NovelToon NovelToon

Gadis Jorok Pilihan Mama

Bab 1. Kena Semprot

"Pulang pagi lagi kamu Dion? Mau sampai kapan terus-terusan begini, hah! Mama capek dengar keluhan-keluhan tentang kamu dari ibu-ibu sosialita kenalan mama, kamu ngertiin mama dong sayang!"

"Apa sih ma, Dion baru bisa tidur mama ngoceh-ngoceh terus, kan bikin sakit kepala, Ma!

Anak semata wayang pasangan Chandra dan Agnes itu, berdiri dari ranjang empuknya, dan berusaha menyingkirkan mamanya dari dalam kamarnya.

"Sudah ya, Mama keluar dulu! Nanti kita lanjutin obrolan kita saat makan malam, oke mama cantik! Oh iya, jangan lupa bilang ke teman-teman Mama, kemana aja jeng, baru tahu kalau anak kesayangan saya Badung nya ngga ketulungan!" Dion tersenyum menunjukan semua giginya dan menutup pintu.

Pukul 19.00 semua orang sudah berada di ruang makan. Tak terkecuali Dion, menatap wajah serius kedua orang tuanya, pria tampan itu biasa saja.

"Selamat makan!" sapaan Dion membuat kedua orang tuanya segera meletakan ponsel, dan tabletnya.

"Nak, setelah selesai makan malam, kita bicara sebentar ya, ada yang perlu papa sampaikan sama kamu, Mama juga," perintah Chandra yang sudah pasti tak bisa ditolak.

"Siap juragan!" balas Dion, yang mendapat kode dari mamanya untuk diam saat makan.

Dion yang sudah selesai segera menunggu papanya di ruang keluarga. Tak lama kemudian, Agnes dan Chandra muncul dari dalam kamar, membawa sebuah map plastik yang tertutup rapat.

Melihat putranya yang tampan nampak cuek, Chandra merasa kesal. Bagaimana Dion bisa tidak memiliki rasa keingintahuan apa yang akan mereka bahas.

Karena bosan menunggu Papanya, Dion menghubungi Kawan baiknya, juga rival terberatnya saat SMA dulu.

Dion

"Halo bro, asik banget kayaknya yang udah married, gimana rasanya si bohay?"

Vicky

"Legit bro, aah, lo penasaran ya?hahaha... makanya buruan susulin kita! Bayu aja nyesel, nggak nikah dari dulu!"

Dion

"Sial, gue malah dipamerin! Belum ada calon, nanti lah kalau gue udah bosen main, kapan kita balapan lagi?"

Vicky

"Kapan-kapan, gue udah ada mainan di rumah, sorry bro lebih enak main sama Dista daripada mainin motor terus, gue tunggu kalian di rumah, Oke!"

Dan Vicky pun memutuskan panggilannya. Melihat reaksi Dion, Chandra dan Agnes hanya geleng-geleng kepala menahan tawa. Mereka berdua berniat untuk memberi peringatan kepada anak mereka satu-satunya.

"Telepon siapa Nak? Pacarnya?"

Chandra sambil menyodorkan secarik kertas, yang berisi surat pernyataan yang sudah di tanda tangani olehnya. Ia meminta agar Dion membaca dengan seksama dan mengikuti aturannya selama masih belum menghasilkan uang dari jerih payahnya.

"Bukan Pa, telepon Vicky tadi. Apa ini?"

"Baca baik-baik, pahami lalu kamu boleh memutuskan langkahmu selanjutnya," jelas papanya sambil menunggu Dion selesai membaca.

Melihat ekspresi putranya, Chandra dan Agnes tak dapat menahan tawa. Bocah badung itu merasa tidak terima, jika poin-poin yang ditulis sang kepala keluarga, lebih banyak menguntungkan mereka.

"Nggak bisa Pa, masa Dion harus bekerja jadi karyawan Papa? Buat apa coba punya Papa Bos di sana, kalau ujung-ujungnya Dion harus jadi karyawan juga!" protes Dion terbaca dengan jelas, ia tahu kalau anaknya akan menggunakan alasan ini.

"Kalau keberatan, baca poin kedua!" sambung Chandra. Sejak tadi kaki sepasang suami istri itu saling mengode, jika mereka tidak bisa menahan tawa melihat reaksi Dion yang ceplas-ceplos.

"Dion, disuruh menikah? Tempo tiga bulan? Kalau menolak akan dicoret dari Kartu keluarga, apa-apaan ini?"

Dion tidak benar-benar membaca semua yang tertulis di sana, hanya setengah yang ia baca. hanya emosi yang pria itu utamakan, membuat Agnes ikut bingung menghadapi tabiat anak semata wayangnya.

"Nak, mama dan papa boleh tanya sesuatu?" Agnes dengan berat hati mencoba bertanya.

Dion hanya menunggu mamanya memberi pertanyaan, namun ia masih membuang muka.

"Nak, maaf ya sebenarnya, kamu normal nggak sih? Kenapa begitu takut sama gadis-gadis," lirih Agnes yang tentu saja mendapat serangan balik dari Dion.

"Wah kacau, Mama gue aja nggak percaya, kalau anaknya ini jagoan. Ya kali Dion nggak normal. Kalau perlu besok juga Dion bawa cewek ke rumah biar kalian puas." omel Dion panjang lebar.

"Benar ya, Papa tunggu!"

Dion berlalu dengan terus menggerutu. Di tangannya membawa secarik kertas, yang bertuliskan bahwa namanya akan dihapus dari kartu keluarga jika dalam waktu tiga bulan ia tak memiliki kekasih.

'Gila bokap gue, dapat hasutan darimana sih? Bisa begitu. terus gue mau bawa siapa dong, bego lo Dion!'

...

Bab 2. Fasilitas Dicabut

"Aarrrgghh, Sial!" Dion menggebrak meja kerjanya, menyugar rambutnya yang sudah mulai panjang.

Merasa frustasi dengan keputusan Papanya yang tiba-tiba, Dion mengambil jaket denim dan kunci Ducati nya. Berjalan santai tanpa memperhatikan kanan kiri, karena memang keadaan rumahnya sangat sepi.

Di dalam rumah besar itu hanya ada Chandra Wijaya, Agnes, dan Dion. Juga beberapa asisten rumah tangga juga supir pribadi.

"Mau kemana Mas Dion?" tanya Ujang salah satu supir pribadi.

"Suntuk Mang, kalau Mama nyari gue bilang aja, lagi semedi." Pria tampan itu berlalu.

Rupanya Dion benar-benar pergi ke rumah sahabatnya, Vicky.

Memasuki halaman rumahnya yang luas, Dion masih tak menyangka jika nasib kedua temannya yang paling cerdas akan bernasib bagus. Vicky dan Bayu menjadi pebisnis di usia muda. Bahkan mereka juga menikahi kekasihnya tanpa tekanan dari kanan kiri.

"Wah, beneran kesini lo! Ayo masuk dulu!"

Mereka berdua lama tak bertemu, namun hubungan mereka masih sangat baik. Dion menceritakan semua masalahnya, karena hanya Vicky yang bisa dipercaya selain Iwan.

Bukannya segera mencari solusi, kawan baiknya malah menertawakannya.

"Mampus Lo! Bukannya dari dulu lo harusnya berubah." Belum selesai Vicky menceramahinya, Dion menunjukan secarik kertas pemberian papanya. Dengan tatapan serius, Vicky mulai membaca dan memberikan masukan kepada pentolan gengnya itu.

"Bro, kali ini masalahnya nggak main-main! Mau nggak mau lo harus ikutin aturan bokap lo, kalau nggak..."

Ucapan Vicky terjeda, karena dia tahu sejak SMA, Dion hidup dengan fasilitas penuh dari orang tuanya. Bahkan mengelola kafe di Bandung semasa kuliah dulu, juga berkat Vicky dan kedua kawannya yang lain.

"Kalau nggak, semua fasilitas Lo bakal dicabut, memangnya Lo nggak baca semua yang tertulis disini?" Vicky penasaran, sifat bodo amat Dion ternyata masih tetap ada. Kecuali menyangkut wanita yang disukainya.

Karena tak percaya dengan perkataan Vicky, Dion menarik kertas yang dipegang oleh kawannya.

Dia baca ulang, kali ini benar-benar serius dan tak ada yang terlewatkan.

"Cuma tiga bulan, tunjukkan kerja keras Lo sama orang tua Lo! Gue yakin lo bisa, gimana?" temannya meyakinkan, jika dirinya bisa melewatinya.

Dion pun merebahkan diri di sofa empuk, yang membuat dirinya kembali membayangkan masa sekolahnya yang tanpa beban. Kini dia merasakan hasil perbuatannya.

Terlalu santai dan asik dengan dunianya sendiri. Toh apa salahnya, 22 tahun masih sangat muda untuk memikirkan masa depan.

"Cih, begini amat hidup gue," decih Dion.

Keesokan harinya, Agnes membangunkan Dion seperti biasa. Setelah lulus kuliah bukannya berinisiatif mencari kerja malah malas-malasan di rumah.

Kini giliran wanita cantik itu yang memberi pelajaran pada putranya. Ingin sekali Agnes membuat Dion seperti teman-temannya yang lain, yang memiliki kehidupan normal.

Agnes mengambil kunci mobil dan motor besar kesayangannya. Seluruh kartu kreditnya telah di blokir. Ia sungguh tak tega, melihat anak semata wayangnya kesusahan.

"Maafin Mama ya Nak, semua demi kebaikan kamu!"

Agnes menyisakan satu debit card, dimana mereka selalu mengirim uang kepada Dion semasa kuliah.

Sebelum putranya bangun, ia bergegas keluar. Mereka ingin melihat, apakah akan terjadi perubahan dalam tempo tiga bulan seperti apa yang dikatakan suaminya. Ya kita doakan saja.

Di Kantor Pusat.

"Besok akan ada anak baru yang magang disini, tolong awasi semua perbuatannya ya, tegur saja jika tak sesuai dengan peraturan yang ada disini!"

"Siap Pak Chandra," sahut seorang gadis yang begitu di percaya oleh Chandra.

...

Bab 3. Illfeel

"Ma, Dimana Dion? Papa nggak melihat bocah itu sejak semalam."

"Biarkan saja dulu, Dion sudah besar, dia pasti bisa mengambil langkah terbaik untuk dirinya sendiri." Agnes kemudian menunjukan beberapa fasilitas yang dipakai Dion sehari-hari kepada suaminya.

"Hasil semalam, hihi..."

"Wah, Papa jadi ngeri berurusan sama mama, hehe..."

Agnes mengantar kepergian suaminya di ujung pintu. Di depan mobilnya, sudah nampak pria tampan berkemeja slim fit warna putih dan celana jins denim favoritnya.

"Lama banget sih!" gerutu Dion.

Sepasang suami istri itu berpandangan. Netranya memindai dari ujung kepala sampai kaki.

Tak mau banyak bicara, akhirnya Dion menyerahkan secarik kertas yang sudah ia tanda tangani.

"Tapi kembalikan dulu, kunci motor Dion!"

Agnes yang merasa bersalah, karena ditatap putranya seperti seorang kriminal, karena telah masuk dalam kamar dan mengambil semua barang miliknya.

Dalam hati wanita itu, dirinya merasa menang, seorang ibu paling tahu apa yang diinginkan atau tidak oleh putranya.

Meskipun badungnya ampun-ampunan, Dion tetaplah seorang anak yang tak ingin membangkang kepada ibunya.

"Good Luck, Boy!" senyum Agnes tersungging melihat Dion membuang muka.

Chandra memberitahu Dion, untuk langsung datang ke kantor pusat. Di Sana ia hanya perlu mengamati apa saja yang perlu dilakukan. Dan pria tampan itu hanya mengangguk.

"Bagi duit dong Pa! semua kartu debit Dion disita Mama," rengek Dion. Sebenarnya ia memiliki banyak uang, namun sayang saja jika tak mengerjai Papanya untuk balas dendam.

Chandra membuka dompetnya, dan menghitung lembaran merah di sana. Sesekali mengintip, bahwa memeras papanya pun kali ini akan berhasil. Namun sayang, rasa percaya dirinya yang besar pupus begitu saja.

Dion melongo, karena hanya diberikan tiga lembar seratus ribuan.

"Untuk seminggu!" sahut papanya, sebelum meninggalkan Dion sendiri yang siap melayangkan protes.

Selama perjalanan, Dion menggerutu. Tiga ratus ribu untuk seminggu, buat jajan motornya saja tidak cukup.

Dion membawa kejengkelannya di kantor papanya. Dan berniat membuat kerusuhan di sana.

Pria itu berkeliling, mengamati orang-orang sibuk yang berlalu lalang di sana.

Saat hendak keluar ruangan untuk menikmati sebatang rokok, ia malah melihat

Seorang gadis tengah menyantap sarapannya dengan terburu-buru.

Rambutnya berantakan, hingga wajah gadis itu tak nampak sama sekali. Bahkan rambutnya ikut masuk ke dalam mulutnya.

"Ck...Ck... Ck..., bisa-bisanya seorang gadis makan dengan seperti itu." Ingin sekali ia mengikat rambut hitamnya yang mengganggu.

Dion tak jadi merokok, ia melihat gadis slebor yang beranjak pergi mengelap bibirnya dengan ujung pakaiannya yang berwarna gelap.

"Hei, tunggu!" Dion menghentikan gadis itu namun enggan menatap wajahnya.

Ia merasa geli, saat melihat ada sayuran di sela giginya.

"Lo karyawan disini?" Dion menanyai Gadis itu, dan di jawab dengan sopan.

"Iya betul, ada apa ya?"

Dion tertawa, memindai gadis itu dari atas ke bawah, lalu memberinya saran untuk berbenah dulu sebelum masuk ke kantor.

Bagaimana cara perusahaan papanya bisa merekrut karyawan yang tidak kompeten seperti ini. Menjaga kebersihan dirinya saja tidak bisa, apalagi, yang lainnya.

Dion mengambil gambar gadis itu dan menyimpannya di ponselnya. Ia akan menunjukan kepada Papanya, jika ada karyawan yang tidak sesuai dengan dirinya.

"Siapa nama Lo?"

Gadis itu bingung, karena merasa tidak mengenal pria di hadapannya. Selain berbuat tidak sopan, ia juga melanggar privasi seseorang dengan mengambil fotonya tiba-tiba.

"Harusnya saya yang bertanya, kamu siapa, untuk apa mengambil foto tanpa seijin dari saya!"

"Kenalin, gue Dion!"

...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!