WELCOME TO MY NEW NOVEL....
JANGAN LUPA LIKE KOMENTAR DAN VOTENYA GUYS.............
Happy Reading 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡
"Cia bangun." Teriak Ibu-ibu berbadan gempal.
"DELICIA ELLEN. Kalau kamu enggak bangun-bangun, Ibu siram pake air." Ancamnya.
Sontak gadis yang pura-pura terlelap itu berhambur turun dari ranjang.
"Iya Bu, ini Cia udah bangun." Secepat kilat dia menuju kamar mandi.
"Kamu ya Cia, liat teman-teman kamu udah pada berangkat kuliah kamu masih ngorok aja." Omelnya sambil geleng-geleng kepala. Anak kost paling bandel yang sering buat kasus adalah Cia, padahal dari kampung tapi kelakuan nya seperti preman.
"Besok-besok uang kost kamu naik ya Cia, ongkos buat Ibu bangunin kamu tiap hari." Teriak nya.
Namun gadis yang sedang mandi didalam kamar mandi itu tak menghiraukan alarm yang selalu membangunkan nya setiap pagi.
Delicia Ellen, gadis cantik bermata coklat dan rambut sebahu. Cantik dan pintar. Hanya sayang sifatnya yang ceroboh dan polos membuat beberapa orang jengkel dengan sifatnya. Dia mahasiswa Ilmu Bisnis Semester tujuh sedang sibuk menyusun skripsi dan mempersiapkan kelulusan nya.
Setelah mandi gadis itu segera keluar dari kamar mandi dengan bersenandung ria. Hidup dikost seharusnya bebas mau apa saja. Tapi beda dengan kost-kostan tempat Cia tinggal banyak peraturan aneh dan gendang telinga serasa mau putus setiap hari gara-gara mendengar teriakkan dari sang Ibu kost.
"Gila gue berasa tinggal dikampung aja." Gadis itu geleng-geleng kepala masuk kedalam kamarnya.
"Kalau berangkat kuliah kamar kamu jangan lupa dikunci Cia." Teriak Ibu kost lagi dari jauh.
"Iya Bu." Gadis itu mengiyakan saja.
Cia segera memakai pakaian nya. Dia hanya sebentar ke kampus sambil menemui dosen pembimbing dan membicarakan skripsi nya. Setelah ini dia akan masuk bekerja disebuah caffe untuk menyambung hidupnya agar nafasnya tak berhenti.
Cia keluar dari kamarnya dengan pakaian lengkap. Dia tinggal bersama tiga mahasiswi lainnya disini dan dua mahasiswa cowok. Ibu kost juga tinggal dikost ini bersama para anak-anak kost yang lainnya. Sebenarnya ini rumah pribadi yang disewakan menjadi kost.
"Minggu depan uang kost kamu udah harus dibayar ya Cia."
"Iya Bu." Dan jawaban gadis itu masih sama. Dia lelah berdebat.
"Bu, Cia berangkat dulu. Jangan lupa angkat jemuran ntar." Dia menyalami tangan wanita berbadan gempal yang memakai daster kebesaran itu.
"Kamu pikir Ibu pembantu kamu?" Ucapnya kesal.
"Cia enggak mikir gitu kok Bu." Jawab nya "Cia berangkat yaaa?"
Gadis menaiki motor buntut kesayangan nya. Motor yang dia bawa dari kampung. Meski sudah buntut tapi motor ini sudah menemaninya sejak SMA.
Cia memarkir motornya diparkiran kampus. Gadis tomboy itu memakai celana jeans berwarna hitam dan sneaker shoes dikaji jenjangnya, dia memakai hoodie berbentuk rajut yang menutupi tubuh kecilnya
"Cia." Panggil tiga orang sahabat somplaknya.
Gadis itu berjalan menuju teman-teman nya dengan wajah ditekuk kesal.
"Kenapa muke loe pagi-pagi cerah kayak matahari?" Ucap Netthy melipat bibirnya menahan tawa
"Loe bertiga jahat amat sama gue. Masa gue ditinggal." Dia mencomot gorengan dipiring Natha
"Beli Cia." Natha menepis tangan gadis itu.
"Dasar pelit." Cibir nya melahap gorengan itu. Tadi dia tidak nafsu sarapan gara-gara mendengar Ibu kostnya yang khotbah seperti didepan althar.
"Makanya ngorok tuh jangan kesiangan." Ujar Netthy
"Loe ngapain sih masuk kampus?"
"Orang ke kampus ngapain?"
"Shopping." Jawab Mella malas.
Cia mengeluarkan buku dalam tasnya. Hari ini dia harus bertemu dosen pembimbing nya.
"Guys gue cabut duluan mau ketemu Pak Jaka." Dia berdiri sambil memeluk bukunya.b
"Ya udah sana loe mahasiswi semester tujuh." Usir Nethhy.
Cia memang mahasiswi berprestasi dikampusnya tak hanya dibidang akademik tapi juga dibidang seni, yaitu seni lukis. Dia bercita-cita menjadi desainer tapi malah mengambil jurusan bisnis.
"Permisi Pak."
"Ehhh Cia. Masuk Cia." Ucap pria paruh baya pada gadis itu.
"Makasih Pak." Cia masuk dan tak lupa menutup pintu.
"Duduk aja Cia. Bapak selesain ini dulu bentar."
"Bapak mau apain tuh skripsi?" Cia menelan salivanya melihat tumpukkan skripsi diatas meja dan tadi apa kata orangtua itu tunggu sebentar.
"Bapak mau periksa dulu Cia." Ujarnya membolak-balik skripsi ditangannya.
"Pak yang benar aja, lama Pak. Saya duluan aja dehh Pak." Desak Cia "Ini Pak saya mau kasih referensi judul dulu ke Bapak." Cia menyedorkan buku ditangannya.
"Oh iya. Taro situ aja Cia. Bapak lagi sibuk."
Cia mendengus kesal. Sudah beberapa hari belakangan ini dia mengejar dosen pembimbing nya ini untuk membicarakan skripsi nya.
"Pak saya tinggalin disini aja ya. Kalau ACC Bapak kasih coretan aja ntar soalnya saya buru-buru mau berangkat kerja." Ucap Cia menggantung tasnya di punggung.
"Ohh iya Cia. Ntar Bapak cek ya."
Cia keluar dari ruangan dosen pembimbing nya dengan mulut komat-kamit seperti dukun baca mantra.
"Kalau gini terus kapan gue kelar nya skripsi? Ngajuin judul aja bisa makan waktu berbulan-bulan." Dia mencebik kesal "Lagian kenapa sih harus tuh dosen yang jadi pembimbing gue, kenapa enggak yang lebih muda aja?" Omelnya.
"Tahu ahhh gue berangkat kerja aja mumpung caffe lagi sepi."
Cia melangkah melalui koridor kampus. Gadis ceria dan tomboy ini adalah pekerja keras dan cerdas. Kuliah saja dia bisa dapat beasiswa penuh padahal dari kampung. Tak hanya pintar tapi dia juga lincah dan aktif dalam kegiatan komunitas kampus. Hingga tak heran jika dia memiliki banyak relasi pertemanan.
Cia naik keatas motornya. Untungnya dia sudah semester akhir jadi kuliah pun hanya mencari referensi buku dan bertemu dosen pembimbing.
Gadis itu melajukan motornya meninggalkan kampus. Setiap hari selalu dengan kegiatan yang sama. Bangun kesiangan. Masuk kampus dan langsung bekerja.
Cia tinggal dikota tanpa teman yang dia kenal sebelumnya bahkan ketika pertama kali datang ke Jakarta dia tidak tahu sama sekali mau kemana. Untung saja bertemu dengan ketiga sahabat somplaknya, mereka sama-sama dari kampung hanya beda daerah saja. Jadi Cia memiliki teman untuk mencari kost-kostan yang murah meriah dan nyaman. Meski setiap hari harus dibuat jantungan oleh Ibu kost killernya.
Gadis itu memarkir motor nya dan segera turun dari motor. Kadang sebagai sampingan jadi pelayan dia menyumbangkan suara emasnya untuk menggali pundi-pundi agar menambah penghasilan nya setidaknya cukup untuk bayar kost dan biaya hidup sehari-hari. Cia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya dikampung. Bahkan selama kuliah kurang lebih empat tahun dia tak pernah meminta uang pada kedua orangtuanya karena Cia menolak dan memilih mencari uang sendiri.
Bersambung....
Happy Reading 🍡 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡
Cia masuk dengan senyuman manis. Wajahnya memang selalu ceria dan menularkan aura positif pada siapa saja yang berada didekatnya.
"Siang Kak Bagas."
"Siang Cia." Balas Bagas "Tumben cepat?" Tanya Bagas sambil sibuk menyiapkan pesanan pelanggan.
"Ke kampus bentar doang Kak. Cuma nganterin pengajuan judul." Sahutnya "Cia ganti baju dulu Kak."
Bagas mengangguk sambil tersenyum dan menggeleng saja. Gadis itu selalu terlambat setiap hari tapi herannya pemilik caffe ini tidak pernah memberikan surat peringatan padanya. Apa karena Cia yang meramaikan caffe ini?
Cia mengganti pakaian nya dengan seragam yang sudah disediakan oleh caffe ini.
"Kak mana yang perlu Cia antar?"
"Biar Kakak aja Cia. Kamu dipanggil tuh sama Boss," ucap Bagas.
"Mau apa Kak?" Kening Cia berkerut.
"Mau kasih lotre kali." Jawab Bagas asal.
Cia menuju ruangan Boss nya. Dia sudah was-was kalau Boss nya itu akan memecatnya atau memberikan dia surat peringatan karena sering terlambat.
"Ehhh Cia ayo masuk." Senyum seorang wanita cantik.
"Iya Kak." Cia masuk dan duduk dikursi depan meja Boss nya itu "Kak, ada apa ya? Kok Cia dipanggil Kak?" Gadis itu tampak sedikit gelisah.
Wanita cantik itu tersenyum "Hem, gini Cia. Kakak udah beberapa kali liat kamu nyanyi. Jadi Kakak pengen kamu jadi penyanyi tetap dicaffe ini. Gimana?" Wanita itu tersenyum manis.
"Jadi penyanyi Kak?" Ulang Cia "Bukannya selama ini Cia emang udah nyanyi ya Kak?" Gadis itu terlihat bingung.
Sang wanita tersenyum "Iya Kakak tahu. Tapi mulai sekarang kamu hanya perlu nyanyi aja, enggak perlu jadi barista lagi. Gaji kamu juga gede lho. Berkat suara emas kamu, caffe Kakak jadi ramai. Gimana mau kan?" Ujar wanita itu lagi.
"Iya Kak, Cia mau. Tapi Cia tetap pengen jadi barista. Enggak apa-apa deh Kak, Cia kerja double. Ya Kak?" Cia menatap wanita itu dengan penuh harap
"Iya udah kalau kamu sanggup. Kakak oke-oke aja," ucap wanita itu pada Cia "Ohh ya ini Kakak beliin ponsel baru buat kamu. Kayak nya ponsel kamu itu udah rusak." Dia mendorong plastik berisi kotak didalam nya.
"Wahh Kak serius ini buat Cia." Seru nya senang "Hp apel gigit." Matanya berbinar-binar melihat ponsel yang harganya mungkin gaji Cia kerja bertahun-tahun.
"Iya Cia. Ingat karena Kakak udah kasih hadiah kamu itu jangan datang terlambat lagi." Dia mencolek dagu Cia. Gemes sendiri melihat gadis kampung namun cerdas seperti Cia.
"Hehe, kalau lupa ingatin Cia ya Kak." Cia cengengesan.
"Kakak bakal sentil kening kamu, kalau kamu terlambat lagi." Ancamnya "Oh ya Cia, ntar malam Kakak mau ngajakin kamu makan malam bareng keluarga Kakak. Sekalian Kakak mau kenalin sama adek Kakak yang baru pulang dari luar Negeri. Cocok buat kamu," ujarnya. Dia sudah membayangkan betapa senangnya jika Cia menjadi adik iparnya. Gadis lucu, imut dan menggemaskan.
"Mau dikenalin Kak?" Ulang Cia "Apa adek Kakak mau dikenalin sama Cia? Cia kan gadis kampung Kak," ucapnya sendu "Lagian dikenalin buat apa sih Kak?" Wajahnya cemberut.
"Buat lomba makan cabe." Jawab wanita itu kesal "Ya dikenalin buat dekat Cia, siapa tahu kamu cocok sama dia? Habisnya Kakak tuh jenggah sama kelakuan nya yang suka gonta-ganti pasangan kagak jelas." Serunya.
"Tapi kenapa harus Cia Kak?" Cia merenggek. Boss nya ini memang sudah seperti Kakaknya. Mereka dekat layaknya Kakak dan adik.
"Cuma kamu yang pantas bersanding sama adik Kakak. Udah enggak usah protes. Nih baju buat kamu pake nanti malam." Dia memberikan paper bag pada Cia "Nanti akan ada supir Kakak yang jemput. Kamu siap-siap ya?" Tintahnya
"Kak."
"Apalagi Cia. Mending kamu keluar sana. Kakak mau buat laporan dulu." Sergahnya memotong ucapan Cia
"Iya deh Kak. Cia keluar dulu."
Cia keluar sambil menenteng paper bag pemberian Boss nya. Memang benar kata orang tidak ada makan siang yang gratis. Pantas saja diberikan ponsel apel gigit ternyata dirinya disogok supaya mau bertemu dengan adik dari Boss nya itu.
"Kamu kenapa Cia?" Tanya Sitty melihat wajah sahabat nya itu yang seperti kesal.
"Tahu ahh lagi capek. Pengen makan orang." Dia meletakkan paper bag itu diatas meja lalu merebahkan kepalanya diatas meja.
"Apaan nih Cia?" Sitty hendak membuka paper bag
"Jangan pegang-pegang." Cia menepis tangan Sitty "Barang mahal." Ketusnya. Dia tidak mau orang tahu kalau Boss nya itu memberinya barang mahal. Bisa salah paham lagi nanti.
"Dasar pelit." Cibir Sitty.
"Cia anterin pesanan dimeja VVIP satu ya." Perintah Bagas
"Iya Kak." Cia beranjak dari duduknya dan melaksanakan perintah Bagas.
"Cia bawanya pelan-pelan ini pesanan tamu terhormat kita. Dan ingat Cia, kamu cuma cukup letakkin aja minuman diatas meja. Jangan bilang apa-apa atau dekat-dekat tamu kita, soalnya dia alergi wanita." Jelas Bagas sambil memberikan nampan berisi minuman dan beberapa makanan lainnya.
Alis Cia saling bertaut heran "Alergi wanita, maksud nya?" Gadis itu malah bingung.
"Udah enggak usah banyak tanya. Kamu anterin gihh kesana." Suruh Bagas.
"Iya. Iya bawel."
Cia mengangkat nampan itu pelan. Sesuai perintah Bagas agar membawa nampan itu pelan takut isi didalamnya tumpah.
'Aduh gue hampir kecoblosan. Kebiasaan nyapa jadi pengen nyapa mulu.' Batin Cia
Cia meletakkan isi nampan itu dengan pelan keatas meja tanpa bicara tanpa menyapa sesuai dengan perintah Bagas.
Pranggggggg
"Ohh my God?" Cia menutup mulutnya saat gelas itu menumpahi baju seorang pria.
"Astaga Om, maafin Cia om. Maafin Cia." Dia segera mengambil beberapa tissue dan hendak membersihkan jas pria itu.
"Jangan sentuh-sentuh." Pria itu menyingkirkan tangan Cia yang hendak membersihkan jasnya.
"Astaga Om, Cia cuma mau bersihin jas Om kok? Suhuzon amat sama orang." Ketus Cia.
"Apa kamu bilang?" Pria itu menatap Cia tajam.
"Alah, enggak usah galak Om. Sini Cia bersihinin." Dia menarik lelaki itu dengan paksa agar mendekat.
"Kamu...." Namun lelaki itu terdiam saat Cia membersihkan baju nya.
"Cia." Rianti menutup mulutnya tak percaya.
"Cia." Begitu juga dengan Bagas dan Sitty yang hampir jantungan melihat Cia membersihkan baju lelaki itu, apa Cia tidak tahu siapa lelaki itu?
Cia masih membersihkan jas pria itu. Sementara yang lain hanya tercengang melihat keberanian Cia. Dan lelaki itu juga terdiam sambil menatap bola mata Cia yang begitu dekat dengannya.
"Maafin Cia ya Om. Tuh jas nya udah bersih, enggak usah marah-marah lagi ya. Kan tadi Cia enggak sengaja." Dia meletakkan tangannya didada dan membungkuk hormat.
Bersambung....
Happy Reading 🍡 🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡🍡
"Tuan saya minta maaf sekali lagi. Pelayan saya tidak sengaja," ucap Rianti tak enak hati. Dia menatap Cia kesal sementara gadis itu tenang-tenang saja.
"Kamu tahu saya paling tidak suka ada yang kurang ajar sama saya?" Pria itu menatap Cia tajam
"Suhuzon amat sih Om. Lagian siapa yang kurang ajar, Cia cuma mau bertanggungjawab Om. Gitu aja marah. Sensi amat sih." Cibir Cia memutar bola matanya malas.
"Apa kamu bilang?" Lelaki itu berdiri dan menatap Cia seolah hendak melahap gadis itu hidup-hidup.
"Suhuzon amat sih Om. Lagian siapa yang kurang ajar, Cia cuma mau bertanggungjawab Om. Gitu aja marah. Sensi amat sih." Cia mengulang ucapannya tadi.
"Kenapa kamu ulangi lagi omongan kamu?" Tanya pria itu melihat Cia geram.
"Om ini gimana sih? Om bilang, apa kamu bilang? Ya udah Cia ulangin. Siapa tahu Om enggak dengar." Gadis itu menampilkan rentetan gigi putihnya.
"Kamu pikir saya budeg?" Tangannya terkepal kuat.
"Emang Om tahu apa yang Cia pikirin?" Gadis itu malah memutar bola matanya malas "Udah deh Om, Om mau apa sih panggil Cia dan Kak Rianti. Cia mau kerja Om, bukan mau urus Om yang suka marah-marah," ujarnya.
"Kamu?"
"Cia Om, C-I-A. Bukan kamu." Dia mengeja namanya agar lelaki itu memanggil namanya bukan dengan panggilan kamu.
"Alah, saya enggak peduli." Ketusnya duduk kembali.
"Tapi Cia pengen Om peduli. Siapa tahu kita jodoh Om." Dia mengedipkan matanya jahil sambil melipat bibirnya menahan tawa "Tapi Cia masih suka yang daun muda Om, kayak Kak Bagas." Dia cenggesan sambil menggaruk tengkuknya.
Bagas mendelik ketika Cia menyebut namanya. Tak mau baper karena gadis ini memang suka bercanda. Tapi jantung Bagas tidak bisa diajak kerjasama.
"Kamu pikir saya tua?" Lelaki itu kembali berdiri dan menghampiri Cia.
Ranti dan Bagas ketakutan, sementara sang asisten juga takut. Pria ini pria kejam dia tidak suka main-main.
"Cia enggak ngomong gitu Om." Cia masih saja santai tanpa rasa takut.
Lelaki itu mengangkat tangan Cia, cukup lama dia mengangkat tangan gadis itu sambil menatap bola mata Cia.
'Tidak gatal. Tidak alergi. Aneh sekali kenapa dekat gadis kecil ini aku tidak gatal-gatal. Atau jangan-jangan gadis ini memberikan aku pelet,' batinnya
"Kenapa sih Om? Terpesona yaa sama Cia." Goda nya tersenyum jahil.
Sontak lelaki itu melepaskan tangan Cia. Dia salah tingkah sendiri ketika gadis itu mengatakan terpesona. Dalam hati bertanya bagaimana bisa tebakkan gadis itu benar.
"Kamu harus bertanggungjawab." Tatapnya.
"Bertanggungjawab apa sih Om? Kan Cia enggak hamilin Om!" Celetuknya.
"Cia." Rianti mendesah pelan sambil geleng-geleng kepala salut.
"Kamu udah kurang ajar sama saya. Jadi kamu harus bertanggungjawab." Tegasnya
Cia menghela nafas panjang "Mau tanggungjawab gimana sih Om? Mau dibayar pake duit, ya udah Cia nyicil aja ya Om." Serunya
"Bukan itu." Sang pria mendesah kesal "Kamu harus......" Dia tampak berpikir.
"Harus apa Om?" Tanya Cia penasaran.
"Menikah sama saya."
"APA?" Rianti, Bagas dan Okhy sang asisten mendengar tak percaya.
Sementara Cia malah menguap. Lelaki ini ada-ada saja, masa mengajaknya menikah luar biasa.
"Kenapa kamu menguap?" Dia menatap Cia jenggah tapi gemes.
"Om bercanda nya pengen bikin Cia guling-guling deh." Dia ngakak sendiri "Maaf ya Om ganteng. Tapi Cia enggak mau nikah sama Om. Cia itu masih kecil Om ehh salah Cia udah dua puluh tahun. Maksud nya Cia masih muda, masih kuliah masa nikah sama Om-om ntar Cia di sangka sugar baby lagi." Jelasnya sambil tersenyum tanpa dosa.
'Menarik.' Batin pria itu.
"Menikah dengan saya atau saya laporkan ke polisi karena kamu sudah mengotori baju saya?" Ancamnya tersenyum licik. Bagaimana pun caranya gadis ini harus jadi milik nya? Karena hanya gadis ini yang membuat nya tidak gatal-gatal.
"Tuan." Rianti dan Bagas saling melihat
"Ya udah Om, laporin aja. Lagian juga mana ada kasus mengotori baju menjadi urusan polisi?" Gadis itu tertawa lebar "Harusnya jadi urusan tukang laundry Om, bukan urusan polisi. Emangnya kalau Om laporin ke polisi. Polisi mau cuci baju Om?" Cia terkekeh dengan ucapannya.
"Prufffft." Rianti, Bagas dan Okkhy menahan tawa.
"Kamu....." Lelaki itu menarik Cia kedalam pelukannya.
"Om pake parfum apa sih? Wangi banget Om. Kasih Cia dikit dong Om." Celetuknya mengendus-endus hidungnya didada pria itu menghisap bau wangi dari parfum yang dia pakai.
"Tuan." Okkhy menutup mulutnya tak percaya. Dia tahu jika Tuan-nya ini tak bisa bersentuhan dengan wanita.
Sementara lelaki itu masih terdiam. Dia menikmati hangatnya nafas dari lubang hidung Cia. Kenapa nyaman dan hangat? Dan dia sama sekali tidak merasa jijik atau gatal-gatal.
Rianti dan Bagas hanya bisa menelan saliva kasar. Apakah ini akhir dari hidup mereka? Lelaki ini terkenal kejam. Dan tak memiliki belas kasihan pada siapa saja yang berani membuat masalah dengannya.
Lelaki itu malah memeluk Cia dengan erat sambil terpejam. Sambil meresapi tubuh hangat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Penyakit nya ini dia derita sejak dia lahir. Bahkan dia tidak bisa bersentuhan dengan Ibu nya sendiri. Sejak kecil juga dia dirawat oleh sang Ayah. Sementara sang Ibu tidak bisa menyentuhnya sama sekali.
Dia sendiri heran, penyakit macam apa yang dia derita ini? Kenapa tidak bisa bersentuhan dengan wanita bahkan Ibunya sendiri? Kadang dia kesal pada dirinya, dia merasa menjadi anak durhaka yang belum pernah mencium tangan sang Ibu padahal mereka tinggal serumah.
Dan ini, kenapa hanya gadis kecil didalam pelukkan nya ini yang tidak membuatnya gatal-gatal? Bahkan hatinya tiba-tiba menghangat tanpa ada rasa takut didalam hatinya.
"Om." Renggek Cia "Om kenceng amat meluknya. Cia susah nafas Om." Gadis itu memberontak.
Sontak saja lelaki itu melepaskan pelukannya. Dia hampir terbawa perasaan karena memeluk gadis kecil itu.
"Om main peluk-peluk aja sih. Kata Bapak enggak boleh peluk sembarangan Om. Nanti kalau kesetrum gimana?" Protes Cia memperbaiki rambut dan pakaian nya yang berantakan karena pelukkan lelaki yang masih menatapnya dalam itu.
"Okkhy pulang."
"Baik Tuan."
Dia melenggang meninggalkan Cia. Ada yang tidak beres dengan hatinya. Dia tidak mau membawa masalah. Tapi nanti dia akan kembali pada gadis itu karena gadis itu hanya miliknya.
"Yaellah Om, enggak tahu terima kasih banget sih. Peluk anak orang sembarangan malah pergi gitu aja." Gerutu Cia.
"Cia." Rianti sudah panik "Kamu enggak apa-apa kan Cia?" Rianti memeluk gadis itu.
"Emang Cia kenapa Kak?" Gadis itu bingung sendiri.
"Enggak apa-apa." Rianti masih memeluk Cia.
"Cia." Bagas bernafas lega dan bersyukur karena lelaki itu tidak melakukan sesuatu yang jahat pada Cia.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!