Hai hai bebeb readers otor tercintahhh😘
kali ini otor ingin menyuguhkan cerita bergenre fantasi romantis yang pasti nya bikin baper.
Tentu nya cerita ini hanya fiksi dan halunya otor semata. jadi jangan sangkut pautkan dengan ini dan itu atas nama nggak sesuai dengan pandangan kalian, karena ini 100 persen HALU..😌
Happy reading dan jangan lupa FOLLOW,LIKE, KOMEN, VOTE NYA YAA😘😘
⚠️ Cerita ini hanya fiksi semata. Baik tempat, nama tokoh, dan kisah sejarahnya.⚠️
🍃
🍃
🍃
Dikemelut fajar yang remang, seorang pangeran berwajah arogan menghardik para pekerja tambang dengan cambuk ditangannya.
Plasss!!!!!
Satu lagi cambukan keras mendarat
dipunggung pekerja tambang bertubuh kurus. Beberapa garis merah sudah lebih dulu berjejak dipunggung pria paruh baya itu.
"m..maafkan kami Pangeran, kami hanya mematuhi perintah Baginda Raja." Pekerja itu bersimpuh, seraya mencium kaki sang Pangeran dengan tubuh penuh memar.
"Aku ini penerus Raja! Lalu kenapa kalian tidak patuh padaku!" Teriak sang Pangeran murka. Kemarahan berkobar hingga membuat hati nurani tak lagi sisa.
Pangeran tanpa belas kasih itu mencambuk Tiga belas orang pekerja tambang dengan sangat keras
tanpa henti. Darah perlahan mengalir dari punggung kurus mereka, diiringi guyuran air laut yang ditumpahkan tepat di atas luka mereka.
Para pekerja yang tak berdaya itu hanya bisa menahan perih bak dikuliti hidup-hidup. Seberapa kerasnya mereka berteriak meminta ampun tak akan menggugah rasa iba Pangeran kejam itu.
Di waktu berikut nya, seorang wanita yang tengah hamil enam bulan berlari menuju istana. Ia berniat memberi tahu sang Raja atas perlakuan Pangeran yang sangat keji itu. Ia tak tega melihat para rakyat tak berdaya yang selalu diperlakukan semena-mena.
Pangeran yang mengetahui itu langsung berlari mengejar si wanita, dengan busur Baraspatih dan puluhan anak panah berukuran kurang dari satu meter di punggungnya.
Mengetahui niat wanita tersebut, dengan brutalnya Pangeran melesatkan anak panah tepat mengenai punggung si wanita.
"AAAAGGHHH...!"
Teriak wanita itu kesakitan, namun ia masih sanggup melanjutkan langkahnya.
Takut buronannya lolos, Pangeran pun melesatkan kembali anak panahnya berkali-kali hingga akhirnya sang wanita hamil itu tewas mengenaskan dengan dua puluh anak panah menancap di tubuhnya.
"haahhh.....!"
deg..deg..
deg.deg..
Dea terbangun dari tidurnya. Keringat mengguyur wajah serta lehernya karena mimpi mengerikan itu. Nafasnya bahkan terasa sesak, seperti kejadian itu sangat nyata.
Gadis berusia 23 tahun itu mengatur nafas yang tersengal agar lebih rileks. "Mimpi macam apa itu? Mengerikan sekali. Pangeran iblis itu tak punya hati..! aissh! dasar mimpi sialan!" Rutuknya kesal.
JDARRR....!
Tiba-tiba pintu dibagian balkon tertutup sangat keras, sehingga kaca di sekitarnya bergetar.
Sontak Dea mengelus dadanya karena terkejut "arhh..pintu itu juga sialan!" Gumamnya seraya mengelus dada. Sedikit merinding sih, pasalnya tidak ada angin kencang.
Dea berniat kembali meringkuk di atas ranjang mewahnya. Namun ia kembali terduduk saat menyadari jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
"Astaga! Kenapa jam ini tidak berbunyi?" Ia meletakkan jam alarmnya lalu berlari menuju kamar mandi untuk bersiap siap berangkat ke kampus. Padahal jam beker tersebut sudah bunyi berulang kali, sampai hampir kehabisan suara.
"Tenang lah...tenang, masih ada sepuluh menit lagi." Batinnya sambil menggosok gigi dengan kecepatan penuh.
.
.
Edrhea Dayana, gadis mungil nan cantik berusia 23 tahun. pewaris tunggal, satu-satunya yang akan mengambil alih ED'S corporation. Perusahaan yang menjual dan memproduksi berbagai merk mobil mewah dari dalam maupun luar Negeri.
Iya,pewaris tunggal. Karena memang hanya dia satu-satunya keturunan Edshiren yang masih hidup.
Alih-alih merasa kesepian karena ia hanya sebatang kara. Dea malah menikmati kehidupannya dengan baik. Memiliki mobil yang mengisi penuh garasinya, tinggal di rumah yang megah bak istana, serta uang yang akan terus mengikuti kemana pun langkahnya pergi.
Dea sangat menikmati kesendirian nya. Namun dibalik kemewahan itu, Dea dimusuhi oleh teman-teman bahkan seluruh orang di kampusnya. Tak ada satupun yang mau berteman dengannya karena mereka menganggap Dea itu wanita kutukan, yang akan membawa kematian kepada siapa saja yang berada didekatnya.
Tentu saja Dea sedikit terganggu dengan itu, terkadang ia berpikir apakah dirinya benar-benar dikutuk? Sebab Nenek, Mama, Papa, Adik,teman, bahkan keluarga pamannya meninggal sehari setelah mereka terlibat pertengkaran hebat dengannya.
Dea yang memiliki sifat masa bodo akan masa depan, mendapat banyak tentangan dari mendiang keluarganya. Itu pula yang menjadi akar pertengkaran.
Hari ini seperti biasa Dea memasuki kampusnya diiringi tatapan sinis para mahasiswa yang ia lewati.
"oh tidak..! Kita harus lari agar tidak terkena kutukan."
"Iya benar, ayo menjauh hahahah..." mereka langsung berlari sambil tertawa. Tak lupa tatapan jijik mereka lontarkan kepada Dea.
"hahahah...." Tiru Dea dengan bibir miring sebelah. Ia sangat muak diperlakukan seperti itu.
"chh dasar otak kuno! Hari gini masih percaya mitos kutukan? Hello? Percuma kalian kuliah kalau otaknya minus..!" Nyinyir Dea sambil melesatkan tatapan sinis ke arah punggung mereka.
"Dea.....!" Panggil dua orang sahabatnya dari kejauhan.
"haii.. wahh! Tas itu.. bagaimana bisa kamu mendapatkan itu?" Dea terpukau dengan tas keluaran terbaru yang dimiliki Clara, sahabat Dea sejak masih SMA.
"Seperti biasa, dia begadang demi menunggu produk itu launching hahaha..." Sahut Vanes, ia juga sahabat nya Dea. Mereka berteman baik sejak pertama kali masuk kuliah.
Walaupun hanpir semua orang mengatakan Dea pembawa sial, tidak dengan Clara dan Vanes. Mereka tak menganggap hal itu serius. Mereka tak percaya dengan mitos konyol itu, dan yang paling penting mereka ingin Dea tetap optimis dan semangat menjalani kehidupannya yang sebatang kara.
"Dea...! My darling, my beloved..." seru seorang pria berperawakan tinggi dari ujung koridor. Namanya Bryan, pacar sekaligus penyemangat hidup Dea selama satu tahun ini. Ia juga salah satu orang yang tak perduli akan mitos konyol terhadap sang kekasih.
"hai sayang..." Dea langsung berlari meninggalkan kedua sahabatnya itu.
"hhh...aku senang Bryan memberikan
energi tersendiri untuk Dea." Ujar Clara sambil geleng kepala, karena sifat bucin mereka.
"Kamu kesiangan? Ini kali pertamamu
melewatkan kelas pagi." Bryan merangkul mesra sang kekasih, seraya memberi usapan lembut dipucuk kepala Dea.
"Iya, gara-gara mimpi buruk itu. Kamu tau? Aku memimpikan pangeran iblis itu lagi, kali ini dia membunuh seorang wanita hamil dengan sangat brutal. ggrrr ... aku merasa otak ku sudah tidak beres karena terus memimpikan itu." Oceh Dea merinding namun bersemangat. Mimpi itu terus saja berlanjut, bak sinetron.
"Tidak usah dipikirkan, mimpi itu hanya bunga tidur." Sahut Bryan tersenyum lembut sambil mengusap-usap kepala Dea.
Wuuusshhhhhhh....
Sekelebat bayangan hitam melintas dengan sangat cepat, tepat di hadapan mereka.
Dea memandang panik ke sekeliling, celingukan mencari bayangan hitam itu. "hei, hei...kamu lihat itu tadi? lihat kan?" Ia yakin itu bukan sekedar halusinasinya saja.
"Apa..?" Bryan terheran melihat ekpresi Dea yang seperti kesambet. Ia tak melihat apapun.
"Bayangan hitam baru saja melewati kita dengan sangat cepat. Kamu tidak melihatnya?" Dea terlihat gelagapan, untuk yang kesekian kali ia merasakan sensasi merinding luar biasa.
"Tidak, sayang.. Perasaan kamu saja mungkin." Bryan berusaha mengalihkan rasa takut sang kekasih. Ia adalah orang yang tak percaya dengan hal-hal mistis.
Dea berkacak pinggang sambil geleng kepala. Sepertinya ia harus ke dukun, paranormal, atau apapun itu untuk mengusir roh jahat.
"aahh... Aku tak percaya ini. Kenapa akhir-akhir ini aku sering melihat sesuatu. Apa aku indigo? aiisshh tidak mungkin lah!"
Bryan hanya tersenyum tipis. Belakangan ini kekasihnya itu sering melantur dan bicata omong kosong.
Malam hari...
Setelah mengerjakan beberapa tugas, Dea segera berbaring di kasur. Matanya sudah sangat berat akibat kurang tidur. Wajahnya pun sayu kelelahan. Hari ini tugas kuliah benar-benar menumpuk.
"hhhm... Kasur memang tempat paling nyaman di dunia ini." Ia menggeliat, meluruskan seluruh tulang punggung yang terasa kaku.
Kemudian ia meraih saklar lampu di dekat ranjangnya lalu menekan itu. Tap...
Seluruh kamar menjadi remang, semakin mendukung untuk segera memejamkan mata.
Saat berbalik badan, betapa terkejutnya
Dea saat melihat bayangan hitam, berpostur tinggi mengenakan jubah hitam menutupi kepalanya. Bayangan itu tampak sangat jelas.
"hhhh...!?" Nafasnya seketika sesak di sertai keringat dingin karena ketakutan. Segera ia menghidupkan kembali lampunya.
"Apa itu tadi? Apa itu malaikat maut? Jangan-jangan dia ingin mencabut nyawa ku malam ini?" Dea bergidik merinding seluruh tubuh.
Walau dengan kaki bergetar, ia mencoba memeriksa ke sudut dinding menuju ruang pakaian nya. Dea menebak mungkin itu bayangan dari baju-bajunya di gantungan.
"Tidak.. tidak ada benda yang menyerupai bayangan itu di sini. Lalu apa itu tadi." 😖
Kini tak hanya kakinya yang bergetar, cacing diperutnya pun ikut merinding karena tiba-tiba seluruh gorden di sana bergoyang tanpa adanya angin.
"Astaga Tuhan. Lindungi hamba Tuhan.
Apa lagi ini...." Dea segera berjingkat menuju ke kasurnya. Namun sial, kakinya tak sengaja menginjak robot pipih pembersih lantai yang tengah bertugas.
Gedebukk....
Kecelakaan pun tak dapat dielakkan. Dea terpeleset dan tersungkur hingga kepalanya membentur lantai.
"awwhhh...." Rintihnya dengan pandangan rimang, kemudian ia tak sadarkan diri disana.
**********
Nama: Edrhea Dayana
Usia : 23 tahun
Tinggi: 155 cm.
Hobi: shopping, traveling, dan gonta ganti mobil.
Karakter : Cerewet, supel, gampang panik, dan gampang nangis.
Tahun 1650 Masehi.
Disebuah rumah kayu di tepi sungai, upacara merayakan kehamilan tengah digelar cukup meriah. Kendi kendi berisi teh bunga Telang berjajar rapi sebagai jamuan para tamu yang sebagian besar adalah petinggi kerajaan.
Bunga Telang dipercaya sebagai simbol wanita kuat nan berani. Warnanya biru keunguan, yang dimana biru sendiri memiliki makna teduh. Sedangkan ungu memiliki makna terhormat.
Argantara, pria berusia 38 tahun yang tak lain adalah menantu dari Panglima Abram. Ia berdiri menyambut Ayah mertuanya sambil memberikan salam hormat.
Namun sang Panglima bukan datang untuk mengantarkan anak perempuannya merayakan kehamilan, melainkan mengantarkan mayat sang putri yang sudah bersimbah darah.
"Dimana istriku, Ayahanda? Aku sudah menyediakan selimut sutra yang Ayah minta." Tanya Argantara sembari menggenggam selimut berbahan sutra yang ia pintal sendiri.
Sudah menjadi tradisi keluarga, saat kehamilan istri mencapai Enam bulan. Sang suami diwajibkan membuatkan selimut berbahan sutra, sebagai bentuk rasa terimakasih karena telah mengandung penerusnya.
Panglima Abram tak menjawab, kemudian orang-orang dibelakangnya menurunkan peti perlahan.
"Aku gagal mengantarkan putriku kesini."
Kedua mata Panglima Abram tertunduk sayu. Bukan untuk merayakan kehamilan, ia malah mengantar sang putri untuk upacara kematian.
Berita bahwa Pangeran membunuh seorang wanita, kini telah sampai ke telinga Sang Raja. Anak tetaplah anak, namun pembunuh tetaplah pembunuh. Sekalipun ia penerus kerajaan.
Dihadapan Sang Raja, Panglima berdiri tegap meminta keadilan sambil menggenggam anak panah yang berlumuran darah putrinya.
"Hamba meminta keadilan yang mulia!" Ucapnya dengan nada lantang bergetar.
Sang Raja ataupun Panglima sama-sama berat dalam posisi ini. Sebab ia sendiri pun sudah menganggap Pangeran sebagai anaknya. Namun tak disangka ia begitu keji membunuh putri semata wayangnya.
"Aku... Raja Lakeswara Gautama! Meminta maaf sebesar-besarnya kepadamu sebagai seorang Ayah. Dan sebagai Raja yang adil, aku akan menyerahkan hukuman Pangeran kepadamu sepenuhnya."
Sang Raja terduduk lemas di atas singgasananya. Walau hukuman mati, ia akan menerima. Sebagai Raja yang dihormati, ia merasa malu dan hancur. Tak berhak pula ia menghalangi kemarahan para rakyat yang menuntut, agar Pangeran dihukum seberat-beratnya.
.
.
kriiing....kring...kring....
Dea mendengar bunyi alarm yang sangat keras itu. Ia berusaha membuka mata, namun entah kenapa ia seperti sulit untuk bangun. Dadanya terasa sesak, punggungnya terasa tercabik-cabik, seperti nyawa sedang ditarik oleh malaikat maut. Lipatan leher dan dahinya bahkan basah oleh keringat.
"hhggg....!!"
Akhirnya Dea bisa membuka mata setelah bersusah payah melawan rasa sakit palsu itu. Sejak dulu, Dea sering sekali mengalami kejadian itu. Rasa sakitnya terasa nyata, namun ketika terbangun yang tersisa hanya nafas tersengal.
Rasa sakit yang ia dapat seperti hanya didalam mimpi. Bahkan tak jarang ia sampai kejang-kejang kala rasa sakit, dan mimpi buruk itu datang bersamaan.
Sudah seringkali Dea mendatangi Psikiater, Rumah Sakit, bahkan paranormal. Namun tak ada yang bisa membantunya.
Ketika mendatangi Psikiater, ia dinyatakan mengalami trauma otak yang disebabkan oleh rasa sedih terus-menerus. Memang, kepergian seluruh keluarganya membuat ia putus asa. Namun mimpi buruk itu lah, yang justru membuatnya kepikiran bahkan sampai terbawa stress. Kadang rasa sakit dan sedih yang ia dapat dari mimpi itu membuat mood nya berantakan seharian.
Saat mendatangi Rumah sakit, Dokter tidak menemukan adanya kelainan, seperti tumor atau yang lainnya. Dea dinyatakan sehat 100 persen. Rasa sakit yang Dea keluhkan hanya ilusi, akibat terlalu sering memimpikan insiden mengerikan itu.
Saat mendatangi paranormal, Dea dinyatakan diikuti roh jahat. Roh yang sudah beribu-ribu tahun menunggu kehadiran Dea di dunia. Sebagai bocah modern, tentu Dea tak mempercayai itu. Ia bahkan acuh saat disuruh berendam di sungai, saat tengah malam. Demi menghilangkan roh jahat itu.
Lalu kenapa ke paranormal jika tidak percaya? Entahlah... Dea hanya terlalu putus asa, dengan mimpi mengerikan itu.
.
Dea meraih jam beker yang masih berdering itu. Kemudian mematikan bunyi nyaring tersebut. Gadis itu menggeliat kesana kemari untuk menghilangkan rasa nyeri ilusi, yang barusan seperti hendak mencabut nyawanya.
"Bangun, Dea.. Hari ini ada kelas pagi." Ucapnya menyemangati diri sendiri.
Dengan langkah tertatih, ia menuju kamar mandi, sambil menarik tirai besar yang menutupi setengah dinding kamar. Sinar matahari menyambutnya dengan hangat. Gadis itu pun membalas dengan senyum hangat pada sang mentari.
duk..!
Dea terkejut saat ujung kakinya menabrak robot pembersih.
"hai, poppy....kau lapar ya?" Sapa Dea pada benda bulat pipih itu, yang ia beri nama poppy. Ia meletakkan poppy ke atas meja, lalu mengisi dayanya.
"Tunggu..! Bukannya tadi malam...?" Dea terpaku menatap poppy, ingatannya kembali berputar, dimana ia mengalami kejadian aneh semalam.
Sekujur bulu halus Dea berdiri. Pori-porinya pun melebar, kala ia teringat bayangan hitam semalam. Dan yang lebih menakutkan... "Bukannya tadi malam aku... jatuh di sana..?"
Mata Dea membelalak ke titik, dimana ia terjatuh semalam. Jelas sekali ia terpeleset saat tak sengaja menginjak poppy, dan ia pingsan di atas lantai itu. Lalu kenapa ia terbangun di atas kasur?
"Tidak..! Tidak..! Jelas sekali aku pingsan disana. Apa iya aku bangun dan tanpa sadar berjalan ke kasur? Tidak! Mana mungkin...! Lalu...?"
Gadis itu meracau ketakutan sendiri. Kepalanya menoleh ke arah kasur dan lantai bergantian.
"Anjirr..! Masa iya aku diikuti roh jahat?" Gumam Dea bergidik merinding. Gadis itu cepat-cepat menuju kamar mandi. Sepertinya ia perlu mendatangi psikiater sekali lagi. Sepertinya ia hampir gila karena selalu berhalusinasi.
Sementara Dea memasuki kamar mandi. Bayangan hitam besar kembali muncul. Bayangan itu keluar dari lukisan bunga Telang, yang berada tepat disebelah meja rias Dea.
Perlahan bayangan itu berubah wujud, menjadi seorang pria tinggi nan gagah. Wajahnya arogan, serta sorot mata tajam menambah kental raut kelam tampangnya. Jubah hitam membalut tubuh besarnya. Kuku tangan yang berwarna putih bersih, sangat kontras dengan manusia pada umumnya.
Dia adalah Pangeran Vardhaman Dipta Tanggara Rakyan Shankara Gautama. Pewaris tunggal kerajaan Narasinga. Kerajaan yang punah silsilahnya, karena Putra mahkota, satu-satunya pewaris kerajaan harus hidup menjalani kutukannya.
Pada akhir masa kepemimpinan Raja Lakeswara, sempat terjadi percekcokan dan perebutan tahta. Perang saudara pun tak terelakkan. Hingga akhirnya kerajaan tersebut berakhir pada tahun 1820 Masehi.
Kerajaan Narasinga tercatat dalam sejarah, sebagai kerajaan yang masa kepemimpinannya paling pendek di dunia. Sejarah mencatat betapa dermawan nya sang Raja Lakeswara. Begitupula kekejaman sang putra mahkota, yang tercatat sebagai manusia paling kejam pada jamannya.
"Bryan, bisa temani aku ke psikiater? Aku mengalami halusinasi berlebih hari ini. Kamu tidak ada kelas pagi bukan?" Pinta Dea melalui sambungan telepon.
📞 "De, aku sudah janji mengantar mama belanja. Memangnya harus banget ke psikiater nya hari ini?" Sahut Bryan bernada malas. Bukan lagi khawatir kala sang kekasih bercerita dengan nada panik. Ia terlihat sudah bosan, dengan omong kosong Dea yang semakin hari semakin ngelantur.
"Bryan.., dengarkan aku..! Aku tadi malam kepeleset, dan pingsan di lantai kamar. Tapi begitu bangun aku sudah di atas kasur. Menurutmu itu masuk akal? Aku sama sekali nggak sadar, kenapa aku bisa jalan ke kasur? Dan kenapa aku nggak ingat apapun.."
📞 "Mungkin kamu ngigau Dea, jangan berlebihan deh. Dokter bilang kamu jangan terlalu memikirkan hal-hal itu kan?"
"Tapi..."
📞 "Aku tutup dulu ya, mama sudah siap."
Tanpa menunggu jawaban Dea, pria itu memutuskan sambungan teleponnya. Membuat Dea terdiam seribu bahasa. Akhir-akhir ini ia merasa Bryan sangat menjaga jarak. Semoga itu cuma perasaannya saja.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Yuk di follow, like, vote😘😘❤️ Biar otor remahan peyek ini semangat😘Tahun 1750 Masehi.
2 Tahun yang lalu....
Di dalam perjalanan menuju kampus, Dea dan mama nya bertengkar. Wanita berusia 40 tahun itu terkejut dan marah saat mendengar putri sulungnya mengambil jurusan Kesenian. Padahal ia sudah menyuruh Dea mengambil jurusan kedokteran, atau Hukum. Dan Dea sendiri mengiyakan.
Tapi ternyata gadis itu membohongi sang ibu, dan malah mengambil jurusan yang jauh berbeda.
"Dea..?! Mau jadi apa kamu? Mendiang papa mu menginginkan kamu jadi seorang Dokter atau pengacara. Kamu malah ambil jurusan nggak berguna itu? Kamu pikir ada faedahnya mengambil jurusan nggak menjanjikan begitu?"
"Seni itu bermanfaat, Ma. Dea ingin menjadi pelukis terkenal. Mama pikir yang membanggakan cuma Dokter dan pengacara saja?!" Bantah Dea tak kalah ketus. Ia sudah muak sedari kecil dengan kehidupannya yang selalu di kekang. Tak boleh ini dan itu. Semuanya harus sekehendak mama dan papanya.
"Papa mu ingin punya anak Dokter, atau pengacara. Kamu harus mewujudkannya! Mama akan memindahkan mu ke fakultas kesehatan!"
"Ma..! Dea nggak mau! Kan masih ada Dewa." Ia menyebut nama sang adik, yang saat itu masih duduk di bangku SMA.
"Dewa itu laki-laki, dia yang akan jadi penerus perusahaan papa. Kamu yang seharusnya mewujudkan keinginan mendiang papamu. Apa susahnya sih menuruti perkataan kami? Dokter itu lebih menjamin masa depan kamu Dea!"
"Kenapa sih mama pilih kasih? Selalu Dea yang dituntut! Harus kesini, kesana..! Dea juga punya cita-cita,Ma! Dea juga punya impian!"
"Kamu pilih, mau pindah kemana? Hukum atau Kesehatan? Mama akan urus formulirnya."
"Ma..!"
"Jangan bantah Mama, atau mama akan memblokir semua akses pendidikan mu!" Potong wanita paruh baya itu. Ia sangat terobsesi dengan mimpinya. Yakni menjadikan Dea seorang Dokter, ataupun pengacara.
Dea tak menjawab lagi, hanya titik bening disudut kelopak mata yang mampu mengutarakan isi hatinya saat ini. Kedua tangannya terkepal, untuk yang kesekian kali batinnya remuk tak karuan. Apa keinginannya tak begitu penting bagi mereka? Sejak dulu Dea selalu diperlakukan seperti boneka. Tak jarang ia bahkan berharap, suatu hari terbebas dari kegilaan orang tuanya.
Mobil berhenti ke sebuah SPBU, untuk mengisi bahan bakar. Di saat yang bersamaan, ponsel Dea berdering. Dea pun keluar untuk mengangkat telepon, sekaligus menghirup udara segar sembari menunggu antrian.
Dea berdiri disisi kiri SPBU, tepatnya didekat toilet.
"Hallo..?" Ucapnya masih dengan mata berkaca-kaca.
Tak mendapat jawaban, Dea melihat kembali layar ponselnya. Nomor baru itu membuat Dea mengerutkan alis.
"Hallo..?" Dea mengulangi ucapannya, namun hanya hening yang ia dapat.
plaakk...
Ponsel digenggaman Dea terjatuh ke tanah, saat ia melihat mobil sang ibu tersambar api yang cukup dahsyat. Beruntung petugas SPBU segera memadamkan kobaran tersebut, hingga tak membuat ledakan lanjutan, yang bisa saja menewaskan semua orang disana.
Namun sayang, ibunya Dea tak selamat. Wanita paruh baya itu tewas mengenaskan didalam mobilnya.
ting..tung...
ting..tung...
Bel rumah Dea berbunyi, gadis yang baru saja hendak keluar rumah itupun langsung membukakan pintu.
"Selamat pagi nona, Dea." Sapa seorang pria berusia 37 tahun. Namanya Gala. Ia adalah orang kepercayaan keluarga Dea, yang mengurus bisnis ED'S Corporation.
Pria itu datang membawa sebuah tas hitam berisi dokumen dokumen penting yang memerlukan tanda tangan Dea, sebagai pemilik langsung Perusahaan.
"Maaf Dea buru-buru,Pak." Ucapnya tergesa, sambil menutup kembali pintu dan keluar. Ia bahkan tak mempersilahkan Gala masuk.
"Saya perlu beberapa persetujuan nona, penting." Ujar pria berwajah dingin itu.
"Saya juga ada kepentingan mendesak. Bapak urus saja sendiri, saya percaya." Dea berlari kecil menuruni anak tangga di teras rumahnya. Ia tergesa hendak menemui psikiater.
Pria berwajah datar itu hendak membuka mulutnya, namun Dea sudah memasuki mobil dan melesat cepat meninggalkan pekarangan rumah.
"Mau kemana dia dengan baju terbalik itu." gumam Gala lalu beranjak meninggalkan rumah besar itu.
.
.
Ditemani Vaness dan Clara, Dea sampai ke tempat Psikiater langganannya. Dea sampai menjalani hipnoterapi, untuk menjajahi alam bawah sadarnya.
Tetap saja hasilnya nihil, apa yang dirasakan Dea saat di alam mimpi, tak terbaca lewat sesi hipnotis.
"Apa yang paling membuatmu takut?" Tanya Psikiater wanita, yang sudah sangat hapal dengan keluhan Dea.
"Pangeran kejam itu..." Lirih Dea dengan mata tertutup.
"Memangnya apa yang dia lakukan padamu?" Lanjut Psikiater bernama Alia itu.
"Aku melihatnya membunuh orang-orang tak berdaya." Dahi Dea kembali mengeluarkan bintik-bintik keringat, kala mengingat betapa kejam Pangeran itu.
"Lalu kenapa kau takut? Apa kau pernah bertemu dengannya?"
Beberapa saat Dea terdiam. "Tidak pernah." ucapnya pelan.
"Lalu apa yang kau takutkan?" Selidik Alia, sedari tadi jawaban Dea hanya berputar. Membuatnya kesulitan menemukan titik terang, tentang apa yang Dea alami.
"Entahlah, aku hanya takut di rumahku ada hantu." Jawaban Dea terdengar ngawur. Hampir saja Clara dan Vaness tertawa.
Psikiater berkacamata bulat itu pun menghela nafas panjang, sebelum akhirnya membangunkan Dea dari sesi hipnotis.
Seperti biasa, tak ada yang bisa Dea dapatkan dari hasil pemeriksaan. Ia sendiri sampai bingung, apakah meninggalnya keluarga dalam waktu beruntun yang membuat Dea begitu stress?
Tapi Dea sudah berdamai dengan kepergian semua keluarganya. Walau sulit akhirnya ia bisa bangkit, dan merasakan hidup bebas. Lalu kenapa ia seakan terkurung oleh kelamnya mimpi mengerikan itu? Belum lagi kejadian aneh yang selalu membuat otaknya hampir tidak waras.
.
.
Sesudah dari Psikiater, Dea dan dua sahabatnya mampir ke sebuah Mall untuk menyegarkan pikiran.
Mereka mencoba seluruh jajan kekinian. Restaurant all you cant eat menjadi akhir plesiran mereka. Pajangan cup cake, manisan, eskrim dan camilan lezat lainnya menyapa mereka di etalase.
Clara dan Vaness menuju meja dengan sangat antusias. Namun Dea malah mematung di ambang pintu restaurant, kala melihat pemandangan pahit di salah satu meja.
Hancur dan sesak rasanya, melihat Bryan tengah menyuap mesra seorang wanita muda, yang tak lain adalah teman seangkatannya.
Dea berjalan cepat melewati meja Clara dan Vaness, menuju meja Bryan. Dua sahabatnya itu membidik penuh tanda tanya.
"Kemana dia..?" gumam Vaness dengan ekor mata mengikuti langkah Dea.
"Bryan..?!" Suara legam Dea membuat dua sejoli itu menoleh terkejut.
Bryan langsung meletakkan garpu di atas meja. Ia berdiri dan menatap panik ke arah Dea.
"Dea..? Kamu...ngapain kesini?" gugup Bryan berusaha tenang.
"Nemenin mama belanja?" Dea melempar tatapan penuh selidik. Dirinya sendiri masih tak percaya, pria yang selama dua tahun ini menemaninya kini bermesraan dengan wanita lain.
"Dea, kami kebetulan kok ketemu disini. Serius..." sanggah wanita berambut ikal itu.
Dea mengangguk pelan, seraya berusaha menyembunyikan air mata yang sudah hendak terjun keluar.
"Jadi kamu menemani mama belanja, lalu secara kebetulan kalian bertemu, begitu? Apa jam tangan kalian juga kebetulan sepasang?" Lirikan tajam Dea berpindah pada kedua lengan mereka.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!