NovelToon NovelToon

Terjerat Pesona Mantan Istri

Alsha Zanita Batari

"Berapa bang?" tanya seorang gadis cantik yang baru saja turun dari motornya.

"Dua puluh ribu saja neng."

"Yaudah ini uangnya bang." gadis itu menyerahkan selembar uang berwarna hijau ketangan siabang ojek.

"Makasih neng, abang duluan ya."

"Iya bang hati-hati." sahutnya.

Setelah kepergian si abang ojek, ia melangkahkan kakinya mendekati gerbang hitam berlist gold yang tak lagi asing baginya.

"Pak Ridwan, ibu ada?" ucapnya memanggil pria bersetelan navy yang sedang menikmati segelas kopi hitam ditangannya.

"Eh non Alsha, ada non, ibu didalam! non Alsha masuk saja." balasnya sembari membuka pintu gerbang.

"Terimakasih pak."

"Iya non, lama nggak ketemu si non tambah bening aja."

Gadis itu terkekeh, "Bapak bisa aja nih, saya kedalam dulu ya."

"Iya non, silahkan!"

Sebelum melangkahkan kakinya kedalam rumah gadis itu beberapa kali menghela napas, sebelum kemudian mengucap salam saat melihat wanita yang selama ini merawatnya tengah duduk santai diatas sofa.

"Ibu?" sapanya lirih penuh rindu.

"Kau, siapa yang menyuruhmu masuk?"

"Maafkan saya Bu, saya sudah lancang."

"Untuk apa kemari, kau tahu kan disini sudah tak ada lagi tempat untukmu."

"Saya tahu."

"Saya kesini ingin meminta maaf untuk yang kesekian kalinya."

"Sudah kukatakan, aku tidak akan memaafkanmu."

Gadis itu tersungkur menjatuhkan tubuhnya dihadapan wanita yang sangat ia hormati itu.

"Tolong Bu, beritahu dimana ayah."

"Harus berapa kali kukatakan, Ayahmu sudah mati! kau tuli?"

"Tapi, Bu?"

"Anggap saja dia sudah mati, dan kau tidak perlu lagi mencarinya."

"Tidak Bu, aku ingin bertemu dengannya apapun keadaannya dan bagaimanapun dia."

Wanita itu tampak terdiam, lalu menghela napasnya.

"500 juta, dan kembalikan nyawa Vivian, atau menikah dengan laki-laki pilihan saya, maka saya akan mempertemukan kau dengan ayahmu." ujar wanita itu dengan wajah datarnya.

"500 juta, Vivian?" ucap gadis berumur 18 tahun yang kini berlutut dihadapannya itu.

"Ya, kau tidak akan sanggup bukan?"

"Ibu, ini sungguh tidak masuk akal, bagaimana bisa aku menghidupkan kembali seseorang yang sudah mati, lalu darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu? Apalagi untuk menikah, itu tidak mungkin ibu."

"Itu urusanmu, bukan urusanku." wanita itu beranjak dari duduknya.

"Tapi Bu?"

"Keluar! dan jangan coba-coba kembali, sebelum kau bisa memenuhi apa yang aku inginkan, atau tidak akan pernah bertemu dengan ayahmu sama sekali.

*

Alsha Zanitha Batari, gadis cantik yang memiliki rambut panjang hitam legam, yang seringkali menjadi perhatian beberapa kaum pria yang melihatnya.

Sebulan yang lalu gadis itu baru saja lulus dari salah satu sekolah SMA ternama di Jakarta, dan tidak berniat melanjutkan kuliahnya dengan alasan tidak memiliki uang.

Dibawah guyuran air hujan yang begitu deras, Alsha berdiri menatap nanar rumah mewah yang baru saja ia masuki beberapa detik yang lalu, sekaligus rumah yang pernah menjadi tempat tinggalnya selama kurang lebih tujuh tahun.

Rumah luas berlantai dua dengan gaya arsitektur klasik itu adalah rumah milik sang Ayah yang sampai hari ini tidak pernah ia temui dan ia lihat keberadaannya.

Ia hanya mendengar jika sang Ayah memiliki tiga orang istri dengan tempat tinggal yang berbeda, dan wanita yang baru saja ia temui adalah Rosalinda yang merupakan ibu tiri pertamanya yang ia kenal sejak ia masih kecil, sedangkan ibu kandungnya Lestari mengalami gangguan kejiwaan sejak Alsha beranjak memasuki usia 7 tahun.

dan Lestari dinyatakan telah meninggal, karena terjatuh dari tangga.

Alsha tidak pernah tahu cerita yang sebenarnya, mengenai kerumitan dalam keluarganya, karena baik sang ibu maupun Rosalinda tidak pernah bercerita apapun kepada Alsha.

Sejak Lestari dinyatakan sakit, Alsha diambil dan dirawat oleh Rossa yang sejatinya hanya berstatus sebagai ibu tirinya.

Bahkan Rossa tidak pernah membeda-bedakan antara Alsha dan ketiga anak kandungnya.

Rossa membagi kasih sayang dengan sangat adil pada keempat anak tersebut, sebelum akhirnya kematian Vivian putri bungsunya membuat Rossa sangat murka dan membenci Alsha.

Bukan hanya itu, Rossa pun dengan tega mengusir Alsha dari rumah mewah tersebut, namun meski begitu Alsha tetap datang dan menemuinya beberapa kali.

Alsha juga tidak berhenti untuk bertanya mengenai dimana keberadaan sang ayah yang bahkan tidak ia tahu seperti apa bentuk wajahnya.

Dan akhir-akhir ini Alsha dikejutkan dengan fakta baru, bahwa selain, Miko, Anya, dan Vivian, ia memiliki tiga orang kakak lain yang bernama Bima, Jessy, dan Damon.

Mereka mengatakan jika mereka sering bertemu dengan sang ayah dibeberapa waktu, lalu mengapa hanya dirinya yang tidak pernah ditemui oleh sang ayah.

Benarkah yang diucapkan Damon, bahwa dirinya bukanlah putri yang diinginkan.

*

"Lho, kok hujan-hujanan begini Sha, darimana?" ujar wanita tua yang baru saja membukakan pintu untuk Alsha, setelah gadis itu mengetuknya beberapa kali, raut wajahnya tampak khawatir melihat keadaan Alsha yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Dari rumah ibu nek."

"Yaampun Sha, tapi nggak harus hujan-hujanan begini juga kan? lihat, kaki kamu juga terluka Sha, lukamu harus diobati segera, jika tidak! kaki kamu akan terkena infeksi, ayok ganti baju dulu, setelah itu kita obati lukanya."

"Iya nek."

Tak lama Alsha kembali menemui sang nenek dengan berpakaian serba panjang yang cukup menghangatkan tubuhnya, tak lupa ia juga melilitkan handuk menutupi rambutnya yang basah.

"Duduklah, biar nenek obati."

"Alsha bisa sendiri nek." protesnya.

"Duduklah Alsha, kamu tahu nenek tidak suka dibantah bukan?"

Dengan terpaksa akhirnya Alsha hanya bisa menurut, benar! yang ia tahu selama ini sang nenek tak pernah ingin di bantah.

Wanita tua yang akrab disapa dengan sebutan nenek Diah itu berjongkok dihadapan Alsha yang duduk disofa, mengobati luka gadis itu dengan obat sederhana yang ia miliki dirumahnya.

"Sha, sepertinya lukanya cukup dalam, apa tidak sebaiknya kita periksakan ke Dokter saja?"

"Tidak usah nek, ini hanya luka kecil, Alsha rasa cukup diolesi obat merah saja lukanya akan segera sembuh."

"Baiklah, tapi setelah ini kamu juga harus meminum obat Sha, nenek akan siapkan untukmu."

"Terimakasih nek."

"Sama-sama sayang."

Alsha menatap nanar punggung sang nenek yang perlahan menghilang dibalik pintu pembatas antara ruang tengah dan dapur, hanya dia satu-satunya orang yang ia miliki saat ini.

Ia memiliki keluarga, memiliki saudara dan seorang Ayah, namun ia merasa seperti benalu yang tak diinginkan kehadirannya.

*

*

Hari pernikahan

Disebuah ruangan besar, yang sudah disulap menjadi bak taman bunga, sepasang pengantin yang baru saja menyelesaikan janji suci dihadapan sang pencipta saling melempar senyum kearah para tamu undangan yang hadir diacara resepsi pernikahan tersebut.

Tak sedikit dari mereka yang merasa iri dan tak sedikit juga dari mereka yang memuji betapa serasinya sepasang pengantin yang kini tengah tersenyum kearah fotografer yang sedang mengabadikan moment indah mereka dihari itu.

Tanpa mereka sadari, senyum menawan itu hanyalah sebuah topeng belaka untuk menutupi ekspresi wajah mereka yang sesungguhnya.

The Wedding, Alsha Zanitha Batari dengan Davin Anggara Samudera.

Begitulah dua nama yang terpampang jelas dari luar gedung hingga area pelaminan.

Davin Anggara Samudera yang terkenal dengan pengusaha yang sukses di usianya yang terbilang masih sangat muda menuai banyak sekali pujian sekaligus menjadi pria idaman banyak wanita dari berbagai kalangan.

Namun, hari ini hati mereka seolah terpatahkan dengan kehadiran gadis cantik yang sama sekali tidak mereka ketahui asal usulnya.

Pernikahan Davin dan Alsha terbilang sangat mendadak, bahkan mereka tidak menyangka bahwa gadis yang akhirnya menyandang status istri dari seorang Davin Anggara Samudera adalah Alsha, bukan Sera gadis yang mereka kenal telah lama menjalin hubungan dengan Davin.

*

Didepan sebuah cermin yang besar, Alsha tampak berdiri mematung, memandangi diri seolah tak percaya bahwa tepat di usianya yang ke 18 tahun ia mengenakan sebuah gaun pengantin yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Ya, pada akhirnya Alsha menerima tawaran Rossa untuk menikah dengan Davin, demi sejumlah uang sebesar lima ratus juta.

Alsha menunduk lesu, kemudian ia tersenyum getir, seolah mengejek dirinya sendiri yang rela mengorbankan segalanya hanya demi sejumlah uang, dan kini ia merasa bahwa dirinya tidak lagi memiliki harga diri sedikitpun.

Derap langkah seseorang mengejutkan Alsha, gadis itu mendongak, menatap kearah cermin, bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka menampilkan sosok pria tampan berwajah dingin yang beberapa jam lalu telah resmi menjadi suaminya.

Didalam pantulan cermin yang sama, keduanya saling tatap dengan tatapan yang berbeda-beda, jika Alsha menatapnya dengan takut, maka berbeda dengan Davin yang justru menatapnya penuh kilatan amarah dan kebencian.

Tak ingin lebih lama bersitatap dengan sepasang netra yang menakutkan sekaligus menghanyutkan itu, Alsha pun memutus diri kembali menunduk sembari memilin bagian payet mutiara yang menempel didepan gaun yang ia kenakan.

"Kau."

"I-iya." Alsha memutar tubuhnya menghadap Davin, menunggu apa yang akan pria itu ucapkan selanjutnya.

Tak..tak..tak..

Bunyi dari sepatu Davin yang beradu dengan lantai menggema seiring langkah Davin yang semakin mendekat kearah Alsha.

Pria itu memicingkan mata, menatap Alsha dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"CK, Alsha Zanitha Batari." Davin berjalan pelan mengelilingi tubuh Alsha dengan satu tangan yang memegangi dagu dan satu tangannya lagi ia masukkan kedalam saku celananya.

"Saya pikir mama saya akan menikahkan saya dengan gadis bangsawan, atau setidaknya yang sederajat dengan kami, tapi ternyata_ CK!"

"Hanya gadis biasa, dan masih ingusan." lanjut Davin, membuat Alsha mendongak seketika.

Ingusan dia bilang, batin Alsa dengan kedua tangan terkepal erat, namun ia tidak berniat untuk melawan, ia masih mengingat dengan begitu jelas ketika sebelum memutuskan untuk menikah dengan Davin, Rossa beberapa kali mengingatkan agar dirinya hanya cukup mengatakan 'ya' dan menjawab seperlunya jika sewaktu-waktu Davin berbicara.

Jangan tinggikan suaramu didepan Davin, karena dia bukan seseorang yang suka dibantah, cukup katakan iya dan jawab seperlunya saja! ucap Rossa kala itu.

"Berapa banyak?"

Alsha mematung tak mengerti.

"Alsha, Alsha.. jangan berpura-pura bodoh! saya tahu kamu dibayar untuk ini kan? CK, racun apa yang sudah kamu berikan terhadap mama saya sehingga kamu begitu mudahnya dapat mempengaruhi dia."

"Uang? kamu butuh uang kan, katakan berapa banyak uang yang kamu inginkan? satu Milyar dua, tiga atau sepuluh, tidak usah malu, katakan saja! saya pasti akan memberikannya, tapi dengan satu syarat, pergi! dan tinggalkan keluarga saya."

"Saya tidak membutuhkan uang Anda."

"Munafik!" Davin berdecih.

Ya, Alsha membenarkan ucapan Davin, dia memang munafik, hanya demi uang ia bahkan rela harga dirinya diinjak-injak seperti sekarang ini, tapi mau bagaimana dia tidak memiliki pilihan lain.

*

*

Pindah rumah

"Kenapa buru-buru sekali sih Vin, kamu dan Alsha bisa tinggal lebih lama lagi disini." ujar Inara yang tak setuju dengan keputusan Davin untuk pindah kerumah mereka yang letaknya berdekatan dengan perusahaan milik Davin.

"Tidak bisa ma, mama menyuruh Davin agar segera menikah berarti itu sama saja menginginkan Davin agar menjadi seseorang yang bertanggung jawab, bukankah ini yang mama inginkan?" tegas Davin.

"Tapi tidak harus pindah rumah dan meninggalkan mama sendirian juga kan?" protes Inara.

"Mama nggak sendiri, masih ada papa dan juga Evan disini."

"Tapi_"

"Sudahlah ma, lagipula jika mama kangen sama mereka tinggal telpon saja, gampang kan?" timpal Evan tanpa berniat menatap mereka, kedua matanya fokus menatap layar pintar digenggamannya yang sedang menyala.

"Vin, apa kepindahan kalian nggak bisa ditunda, seminggu atau dua Minggu lagi mungkin, lihatlah mamamu, kamu tidak kasihan sama dia, dia masih menginginkan kalian untuk tinggal disini." timpal Adnan sang papa yang tak tega melihat istrinya menangis menahan kepergian putra pertama mereka.

"Tidak bisa pa, keputusan Davin sudah bulat, kami tetap akan pindah dan mulai hidup mandiri."

"Ma, Davin bukan pergi jauh, Davin dan Alsha hanya pindah rumah, dan Davin berjanji akan selalu mengunjungi mama saat libur." ujar Davin memeluk sang mama yang masih menangis.

"Oke, tapi kamu harus berjanji sama mama, bahwa kamu akan menjaga Alsha dengan baik, kamu jangan kasar-kasar sama dia Vin."

Davin menoleh kearah Alsha, dan menganggukan kepalanya, lalu mengulas senyum samar tanpa mereka sadari.

*

"Disana!" Davin menunjuk sebuah kamar yang terletak di paling pojok dan paling kecil diantara yang lainnya.

"Kau akan tidur disana."

''D-disana?"

"Kenapa? kau keberatan?" ujar Davin dengan memasang senyum sinis.

"Baiklah." tanpa perlu dipersilahkan lagi Alsha menyeret kopernya menuju kamar yang Davin tunjuk untuk dirinya.

"Lihat saja, sampai kapan kau mampu bertahan Alsha Zanitha Batari." gumam Davin dengan rahang mengeras.

Alsha membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, kemudian menguncinya dari dalam.

Gadis itu menyandarkan punggungnya dibalik pintu, kemudian menatap sekeliling kamar tersebut dengan tatapan nanar, bagaimana tidak! kamar yang akan ia tempati saat ini jauh lebih sempit dibandingkan kamar miliknya dirumah sang nenek.

Davin seolah sudah mempersiapkan tempat itu khusus untuk dirinya yang bahkan lebih cocok menjadi tempat penyimpanan barang bekas, atau lebih tepatnya disebut gudang!

Namun bedanya, didalam kamar itu tak ada satupun lemari atau barang lainnya untuk ia gunakan, terkecuali selembar karpet merah berukuran 150x90cm yang disimpan di pojok ruangan.

Alsha mengusap laju air matanya yang tiba-tiba mengalir di kedua pipinya yang putih, gadis itu menunduk membuka karpet dan menggelarnya.

Ini adalah pilihannya, jadi mau tidak mau ia harus menerimanya dengan lapang dada.

Saat tengah malam tiba, gadis itu terbangun merasakan perutnya yang terasa keroncongan, ia baru ingat jika sejak tadi siang perutnya belum terisi makanan sama sekali.

Dengan malas Alsha beranjak, melangkah kedapur berharap ada sesuatu yang dapat ia makan, atau setidaknya ada bahan yang bisa ia masak.

Alsha melirik meja makan, Kosong! tidak ada apapun disana, kemudian beralih membuka kulkas dan hasilnya sama saja, tidak ada apapun, bahkan kulkas tersebut terlihat masih sangat baru.

Alsha akhirnya memilih kembali kekamarnya, karena jika ia mencari makanan diluar pun percuma saja, tak akan ada yang menjual makanan hingga larut begini.

Alsha menangis, meratapi nasibnya yang begitu buruk, seandainya saja ia masih tinggal bersama sang nenek, ia mungkin tidak akan kekurangan makan seperti sekarang ini.

Namun ia berusaha kembali tersenyum karena setelah ini Rossa berjanji akan mempertemukan nya dengan sang Ayah.

Pagi harinya Alsha terbangun dalam keadaan perutnya yang melilit, tubuhnya sedikit lemas! ia benar-benar butuh asupan makanan saat ini.

Gadis itu membuka tas miliknya, mengambil sejumlah uang yang diberikan sang nenek sebelum ia menikah dengan Davin.

Ia keluar dari rumah, membeli berbagai bahan makanan, dan beberapa bungkus mie instant untuk bekal ia beberapa hari kedepan sebelum mendapatkan pekerjaan.

Ya, Alsha memutuskan untuk mencari pekerjaan, karena ia tahu bahwa Davin tidak akan mungkin memenuhi semua kebutuhannya.

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!