" Mah, jangan membahas itu lagi. Papa cuma ingin sarapan dengan tenang tanpa ada keributan", protes papa Rehan mulai emosi pada istrinya.
" Apa sih pa, apa salah kalau mama berharap Devan segera menikah. usianya sudah cukup untuk dirinya membina rumah tangga", bela mama Nabila tidak mau disalahkan. Devan yang mendengar pertengkaran di meja makan, membuatnya enggan menelan sarapannya kali ini. Dengan malas Devan segera beranjak pergi disusul Alex sang adik laki-lakinya.
" Hey, kalian mau kemana?", teriak mama Nabila.
" Alex bosan mah, tiap pagi selalu mendengar pidato yang sama dan terus menerus mama ulang", ucap Alex jengah. Dia yang mendengar saja sangat jengkel, apalagi kakaknya Devan pastilah lebih jengkel.
" Kalian ini, kalau dinasehati gak mau dengerin", geram mama Nabila melirik suaminya.
Papa rehan hanya diam meneruskan sarapannya. Pura-pura tidak melihat lirikan istrinya yang menyebalkan. Dia terlalu lelah menasehati istrinya agar tidak terlalu ikut campur urusan jodoh anak-anaknya. Biarkanlah mereka menemukan jodoh mereka sendiri. Kita sebagai orang tua hanya perlu menilai pilihan mereka.
Sekiranya baik maka teruskan, dan jika tidak baik maka nasehatilah agar mempertimbangkan pilihan mereka. tapi semua keputusan tetap ada pada mereka. Karena sejatinya merekalah yang akan menjalani kehidupan berumah tangga.
🌸🌸🌸🌸
Di kantor
Tok tok tok
" Masuk ", jawab sang atasan dari dalam ruangan.
" Permisi pak Devan, ini jadwal bapak hari ini", jelas sang sekretaris bernama elena.
" Apakah jadwal saya hari ini sepadat ini ",
" Iya pak. karena beberapa pertemuan dari klien tersebut sudah tidak bisa di tunda lagi. Dari pihak kita sudah sering menunda pertemuan ini, mereka berharap tidak ada penundaan lagi. Karena mereka sangat menginginkan kerjasama ini berhasil pak", jelas sang sekretaris sedikit takut.
Devan hanya bisa menghela napas lelah. Bukannya dia tidak profesional dalam bekerja, karena sering mengundur pertemuan tersebut. Tapi ini semua dikarenakan ulah sang mama. Mama Nabila yang selalu memintanya untuk menemui wanita-wanita pilihan sang mama pada saat jam makan siang kantor.
Ingin sekali Devan berteriak pada mamanya, mengatakan bahwa dia sudah muak pada semua wanita pilihan mamanya. Tapi dia tidak mau melukai hati wanita paruh baya tersebut. Dia tau sang mama melakukan itu semua juga demi kebahagiaan dirinya.
Devan sebenarnya juga ingin segera menikah. Akan tetapi, hatinya saat ini belum siap menerima wanita manapun. Pengkhianatan sang kekasih 8 tahun silam, telah menorehkan luka begitu dalam. Bagaimana tidak, sang kekasih meninggalkan dirinya disaat acara pertunangannya tinggal menghitung hari.
Sang kekasih yang bernama Amira tersebut lebih memilih pergi bersama cinta pertamanya, yang merupakan bos perusahaan agensi tempat dia bernaung sebagai model. Sudah pasti bosnya itu lebih kaya dari Devan. Karena saat itu, perusahaan papa rehan masih belum sebesar sekarang.
Devan yang terluka hatinya lebih memilih memfokuskan diri bekerja. Membesarkan perusahaan papanya dengan bekerja tak kenal waktu. Terbukti usahanya tidak sia-sia. Sekarang perusahaan Aditama Groub milik papanya semakin berkembang. Memiliki beberapa cabang perusahaan di beberapa kota besar. Itu semua tidak lepas dari kerja keras Devan selama 8 tahun ini.
" Baiklah Elena, siapkan semua berkas-berkas kita butuhkan hari ini. Dan tolong buatkan saya satu cangkir kopi hitam ", perintahnya pada sang sekretaris.
" Baik pak", Elena pun pamit undur diri.
" Sepertinya hari ini aku akan lembur sampai malam ", keluh Devan memijat pelipisnya.
Di tempat lain, di sebuah rumah sederhana terlihat seorang anak dan ibu saling berpelukan.
" Buk, Dewi minta doa restunya buk. Agar Dewi sampai di kota dengan selamat. Doakan Dewi, semoga pekerjaan Dewi di sana lancar. supaya bisa bantu bapak sama ibuk membiayai sekolah adik-adik", mata Bu Surti tidak mampu menahan lelehan air matanya. Dipeluknya lebih erat anak sulungnya itu.
" Ibuk selalu doain kamu yang terbaik nduk. Sebenarnya kamu tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk membantu bapak dan ibuk nyekolahin adik-adik kamu. Mereka itu tanggung jawab bapak sama ibuk", ucap Bu Surti melerai pelukannya pada sang anak.
Tangannya sibuk menghapus air matanya yang terus menetes enggan untuk berhenti. Maklum ini kali pertama Dewi akan pergi jauh meninggalkan keluarganya. Dewi menangkup wajah keriput sang ibu, membantu menghapus sisa-sisa air matanya.
" Ini semua keinginan Dewi buk. Dewi ingin adik-adik nanti bisa kuliah, dapat pekerjaan bagus. Agar di masa tua bapak dan ibuk nanti tidak perlu bekerja keras lagi. Biar kami yang gantian mencukupi semua kebutuhan bapak sama ibuk ", manik mata Dewi menatap sendu kedua mata ibunya yang terlihat sayu dan lelah.
Diusianya yang hampir setengah abad itu, tanpa lelah membantu sang suami bekerja menggarap sawah milik orang lain. Semua itu ia lakukan demi ke empat anak-anaknya. Dewi, Ridwan, Rani dan si bungsu Amel.
Ridwan anak nomor 2 sekarang duduk di bangku kelas 2 SMP. Rani yang paling cengeng duduk di kelas 5 SD. Sedang si bungsu Amel, duduk di bangku kelas 2 SD.
Meski mereka mendapatkan keringanan biaya sekolah, akan tetapi untuk kebutuhan lainnya seperti buku, tas, alat tulis dan lain-lain mereka harus membelinya sendiri.
Bahkan Dewi sang kakak lebih memilih mengalah tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA, demi bisa membantu biaya sekolah adik-adiknya. Setelah lulus SMP, Dewi bekerja di pabrik makanan ringan tidak jauh dari kampungnya. Meskipun gajinya kecil, ia tetap bertahan demi keluarganya.
Ada keinginan dalam benak Dewi bila suatu saat ia memiliki uang lebih, akan melanjutkan sekolah lagi. Meski kini usianya sudah 18 tahun, baginya tidak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu.
" Sudah buk, doakan saja agar Dewi berhasil di kota ", kata pak Danu menenangkan istrinya. Ia kemudian gantian memeluk anak sulungnya, membelai lembut rambut sang anak.
" Bapak gak bisa ngasih bekal apa-apa buat Dewi. Bapak cuma bisa doain kamu nduk, apapun keinginanmu semoga terwujud ", kata pak Danu sambil menyeka lelehan air matanya.
" Amin pak. Doa kalian adalah bekal terbaik yang Dewi harapkan ", matanya yang terlihat sembab itu beralih menatap adik-adiknya. Ketiga adiknya pun berlari menghambur dalam pelukan sang kakak.
" Mbak Dewi hati-hati di sana, jangan lupain Amel ", celoteh polos si bungsu.
" Mbak Dewi harus sering telepon, biar kami disini tidak khawatir ", kata Ridwan menambahi.
" Nanti kalau Rani ada masalah, Rani curhatnya sama siapa mbak", rengek Rani sambil merapatkan pelukannya pada sang kakak.
Dewi tidak mampu berkata-kata, dipeluknya ketiga adik kesayangannya.
" Mbak sayang banget sama kalian. Doain mbk berhasil, mbk janji akan sering telepon untuk kasih kabar buat kalian. Dan Rani, kamu masih bisa curhat sama kakak lewat telepon. Ya..", kata Dewi dan diangguki mereka serempak.
" Assalamu'alaikum ", terdengar salam dari arah pintu ruang tamu.
" Wa'alaikum salam ", jawab keluarga pak Danu serempak.
" Eh nak Tina, ayo masuk dulu ", kata Bu Surti. Tina pun masuk meninggalkan kopernya di depan pintu.
" Sudah siap wi ", tanya Tina pada Dewi.
" Sudah mbk ",
" Nak Tina, bapak titip Dewi. Anggap Dewi seperti adik nak Tina sendiri. Kalau Dewi melakukan kesalahan, jangan sungkan untuk menegurnya. Bapak juga minta tolong, tolong jagain Dewi disana. Bapak ucapkan terima kasih sebelumnya atas kebaikan nak Tina ", ucap pak Danu.
" Iya pak. Saya pasti jagain Dewi dengan baik ", jawab Tina tersenyum ramah.
" Nak Tina kan sudah lama bekerja di sana, tolong jagain Dewi ya nak. Dewi itu masih terlalu polos, belum mengenal kerasnya kehidupan di kota besar", imbuh Bu Surti.
Tina menatap wanita paruh baya di depannya itu. Tampak segurat kekawatiran di wajahnya. Tina jadi teringat ketika dia pertama kali meminta izin merantau ke ibu kota. kedua orangtuanya juga diliputi kekawatiran seperti orang tua Dewi. Tapi keadaan lah yang memaksanya harus berjuang. Namun berkat kenekatannya pergi ke kota besar membuat kehidupannya menjadi lebih baik.
Rumahnya yang dulu hampir rubuh termakan usia, kini telah berganti dengan bangunan kokoh meski tak mewah. Tina juga berhasil menabung untuk biaya pendidikan kedua adiknya. Bisa membeli sepetak sawah untuk bapak dan ibunya.
Kini ia mencoba menawari Dewi untuk bekerja di tempat majikannya. kebetulan ada pegawai yang keluar karena akan menikah dan ikut suaminya merantau ke Kalimantan. Meski pekerjaan yang di tawarkan hanya sebagai pembantu, tapi gajinya cukup besar jika dibandingkan di pabrik tempat Dewi bekerja. Majikan tempat Tina bekerja pun sangat baik.
" Iya pak buk. Saya pasti jagain Dewi. kalian tidak perlu kawatir, saya sudah anggap Dewi seperti adik saya sendiri. Sekarang kami mohon pamit untuk berangkat ke terminal. Doain kami selamat sampai tujuan", jawab Tina sambil menyalami mereka satu-satu.
" Ya nduk hati-hati, kalau sudah sampai jangan lupa kasih kabar ", pak Danu kembali memeluk Dewi. Dan di ikuti ibu dan adik-adiknya.
🌸🌸🌸🌸
Di dalam bus menuju kota tujuan, Dewi menatap keluar jendela penuh kekaguman. ini adalah pengalaman pertamanya ke kota besar. Apalagi ketika bus melewati perkotaan yang padat bangunan bertingkat, membuatnya semakin terpana. Segera tangannya meraih hp butut dalam tasnya. mengambil beberapa video untuk di kirimkan pada Ridwan adiknya. Pasti mereka akan sangat senang melihatnya.
" Tidur wi, kamu nggak ngantuk apa. Ini masih lama Lo wi ", kata mbk Tina mengingatkan.
" hehehehe iya mbk Tina. Pemandangannya bagus sayang kalau di lewatkan",
" Ya wes, aku tak lanjut tidur dulu", kata mbk Tina sambil membenarkan posisi tidurnya. Dewi pun hanya membalas dengan senyuman. Pandangannya kembali menatap keluar jendela. Mencari keindahan yang belum pernah ia temui di desa.
Setelah beberapa jam akhirnya mereka sampai di terminal kota tujuan. Kemudian mereka menaiki ojek untuk bisa sampai ke alamat majikan mereka. Setelah hampir 30 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di salah satu perumahan elit di kota tersebut. Karena pak satpam mengenal mbk Tina, maka mereka pun diperbolehkan masuk ke dalam komplek perumahan elit itu.
Tukang ojek menghentikan motornya tepat di depan rumah berpagar besi tinggi menjulang. Dewi menatap bengong, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rumah yang biasanya hanya bisa ia lihat di tv, kini berada tepat di hadapannya. Sampai-sampai ia lupa melepaskan helmnya.
" Mbk mbk cantik helmnya ", kata mang ojek meringis memperlihatkan gigi kuningnya.
" Eh iya mas maaf-maaf ", kata Dewi sedikit malu. mang ojek pun ngeloyor pergi setelah menerima helm sekaligus upahnya. Dan tidak lupa tersenyum lebar kepada Dewi memperlihatkan gigi kuningnya lagi.
" Astaga " 😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!