Kisah ini ada kaitannya dengan Novel "Dijebak Nikah Paksa" . Kali ini yang saya angkat adalah kisah Wisnu dan Sofia. Yuk mampir guys!
Setelah melewati hari pernikahan yang cukup melelahkan dan malam pertama yang menegangkan bagi Wisnu dan Sofia, karena ini merupakan pertama kali bagi Wisnu dan Sofia. Kini keduanya harus kembali ke dunia kerja masing-masing. Sofia yang masih harus menjalankan tugasnya di RS ternama di kotanya sebagai Bidan, terpaksa harus melepaskan kepergian Wisnu kembali ke kota kelahirannya sebagai abdi negara.
Mereka terpaksa berpisah sementara, sebab Wisnu yang merupakan seorang anggota TNI-AD, harus kembali ke Bandung tempat dia berdinas. Sementara Sofia, masih harus menjalankan kewajibannya sebagai Bidan di RS ternama di kotanya Prabumulih, selama surat pengunduran dirinya masih belum di acc.
"Aku pulang dulu, jika surat pengunduran diri kamu sudah keluar dan di acc, kamu beri tahu aku. Nanti aku jemput dan kamu aku boyong ke Bandung," ucap Wisnu datar, berpamitan sebelum dia pergi meninggalkan kota Prabumulih.
Sikapnya kembali datar seperti semula saat sebelum pernikahan ini terjadi. Padahal semalam mereka telah menikmati malam pertama, tapi kenapa Wisnu masih bersikap dingin dan datar pada Sofia yang kini sudah sah menjadi istrinya?
Pernikahannya dengan Wisnu tidak lepas dari *ojok-ojok* atau comblangan Bu Endah dan Dara. Bu Endah selaku ibu kandung Wisnu dan Dara yang merupakan adik sepupu Wisnu, suami Sofia kini, selalu menjodoh-jodohkan dalam setiap kesempatan pada Sofia dan Wisnu. Sofia yang notebene memang menyukai Wisnu, merasa diberi lampu hijau oleh calon mertua dan calon adik ipar sekaligus kakak iparnya ini.(Baca cerita \#**DijebakNikahPaksa**).
Bu Endah dan Dara selalu mendukung perjodohan antara Sofia dan Wisnu, terlebih Wisnu selama ini belum terlihat menggandeng pasangan. Kadang Bu Endah sebagai orang tua merasa takut, apakah anak lelakinya normal atau wallahualam? Itulah awal mula mereka berusaha menjodohkan Wisnu dan Sofia, yang pada saat itu memang sering bertemu.
Wisnu sendiri pada saat itu memang tidak memiliki gandengan. Akan tetapi jauh di lubuk hatinya, dia hanya memiliki perasaan cinta pada satu orang wanita yang hanya kedua orang tuanya dan Azlan kakak kandung Sofialah yang tahu. Karena itulah kedua orang tua Wisnu, Bu Endah dan Pak Malik, gencar menjodohkan Wisnu dengan Sofia, terlebih setelah bertemu Sofia pertama kali, Bu Endah langsung suka dan srek pada Sofia. Hingga terjadilah pernikahan atas dasar dijodoh-jodohkan ini. Walau demikian Wisnu tidak menolak, dia terpaksa menerima hanya karena rasa kasihan dan hasil comblangan Bu Endah dan Dara.
"Hati-hati A, Sofia akan selalu merindukan Aa," ujar Sofia sedih sembari mencium tangan Wisnu. Walaupun dingin, Wisnu tetap memperlihatkan sikap romantis di depan keluarganya. Memeluk dan mencium kening Sofia sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kota Prabumulih.
Wisnu pergi melaju bersama grab yang ditumpanginya menuju Bandar udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, diantar oleh tatapan sedih Sofia dan keluarga. Sementara keluarga mertuanya dan tentu saja Azlan dan Dara, kakak iparnya, sudah lebih dulu pulang ke kota masing-masing sehari sebelum Wisnu pulang.
Setelah kepergian Wisnu sang suami, Sofia kembali menjalankan aktifitas seperti biasa. Dia masih ada sisa waktu untuk menjalani pekerjaan di kota tinggalnya sebagai Bidan di RS setempat, sampai surat pengunduran dirinya keluar.
Besoknya hari Senin, Sofia masuk seperti biasa. Saat akan melewati ruangan Dokter Herman, secara kebetulan Dokter Herman berjalan ke arah yang berlawanan, sehingga pertemuan mereka untuk pertama kali setelah Sofia menikah tidak bisa terelakkan lagi. Sofia tidak menghindar, walaupun dia tahu Dokter Herman sempat naksir padanya, perasaan Sofia masih sama menganggap Dokter Herman teman biasa.
Saat jarak keduanya sudah sangat dekat, Sofia menegur Dokter Herman seperti biasa, akan tetapi Dokter Herman hanya senyum sekilas sembari berlari kecil dan sibuk dengan HPnya di telinga. Sofia sontak terkejut dengan perubahan sikap Dokter Herman yang berubah 180 derajat. Biasanya Dokter muda berwajah oriental mirip Oppa-oppa Korea itu, sangat ramah terhadap Sofia. Sejenak Sofia termenung. Hatinya tiba-tiba sakit dengan sikap Dokter Herman barusan.
"Kenapa Dokter Herman bersikap aneh dan berubah jutek seperti itu? Apakah karena aku sudah menikah?" pikir Sofia dalam hati merasa sedih. Walau sedih, Sofia kini melanjutkan kembali langkahnya menuju ruangannya. Tiba di ruangannya dia duduk sejenak ambil nafas dan minum air bening dari dispenser, lalu diteguknya. Sofia berusaha menenangkan dirinya.
Sebelum memulai aktifitasnya, Sofia melamun sejenak. Memikirkan kehidupan setelah menikah dan sikap Dokter Herman tadi yang berubah. Setelah menikah, Sofia merasa kehilangan teman baik yang selama ini selalu menemani hari-harinya saat jam kerja. Kadang Dokter Herman membantu Sofia dalam menyelesaikan tugas kebidanannya. Saat masih kuliahpun Dokter Herman sering membantu meskipun Sofia sering menolak. Rupanya Dokter Herman punya rasa lain selain persahabatan. Sofia tidak menyadari, dia menduga kebaikan Dokter Herman tulus ikhlas, namun ternyata Dokter Herman punya rasa cinta padanya.
Sikap Dokter Herman yang berubah jutek dan dingin, tidak membuat Sofia berubah dan membalas. Meskipun Dokter Herman kini menjaga jarak dan sikap, akan tetapi Sofia berusaha bersikap tenang dan menganggap Dokter Herman tidak sedang menghindarinya.
Sofia sedih sebetulnya, sebab menurut Rima sahabatnya, Dokter Herman sangat kecewa saat mendengar kabar pernikahan Sofia dan Wisnu. Itu sebabnya Dokter Herman berubah jutek dan dingin seperti sekarang ini.
"Aku sebentar lagi juga tidak ada di sini Rim, aku tidak ingin meninggalkan kesan buruk bagi siapa saja termasuk Dokter Herman. Aku tidak menyangka jika Dokter Herman punya rasa lain selain persahabatan," ujar Sofia saat Rima mengunjungi ruangan kerja Sofia, dengan raut wajah sedih.
"Sudahlah Sof, tidak perlu dipikirkan, sebentar lagi juga kamu meninggalkan RS dan kota ini. Sikap Dokter Herman tidak akan lagi kamu temui jutek lagi. Sekarang yang perlu kamu pikirkan adalah wajah suamimu yang ganteng itu," ujar Rima menghibur kesedihan Sofia atas sikap Dokter Herman.
"Iya sih Rim, tapi aku tidak mau punya kesan buruk saat aku jauh dengan Dokter Herman. Walau bagaimanapun dia pernah jadi teman baik selama aku kuliah dan kerja di RS ini," jelas Sofia lagi masih sedih.
"Ya sudah, sekarang kamu tenangkan dulu pikiranmu, jangan dijadikan beban sikap Dokter Herman itu. Kamu boleh saja tetap bersikap baik, asal jangan sampai memaksakan, takutnya nanti sakit hati akibat sikap jutek Dokter Herman," saran Rima menguatkan Sofia yang masih memikirkan sikap Dokter Herman.
"Kamu dekati saja Dokter Herman Rim, bukankah kamu menyukai Dokter Herman?" usul Sofia.
"Aku sudah berusaha dekati dia, Sof. Tapi Dokter Herman memang tidak menyukai aku, yang ada di hatinya cuma kamu," kilah Rima berubah sedih.
"Sabar ya, Rim. Suatu saat jika jodoh pasti tidak akan kemana," ujar Sofia menghibur Rima yang sejak kuliah dulu memang naksir Dokter Herman.
"Aku tuh, kurang sabar bagaimana, Sof? Walaupun Dokter Herman jutek dan tidak peduli sama aku, minimal sekarang berkurang deh satu saingan aku," ujar Rima sembari tersenyum. Merekapun mengakhiri obrolan unfaedahnya, Rima segera berpamitan dan membiarkan Sofia kembali bekerja karena istirahat jam kerja telah habis.
Sebulan kemudian, surat pengunduran diri Sofia dari Rumah Sakit tempatnya bekerja keluar sudah. Sofia merasa lega. Itu artinya dia sebentar lagi akan segera berkumpul dengan Wisnu, suaminya.
Namun di balik kebahagiaannya, terselip kesedihan. Sebelum Sofia berlalu dari ruangannya, Sofia bermaksud ke ruangan Dokter Herman. Dia ingin berpamitan dan meminta maaf.
"Dokter Herman!" panggil Sofia saat melihat Dokter muda itu keluar dari ruangannya. Dokter Herman melihat ke arah Sofia, namun Dokter Herman memalingkan mukanya dengan cepat.
"Sofia minta waktunya sebentar, apakah bisa?" pinta Sofia terdengar memohon.
Dokter Herman memutar tubuhnya dan kembali tanpa sepatah katapun ke dalam ruangannya diikuti Sofia dari belakang. Tanpa mempersilahkan duduk atau basa-basi, Dokter Herman langsung menanyakan maksud Sofia.
"Ada apa, bukankah sekarang sudah tidak ada yang dapat saya bantu?" tanya Dokter Herman menusuk hati dengan nada datarnya. Pertanyaan itu terasa begitu menyayat hati ditambah sikap Dokter Herman yang ketus dan dingin, tidak seperti sebelum Sofia menikah.
"Maksud kedatangan Sofia ke sini tidak lain ingin meminta maaf dan mengucapkan banyak terimakasih sama Dokter, sebab selama Sofia bekerja di RS ini, Dokter Herman sudah banyak membantu," ucap Sofia lirih dengan kepala yang tidak berani mendongak. Dokter Herman tidak menjawab, dia masih diam tanpa menyahut satu patah katapun.
"Sekali lagi Sofia mengucapkan beribu terimakasih pada Dokter. Untuk bimbingan serta segala kebaikannya selama Sofia tugas kebidanan saat di kampus maupun di RS. Dan, Sofia juga mau minta maaf sekiranya selama kita kenal, ada tingkah Sofia yang tidak berkenan di hati Dokter," sambung Sofia sedih.
"Ya, sudah saya buru-buru, masih ada urusan lain yang harus saya selesaikan." Dokter Herman menyudahi perbincangan Sofia padanya dengan sepihak, sikap seperti ini membuat Sofia semakin teriris.
"Saya hari ini terakhir di sini, Dok. Jadi besok atau lusa kita tidak akan pernah saling bertegur sapa atau bertatap muka lagi." Sofia berkata sedikit ditekan melihat Dokter Herman mulai berlalu. Dokter Herman sejenak menghentikan langkahnya dan berkata, "semoga kamu sukses di tempat yang baru," ucapnya seraya melangkahkan kaki tanpa menoleh lagi Sofia. Dada Sofia sedikit terhenyak, sakit sudah pasti. Dokter Herman rupanya semarah itu melihat Sofia menikah dengan orang lain.
Sofia keluar dari ruangan Dokter Herman dengan lesu. Hari itu juga Sofia berpamitan pada semua dan meninggalkan Rumah Sakit yang sudah kurang lebih dua tahun ini menjadi tempat dia mencari nafkah dan mendedikasikan ilmu kebidanannya.
***
"Gimana Sof, kamu sudah siapkan semua, barang-barangmu dan tiket pesawatmu? Awas jangan sampai ketinggalan!" peringat Rima dan Tika kedua sahabatnya yang kini membantu Sofia mempersiapkan semua barang-barang yang kira-kiranya akan dibawa pindahanan ke Bandung menyusul Wisnu sang suami.
"Sudah semua dalam satu koper, tiket, KTPku juga sudah siap," ujar Sofia lega. Sofia segera berpamitan setelah Grabcar yang dipesannya telah sampai di depan rumah orang tuanya. Sofia segera berpamitan pada Mamak dan Pak Amar juga pada adik lelakinya Azman.
"Mak, Pak, Sofia pamit ya, jaga kesehatan Mamak dan Bapak," ucap Sofia sedih sembari merangkul kedua orangtuanya yang kini akan ditinggalkannya.
"Hati-hati ya, Nak, baik-baik di sana bersama suamimu. Kalian harus akur dan saling menjaga dan mencintai juga menghormati. Kami tidak bisa mengantar, hanya sampai sini saja," pesan Pak Amar, bapaknya Sofia sembari merangkul Sofia penuh kasih sayang.
Kini giliran Sofia berpamitan pada Azman adik sematawayangnya. "Ayuk, pergi dulu, ya. Titip Mamak sama Bapak. Kau juga jangan lupa belajar ya," pesannya pada sang adik. Azman mengangguk patuh.
"Aku juga pamit ya pada kalian berdua sahabatku, terimakasih Rima, Tika, udah selalu bantu aku dan baik sama aku. Kebaikan kalian tidak akan aku lupakan." Sofia merangkul kedua sahabatnya tanda perpisahan.
"Ingat Rim, setelah aku pergi , sosor terus Dokter Herman supaya dia tidak jutek lagi seperti apa yang dia lakukan sama aku. Nanti kalian berdua, saat aku pulang kampung status kalian harus ganti," peringat Sofia sebelum dia menaiki Grabcar yang sudah menunggunya.
Sofia segera memasuki Grabcar. Perlahan mobil Grabcarpun melaju membelah jalanan kota Prabumulih menuju kota Palembang, untuk ke Bandara Sultan Mahmud Badarudin II, Palembang. Kepergian Sofia tidak lepas dari tatapan dan lambaian tangan kedua orang tua dan sahabatnya dengan tatapan sedih, karena akan berjumpa lagi dengan waktu yang lama.
Tiba di bandara, setelah cek in dan boarding pass, dan melewati tahapan pengecekan lainnya, Sofia segera diarahkan ke ruang tunggu pesawat. Tidak menunggu lama, setengah jam kemudian, pesawat yang akan ditumpangi Sofia sudah memanggil para penumpang.
Perjalanan udara rute Palembang-Bandungpun kini telah dimulai. Sofia duduk dengan nyaman di dalam pesawat sembari membayangkan reaksi apa yang akan diperlihatkan Wisnu dan keluarganya saat kedatangan Sofia yang mendadak ini? Rupanya Sofia ingin memberi kejutan pada Wisnu dan keluarga atas kedatangannya. Sebab Sofia tidak memberi tahu bahwa hari ini dia pulang ke Bandung.
Akhirnya setelah memakan waktu 1.45 menit di udara, pesawat rute Palembang -Bandung mendarat dengan selamat di Bandar Udara Husen Sastranegara, Bandung. Sofia bernafas lega setelah tadi sempat melewati perjalanan udara yang sempat menegangkan.
Kota Bandung yang baru diinjaknya ini memperlihatkan kesan yang indah. Udaranya yang tidak terlalu panas sepertinya akan membuat Sofia betah. Namun perjalanan Sofia belum selesai sampai di situ, untuk ke rumah mertua dan suaminya, Sofia masih harus menempuh jarak satu jam lagi ke kota kecil Lembang, tempat tinggal mertua dan Wisnu, suaminya.
Hanya dengan memesan grab dan menuliskan alamat tujuan yang jelas, satu jam kemudian Sofia akhirnya tiba di depan halaman rumah kedua orang tua Wisnu. Saat turun dari grab, keadaan rumah nampak sepi.
Sofia berjalan perlahan menuju pintu rumah orang tua Wisnu, nomer rumah dan catnya masih sama persis saat pertama kali Sofia datang ke rumah ini untuk menghadiri resepsi pernikahan Abangnya dengan Dara adik sepupu Wisnu, yang kini menjadi Kakak iparnya, empat tahun yang lalu.
Tanpa ingin membuat suasana menjadi riuh, Sofia tetap menjalankan misinya untuk terus berusaha memberikan surprise pada mertua juga suaminya. Kebetulan Wisnu sepertinya sedang berada di rumah orangtuanya, sebab Jeep yang biasa Wisnu pakai berada di depan rumah mertuanya.
Melihat keadaan pintu sedikit terbuka, tanpa bermaksud tidak tahu adab, Sofia perlahan membuka pintu itu perlahan nyaris tidak mengeluarkan suara. Sofia mulai memasuki ruangan tamu. Dari ruang tamu sudah terdengar beberapa orang berbincang dari arah dapur, dan Sofia masih terus berjalan tanpa bersuara.
Tepat dirinya di tubir pintu tengah, yaitu pintu yang menghubungkan ruang tengah dan dapur, terdengar sangat jelas obrolan antara Pak Malik dan Bu Endah serta Wisnu yang membuat Sofia cukup terhenyak.
"Apa, ternyata A Wisnu mencintai cinta pertamanya yang sampai kini masih dicintainya?" Sofia cukup terhenyak, dia menutup mulutnya tidak percaya sebab perempuan yang dicintai Wisnu, suaminya adalah orang yang paling Sofia kenal dan orang itu sangat dekat dengan Sofia.
Siapakah perempuan yang paling dekat yang menjadi cinta pertamanya Wisnu dan masih dicintainya sampai kini?
Bersambung
"Aa sudah menikah dengan Neng Sofi, jadi lupakan cinta masa lalu Aa. Neng Dara sudah bahagia dengan Nak Azlan, lagipula Nak Azlan kini telah menjadi bagian dari anggota keluarga kita. Aa jangan khawatirkan Neng Dara, dia sudah diberikan keturunan yang cantik. Dan Aa kini sudah menjadi seorang Uwak bagi baby Zla (Azlani Andara @**DijebakNikahPaksa**)," ucap Bu Endah memperingatkan Wisnu. Entah obrolan apa awalnya yang membuat mereka membahas cinta masa lalu Wisnu.
"Tapi Bu, setelah Wisnu menikah, rasa cinta Wisnu ke Dara malah kian bertambah. Kenapa ini terjadi justru saat Wisnu sudah menikah?"
"Lupakan si Eneng. Istighfar A, Neng Dara sudah bahagia dengan Nak Azlan. Sebaiknya kita doakan yang terbaik buat kehidupan rumah tangga Neng Dara dan suaminya," ujar Bu Endah lagi bijak. Wisnu nampak kecewa dan tentunya sedih. Namun mau apalagi, dirinya memang sudah tidak mungkin bisa memiliki Dara lagi.
Tidak lama dari itu, setelah perbincangan antara Wisnu dan Bu Endah selesai, Sofia muncul dari depan mengucap salam.
"Assalamualaikum!" ucapnya sembari menghampiri Bu Endah dan Wisnu. Bu Endah dan Wisnu terkejut, untuk beberapa saat merekan saling lempar mata. Keterkejutan ini sudah bisa ditebak Sofia. Mereka pasti merasa pembicaraannya telah didengar Sofia.
"Neng Sofi, kamu datang, Nak? Ya ampun, kenapa tidak bilang ke Aa kamu bahwa hari ini kamu pulang. Kalau ngasih tahu, si Aaj pasti jemput kamu," ujar Bu Endah menyambut Sofia yang baru datang dengan mengejutkan. Sofia menyalami Bu Endah terlebih dahulu dan merangkulnya lama sambil berkaca-kaca. Sofia merasa kasih sayang wanita paruh baya ini tidak pernah berkurang. Terlebih saat mendengar pembicaraan Bu Endah dengan Wisnu. Nampak Bu Endah berpihak padanya.
"Kamu ini Neng, jangan sekali-sekali begini. Ibu jadi takut kamu kenapa-kenapa di jalan. Duhhh, Alhamdulillah kamu selamat," ujar Bu Endah bahagia. Rasa terkejut tadi kini barganti bahagia karena melihat Sofia selamat setelah melewati perjalanan pesawat dan darat sendirian.
"Alhamdulillah Sofia selamat Bu, jadi Ibu tidak usah merasa takut lagi, karena Sofia selamat." Setelah menyalami Bu Endah, Sofia menghampiri Wisnu lelaki yang sangat ia rindukan, namun setelah mendengar perbincangan Wisnu dengan Bu Endah tadi rasa rindu yang membuncah tadi sedikit pudar terganti rasa kesal.
Sofia menyalami tangan Wisnu, Wisnu membalasnya dengan memeluk dan mencium kening Sofia. Sikap Wisnu menunjukkan rasa kasih sayang dan kerinduan yang dalam.
"Benar kata Ibu, kenapa kamu pulangnya tidak bilang, bukankah saat kepulanganku, aku sudah berpesan supaya kamu memberitahu aku jika surat pengunduran diri kamu sudah keluar?" Wisnu sedikit protes.
"Maafkan Sofia, A. Sofi hanya ingin memberi kejutan untuk Aa dan keluarga di sini," alasan Sofia menunduk. Perempuan lebih muda lima tahun dari Wisnu itu terlihat sendu meskipun wajah cantiknya tetap lebih menonjol ketimbang rasa sedihnya. Namun Wisnu bisa melihatnya dengan jelas. Wisnupun menduga kesenduan wajah Sofia, akibat dari perbincangannya tadi dengan Ibunya. Diapun kini sedikit merasa bersalah.
"Lain kali jangan begini dong , Sof! Kamu, kan sudah aku pesanin supaya ngasih tahu aku." Wisnu sedikit protes.
"Iya, A. Sofia minta maaf. Sofia tidak akan ulangi lagi," janji Sofia sungguh-sungguh.
"Baiklah, kalau begitu sebaiknya kita pulang," ujar Wisnu sembari menarik tangan Sofia. Sofia sedikit heran, mau pulang? Pulang kemana, apakah ke rumah dinas atau rumah lain.
"Ayo, tidak usah bingung begitu. Aku sudah siapkan rumah untuk kita. Rumahnya tidak jauh dengan Ibu, masih satu RT," terang Wisnu menjawab keheranan Sofia.
"Iya, Neng. Kalian sudah punya rumah sendiri. Hasil jerih payah si Aa selama bujangan. Rumah kalian tidak jauh, masih dekat di sebelah sana. Kita hanya dipisahkan jarak halaman rumah dan jalan," tunjuk Bu Endah menuju salah satu rumah di sebrang jalan dari rumah Bu Endah. Saat Sofia melihat ke sebrang sana, nampak sebuah rumah dengan tipe 70, berlantai dua dengan garasi mobil dan halaman yang lumayan luas. Kalau nampak dari luar sepertinya rumahnya nyaman dan bikin betah.
"Iya, Bu. Dekat kita, ya? Kalau Sofi kangen Ibu, Sofi bisa jalan kaki saja ke sini. Oh, ya, Bu. Bapak kok belum kelihatan, kemana Bapak, Bu?" Sofia nampak heran dengan Pak Malik mertua lelakinya yang belum kelihatan.
"Bapak tiap pagi sampai jam dua ada di bengkel, kebetulan hari ini banyak pesenan dan sibuk. Sore juga pulang," ujar Bu Endah menjawab keheranan Sofia.
"Sof, ayo, sebaiknya kamu simpan dulu barang-barang kamu," ajak Wisnu. Sofia tidak membantah, dia segera mengikuti Wisnu yang sudah duluan berjalan kaki.
"Bu, kami pulang ya!" pamit Sofia sembari menyalami tangan mertuanya. Wisnu dan Sofiapun berjalan beriringan ke rumah baru mereka.
Cuma 7 menit Sofia dan Wisnu berjalan menuju rumahnya dari rumah Bu Endah. Rumah yang sederhana tipe 70, cukuplah buat hidup berdua dan dua anak. Lagipula bagi Sofia ini luas dan asri. Selain desain rumahnya yang menarik, halamannya juga luas. Pinggir-pinggirnya ditanami bunga-bunga Marigold juga Amarilis yang sedang berbunga. Rupanya Wisnu penyuka bunga juga, terlihat dari bunga-bunga yang tumbuh subur dan segar.
"Masuk!" ucap Wisnu membukakan pintu lebar-lebar. Benar saja, dalamnya lumayan luas dan penataannya sangat elegan, sepertinya Wisnu sudah mendesain dalam rumah sesempurna mungkin. Nuansa hijau digradasi warna biru lebih mendominasi rumah ini. Kesannya adem, berani dan jantan sesuai Wisnu sang penghuni rumah.
"Bawalah kopernya masuk kamar!" titah Wisnu menyadarkan Sofia yang mengagumi keadaan rumah yang baru saja dia masuki.
"Kamarnya yang mana, A?" Sofia bertanya karena Wisnu tidak menyebutkan kamar yang mana? Di atas atau di bawah.
"Karena kita masih berdua, kita tidur di atas saja," ujar Wisnu menunjuk ke atas loteng atau lantai dua. Tanpa berlama-lama Sofia manaiki tangga sambil menarik kopernya ke tangga.
Tiba di atas, rupanya ada dua kamar. Sofia bingung kamat mana yang Wisnu maksud. Apakah dirinya akan tidur terpisah mengingat perbincangan yang didengarnya tadi di rumah Bu Endah. Sofia jadi berprasangka jangan-jangan dia dan Wisnu akan tidur terpisah?
"Kenapa berdiri di sana? Masuklah ke kamar itu?" tunjuk Wisnu menuju kamar yang berada di sebelah kanan. Sofia masih berpikir, apakah ini hanya diperuntukkan untuknya saja.
"Sofia, ayo masuk!" ajak Wisnu sedikit kesal. Sofia tersentak saat Wisnu menyadarkannya dari lamunannya. Sofia masuk dengan was-was.
Di dalam kamar itu ada foto Wisnu terpampang dan juga foto pengantin mereka. Itu artinya ini adalah kamar miliknya dan Wisnu. Tiba-tiba tanpa Sofia sadari Wisnu sudah memeluk Sofia dari belakang, lalu mencium Sofia dengan perasaan rindu yang menggebu. Bahkan Wisnu kini telah mencium bibir Sofia tanpa Sofia sadari.
Sofia sedikit tersentak, bukankah saat di rumah Bu Endah, Wisnu berterus terang pada Bu Endah bahwa dia masih mencintai Dara kakak iparnya, tapi kini Wisnu seakan menyimpan rindu yang besar pada Sofia? Sofia jadi merasa bingung jadinya, apakah Wisnu mencintainya atau merindukannya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!