak mau,yang ada nanti malah nyusahin,dia kan cacat saya nggak mau ngurusin anak cacat!" jawab bu Iis,jawabannya bahkan lebih menyakitkan dari pada ibu-ibu tadi.

Nayla mendengar semua yang mereka katakan,coba bayangkan betapa sedih hatinya saat itu,ternyata tidak ada satupun yang mengharapkannya,kalau orang lain tidak ada yang mau mengurusnya itu hal biasa,tapi ini ibunya sendiri bahkan tidak menginginkannya,itulah yang luar biasa. Nayla saat itu seperti daun kering yang di tiup angin,hingga pak Rt kemudian datang,baru ibu-ibu itu diam.

"Apa yang kalian ribut kan? Kita bawa saja Nayla pulang ke rumah orang tuanya," usul pak Rt.

"Tuh kan,jangan bilang saya tidak mau merawat Nayla,pak Rt saja tidak mau merawat dia." Ucap bu Iis.

"Bukan tidak mau ibu-ibu,tapi Nayla itu masih punya kedua orang tua," jawab pak Rt,bukan berusaha membela diri,tapi apa yang di katakan lelaki itu memang benar.

"Ini pak Rt,nomor telpon orang tua saya tolong di hubungi saja,biar mereka bisa menjemput saya," ucap Nayla,dia sudah pusing dari tadi karena mendengar ucapan menyakitkan dari mulutnya para tetangga.

\*\*\*\*\*\*\*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!