Detik - detik penyelesaian di akhir semester kuliah, ini lah waktu yang paling horor bagi setiap mahasiswa akhir, apalagi harus menyiapkan semua nya, agar bisa lulus dan wisuda secepatnya.
Namun, tidak luput dari segala biaya, meskipun Alena mahasiswa yang mendapat beasiswa, untuk skripsi dan kebutuhan wisuda nya nanti, dia tentu harus mengeluarkan banyak uang. Itulah, yang membuat Alena Maharani saat ini terlihat begitu stres.
"Harus mencari pekerjaan sampingan, kalau mengandalkan sebagai buruh cuci saja tidak akan cukup" gumam Alena, yang saat ini sedang menelusuri pasar, untuk pergi berbelanja, setiap hari Minggu dia akan pergi ke pasar, karena Minggu ia libur kuliah.
Setelah selesai membeli keperluan nya, Alena pun berniat kembali ke kontrakan nya, yang tak jauh dari pasar.
Tiba di seberang jalan, Alena biasa jalan kaki, karena dia bisa menghemat sedikit uang nya untuk keperluan yang lain. Namun, di tengah perjalanan, Alena melihat seorang pria tua yang tengah duduk menahan sesak di dada nya, pria itu baru saja keluar dari Bank.
"Apa yang terjadi?" gumam Alena, memperhatikan Pak tua itu dari jauh, ia pun mendekat, dan menghampiri pria tersebut.
"Tolong..." lirih Pria itu, saat melihat Alena yang mendekati nya, tentu saja membuat Alena terkejut, dan Alena pun segera menolong nya.
"Bapak kenapa? apa Bapak sakit?" tanya Alena yang memegang tangan pria tua itu.
"Saya memiliki penyakit asma, tolong antar saya ke rumah sakit, saya mohon"
"Baik, tunggu sebentar saya akan memanggil taxi" tukas Alena, padahal tanpa Alena tahu, pria itu membawa mobil.
Karena tidak ingin terjadi sesuatu dengan pria ini, Alena pun segera menghentikan taxi dan membawa pria ini ke rumah sakit, sehingga tanpa di sadari keranjang belanjaan Alena tertinggal di sana.
Mereka telah tiba di rumah sakit, dan beberapa suster membantu pria itu untuk di bawa ke ruangan pemeriksaan. Alena hanya berpakaian biasa saja, namun rumah sakit yang ia tuju termasuk rumah sakit mahal, dan Alena tidak mampu membayar itu semua.
Alena terlihat begitu cemas, menunggu sang dokter yang sedang memeriksa pria itu di dalam ruangan.
"Jangan mati dulu, aku tidak bisa membayar rumah sakit, setidaknya kalau bapak selamat, bapak bisa membayar sendiri biasa rumah sakit" gumam Alena.
Ceklek !
"Dok, bagaimana ? bapak itu belum mati 'kan ? dia selamat 'kan?" tanya Alena panik, tapi malah di tatap sinis oleh dokter itu, apalagi saat mendengar pertanyaan aneh Alena.
"Apa kamu sengaja mendoakan beliau agar cepat mati?"
"Enggak. Bukan begitu, saya takut beliau kenapa-napa"
"Tuan Arga baik - baik saja, beliau beruntung bertemu dengan kamu, dan dia tidak kenapa-napa. Saya dokter Fino, Tuan Arga memang pasien kami"
"Heeemmm. Alhamdulillah" Alena mengusap dada nya, karena merasa lega, kalau dia tidak perlu membayar biaya rumah sakit itu, karena dokter tersebut mengenal dengan pria tua yang barusan di tolong oleh Alena.
"Ya ampun!" Alena menepuk jidat nya saat ia sudah menyadari kalau keranjang sayur nya tertinggal.
"Dok, saya harus pergi, sayur saya tertinggal" ungkap Alena, yang panik.
"Tapi, Tuan Arga ingin bertemu dengan kamu. Ayo masuk dulu" dokter tersebut langsung menarik paksa Alena untuk masuk ke dalam ruangan Arga.
"Eeh, tidak !" Alena langsung di tarik, ke dalam ruangan tersebut, dan terpaksa ia ikut dengan dokter tersebut.
Alena dan dokter itu berdiri di samping ranjang Arga. Pria tua itu tersenyum ke arah Alena.
"Adik kecil, siapa nama mu, dan terimakasih sudah menolong saya"
'Adik kecil?' Alena melirik dokter Fino, pria itu tertawa kecil sangat melihat lirikan Alena yang tidak begitu rela diri nya di panggil adik kecil.
"Pak, saya Alena, dan Saya bukan adik kecil, saya sudah berumur dua puluh dua tahun. Saya sudah tua, masak di panggil adik kecil" jawab Alena, sembari membuat jari angka usia nya.
Arga dan Fino, masih tertawa melihat Alena yang lucu, sikap nya tidak menunjukkan kalau ia sudah berusia 22th.
"Bagaimana kalau kamu tinggal di rumah sakit, selama satu Minggu, kamu bantu menjaga saya disini, kalau kamu mau saya bisa bayar berapa pun yang kamu mau"
"Memang Keluarga anda di mana pak?"
"Anak-anak saya sibuk, mereka tidak punya waktu untuk mengurus saya" pungkas Arga, dengan ekspresi sedih nya, sengaja membuat drama untuk mencari simpati Alena.
"Tapi, saya masih kuliah, saat ini saya harus menyusun skripsi dan sebentar lagi akan wisuda" ujar Alena, sembari menarik sudut bibir nya ke kiri dan ke kanan.
"Kamu bisa datang pulang kuliah, kamu tidak perlu takut, aku bisa membayar kuliah kamu, dan aku akan membayar gaji kamu kalau kamu bisa menemani saya disini"
"Tapi Pak.."
"Udah terima saja, ini uang muka " dokter Fino, memberikan satu gepok uang senilai sepuluh juta untuk Alena, langsung meletakkan nya di tangan Alena.
'Apa ku terima saja ya, kebetulan aku juga butuh uang' lama sekali Alena berpikir.
"Bagaimana Alena?" tanya Arga, kali ini ekspresi Arga berubah, Alena merasa iba melihat pria tua yang berbaring di ranjang itu.
"Baiklah, tapi saya tidak ingin memandikan pasien atau membawa pasien ke kamar mandi!" tegas Alena, Arga terkekeh.
"Tentu dong, dasar anak ingusan" cibir Fino, dokter pribadi Arga. Tentu saja, semua anak-anak Arga tidak mau kembali dari paris untuk tinggal bersama dengan Arga, karena Arga sudah memiliki Fino.
"Iiih, saya sudah dewasa ya Om, jangan panggil saya Anak ingusan!" tegas Alena, sembari menunjuk ke arah Fino, Pria ini membulatkan mata nya di panggil Om, oleh Alena.
"Saya dokter muda disini, bukan Om - Om !" Fino dan Alena, tidak berhenti berdebat, malah membuat Arga terkekeh melihat mereka berdua.
"Terserah, jadi Paman, uang ini saya ambil ya" seru Alena dengan wajah yang penuh senyum, Fino melipatkan ke dua tangan di dada tidak habis pikir melihat Alena yang begitu senang di kasih uang.
"Ambil lah, Alena tulis 'kan nomer ponsel mu di handphone saya, biar nanti jika saya perlu bantuan kamu, saya bisa menghubungi nya"
"Baik lah Paman, nanti malam saya datang kemari lagi, untuk sementara waktu saya akan kembali ke kontrakan dulu ya paman!"
"Biarkan di antar sama dokter Fino"
"Tidak usah paman, aku bisa naik angkot"
"Naik angkot?" Fino menaikan alis nya sembari menatap ke arah Alena,
"Memang kenapa? naik angkot itu bisa hemat tahu!" ketus Alena, lalu berpamitan dengan Fino dan Arga.
Blam !
Arga menghela nafas, lalu pria ini segera duduk, setelah Alena pergi.
"Apa Tuan baik- baik saja?" tanya Fino,
"Saya baik, mereka tidak akan pulang untuk menjenguk saya, tapi saya bisa membuat mereka segera kembali. Fino tolong hubungi pengacara dan pihak bank, aku ingin membuat Mereka pulang sendiri kesini !"
"Baik Tuan"
Fino pun permisi dari hadapan Arga, dan pergi untuk melaksanakan perintah Arga.
Empat pemuda kaya sedang menikmati makan malam mereka di tempat mewah. Cercle de l'Union Interalliee, adalah Bar dan Klub, juga tersedia sebuah tempat untuk menikmati makan malam yang mewah dan enak di tempat ini.
Banyak sekali hidangan di atas di meja yang belum mereka habis 'kan, namun mereka telah mengaku kenyang. Seperti itu setiap hari ini, membuang uang dan berfoya - foya.
Pria yang memakai jas, bekerja mengurus bisnis estate keluarga nya yang ada di Paris, Dia adalah Kakak tertua dari empat bersaudara. Namanya, Xander Fernandez, berusia 31th, biasa di panggil Xan. Pria ini sedikit Tegas dan dingin, dan dia CEO di bisnis estate yang ada di Paris.
Dan yang memakai jubah mantel tebal, berwarna coklat, dia adalah Alvarendra Fernandez, berusia 28th, biasa di panggil Al. Bersifat humoris dan penyayang. Dia menjalankan bisnis bengkel las yang lumanyan besar di Paris.
Nah, yang paling sudut, yang memakai sweater merah, yang sedang menggoyangkan minuman yang ada di gelas nya, pria ini bernama Elvino Fernandez, berusia 25th, biasa di panggil El. Pria ini sedikit nakal dan jahil. Dia tidak bekerja, hobi nya nge-gym dan berolahraga, setiap hari kerjaan nya mengabiskan uang ke dua kakak nya.
Yang paling terakhir, si imut dan si manja yang paling di sayang oleh semua Kakak nya dia adalah Leo Fernandez, berusia 22th. Mahasiswa akhir semester, yang sedang menyusun skripsi nya.
"Pelayan!" teriak El, lalu Xander melirik ke arah El.
"Tumben, kamu yang panggil pelayan, biasa nya Kau nyuruh Kak Xan, untuk membayar nya" cetus Al, yang melihat aksi El. Mendengar ucapan Al, El malah tersenyum smirk.
Seorang pelayan, datang dengan membawa bill bersama dengan.
"Ini Tuan" El mengambil bill di atas nampan kecil, lalu meletakkan itu, di depan Xan.
"Silahkan Tuan..." goda El, Al dan Leo menaikan alis mereka.
"Kirain, kamu yang akan bayar, kalau begitu sama saja Kak Xan yang bayar" tukas Al,
"He...He.." El, hanya nyengir, Xan langsung mengeluarkan kartu yang ada didalam dompet nya untuk membayar tagihan makanan.
"Tunggu sebentar ya Tuan" Wanita itu, pergi dengan membawa kartu itu bersama, namun tak lama ia kembali lagi.
"Maaf Tuan, ini tidak bisa di gunakan, ada yang lain?"
"Haaah? kamu yakin ?" Xan, berdiri dari tempat duduk nya,
"Be-benar tidak bisa Tuan" pelayan itu, terlihat gugup saat Xander menatap nya dengan ekor mata.
Xan memberikan kartu yang lain, tapi tetap tidak bisa, semua kartu yang di gunakan Xan, tidak dapat di gunakan. Akhir nya Al dan El ikut memberikan kartu mereka. Namun, tidak satupun dari mereka dapat di gunakan, tentu saja itu membuat Mereka semua panik.
"Kenapa bisa begini?" Xan, melirik ke arah adik nya semua.
"Ini pasti ulah Papa" cetus Leo, semua orang kini menatap Leo, karena mereka tahu, di antara mereka semua hanya Leo yang akan selamat dari kejahatan Papa Meraka.
"Leo, minta kartu mu" Xan, mengulurkan tangan nya kepada Leo, dengan berat hati pria itu memberi nya. Ternyata sama saja, tidak untuk kali ini, mereka telah lolos dua bulan yang lalu, tapi kali ini milik Leo juga ikut di blokir Arga.
"Aaah, kartu ku!" gerutu Leo, yang tak terima kartu nya di blok Arga.
"Jadi, bagaimana ini?" Al, berbisik kepada Xan.
"Terpaksa bayar pakek uang tunai, aku ada narik sedikit, tapi tidak akan cukup !"
"Aku ada sedikit"
"Nih"
"Aku cuma segini"
Akhirnya mereka semua bayar patungan dengan uang tunai yang ada di dompet mereka.
Di luar Cercle de l'Union Interalliee, terlihat mereka berempat yang kesal, apalagi Xan. Xan merasa cukup malu, saat kejadian itu menimpa diri nya, pria seperti dia, belum pernah di permalukan begitu buruk.
"Papa keterlaluan!" gumam Xan, yang melewati Al, mereka menyetir mobil masing-masing, hanya Leo yang nebeng di mobil El.
"Iya masak kartu kita semu di blok nya, mana enggak ada sisa lagi, biasa nya punya Leo enggak akan di blok, ini punya dia malah ikut di blok" ketus El, yang ikut kesal.
"Mungkin, ancaman Papa kali ini enggak main-main, aku takut...." Al pun mengingat sesuatu, yang seharusnya tidak terbayangkan oleh mereka.
"RUMAH, MOBIL, PERUSAHAAN, DAN ASET LAIN NYA TELAH DI SITA PAPA!" teriak mereka serentak, di tempat parkir, Leo langsung melirik ke tempat parkir VIP tidak satu pun mobil mewah sport yang terparkir disana.
"Tunggu, dimana mobil, Kakak?"
Al, El dan Xan pun menatap ke arah ruangan VIP, kosong melompong, tidak ada satu pun mobil mereka.
"Sial!" El berdiri di dinding kaca, melihat ke dalam tempat itu, tidak ada lagi mobil mereka. Tanpa sepengetahuan mereka, mobil mereka telah di derek oleh orang suruhan Fino, atas perintah Arga.
"Bagaimana ini ? kita harus pulang tapi menggunakan apa ?" tanya El, Xan mengeluarkan ponsel nya, lalu menghubungi asisten nya.
[Hallo, Tuan Xan]
"Apa Papa menghubungi mu?"
[ Tuan besar, hari ini memang menghubungi ku, dia mengalihkan perusahaan anda kepada klien asing, dan Anda tidak berhak lagi atas perusahaan itu!]
"Kau gila..."
Tut...Tut...Tut..
Panggilan terputus, asisten Xan, memutuskan panggilan sepihak, sehingga membuat Xan kesal. Saat ini, Al pun mengalami hal yang sama, tempat bisnis dia di ambil alih oleh pemerintah, dan gedung yang di gunakan Al ilegal, dan tidak bisa di ambil alih 'kan oleh Al lagi, kecuali dia membayar denda ratusan milyar.
Sedangkan saat ini mereka tidak memiliki uang di tangan, El melirik ke arah Al dan Xan, serta Leo.
"Kita harus bisa pulang, tapi pakai apa?" Leo kembali mengeluh, sementara Kakak nya sedang kesal, atas apa yang di lakukan Arga sang Papa.
Drrt...Drrt...
Ponsel Leo, berdering, itu adalah panggilan dari Arga.
"Papa" gumam Leo,
"Angkat!" titah Xan, yang menahan amarah.
"Hallo Pa!"
[Bagaimana ? apa kalian akan pulang ke Indonesia?]
"Papa bagaimana bisa Kamu melakukan ini? kami tidak memiliki uang sama sekali !" sahut Xan, yang sudah kandung kesal dan marah.
[Sudah Papa katakan, kita akan menjadi warga Indonesia, hidup disini lebih damai, kalian harus memenuhi keinginan terakhir Mama kalian, yang menyuruh kalian untuk tinggal di indonesia!] ungkap Arga, dengan tegas.
"Pesan terakhir apa ini yang di maksud mama, kita sudah besar, dan kita bisa tinggal di mana saja..."
[Iya, asal kalian punya uang, tapi kalian tidak punya uang, apa bisa tinggal disana?]
Ucapan Arga, membuat anak-anak nya diam, dan Leo, yang takut hidup miskin pun menuruti keinginan Arga.
"Leo akan pulang pa!"
"Leo!" teriak Kaka nya, bukan nya membujuk Papa Leo malah menuruti keinginan Arga.
Panggilan pun di putuskan oleh Arga, dan itu semakin membuat Al dan El bingung.
"Sekarang pikirkan cara pulang ke rumah!" cetus El,
"Eemm, pikirkan!" sahut Al lagi, yang kesal.
Akhirnya mereka, mencari taxi dengan mengorbankan jam yang ada di tangan Xander.
"Tidak apa-apa, entar kita beli yang baru" El menguatkan Xan, yang ingin menjual jam mahal nya. Setiap ada masalah selalu Xan yang menjadi korban, meskipun sikap nya dingin dan kejam, Xan sangat menyayangi adik-adik nya.
Setelah mereka berhasil pulang dengan taxi, begitu tiba di depan rumah, mereka sudah di tunggu oleh beberapa pengawal Arga.
"Selamat malam Tuan muda!" sapa mereka,
"Apa-apaan ini?" tanya Xan, yang melihat semua koper milik nya ada di luar rumah.
"Ini semua barang Tuan muda, kami sudah mempersiapkan nya, sekitar setengah jam lagi adalah penerbangan anda semua, jika terlambat, saya takut anda akan jadi gembel di negara ini" pungkas pengawal itu.
Al, El, Xan dan Leo, terkejut, mereka tidak habis pikir dengan kelakuan Papa nya.
Tanpa membantah lagi, mereka semua mengambil koper, dan pergi ke bandar udara, dengan tiket yang telah di sediakan oleh Arga untuk mereka.
Setelah kepergian mereka, pengawal itu kembali masuk ke dalam rumah mewah mereka.
"Kasian Tuan muda, tapi Nyonya besar telah mengatakan, jika mereka belum menikah, mereka belum bisa tinggal terpisah dari Tuan Besar!"
"Beruntung memiliki orang tua yang kaya, tapi sial jika hal seperti ini terjadi dalam tiba-tiba"
Mereka pun segera masuk dan saat ini seluruh aset keluarga Arga menjadi tanggung jawab mereka, dan Asisten pribadi Xan yang mengurus perusahaan Xan dan bisnis Al.
Alena sedang membereskan semua buku milik nya, yang ia bawa ke rumah sakit, memasukkan semua itu ke dalam tas milik nya.
"Paman, saya harus pulang, karena dosen saya hari ini akan berangkat ke Inggris, dia meminta saya untuk mengambil skripsi yang ia periksa bandara, jika terlambat maka masa depan saya dalam masalah" ujar Alena, Arga melihat gadis itu tidak berhenti tersenyum, apalagi saat Alena berdebat sepanjang malam saat berdiskusi akan skripsi nya yang di periksa sang dosen.
"Minta Fino untuk mengantar mu ke bandara agar kamu tidak terlambat"
"Tidak usah Paman, aku bisa sendiri. Jangan lupa bubur nya di makan, terus ini buah sudah aku potong- potong juga di habiskan" titah Alena, meletakkan semua makanan di dekat Arga.
"Tunggu, ambil lah ini" Pria itu memberikan Alena uang, namun Alena menolak nya.
"Tidak usah paman, yang kemarin saja sudah cukup, saya baru bekerja dua hari, tidak baik menerima uang terus menerus" Alena terlihat sungkan, padahal uang semalam telah dia bayar kontrakan yang menunggak selama lima bulan.
"Bagaimana kalau kamu jadi baby sitter anak - anak ku, kamu hanya perlu mengawasi dan menjaga mereka saja!" Alena menaikan alisnya,
"Satu lagi, kamu dapat tinggal dengan kami, dan semua biaya hidup mu aku tanggung, asal kamu bisa membuat Anak - anak ku betah di Indonesia" lanjut Arga,
"Eeemmm... Baik lah Paman, aku pergi dulu, karena aku sudah mau terlambat" Alena langsung berlari dari kamar itu, dia tidak sempat menyapa Fino yang baru saja akan masuk ke dalam ruangan Arga.
"Alena"
"Om dokter saya ada urusan, saya titip Paman Arga!" teriak Alena, yang berlari menelusuri lorong rumah sakit, semua orang memperhatikan Alena.
"Dasar bocah" gumam Fino yang melihat tingkah Alena.
Ceklek !
"Pagi, Tuan" sapa Fino,
"Eemm, pagi. Bagaimana ?"
"Semua nya telah terkendali, menurut asisten Xander, Mereka semua telah berangkat sejak tadi malam, seharunya pagi ini sudah tiba di Indonesia" pungkas Fino,
"Apa perlu mengirim sopir untuk menjemput mereka?"
"Tidak perlu, mereka bisa pulang sendiri, aku sudah mengirim alamat untuk mereka"
Fino langsung memeriksa kondisi Arga.
"Tuan, kenapa anda melakukan ini semua? bukan kah, Tuan Xan, sudah cukup mandiri?"
"Meskipun mereka semua sudah mandiri, namun mereka masih tanggung jawab ku, sampai kapan pun, aku ini adalah Papa mereka, aku ingin menghabiskan waktu bersama dengan anak - anak ku sebelum aku pergi menyusul Mama mereka"
"Tenang lah, jangan terlalu banyak pikiran, anda akan segera pulang ke rumah" Fino, membantu membaringkan Arga di tempat tidur.
"Lihat lah, mereka sudah tiba" Arga memperlihatkan pesan wa miliki Leo kepasa Fino.
"Tumben, Tuan Leo tidak merengek seperti bayi" cibir Fino, yang menahan tawa nya.
"Tentu saja, selama Xan, El dan Al ada bersama dengan Leo, dia tidak akan menangis atau merengek seperti bayi, karena Kakak nya sangat menyayangi dia"
"Eeemmm, Anda beruntung punya anak yang begitu akur"
Arga hanya tersenyum, melihat foto anak - anak nya di layar ponsel dia.
Bandar Udara. . .
Alena baru saja turun dari taxi, lalu berlari masuk untuk mengejar sang dosen yang akan segera take off.
Dugh !
"Aagrh!" pekik Alena, tanpa sengaja menabrak seseorang yang juga keluar dari tempat itu.
"Maaf - maaf, aku tidak sengaja" ucap Alena yang langsung berdiri dan meminta maaf. Namun, disaat Alena ingin pergi, mereka menghentikan Alena.
"Kau baru saja menabrak ku, dan mengotori sepatu ku, bersihkan sepatu ku!" titah Pria dengan jas hitam nya, lalu mencengkram kuat lengan Alena.
"Tapi aku sudah minta maaf, Om saya buru- buru biar 'kan saya pergi dulu, nanti saya kembali lagi" Alena melirik ke kanan dan kiri mencari sosok dosen yang akan ia temui.
"Om ?"
"Om?
"Ha...Ha..."
Al, El dan Leo, meledek Xander, dan menertawakan pria itu, Xander langsung memalingkan wajah nya menatap tajam ke arah adik nya semua.
Dengan tinggi 175, membuat Alena harus mendongakkan kepala nya menatap Xander, Alena dengan tinggi 150, tentu saja Alena hanya sebahu Xander.
Alena segera menghentakkan tangan Xan, dan berlari ke arah ruang tunggu. Namun, tidak satu orang pun yang di kenal Alena ada di sana, tidak ada dosen atau keluarga dosen di ruang tunggu, tentu saja itu membuat Alena panik.
Lalu Alena, membuka pesan yang masuk ke wa nya. Ternyata sang dosen sudah take off sejak lima menit yang lalu.
"Ini semua gara - gara pria itu, membuat aku terlambat" gerutu Alena yang kesal, lalu kembali berlari mencari pria yang ia tabrak tadi.
Di tempat parkir, Alena kembali melihat Xander dan Adik - adik nya yang sedang menunggu taxi.
" Hei, tunggu!" teriak Alena, mereka berempat segera menoleh bersama, saat mendengar suara teriakan Alena.
"Kak, gadis itu lagi " bisik Al, Xan menaikan alis nya saat melihat Alena berjalan ke arah mereka.
"Apa yang membuat gadis itu memanggil kita lagi?"
"Entah, mungkin dia naksir sama Om kita" ejek El,
"Diam!" mereka bertiga langsung diam, saat Xan bersuara.
Alena pun tiba di depan mereka, dengan celana hanya sepaha, dan memakai Hoodie, membuat Alena seperti gadis kecil, tidak terlihat jika dia mahasiswa akhir semester.
"Adik kecil, ada apa memanggil kami lagi?" tanya El, yang menggoda Alena,
"Diam, siapa yang adik kecil, aku sudah berusia 22th, mengerti!" teriak Alena, El menahan tawa nya, saat melihat Alena yang sedang marah.
"Dan kau!" Alena berjalan ke arah Xander.
"Gara - gara kamu, aku terlambat, dan skripsi ku di bawa oleh dosen, dan aku gagal ikut wisuda " ujar Alena yang sedih, menangis tapi tidak mengeluarkan air mata.
"Kenapa kau menyalahkan Kakak ku, kamu sendiri yang menabrak Kakak ku, dan malah nyalahin orang" kini Leo, ikut membela Xander. Leo dan Alena seumuran terlihat kalau mereka berdua sangat cocok jika berdebat, Alena tidak perlu mendongakkan kepala nya menatap Kakak - kakak Leo.
"Oh, jadi kalian main keroyokan, ayo!" Alena langsung menaikan lengan baju nya, dan ingin berkelahi dengan Leo dan tiga pria tinggi lain nya.
"Siapa takut"
"Kami enggak takut!"
"Eemmm"
Xan, El dan Al kini berdiri tepat di belakang Leo, dan itu tentu saja membuat keberanian Alena menciut.
"Kalian memang tidak takut, tapi aku yang takut. Kaboooorrr...." Alena kembali berlari dan pergi menuju pintu gerbang bandar udara.
Al dan El tertawa melihat Alena yang lari ketakutan, Leo tertawa sampai memukul Xander yang berdiri di samping nya.
"Sudah cukup belum mukul nya, jangan sampai koper ini ikut melayang" ketus Xan, Leo langsung berhenti, dan nyengir.
"Maaf, Kakak!" Leo, mengibas- gibas jas Xan, dengan tangan nya. Mereka langsung pergi mencari taxi untuk kembali pulang ke rumah, karena Arga tidak akan menjemput atau mengirim sopir untuk mereka. Menyuruh mereka untuk mandiri di tanah kelahiran mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!