Cieeettt...
Brakkk!
"Arghhh..."
Beberapa saat kemudian, kerumunan terjadi di sekitar lokasi kecelakaan. Mobil ambulans dan polisi segera datang, setelah mendapatkan laporan dari warga sekitar yang menyaksikan kecelakaan tersebut.
Giung giung giung
Ninu ninu ninu
Keramaian dan kemacetan terjadi di sekitar jalan tersebut, karena mereka harus segera melakukan evakuasi untuk korban kecelakaan.
"Apa korbannya parah?"
"Tidak tahu, tapi supir truk langsung meninggal di tempat."
"Wah... kasihan sekali."
"Tapi pengendara sepeda motor juga sepertinya parah, karena darah menetes dari kepalanya."
"Hihhh, mengerikan."
Kecelakaan siang itu terjadi antara sepeda motor yang ditumpangi seorang pelajar, Abiyasa, dengan truk pengangkut barang. Sayangnya pengemudi truk tidak bisa diselamatkan karena terjepit, sehingga meninggal di tempat.
Di rumah sakit, Abiyasa, pelajar yang mengalami kecelakaan tadi langsung ditangani di ruang IGD. Pihak keluarga juga sudah dihubungi setelah ponselnya ditemukan, sehingga bisa digunakan untuk penelusuran.
Setelah beberapa saat kemudian, Abiyasa sadar. Tapi dia tidak bisa bergerak karena rasa sakit yang luar biasa pada tubuhnya, sehingga dia hanya bisa memejamkan matanya, mencoba untuk kembali tidur.
Clek
Tuk tuk tuk
Tapi sebelum Abiyasa benar-benar tidur, dia mendengar suara pintu terbuka dan ketukan suara sepatu pantofel. Dia ingin segera membuka matanya untuk mengetahui siapa yang datang, karena dia sendiri belum sadar di mana sekarang ini berada.
Drettt drettt drettt
'Suara telepon. Tapi di mana ya?' tanya Abiyasa dalam hati.
Sayangnya, apa yang dia dengar setelah itu membuatnya sangat terkejut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang menjadi topik percakapan antara kakaknya dengan orang yang tidak diketahui siapa orang yang ada di seberang sana.
..."Bos, apa yang Bos minta sudah selesai. Pengemudi truk juga sudah aman di akhirat sana. Jadi tidak akan ada yang bisa berkoar-koar."...
..."Bagus. Tapi saya ingin Anda melakukan sesuatu untuk saya."...
...“Apa itu, Bos?”...
..."Saya ingin menguasai seluruh perusahaan sendirian, di kemudian hari. Dan saya butuh bantuan Anda untuk membuat adik saya itu tidak bisa menerima bagiannya."...
..."Maksud Anda, kita harus melakukan sesuatu pada adik Anda? bukankah dia sudah mengalami koma?"...
..."Ya, tepat sekali. Saya ingin Anda mengintimidasi adik saya, sehingga saat sadar nanti dia akan tidak mengingat apapun tentang dirinya."...
..."Tapi bos, apakah itu benar-benar perlu dilakukan? Bagaimana jika Anda berbicara dengan adik Anda dan mencoba menyelesaikan masalah ini dengan cara yang damai?"...
..."Tidak bisa. Kita sudah mencoba untuk kecelakaan itu, tapi nyatanya dia tidak mati, kan? Ini justru menyusahkan jika dia sadar dan di kemudian hari meminta bagiannya."...
..."Baiklah, Bos. Tapi apa yang harus saya lakukan?"...
..."Saya ingin Anda dan rekan-rekan Anda mengancam adikku. Teror saja terus, karena setelah kecelakaan dan keadaannya belum stabil, itu akan membuatnya tertekan dan menjadi orang gila. Bisa juga dia akan bunuh diri karena merasa bersalah supir truknya mati, akibat menabrak dirinya."...
..."Baiklah, saya mengerti. Tapi bagaimana jika adik Anda tetap baik-baik saja, tidak terpengaruh dengan intimidasi kami?"...
..."Saya akan mengurusnya sendiri jika itu terjadi."...
..."Baiklah, Bos. Saya dan rekan-rekan saya akan menyelesaikan masalah ini untukmu."...
..."Baiklah. Saya akan memberikan uang lebih jika Anda berhasil menyelesaikan tugas ini dengan baik."...
..."Terima kasih, Bos. Kami akan bekerja keras untukmu."...
Klik
Abiyasa masih pura-pura menutup matanya, supaya kakaknya tidak menyadari bahwa dia mendengar semua percakapan yang dilakukan oleh kakaknya.
Dia tidak pernah menyangka jika kakaknya, Aji adalah seorang yang licik dan tidak menghormati hak-haknya sebagai seorang adik. Dia menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk menguasai seluruh perusahaan keluarga, bahkan jika itu berarti melukai saudara kandungnya sendiri.
Tindakan ini tidak hanya ilegal dan tidak etis, tetapi juga merusak hubungan keluarga dan dapat merugikan banyak orang yang terlibat dalam perusahaan keluarga mereka.
Namun sayang, Abiyasa diberikan kesempatan untuk mengetahui semua kelicikan Aji. Membuat Abiyasa harus berpikir ulang, jika dia masih ingin hidup lebih lama.
Kehidupan Abiyasa setelah kecelakaan tragis itu benar-benar berubah. Dokter memberikan vonis bahwa dia menderita kerusakan saraf otak yang sangat parah, sehingga dianggap tidak normal. Tapi itu atas permintaan dari Abiyasa sendiri, agar dokter memberitahu vonis tersebut pada kakaknya.
Awalnya dokter keberatan, tapi setelah Abiyasa mengutarakan maksudnya, dokter terpaksa mengikuti kemauan Abiyasa demi keselamatan pasiennya juga.
Bagi Abiyasa, hal ini menjadi awal dari kehidupan baru yang sangat sulit. Abiyasa harus bisa menyesuaikan diri dengan tidak dapat berbicara dengan jelas dan bahkan tidak dapat mengungkapkan perasaannya dengan baik. Ia juga berpura-pura mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang biasa dilakukan oleh orang normal. Bagi keluarganya, Abiyasa seolah-olah telah kehilangan kecerdasannya dan mereka menganggapnya seperti orang yang tidak normal.
***
Beberapa tahun kemudian, Abiyasa menikah dengan Ajeng melalui perjodohan. Meskipun pada awalnya keluarga Ajeng ragu untuk menerima Abiyasa menikahi putrinya karena kondisinya, mereka akhirnya memberikan izin juga, demi keuntungan keluarga mereka.
"Dasar tidak waras. Apa yang bisa Kamu berikan untuk putriku?" bentak ibu Endang, mertuanya Abiyasa.
"Abiyasa, kamu ini memang suami yang tidak berguna! Kamu tidak waras dan tidak bisa bekerja seperti layaknya seorang suami yang baik!" imbuh ibu Endang memaki-maki.
"Saya, Bu. Saya sudah kerja kok," kata Abiyasa membela diri, dengan tampang yang bodoh.
"Kerja apa? Cuma makan dan tidur saja di rumah! Coba kerja semampu kamu sana! Kamu tidak bisa membantu apa-apa! Kamu bahkan tidak bisa memperbaiki pintu kamar mandi yang rusak!"
Ibu mertuanya, Endang, sangat jengkel melihat kelakuan dan tingkah laku menantunya.
"Saya... Saya bisa belajar, Bu. Saya bisa mencoba memperbaiki kok," sahut Abiyasa seperti anak kecil.
"Belajar? Kamu sudah terlalu tua untuk belajar! Apa gunanya kamu kalau tidak bisa melakukan apapun untuk keluarga ini? Kamu hanya membebani saya!"
Abiyasa justru memiringkan kepalanya, mendengar dan memperhatikan bagaimana raut wajah ibu mertuanya yang sangat kesal.
"Kan, Ibu sendiri yang ajak aku ke sini."
Apa yang dikatakan oleh Abiyasa, justru membuat ibu Endang semakin murka. Dia kesal jika sedang berbicara dengan menantunya itu, yang menurutnya percuma saja.
"Ah, bicara saja kamu pintar! Kamu ini tidak berguna! Kalau begini terus, keluarga ini akan hancur karena kamu!"
"Lebih baik kamu kembali ke rumah kamu sana sajalah!"
Sepertinya ibu Endang benar-benar merasa frustasi, karena tidak bisa memberikan nasehat ataupun masukan pada menantunya yang memang tidak normal.
Tapi dia juga tidak bisa melakukan apa-apa, karena Abiyasa menjadi menantunya karena sebuah persyaratan. Dia terpaksa menikahkan anaknya, Ajeng, yang bekerja menjadi dosen pembantu, karena dirinya memiliki banyak hutang dengan keluarga Abiyasa.
Dan di saat Aji, kakaknya Abiyasa, memberikan Abiyasa sebagai syarat lunasnya hutan-hutan tersebut, ibu Endang terpaksa menerima persyaratan yang sebenarnya tidak masuk akal.
"Aku harus membuat rencana supaya ajeng bisa bercerai dari suaminya yang tidak berguna ini." Ibu Endang bergumam.
"Kenapa kamu tampak kesal?" tanya seorang pria muda, yang ada di teras.
"Itu, suaminya Ajeng. Aku sudah stress menghadapinya!"
Tapi pria muda itu justru tersenyum dengan misterius, kemudian meminta pada Endang lebih mendekat padanya. "Sini, aku kasih tahu caranya." Pria itu berbisik di dekat telinga Endang, memberitahu rencananya.
"Wah... sepertinya itu ide sangat bagus!"
Semua orang yang mengenal Abiyasa sebagai seorang laki-laki yang tidak normal secara akal, kecuali Indra seorang.
Di mata Indra, orang kepercayaan Abiyasa, Abiyasa adalah seorang pengusaha sukses yang telah membangun kerajaan bisnisnya selama bertahun-tahun melalui kerja keras, tekad, dan kecerdasan bisnis yang tajam. Namun, tidak banyak diketahui orang lain.
Abiyasa memiliki usaha bisnis rahasia yang dia jalankan di pasar saham, dan dia mempercayakan usahanya itu pada teman dekatnya, Indra, untuk mengelola seluruh operasi atas nama Indra juga.
Setiap kali Abiyasa melihat grafik saham, tiba-tiba terbesit gambaran pergerakan saham untuk 2 minggu ke depan. Semacam kekuatannya Forecast, yang berguna untuk memperkirakan informasi yang bersifat prediktif dalam menentukan arah di masa depan dengan menggunakan data historis sebagai acuan.
Kelebihan Abiyasa ini dia miliki setelah keluar dari rumah sakit, pasca kecelakaan dulu.
Indra adalah pembantu kepercayaan Abiyasa yang telah bersumpah akan setia kepadanya. Abiyasa pernah menyelamatkan Indra dari gerombolan preman yang menyerangnya dan juga membiayai operasi jantung ayah Indra, meski ayahnya Indra akhirnya meninggal dunia. Tapi Indra berterima kasih kepada Abiyasa dan berjanji akan membalasnya dengan cara apa pun yang memungkinkan, meskipun harus bertaruh nyawa sekalipun.
Abiyasa telah tertarik dengan pasar saham selama bertahun-tahun, namun karena perannya yang mengharuskannya seperti orang idiot, dia tidak pernah bisa berpartisipasi aktif di dalam usahanya itu.
Dia melihat peluang di pasar saham untuk memperluas kerajaan bisnisnya lebih jauh dan memutuskan untuk berinvestasi di dalamnya. Namun, Abiyasa menyadari risiko yang ada di pasar saham, dan karena itu, dia memutuskan untuk mempercayakan pengoperasiannya kepada Indra, yang dia setir karena pemahamannya yang sangat baik tentang pasar saham. Dan yang terpenting, Indra juga dapat dipercaya.
Indra selalu memberikan laporan melalui email rahasia pada Abiyasa, sehingga tidak pernah diketahui oleh orang lain.
Handphone milik Abiyasa, kebanyakan hanya berupa aplikasi game atau permainan sehingga tidak pernah dicek oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Termasuk kakak ataupun istrinya sendiri.
Di jam-jam tertentu, Indra secara konsisten memberikan laporan-laporan yang dia berikan pada Abiyasa untuk diperiksa. Begitu juga dengan Abiyasa, yang selalu menerima laporan dan membalas laporan tersebut.
Setelah selesai memastikan bahwa email tersebut terkirim, Abiyasa long out dari email rahasianya kemudian kembali masuk ke email yang memang digunakan untuk handphonenya.
Abiyasa memang percaya 100% kepada Indra, yang telah menjalankan tugas yang dipercayakan Abiyasa kepadanya dengan sangat serius.
***
"Abi! Abiyasa..."
Ibu Endang berteriak memanggil menantunya, yang sedari tadi terlihat asik di balkon kamar. Dia berpikir bahwa, menantunya itu hanya sibuk bermain game atau melihat video-video yang tidak bermanfaat sama sekali.
"Abi turun! Bantu buang sampah!" perintah ibu Endang dari halaman samping, yang bisa melihat ke arah balkon kamar Ajeng.
Ajeng sendiri pergi ke bekerja setiap harinya, sedangkan ibu Endang hanya pergi ke toko miliknya sekali-kali. Melihat dan menerima laporan dari pengawas toko yang dia percaya.
"Abi, cepat turun!"
"Cepetan sini!"
Endang kembali berteriak memanggil Abiyasa, karena menantunya itu seperti tidak mendengar panggilannya.
"Apa?" tanya Abiyasa dengan melongok ke arah bawah, di mana Endang berdiri dengan berkacak pinggang dan wajah kesal.
"Sini cepetan turun, dasar pemalas!"
Dengan malas dan mengaruk-garuk pelipisnya, Abiyasa turun sesuai dengan keinginan ibu mertuanya. Dia yakin, jika telinganya tidak akan selamat dari jeweran Endang, sama seperti biasanya jika ibu mertuanya itu memberikannya pekerjaan.
Sekarang Abiyasa sudah berada di teras depan, di mana ibu mertuanya berada. Tapi ternyata ada pria muda yang duduk di kursi teras rumah, dengan hidangan kopi dan kue yang disuguhkan oleh ibu mertuanya sendiri.
"Sini kamu!"
Abiyasa mendekat, kemudian pria muda itu meminta pada Abiyasa untuk duduk di lantai. "Duduk!"
Dengan patuh Abiyasa duduk, tepat di tempat yang ditunjuk oleh pria muda tersebut. Ibu Endang, terkekeh geli melihat wajah Abiyasa yang benar-benar bodoh dan tidak melawan.
"Hihihi... dasar tidak berguna!"
"Anak bodoh ini seperti sebuah permainan yang bisa diperintah. Kali ini aku bisa menjadikannya mainan jika kamu ijinkan, Sayang."
Pria muda tersebut menyulut rokok dengan santainya, kemudian mengarahkan rokok yang sudah menyala ke wajah Abiyasa.
"Hisap!" perintah pria tersebut, dengan memaksa Abiyasa untuk menghisap rokok yang ada di tangannya.
"Uhuk uhuk uhuk!"
Abiyasa terbatuk-batuk, karena tidak terbiasa dengan asap rokok. Dia memang tidak pernah merokok, karena dia tidak tahan dengan asap nikotin yang terkandung dalam rokok tersebut.
"Hahaha..."
Dengan tidak ada rasa kasihan, pria muda tersebut menjadikan punggung tangan Abiyasa persis seperti asbak.
"Argh..."
Rokok yang masih menyala itu mati, saat ditekan ke punggung tangannya. Tentu saja Abiyasa merasakan kesakitan, di saat kulit tangannya bersentuhan dengan api rokok tersebut. Membuat tangannya melepuh karena terbakar.
Tapi hal itu justru membuat Endang dan pria muda tersebut tertawa-tawa senang, karena berhasil mempermainkan Abiyasa.
"Ternyata memang mengasyikkan, Sayang. Melihatnya kesakitan dan menderita seperti itu." Endang seakan-akan melihat sebuah pertunjukan sirkus, dengan mempermainkan menantunya.
Pria muda itu ternyata adalah kekasihnya Endang, dan rencananya kemarin kini akan dilaksanakan.
"Bagaimana jika kita mandikan dia dengan air comberan, kemudian menjemurnya di jalan. Setelah waktunya Ajeng pulang, baru dia kita ajak masuk. Ajeng pasti akan mual dan bosan dengan tingkah suaminya yang tidak berguna ini. Setelah itu, dia pasti akan menerima tawaran kamu, Sayang."
Abiyasa mendengarkan semua perbincangan mertuanya dengan pria muda tersebut, dengan semua rencana mereka yang ingin memperlakukan dirinya dengan tidak baik.
'Dasar manusia-manusia penjilat. Aku pastikan kalian akan membayar semua ini dengan cara yang paling cantik, sehingga kalian tidak akan pernah bisa melupakannya.'
Abiyasa membatin dengan semua rencana mertuanya, bersama dengan kekasih mudanya itu. Kini dia juga tahu apa yang sedang direncanakan oleh mertuanya.
Endang memang sudah lama meminta pada anaknya, Ajeng, supaya mau menceraikan Abiyasa. Dia berpikir bahwa pernikahan itu sudah terjadi, dan hutangnya juga sudah lunas. Itulah sebabnya, Endang sudah mempersiapkan calon suami untuk anaknya, yang merupakan rekan kerja kekasihnya itu.
"Ayo Sayang, tunggu apa lagi?!" ajak pria muda tersebut pada Endang.
Dengan senang hati Endang berdiri, kemudian menarik tangan Abiyasa. Dia memaksa menantunya itu untuk keluar dari pagar rumah, kemudian mengambil ember plastik untuk digunakan sebagai tempat air comberan yang akan digunakan untuk mengguyur tubuh Abiyasa.
Pria muda itu tersenyum miring melihat ke arah Abiyasa. "Aku pastikan bahwa kamu akan mendapatkan perhatian khusus dari orang-orang, yang membuat Ajeng malu dan tidak ingin melihatmu lagi."
Ternyata pria muda itu ingin mengerjai Abiyasa, agar orang-orang disekitar mengolok-ngolok dirinya. Dan jika itu diketahui oleh Ajeng, dengan tingkah suaminya yang bodoh, maka Ajeng akan putus asa dan lelah dengan semua yang telah dia pertahankan.
Itulah tujuan Endang dan pria muda tersebut, yang ingin membuat Ajeng menyerah kalah. Setelahnya Ajeng akan menceraikan Abiyasa, kemudian menerima tawaran mereka untuk menikah dengan pria lain yang sudah mereka persiapkan.
Plokkk plokkk plokkk
"Orang gila! orang gila!"
Anak-anak kecil yang kebetulan lewat di depan rumah Endang, bersorak-sorak senang dengan mengolok-olok Abiyasa yang mandi air comberan. Padahal itu adalah ulah ibu mertuanya dengan pria muda yang menjadi kekasih ibu mertuanya itu.
Bahkan ada juga orang-orang yang melempar batu atau kertas, bahkan sampah ke arah Abiyasa yang diam saja saat diguyur air comberan.
"Dasar menantu idiot, cuih!" Dengan kasar Ibu Endang meludahi Abiyasa. Kini dia menyeret Abiyasa masuk ke dalam lagi, setelah puas menikmati permainan yang dilakukannya dengan mengerjai menantunya itu.
"Kalau saja karena bukan untuk melunasi hutang, Mama nggak rela kamu nikah sama si idiot ini, Ajeng. Kamu adalah anakku yang cantik, masa iya dapat suami kayak gini!"
"Sabar Sayang, sabar. Malu atuh dilihat banyak orang." ucap kekasih Endang, sambil menempelkan puntung rokoknya lagi, ke lengan Abiyasa yang hanya duduk diam di teras. Ia melakukannya seakan-akan Abiyasa adalah sebuah barang - asbak, apalagi penampilan Abiyasa setelah bermandikan air comberan terlihat berantakan.
Melihat semua itu, Ajeng yang baru saja datang berteriak, "Mama! Apa yang kalian lakukan pada mas Abi?!"
"Kamu memanggil idiot ini, mas? Jangan buat Mama mual, Ajeng!"
Pria muda tersebut tersenyum miring, merasa puas bahwa rencana mereka berhasil. Memang inilah yang ingin dia saksikan, agar Ajeng melihat bagaimana kondisi Abiyasa yang mirip orang-orang gila di jalanan sana.
"Mas, Mas Abi kenapa?" tanya Ajeng panik, karena mendapati suaminya yang sangat bau dan kotor.
"Kamu liat sendiri, kan? dia justru mandi dengan air comberan di depan. Banyak warga dan anak-anak yang menyorakinya gila, bahkan mau mengaraknya keliling perumahan. Memalukan!"
"Ajeng, sebaiknya kamu menceraikan suamimu yang idiot ini. Terima saja tawaran Mama, kamu pasti akan bahagia nanti."
Endang mulai mempengaruhi anaknya lagi, dengan apa yang sudah pernah dia tawarkan sebelumnya. Yaitu melepas Abiyasa, kemudian menerima pria lain yang sudah dia pilihkan.
"Ma, kenapa mama selalu mengatur pernikahan Ajeng. Dulu Ajeng mau menerima Mas Abi, karena Mama tidak bisa membayar hutang. Ajeng mau dijadikan sebagai alat pembayaran hutang."
"Tapi kini, Mama kembali mengatur pernikahan Ajeng dengan pria lain. Apalagi motif yang Mama berikan atas pernikahan kali ini? apa Mama punya hutang lagi?"
Ajeng memberikan pertanyaan demi pertanyaan pada mamanya, mengingatkan atas semua yang sudah dia lakukan untuk mamanya. Dia mengorbankan perasaan dan menekan egoisnya sendiri, demi mamanya. Tapi kini dengan entengnya, mamanya justru membuatnya semakin merasa terluka.
Plakkk
Endang emosi sehingga menampar pipi Ajeng, bahkan kepala Ajeng sampai miring karena tamparan tersebut.
Wajah Abiyasa merah padam menahan amarah, tapi tidak terlihat karena air comberan yang ada di mukanya. Tapi pria muda tersebut kaget, saat melihat adegan tersebut.
'Terima Ajeng, lupakan suamimu yang bodoh ini. Dan aku akan mendapatkan bagianku sebagai hadiahnya. Hahaha...' Batin pria muda tersebut bersorak kegirangan.
'Awas kamu Endang! kamu sudah memperlakukan aku seperti ini, bahkan kamu telah berani-beraninya berbuat kasar pada istriku, yang notabene adalah anakmu sendiri.''
Abiyasa tidak bisa menerima perlakuan mertuanya ini terus menerus, tapi dia juga ingin melihat bagaimana dengan Ajeng saat mendapatkan tekanan dari mamanya.
"Ma. Aku rela jika harus bersuami Mas Abi, yang kata Mama bodoh dan idiot. Tapi Ajeng pikir itu lebih baik, daripada pria yang tidak tulus dan mempunyai tujuan tertentu."
Ajeng memberikan pembelaan terhadap suaminya, dan menyatakan penolakannya dengan menyindir kekasih mamanya sendiri.
Mendengar perkataan Ajeng, Abiyasa merasa senang. Dia tidak percaya jika istrinya itu mau mempertahankannya, meskipun sudah terbukti jika membuat keluarganya malu.
"Mas Abi, ayo pergi mandi."
Dengan cepat, Ajeng mengajak Abiyasa masuk ke dalam rumah. Dia tidak mau jika mama dan pacar mamanya itu semakin menghina suaminya.
"Hiks hiks hiks... kenapa nasibku seperti ini? Aku sudah mencoba untuk ikhlas menerima perjodohan denganmu mas Abi. Meskipun aku tahu jika keadaan kamu seperti ini."
"Apakah aku masih bisa bertahan, jika kamu seperti ini terus Mas?"
Ajeng berbicara dengan dirinya sendiri, mengenai keadaannya yang memiliki suami yang tidak normal secara mental. Dia ragu untuk kuat dan bisa bertahan dalam keadaan seperti ini, karena dia juga tidak bisa memantau Abiyasa seharian penuh.
Clek
Abiyasa masuk ke dalam kamar bersama dengan Ajeng, kemudian Ajeng memintanya langsung masuk ke dalam kamar.
"Mas Abi bisa mandi sendiri? atau..."
"Aku... aku bisa kok mandi."
Ajeng tersenyum tipis mendengar perkataan suaminya yang seperti anak kecil, apalagi jika sudah berhadapan dengan air.
"Mas, jika ada keajaiban yang bisa membuatmu normal, aku pasti akan mempertahankan hubungan ini, Mas. Apa pun yang akan terjadi."
Meskipun perkataan Ajeng sangat pelan, tapi Abiyasa masih bisa mendengarnya dengan jelas. Karena pada saat itu, Ajeng memang membantunya membuka baju.
Untungnya mereka berdua sudah menjadi suami istri, dan Ajeng menganggap Abiyasa sebagai suami yang tidak memiliki nafsu. Jadi dia juga tidak tahu, apakah dia memiliki rasa ketertarikan dengan suaminya itu normal sebagaimana mestinya seorang istri, atau hanya sekedar rasa kasihan saja.
Justru Abiyasa yang merasa malu dengan keadaannya sekarang, karena Ajeng membantunya membuka pakaian sebelum mandi. Dengan menekan rasa yang tiba-tiba datang, Abiyasa segera berlari menuju ke bak mandi. Seakan-akan sedang bermain-main dengan air di kolam renang.
"Hati-hati, Mas. Jangan sampai terpeleset!"
Abiyasa menganggukkan kepalanya mengiyakan peringatan Ajeng. Dia pura-pura bermain air, dengan tertawa-tawa senang.
"Air... air..."
Melihat bagaimana Abiyasa yang tampak antusias dengan cara mandinya, Ajeng keluar dari kamar mandi untuk menyiapkan pakaian ganti.
Abiyasa sendiri secepatnya membersihkan diri, setelah melihat Ajeng keluar, karena sebenarnya dia juga sudah tidak tahan dengan bau air comberan yang tadi diguyurkan oleh ibu mertuanya dan pria muda itu. "Aku pastikan kalian akan mendapatkan ganjarannya nanti!"
Abiyasa benar-benar merasa geram dengan tingkah laku dan perbuatan Endang, yang tidak ada belas kasih sama sekali.
***
"Bagaimana?" tanya pria muda tersebut pada Endang. Dia masih ada di teras depan, menunggu jawaban dari Ajeng yang belum dia dapatkan.
"Sebaiknya kamu pulang saja dulu, Sayang. Aku akan membujuk anakku lagi."
"Tapi, jangan lupa nanti suruh dia mentransfer uang ke rekeningku ya! aku butuh uang untuk perawatan bukan ini."
Cup
"Tenang, Sayang. Dia pasti akan segera memberimu uang yang banyak, apalagi dia itu kan seorang pengusaha yang sukses. Aku saja mengajukan kerjasama dengannya."
Endang tersenyum mendengar perkataan kekasihnya itu, kemudian mencium bibir pria muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 bulan ini.
Kini keduanya saling berciuman tanpa rasa malu, padahal berada di teras depan rumah yang bisa dilihat dari jalanan.
Tapi begitulah memang kelakuan Endang semenjak menjadi seorang janda. Dia merasa bangga jika bisa mendapatkan kekasih yang lebih muda, yang bisa dipamerkan pada teman-teman sosialitanya. Meskipun dia harus menanggung biaya dari kekasihnya itu, yang mengakibatkan dirinya banyak hutang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!