~Terkadang cinta itu seperti kopi yang manis dan pahit di waktu bersamaan ~
Ketika semua teman perempuannya sedang sibuk membicarakan anak dan suaminya wanita itu justru memandangi layar handphone-nya yang dipenuhi dengan e-mail yang masuk dari perusahaan.
Sesekali dia menyesap kopi hangat yang dia pesan beberapa saat lalu setelah dia tiba di restoran makanan Sea Food milik salah satu koleganya.
"Kei! Apa kamu tidak bisa meletakkan handphone-mu sebentar?"
"Apa itu mengganggu kalian?" ujar Keisha seraya menggeser layar handphone-nya kembali dan bersikap tidak peduli.
"Tidak, kami hanya merasa kita berkumpul untuk mengobrol, bukan memainkan ponsel," ucap Helen dengan nada rendah tapi sedikit menekan.
"Kalau begitu aku keluar," sela Keisha dengan cepat beranjak dari tempat duduknya seraya mengambil tasnya dari punggung kursi.
"Hei Kei! Apa maksudmu dengan keluar? Cepat kembali! Atau kami akan benar-benar marah!," tukas Anisa tajam. Dia merupakan salah satu teman Keisha dari departemen bisnis waktu dia masih duduk dibangku kuliah.
"Kalian tetap bisa di sini, aku sudah membayar semua pesanan kalian. Nikamtilah waktu kalian bersama. Aku pergi dulu." Keisha mengambil kartu kreditnya dan menyodorkannya pada penjaga kasir, setelah itu dia melenggang pergi keluar dari restoran.
"Anak itu tetap saja sama! Selalu bertindak kurang ajar, pantas saja sampai sekarang dia masih melajang. Mana ada pria yang mau dengan wanita sepertinya," gerutu Anisa tidak senang.
"Kau seperti tidak mengenalnya saja Nis! Dia kan memang seperti itu, bertindak seenaknya sendiri. Apa dia pikir hanya dengan dia selalu membayar makanan setiap kita kumpul, dia bisa bertingkah sombong seperti itu! Aku tidak bisa mengerti dengan jalan pikirannya." ucap Susan menyambung perkataan Anisa.
"Len, apa Kakakmu juga bertingkah seperti itu dengan keluarganya?" tanya Anisa pada Helen, perempuan yang tidak lain adalah saudara sambung dari Keisha.
"Kak Kei memang selalu seperti itu, dia tidak senang dengan hal-hal semacam ini. Tapi dia bukan orang yang jahat, dia adalah orang yang baik." Helen berkata dengan senyum manis di bibirnya.
"Kau itu terlalu baik untuk menjadi saudara Keisha, tidak pernah sekalipun kau menghina atau marah pada kakakmu. Keisha sungguh beruntung memiliki adik sepertimu," ucap Anisa tulus seraya meminum Jus Alpukat yang sudah dia pesan tadi.
"Kau benar, kalau bukan karena menghormati Helen aku juga tidak akan mengundang Keisha kemari," sambung Susan.
Pembicaraan mereka tentang Keisha tidak ada hentinya sampai Kevin salah satu senior mereka duduk dan ikut bergabung bersama mereka di meja makan. Kevin datang ke restoran tersebut dengan maksud untuk menjemput istrinya Helen.
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
Di sisi lain Keisha tengah disibukkan dengan beberapa berkas kontrak kerja yang perlu dia tinjau kembali, sampai sebuah panggilan dari ayahnya mengganggu konsentrasinya. Dia meletakkan file-file tersebut kembali pada foldernya dan memerintahkan sekertarisnya untuk melanjutkan pekerjaannya tadi.
"Halo Ayah, kenapa Ayah memanggilku di saat jam kerja? Apa ada hal penting?"
"Ayah ingin kamu pulang malam ini sayang, di rumah sedang ada acara keluarga. Paman Bibimu juga datang, apa kau tidak ingin menemui mereka?"
"Aku sibuk Ayah, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku. Asistenku juga sedang mengambil cuti, jadi tidak ada yang bisa menghandel perusahaan selain aku."
"Jangan membuat alasan Kei, Ayah tahu kamu sedang berbohong. Ayah janji tidak akan menyinggung soal pernikahan di depanmu, jadi kamu harus pulang. Jika tidak, kamu tahu apa yang akan Ayah lakukan?"
"Aku tahu, aku akan pulang."
Keisha langsung mematikan poselnya, dia menarik napas dalam untuk menenangkan pikirannya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi sembari memandang langit-langit ruangan. "Aku sudah lelah menghadapi semua ini," gumamnya dalam hati. Keisha mengambil telepon kantor dan menekan angka 1 yang mengarah pada ruang resepsionis.
"Tolong jangan izinkan siapapun untuk masuk ke ruanganku, aku sedang tidak ingin
diganggu."
Selesai memberikan perintah pada bawahannya, Keisha kembali memandang laptopnya yang sudah dipenuhi dengan desain perhiasan yang dia rancang.
Perusahaannya termasuk perusahaan yang cukup maju dalam bidang bisnis perhiasan terutama permata, emas, dan perak. Dia memiliki sedikit cabang toko perhiasan yang besar di Indonesia.
Dia sudah merintis usahanya sejak dia lulus S2 Jewelry Design di NSCAD University Kanada, dan bekerja di beberapa sektor industri yang berkaitan dengan perhiasan.
Dari berbagai macam pengalaman yang dia dapatkan dan sedikit modal dari tabungan serta pinjaman dari bank, Keisha pada akhirnya dapat mendirikan perusahaannya sendiri.
Namun meskipun sudah menjadi wanita sukses, Keisha masih merasa kurang dalam karirnya. Jadi dia terus mengembangkan usahanya sampai kancah internasional. Sehingga dirinya tercatat sebagai salah satu pebisnis muda di Asia.
Baru beberapa saat Keisha memejamkan matanya di ruang istirahat yang terletak di ruang kerjanya, suara sekertarisnya yang meminta izin masuk dari luar terdengar. Keisha merasa bahwa perintahnya tidak didengar, jadi dia bergegas membuka pintu dengan wajah merah padam.
"Bukankah aku sudah berkata bahwa aku sedang tidak ingin diganggu?"
"Mohon maaf Bu Kei, tapi pemuda ini terus saja mencoba menerobos masuk dan membuat kerusuhan di luar gedung hingga Pak Satpam pun kesulitan menahannya," jelas Fina sekertarisnya.
Mata Keisha beralih memandang ke tempat yang ditunjuk Fina, di sana terlihat dua orang satpam yang sedang mencekal seorang pemuda berpakaian hoodie hitam dan celana jeans yang bagian lututnya terlihat compang camping akibat sayatan benda tajam.
"Bu Kei, mohon maaf Bu karena kami gagal menahan pemuda ini untuk tidak masuk," ucap Pak Hasan yang merupakan kepala keamanan di sini.
"Hei ku bilang lepaskan aku, aku ingin menemui Nyonya Keisha. Aku ada perlu dengannya," tukas pemuda itu tajam seraya terus memberontak.
"Tidak apa-apa Pak, tolong lepaskan dia. Biar saya dengarkan, hal penting apa sampai membuat pemuda ini ingin menemui saya? Fina tolong bawa dia ke ruang tamu," pinta Keisha tegas.
Fina mengantar pemuda itu ke ruang tunggu yang sudah dimaksud oleh Keisha, sementara wanita itu kembali ke ruang kerjanya untuk mengambil kacamatanya yang belum sempat dia pakai tadi karena terburu-buru.
Saat Keisha sudah tiba di ruang tamu, dia meminta Fina untuk menunggunya di luar dan memerintahkan petugas kebersihan untuk membuatkan segelas minuman untuk tamunya.
"Jadi ada perlu apa Anda dengan saya?"
"Sebelum itu biarkan saya memperkenalkan diri Nyonya. Nama saya adalah Angga Adiputra, saya adalah seorang mahasiswa semester enam dan sedang pengajuan dalam proposal skripsi. Saya adalah anak dari Ibu Susi wanita yang pernah Nyonya tolong di masa lalu. Saya kemari ingin memenuhi apa yang Ibu saya amanahkan sebelum meninggal."
Angga memberhentikan ucapannya dan meminum sedikit Lemon Tea yang telah disiapkan petugas tadi untuknya.
"Nyonya, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk melamar Nyonya menjadi istri saya."
"APA?" Teriak Keisha terkejut dan secara refleks langsung beranjak dari kursinya.
Keisha kembali menenangkan dirinya dan kembali duduk di kursi. Dia memperbaiki posisi duduknya, untuk tetap bersikap berwibawa. Keisha memandang mata pemuda itu lekat-lekat, terlihat keseriusan di matanya tanpa ada keraguan sedikitpun.
"Ehm, Apa saya tidak salah dengar? Anda melamar saya menjadi istri Anda? Bukankah Anda masih terlalu muda untuk menikah? Dan Anda masih seorang mahasiswa, saya tidak bisa menerima lamaran tersebut."
"Saya sudah tahu Nyonya pasti menolak saya. Tapi, saya tidak akan mundur. Saya tahu kalau usia kita terpaud sangat jauh, mungkin sekitar sepuluh tahunan, tapi saya tidak peduli. Saya tetap akan melamar Nyonya menjadi istri saya."
"Tapi______"
Sebelum Keisha menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari duduknya dan hendak pergi setelah dia membaca pesan singkat dari ponselnya.
"Maaf Nyonya, sepertinya saya harus pergi. Besok saya akan kemari lagi untuk melamar Nyonya. Saya pamit undur diri, tolong jaga diri Nyonya dengan baik. Permisi," ucap Angga seraya membungkuk untuk berpamitan keluar.
Keisha hanya dapat menatap punggung pemuda itu yang menghilang dibalik daun pintu, pikirannya masih berkecamuk dengan ucapan pemuda tadi."Masalah apalagi ini?" tanyanya dalam hati.
.
.
.
Baca Novel Sana yang lain
Sequel My Old Wife (Harmoni Cinta Melisa /Tamat)
Suamiku Tunanetra
~Di antara kebahagiaan pasti ada kesedihan~
Hingar bingar kota Jakarta di malam hari mulai terasa, mulai dari bunyi klakson mobil yang saling bersahutan dan kemacetan kendaraan roda empat. Lampu neon berwarna-warni berjajar rapi di tepi jalan menyinari jalan raya yang gelap gulita.
Beberapa pejalan kaki, dan muda-mudi juga memenuhi jalan kota. Tidak jarang para pelajar SMA sedang bermain basket di dekat lapangan Hoky juga ikut meramaikan jalanan dengan beberapa sepeda motor mereka.
"Kei, kenapa kamu belum datang juga? Sebentar lagi acara inti akan dimulai, kamu sedang ada dimana?" Teriak suar seorang pria paruh baya dari telepon.
"Kei masih terjebak macet Ayah, ini baru sampai di Balai Kota Jakarta."
"Kan Ayah sudah bilang pulangnya jangan di jam-jam sibuk atau terlalu malam, harus bagaimana lagi Ayah menasehatimu agar mau menjadi anak yang menurut. Pokoknya Ayah gak mau tahu, lima belas menit lagi kamu harus sampai di rumah!"
Suara sambungan telepon dari seberang tiba-tiba diputus secara sepihak. Keisha menghela napas pelan, dia mulai merasa pening memikirkan apa yang akan dia hadapi nanti setibanya di rumah, dengan cepat Keisha mengambil jalan memutar dan berganti jalur melewati gang-gang kecil yang tidak terlalu banyak kendaraan.
"Bahkan mencoba terlambat saja tidak bisa, bagaimana aku nanti akan meminta ijin untuk pulang lebih cepat." Keluh Keisha dalam benaknya.
Setelah menancap gas dan memasang mode kecepatan kurang lebih 80 km/jam Keisha akhirnya sampai di kawasan perumahan yang cukup elite di Jakarta.
Ketika Keisha datang penjaga keamanan segera membuka palang pembatas dan membiarkan mobilnya melaju mulus di jalan yang dipenuhi pohon Palem di tepiannya, dan di tengahnya terdapat rimbunan rumput serta tanaman bunga yang segar.
Saat suara mobilnya mulai memasuki pekarangan, Pak Satpam bergegas membuka pintu gerbang untuk Keisha. Perempuan itu dapat melihat dengan jelas serangkaian deretan mobil dengan merek ternama milik sanak saudaranya mulai dari BMW 6 Series, Mercedes-Benz-CLS-Clas sampai merek mobil keluaran tebaru dari luar negeri. Sementara dirinya hanya mengendarai mobil sederhana tanpa merek yang berarti.
"Nona, Tuan telah menunggu di taman belakang bersama keluarga besar lainnya," ucap Bik Asih salah satu pembantu setia yang melayani keluarganya selama bertahun-tahun.
"Baik Bik, Kei akan ke sana Bibik bisa pergi sekarang."
Keisha keluar dari mobilnya dan langsung berjalan menuju taman belakang tempat yang menjadi acara keluarga ini diadakan. Dari kejauhan Keisha sudah dapat melihat nyala lampu warna warni dan beberapa dekorasi bunga setaman yang diikat ditiang lampu taman, serta jejeran meja putih bundar lengkap dengan kursinya dan hidangan di atas mejanya.
Melihat kedatangan Keisha dari arah pintu belakang wanita paruh baya yang usianya hampir menginjak 60 tahunan itu langsung menghampiri putri sulungnya, anak dari istri pertama suaminya yang sudah meninggal delapan belas tahun yang lalu.
"Kei kamu sudah sampai sayang, mari Ibu akan mengantarmu bertemu dengan Ayah", ucapnya lembut seraya merangkul pundak putrinya.
Keisha mengikuti langkah kaki Ibu sambungnya itu dengan enggan, pasalnya dia tahu bahwa wanita di hadapannya ini tidak benar-benar tulus menyayanginya, kalau tidak kenapa dia dulu sempat membuat Keisha harus di usir dari rumah dan dikirim ke Kanada untuk melanjutkan studi S2-nya.
"Kak Kei, akhirnya kakak datang. Helen sudah menunggu kakak sangat lama. Cepat kak, mari kita bergabung bersama Rafi dan adik sepupu yang lainnya," ucap Helen dengan antusias dan menarik tangan Keisha hingga dia berpindah haluan tidak jadi menemui Ayahnya.
"Hallo Kei, apa kabar? Kau tambah sukses saja setiap harinya. Aku sering membaca berita tentang dirimu di majalah pebisnis muda," ucap Rafi sepupu Keisha dari adik kandung Ibunya Bibik Aini.
"Aku baik, bagaimana dengan kamu Raf?" jawab Keisha basa-basi sekedar menghormati pertanyaan yang diajukannya tadi. Karena Keisha sudah tahu betul bahwa Rafi adalah salah satu saingan bisnisnya yang kuat dan termasuk salah satu koleganya juga.
"Kau bisa lihat, aku begini-begini saja. Tidak ada yang spesial," ucap Rafi merendah. Dia merupakan tipikal pria yang tidak terlalu suka di puji, karena baginya yang dicapai sampai sekarang hanya sebatas keberuntungan karena bantuan dari Ayahnya.
Setelah cukup berbincang dengan Rafi dan saudara sepupunya yang lain. Kini Keisha tengah ditarik oleh para saudara Ibunya. "Kei, kamu datang hari ini. Bibi kira kamu sibuk dengan pekerjaanmu sampai tidak bisa datang kemari hari ini. Apa kamu sudah bertemu Rafi? Dia dari tadi menanyakan dirimu," kata Bibi Aini dengan senyum lebar di bibirnya.
"Kei, apa kamu datang sendiri lagi? Tidak ada teman lelaki atau semacamnya yang kamu ajak kemari?"
"Tidak Bi, aku datang sendiri." Keisha mencoba menjawab dengan canggung, hatinya sudah siap menerima pertanyaan lanjutan yang akan dilontarkan oleh saudara ibunya yang lain.
"Apa kau sudan punya pacar Kei? Kapan kau akan mengenalkannya dengan kami? Kami sudah tidak sabar melihat kau segera menikah."
"Ah aku belum memikirkan tentang itu," jawab Keisha santai seolah-olah menutupi badai dalam hatinya yang entah sejak kapan mulai datang.
"Kamu harus segera memikirkannya Kei, ingat usiamu sudah tidak muda lagi. Kamu sudah berumur 34 tahun kan tahun ini. Sudah waktunya kamu untuk berumah tangga."
Pertanyaan itu lolos membuah hati Keisha nyeri. Setiap pertanyaan ini diajukan kepadanya oleh Bibinya berhasil membuatnya bersedih kembali. Hal ini yang menjadi alasannya agar sebisa mungkin tidak menghadiri acara seperti ini.
"Aku sedang mencari, belum ada lelaki yang cocok untukku," jawab Keisha datar.
"Sudah jangan memaksa Keisha lagi, mungkin dia belum menemukan rekan hidup yang tepat. Iya kan Kei?" ujar Bibi Aini mencoba menengahi, dia seperti mengerti wajah keponakannya yang sudah mulai terlihat gelisah.
"Bukan maksud kita mendesak Keisha untuk menikah Kakak Ipar, hanya saja kami mengkhawatirkan Keisha. Kalau Keisha sampai belum juga menikah di usianya yang sekarang. Kami takut kalau dia menjadi_"
Belum selesai Bibinya mengucapkan kata terakhirnya Keisha langsung berpamitan pergi untuk menemui Ayahnya. Hanya itu satu-satunya alasan yang dapat dia berikan agar dia tidak mendengar kata itu lagi. Rasanya dadanya sudah mulai sesak kalau Keisha mengingat perbincangan yang sama setiap tahun di masa lalu.
Ketika pria paruh baya itu menyadari kehadiran putri sulungnya dan suasana hatinya yang tidak enak, dia bergegas menghampiri putrinya. "Kei, kenapa lama sekali! Ayah sudah lama menunggu, bukankah tadi Ayah bilang kalau sudah sampai langsung temui Ayah," ucap Heru dengan lembut.
Dia meminta putrinya untuk langsung menemuinya, agar putrinya itu tidak mendengar perkataan yang tidak enak dari Bibinya yang selalu menanyakan pernikahan padanya.
"Maaf, Ayah Kei terlambat karena ada beberapa urusan tadi. Kenapa Ayah meminta untuk Kei datang kemari?"
"Ada yang ingin disampaikan adikmu Helen secara langsung padamu."
Kini Kei beralih memandang Helen dan suaminya Kevin yang sudah berdiri di samping Ayah dan Ibunya sejak lama.
"Kak Kei, kita akan punya anggota keluarga baru. Aku sedang mengandung, sekarang usianya sudah memasuki lima minggu."
Kabar berita tentang kehamilan Helen berhasil membuat badai di hati Keisha semakin bergemuruh. Pasalnya kini, adiknya tengah mengandung anak dari orang yang pernah dicintainya dulu.
Kevin adalah sahabatnya dulu yang sempat dia sukai, tapi karena suatu kejadian dia tidak dapat memilikinya dan harus merelakannya untuk Helen.
"Selamat Helen, aku sangat bahagia" ucapnya pelan dan lirih seraya memeluk Helen.
"Iya, aku juga senang kak. Aku juga berharap kakak akan segera berada di posisi yang sama denganku."
Ketika Ayah, Ibu, dan Kevin tersenyum lebar di atas kebahagiaan saat melihat kakak adik itu berpelukan, dalam hati Keisha menangis.
"Bagaimana bisa aku berada di posisimu? Bukankah kamu sudah tahu itu?" gumamnya dalam hati.
Malam itu, acara keluarga yang membawa kebahagiaan bagi semua orang tentang kabar kehamilan Helen, justru menjadi duka yang mendalam untuk Keisha.
______^_^______
Hallo para Reader! Jangan lupa tinggalkan komen, like, dan boom rate untuk Sana ya. Agar Sana semangat nulisnya😁
Salam Kenal dari As-Sana 🤗
~Semakin kau mengabaikannya, maka akan semakin sering kau memperhatikannya~
Bulan bertengger manis di ranting langit bersama rerumpunan bintang-bintang. Saat melodi dari biola dimainkan, maka suara lagu malam pun mulai terdengar.
Angin berdesir semilir mengantarkan hawa dingin, membuat setiap mahluk yang dilaluinya akan dibekukan untuk sesaat. Seperti hati gadis itu, yang telah lama membeku dan sulit untuk dicairkan kembali.
"Ayah, Kei pamit pulang. Kei masih banyak pekerjaan di kantor besok."
"Kenapa tidak menginap saja di sini Kei? Ini sudah tengah malam. Tidak baik perempuan di jalan malam-malam begini," tolak Heru tegas berusaha mengurungkan niat putrinya.
"Tidak apa Ayah, Kei bisa menjaga diri. Lagi pula Kei tidak bisa menginap. Ada banyak hal yang belum Kei persiapkan untuk meeting besok."
"Apa kau tidak bisa menyuruh asistenmu untuk mengerjakannya? Agar kau bisa menghabiskan waktu bersama dengan keluargamu," ucap Heru dengan nada tinggi mencoba menahan emosinya yang sebentar lagi akan meluap karena keras kepala Keisha.
"Tapi asistenku sedang cuti Ayah, istrinya sebentar lagi akan melahirkan. Jadi dia mengambil cuti satu minggu sebelum kelahiran anak pertamanya."
"Kalau begitu, mintalah pada sekertarismu!"
"Tidak bisa, Fina pasti sedang beristirahat. Tidak sopan mengganggu orang malam-malam Ayah. Apalagi dia sudah bekerja seharian di kantor bersamaku tadi."
"Kalau begitu biarkan kamu pulang diantar oleh Adik Iparmu."
"Tidak, itu tidak mungkin. Helen sedang mengandung, dia membutuhkan Kevin setiap saat. Jika nanti terjadi apa-apa pada Helen dan calon anaknya, maka aku akan merasa bersalah."
"Tidak apa Kak, Kevin akan mengantarmu. Aku baik-baik saja bersam Ayah dan Ibu di sini. Kalau nanti aku membutuhkan sesuatu, aku akan meminta bantuan dari mereka," ucap Helen lembut.
"Benar perkataan adikmu. Dia akan baik-baik saja dengan kami, kau tidak perlu cemas Kei," sambung Ibu pelan.
Dia memandang mata Kei yang sudah merah seperti akan menangis. Wanita itu tahu persis bahwa hati putri sulungnya itu sedang hancur, dan alasannya tidak lain adalah karena putri kandungnya Helen yang sedang mengandung.
Dulu dialah orang yang memaksa Keisha untuk merelakan Kevin untuk putri kecilnya, setidaknya dia harus berbuat baik sekarang. Lagi pula dia merasa bersalah pada Keisha yang sampai saat ini belum juga menikah, padahal putrinya itu sudah berumur dan waktunya menjalin rumah tangga.
"Kevin antarlah Kak Kei pulang, aku khawatir kalau dia pulang sendirian. Akan terjadi hal buruk padanya," pinta Helen tulus pada lelaki yang telah menjadi pujaan hatinya.
"Baik sayang, aku akan mengantarnya. Kamu jaga calon anak kita baik-baik dirumah. Aku akan segera pulang cepat," ucapnya pelan seraya mencium pucuk kepala istrinya.
"Mari Kak, saya akan mengantar pulang Kakak sampai ke apartemen Kakak dengan selamat," kata Kevin ramah sembari mengambil kunci mobilnya dari saku jasnya.
"Tidak perlu, aku akan menginap disini. Aku akan menyiapkan berkas untuk meeting besok di ruang kerja Ayah," tukas Keisha dengan tegas.
"Apa kau yakin Kei?" tanya Heru pada putri sulungnya itu sedikit ragu-ragu. Karena dia tahu bahwa putrinya adalah tipikal orang yang perfeksionis sehingga sangat menganggap serius masalah pekerjaan apa pun itu.
Jika dia menyiapkan keperluan meeting di ruangannya, dia takut akan membebankan putrinya karena berkasnya yang tidak lengkap.
"Iya Ayah, aku akan memakai ruang kerja Ayah untuk mempersiapkan semuanya malam ini. Aku baru ingat juga kalau beberapa berkas penting yang aku butuhkan ternyata masih tersimpan di e-mail, jadi aku bisa mengunduhnya." Keisha berkata penuh penekanan agar Ayahnya mempercayainya.
"Baiklah terserah padamu. Kamu bisa memakai ruang kerja Ayah sesukamu. Nanti biar Bi Asih juga membersihkan kamarmu agar kamu bisa beristirahat."
"Terimakasih Ayah, aku izin masuk ke rumah terlebih dahulu."
Keisha meninggalkan hiru pikuk keramaian yang disebabkan oleh acara pesta keluarga. Setelah acara doa dan hiburan, sekarang mereka sedang memakan hidangan ringan dan mengobrol panjang.
Hal ini sudah sering terjadi di keluarganya, para Paman, Bibi, dan Sepupunya akan menginap malam ini. Mereka baru akan pulang besok pagi-pagi buta.
Memasuki kamar pribadinya yang sudah lama tidak dia tempati, Keisha menjadi teringat masa lalu saat Ibunya masih hidup dan sering bermain boneka dengannya di sini.
Seprei dan selimut telah tertata rapi di atas ranjang, Keisha mendudukkan dirinya di tepi ranjang dan mulai membuka laci kecil tempat album lama milik keluarganya dulu masih tersimpan. Itu merupakan salah satu harta karunnya.
"Ibu aku merindukanmu. Semoga Tuhan menjagamu dengan baik di atas sana," kata Keisha seraya mengusap beberapa bulir air mata yang jatuh di pipinya.
Setelah cukup puas memandang beberapa foto masa lalu ketika dia masih duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SD (Sekolah Dasar) yang ditemani Ayah dan Ibunya, Keisha kembali merasa pilu.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 00.30 tepat, yang menandakan bahwa dia harus bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Keisha membasuh muka sesaat di kamar mandi dan langsung menuju ke ruang kerja Ayahnya di lantai bawah untuk mempersiapkan semua berkas untuk meeting-nya besok.
"Nona Keisha mau Bi Asih buatkan apa Non?" tawar Bi Asih sopan saat melihat Keisha membuka daun pintu ruang kerja tuannya.
"Teh hangat saja Bi, jangan terlalu manis." Ucap Keisha lembut seraya memasuki ruangan minimalis tersebut.
Di ruang tersebut sudah tertata rapi beberapa tumpukan dokumen di almari dan laptop di atas meja. Tidak lupa juga kursi kerja yang empuk dan nyaman untuk duduk.
Keisha melangkahkan kakinya mendekati meja kerja, dia mendudukkan dirinya di kursi dan mulai menyalakan laptop serta membuka korden agar cahaya rembulan dapat masuk dan menerangi ruangan tersebut.
Sepuluh menit kemudian Bi Asih juga datang dan meletakkan teh hangat pesanannya tadi di sudut kiri meja. Suasana yang sepi dan tenang membuat Keisha lebih bersemangat menyelesaikan tugas-tugasnya.
"Kei bangun Kei, ini sudah pagi." Ujar Heru membangunkan putrinya yang terlihat tertidur pulas dengan kepala bersandar di atas meja.
Heru bermaksud untuk melihat keadaan Keisha di kamarnya, tapi nyatanya putrinya itu tidak ada di sana. Oleh karena itu, Heru bergegas ke ruang kerjanya, dan benar putrinya tertidur di ruang kerjannya.
"Sudah jam berapa Ayah?" Tanya Keisha samar-samar masih mencoba mengembalikan kesadarannya.
"Ini sudah pukul 05.30 tepat, bersihkan dirimu dulu dan ikutlah bergabung di meja makan untuk sarapan pagi. Ayah akan meminta Bi Asih untuk menyiapkan pakaianmu, kau ada meeting jam 08.00 bukan?". Ucap Heru seraya mengambil beberapa berkas dari brangkasnya.
"Iya, Kei akan segera bersiap-siap."
Keisha langsung melangkahkan kaki ke kamarnya untuk mandi dan membersihkan diri. Tepat pukul 06.30 Keisha sudah turun dari tangga dan ikut bergabung di meja makan.
"Pagi sayang, apa tidurmu nyenyak tadi malam?" sapa wanita paruh baya yang tengah sibuk menata piring dan sendok makan di meja bersama Bi Asih. Keisha hanya mengangguk menanggapi sapaan Ibu sambungnya.
"Kei, apa kamu bisa membantu Ibu mengambilkan susu di dapur?" pinta Ibunya pelan.
Tanpa pikir panjang Keisha langsung menuju dapur untuk melakukan apa yang diperintahkan Ibunya. Namun saat sampai di dapur, Keisha dikejutkan oleh pemandangan yang tidak diduganya.
Dia melihat Kevin dan Helen sedang asyik bercumbu di sana. Tanpa menghiraukan mereka Keisha langsung mengambil secangkir susu dan membawanya pergi.
"Maaf Kak, kami tidak tahu kalau Kak Kei ada di sini," Kata Helen terlihat polos.
Keisha hanya tersenyum dan berlalu pergi dari sana dengan perasaan yang tidak dapat dikatakan.
_______^_^_______
Hallo!
Para Reader jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya dengan like + komen + vote agar Sana semangat nulisnya.. 😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!