NovelToon NovelToon

Dosenku Suamiku

Prolog

🌷Yang mau baca "Dosenku Suamiku" lebih baik baca dulu kisah bundanya di novel "Menikahi Sersan Mayor" 🌷 kisahnya nggak kalah seru.

"Menurut pemantauan kita, ini bukan pertama kalinya mereka menginap bersama. Rihana bahkan sedang mengandung anaknya Bara saat ini" Ungkap Gabby, salah satu sahabatku yang tanpa memakai hijab.

Sementara aku hanya diam mematung sembari mendengarkan dengan cermat.

"Hmm" Kali ini deheman itu berasal dari mulut Emma, sahabatku yang lain "Jadi Ji, lebih baik kamu tinggalkan si kurang ajar itu. Dia bukan yang terbaik buat cewek baik sepertimu"

"Betul" Tatapanku kini beralih pada Gabby. "Dia memang pria idaman, tapi kelakuan bejat kayak gitu"

Mendengar cerita dari sahabat-sahabatku, otomatis wajahku memucat, jantung pun berdegup begitu kencangnya.

Lalu tiba-tiba....

"Bisa kita bicara, Ji?" Seorang wanita tahu-tahu berdiri di sisi meja cafee yang kami duduki. Reflek aku, Gabby serta Emma pun mencari pemilik suara itu dan kemudian mendongak.

Rihana ... Aku membatin masih dengan jantung berdegup yang bahkan iramanya sudah tak menentu.

"Berdua saja" Tambahnya tanpa ragu.

Menelan ludah, sepasang manik kelamku lantas memindai wajah Gabby dan Emma secara bergantian.

"Kalian pulang saja dulu, nanti aku pulang sendiri"

"Tapi, Ji_"

"Pulanglah!" Perintahku sedikit tegas. Entahlah, pikiranku saat ini benar-benar porak poranda.

Aku yang saat ini masih berada di semester tiga, memang tengah berpacaran dengan kakak tingkatku yang saat ini sedang mengerjakan tugas skripsi. Dia adalah Bara, pria tampan, tajir dan berprestasi. Sosoknya sangat sempurna, bahkan sampai di juluki sebagai pria idaman setiap wanita di kampus kami.

Ku pikir pria itu setia, tapi nyatanya dia malah menghamili wanita lain. Teman satu angkatannya.

Kembali pada suasana cafe, aku mempersilakan Rihana duduk setelah kedua sahabatku pergi.

Wanita itu pun duduk di hadapanku tanpa berani menatapku. Pandangannya jatuh pada vas bunga yang ada di pusat meja kami.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanyaku setenang mungkin. Meski hatiku sangat berlawanan dengan ekspresi di wajahku.

"Bisa kamu tinggalkan Bara mulai saat ini?"

"Kenapa?" Aku masih berpura-pura tak tahu apapun.

"Aku sedang hamil anaknya, dan kami akan menikah"

Jantungku mulai berontak yang menimbulkan efek tidak nyaman untuk diriku sendiri.

"Sudah berapa bulan?" Aku melempar irisku ke bagian perutnya.

"Enam minggu"

Menarik napas, kembali aku berusaha menormalkan reaksiku meski sesuatu di dalam sana terus berdebar-debar.

Terkejut jelas, tapi tidak ku tunjukkan. Sebab aku merasa hubunganku dengan Bara hanyalah sebatas pacaran, bukan suami istri.

"Baik, aku akan meninggalkannya"

"Terimakasih" Sahutnya lega.

"Masih ada lagi yang ingin kamu bicarakan?"

Wanita dengan rambut keriting menggantung di depanku menggeleng.

"Okay, selamat untuk kehamilanmu, aku permisi"

Usai mengatakan itu, aku bangkit, mendorong kursi lalu melangkah pergi meninggalkan Rihana yang masih terduduk lesu.

Setengah jam berlalu, saat ini aku sudah duduk di bangku taman di area kampus. Menunduk menatap layar ponsel yang baru saja ku gunakan untuk mengirim pesan pada Bara. Aku memintanya menemuiku di sini sebab aku ingin memutuskan hubungan kami.

Tidak mungkin aku bertahan dengan pria yang akan menikahi wanita lain.

Tak berapa lama, sepasang mataku mendapati sosok Bara tengah berlari menghampiriku dengan salah satu tangan memegang ransel yang ada di pundaknya.

"Ji!" Panggilnya setelah berdiri tepat di hadapanku.

Pria ini sangat tenang, padahal sudah menghamili kekasih gelapnya, tapi seakan-akan tak ada masalah yang tengah membelitnya.

"Tetap di situ dan jangan duduk" Ucapku, ketika dia hendak mendudukan dirinya di sampingku. Bara pun mengurungkan niat untuk duduk.

"Kamu nggak apa-apa, Ji?" Dia bertanya dengan heran. Sangat terlihat jelas dari raut wajahnya yang menyimpan seribu pertanyaan.

Aku diam tanpa merespon kalimat tanyanya. Dengan pembawaanku yang kalem, namun terasa meledak-ledak.

"Hanya karena aku nggak bisa mengikuti maumu, bukan berarti kamu bisa melakukannya dengan wanita lain di belakangku"

"Apa maksudmu?"

Aku tersenyum smirk, sambil membuang muka ke arah kiri. Berusaha menguatkan diri meski rasanya bukan cuma suara, tapi juga seluruh tubuhku mulai bergetar.

"Wanita yang kamu tiduri, saat ini sedang mengandung anakmu, jadi hubungan kita selesai sampai disini"

"Ji, aku_"

"Dan akan lebih baik kalau kamu putuskan aku dari dulu jika pada akhirnya jalan ini yang kamu pilih untuk menyakitiku"

"Jihan!"

"Pergi dari hidupku, mulai sekarang kita tidak ada hubungan apapun. Kita selesai"

Aku langsung pergi setelah mengatakan itu. Mengabaikan panggilannya, dan tanpa sekalipun menengok ke belakang.

Bara, memang kerap sekali memintaku untuk melakukan hubungan intim, tapi selalu ku tolak mentah-mentah.

Ilfil dengan permintaannya?

Tentu saja. Tapi karena aku mencintainya, aku seolah menutup mata dan memaklumi sisi gelapnya dan berusaha memberikan pengertian. Setelah itu dia pun mematuhiku lalu meminta maaf.

Jihan Giskha Anggara. Nama pemberian dari ayahku, usiaku hampir dua puluh tahun, dan aku seorang mahasiswa jurusan menejemen pemasaran yang sudah memiliki usaha sendiri, yaitu sebuah toko bunga.

Karena aku suka bunga, aku menjadikan kesukaanku ini sebagai usaha meski keuntungannya tidak seberapa. Siapa yang memberiku modal??

Mereka adalah Ayah bundaku, kak Lala yang sudah bekerja di perusahaan om Ken, dan tabungan kakak laki-lakiku yang masih kuliah di vakultas kedokteran.

Dari sekian banyak bunga yang ada di tokoku, aku paling suka dengan bunga babby breath dan geranium.

Aku bahkan tahu nama-nama bunga beserta maknanya. Dan saat ini mungkin nasibku bisa di lambangkan seperti bunga marigold, lily orange atau geranium.

Ah sudahlah, Bara memang bukan jodohku. Adalah sebuah kebodohan mencintai dan mempercayainya.

🌷To be continue🌷

Salam sehat semuanya yang masih suka baca novel di aplikasi ter the best "NOVELTOON"

Lama nggak ada kabar ya....

Mohon maaf, karena memang ada sesuatu yang membuat saya memilih hiatus untuk sesaat.

Hampir 4 bulan ya.. 😀😀

Insya Allah saya mulai aktif lagi, dan belum beralih ke app lain. Masih setia di NT tentunya.

Semoga kalian sehat selalu...

Big hug.... 😘😘😘😘😘😘😘

Kisahnya Jihan dulu ya... Si bontotnya ayah Bima. Semoga suka dan terhibur.

Masih di label cerita ketimuran.

Yang berkenan baca silakan baca, yang tidak bisa langsung left.

Dan kalian tidak usah memberi karya ini bintang 1, 2, 3, 4, atau 5 sekalipun

Terimakasih

1

Hujan turun sangat deras, meski tak ada angin yang berhembus, namun udara terasa begitu dingin.

Aku masih berada di area kampus karena setelah bertemu dengan Bara, aku terjebak oleh cuaca yang mendadak gelap. Tak ada petir, namun suasana yang sunyi membuatku sedikit merinding. Sebenarnya masih ada banyak mahasiswa dan dosen yang ada di sini, tapi mereka sedang berada di kelasnya masing-masing. Sementara jam studyku sudah berakhir sejak beberapa jam lalu.

Sampai ketika hujan sedikit reda, aku berlari dari pos satpam menuju halte bus. Ku gunakan tas untuk melindungi bagian kepala dari tetesan air.

Sesampainya di halte bus, aku melirik benda di tanganku yang menunjukkan waktu pukul 14:10 wib.

Sembari menunggu bus datang, ku raih telfon genggamku dari dalam tas. Ada beberapa panggilan masuk dari kedua sahabatku, dan juga bunda.

Aku yakin Emma dan Gabby pasti sangat penasaran dengan isi pembicaraanku dengan Rihana. Tapi karena aku tak begitu fokus, pikiranku juga masih di selimuti kekacauan, kekecewaan, serta kebodohanku, aku mengabaikan dering telfon begitu saja.

Ketika tengah fokus membaca pesan grup yang hanya beranggotakan tiga orang, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di hadapanku.

Otomatis kepalaku yang semula menunduk, kini ku angkat dan sepasang netraku langsung mendapati mobil yang sudah ku tahu siapa pemiliknya.

Mas Sagara... Pria yang sebentar lagi akan menjadi suami kak Lala.

Bibirku terkatup, setelah pandangan kami bertemu karena kaca jendela sudah terbuka lebar.

"Kamu Jihan kan?" Tanyanya tanpa ekspresi.

Dia memang seperti itu, orangnya cuek, kaku, dan juga menyebalkan. Bisa-bisanya bertanya demikian, padahal ini bukan pertama kalinya kita bertemu.

"Bukan" Jawabku terdengar ketus di telingaku sendiri.

"Masuk ku antar pulang"

"Nggak perlu, aku naik bus saja"

"Masuk ku antar pulang" Ulangnya sedikit memaksa.

"Aku bisa pulang sendiri"

"Masuk!" Tekannya sekali lagi.

Suasana hatiku yang memang sedang tidak baik-baik saja, di tambah pertanyaan mas Sagara tadi, membuatku bersikap seenaknya pada calon kakak iparku.

Mau tak mau, akupun melangkah beberapa langkah kemudian membuka pintu mobil dengan wajah agak cemberut.

Sebenarnya aku sedikit kaget dengan kemunculannya yang secara kebetulan. Kebetulan yang enggak menyenangkan menurutku.

"Bukankah kelasmu berakhir sekitar satu jam yang lalu?" Tanya mas Sagara saat mobil sudah melaju.

Mendengar pertanyaannya, tentu saja aku langsung menoleh, menatap pipi kirinya dari samping.

"Kok mas tahu kelasku sudah berakhir satu jam lalu?"

Pria itu tak merespon. Baik dengan jawaban lisan maupun bahasa tubuh.

Ekspresinya benar-benar datar, membuatku ingin menjambak rambutnya kuat-kuat

Menarik napas panjang, aku kembali menatap lurus ke depan dengan di iringi seribu pertanyaan.

Kenapa pria kaku ini bisa sampai tahu tentang jadwal kelasku???

Apa dia baru saja ke kampusku??

Ada urusan apa?

Ah mungkin saja dia baru saja menemui temannya, dia kan juga dosen. Dia pasti cerita ke temannya kalau calon adik iparnya yaitu aku, kuliah di sana.

Tapi apapun itu, masa bodoh ah, bukan urusanku.

Kembali fokus ke jalanan, ku lempar wajah ke sisi jendela sebelah kiri. Menikmati perjalanan yang terasa amat canggung sebab tak ada perbincangan di antara kami.

Mas Sagara fokus menyetir, sementara aku mendadak teringat dengan pengkhianatan Bara. Hingga bermenit-menit berlalu, mobil tahu-tahu sudah nyaris berhenti di depan gerbang rumah ayah.

Aku sendiri bersiap untuk turun.

"Salam buat Lala, ayah sama bunda" Ucapnya dengan tangan memegang rem tangan.

"Mas nggak mampir?"

"Enggak"

Aku manggut saja meresponnya. "Makasih mas"

"Hmm" Sahutnya bersamaan dengan aku yang melepas seatbelt.

Membuka pintu mobil lalu turun, aku masih berdiri di sisi mobil berwarna hitam mengkilat. Aku akan masuk setelah mobil mas Sagara pergi.

Saat mobil mulai bergerak, mas Sagara membunyikan klakson sebelum benar-benar melesat, aku sendiri mengangguk meresponnya seraya berkata.

"Hati-hati, mas"

"Hmm"

Samar dehemannya masih ku dengar karena kaca jendela masih terbuka.

Hingga mobil itu kian mengecil dan kian jauh dari pandanganku, akupun berbalik lantas berjalan ke arah gerbang dan menekan bel.

"Selamat siang mbak Jihan" Sapa si satpam, setelah membuka sebagian pintu besi.

"Selamat siang pak Jim"

"Sudah pulang? Pulang naik apa, mbak?"

"Di antar mas Sagara"

"Loh, mas Sagaranya nda mampir?"

"Buru-buru katanya"

"Oh" Sahutnya singkat, sembari menutup kembali pintu gerbangnya.

"Masuk dulu ya, pak"

"Mangga, mba"

Mas Jim, adalah satpam sejak pertama kali ayah menempati rumah ini. Hingga sekarang dia masih menjadi penjaga rumah kami. Kami memperlakukannya seperti keluarga, ayah juga mengajari kami untuk selalu menghormatinya. Itu sebabnya mas Jim betah bekerja di sini dan tetap setia mengabdi di rumah ayah.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam" Ada opa, oma dan kak Lala yang sedang bercengkrama di ruang tv. Kalau bunda pasti belum pulang kerja, ayah masih di lanud dan mas Ryu juga masih di kampus.

Ada banyak kerabat juga yang tengah sibuk mempersiapkan acara pernikahan kak Lala. Sebuah pernikahan yang akan di gelar minggu depan dengan mas Sagara, anak dari atasan ayah di Landasan Udara. Mereka menikah karena perjodohan, dan ku dengar mas Sagara sangat menyukai kak Lala.

"Tumben jam segini sudah pulang?" Tanya kak Lala. "Biasanya pulang malam"

"Hari ini lagi bad mood kak, jadi nggak ke toko bunga" Aku menyalami punggung tangan opa, oma serta kakak perempuanku.

"Badmood kenapa?" tanya oma, dan aku langsung mendaratkan kepala di atas pangkuannya.

"Capek oma"

"Memangnya ngapain saja di kampus selain belajar"

"Nggak ngapa-ngapain"

Oma Irma, usianya sudah lebih dari enampuluh tahun, tetapi masih enerjik. Sedangkan opa sudah duduk di kursi roda. Bukannya tidak bisa jalan, tapi kalau keluar rumah memang sudah tidak kuat jalan lama-lama. Beliau hanya mampu berjalan di dalam rumah, itupun sebentar-sebentar sudah merasa lelah. Tapi meski begitu daya ingatnya masih sangat bagus, rasa humornya juga masih sangat kental.

"Sudah makan belum, kalau belum makan dulu" Tandas opa Rio dengan nada lembut.

"Nggak lapar opa"

"Nggak lapar pun harus di isi nasi loh"

"Sudah tadi di caffee kampus bareng teman"

Setelah itu hening. Mereka kembali sibuk dengan pekerjaannya. Berbeda denganku yang mendadak pikiranku tertuju pada Bara. Si pengkhianat itu.

Ah kurang ajar memang...

BERSAMBUNG

2

Satu minggu berlalu, dan selama satu minggu itu aku tak begitu terlalu memikirkan patah hatiku, sebab aku di sibukkan oleh persiapan pernikahan kak Lala yang akan di adakan besok. Mas Sagara memesan banyak bunga dari tempatku untuk menghias kamar pengantinnya. Dan kamar pengantin sedang ku hias malam ini di bantu oleh WO yang memang sudah di booking sama mas Sagara.

Bunga-bunganya yang asli dan segar, membawa aroma tersendiri, menguar ke seluruh ruang kamar kak Lala. Kamar yang akan di tempati untuk malam pertama mereka.

"Besok aku nggak bisa datang ke acara pernikahan kak Lala ya, Ji"

"Kenapa nggak bisa? Emma juga nggak bisa datang karena besok bertepatan dengan tanggal ulang tahun neneknya, mereka akan makan bersama di vila katanya" Aku sedikit kecewa menanggapi kalimat Gabby melalui sambungan V-cal.

"Aku harus bawa mama chek in ke rumah sakit"

"Oh, ya sudah nggak apa-apa, yang penting doanya datang, dan buat mama kamu semoga sehat selalu"

"Aamiin... Pasti dong, buat kak Lala juga aku doain yang terbaik, semoga pernikahannya langgeng sampai kakek nenek"

"Aamiin, makasih loh"

"Sama-sama baby" Balasnya dengan senyum. "By the way belum kelar juga menghias kamar kak Lala?"

"Belum, Ge. Bentar lagi kayaknya"

"Ada orang spesialis dari WO nya yang bantu kamu buat menyulap kamar kak Lala kan?"

"Ada kok"

"Terus gimana soal Bara?"

"Bodo amat, aku udah nggak mikirin dia"

"Bagus deh, nggak usah di pikirin soal pria brengsek itu. Kamu pasti akan dapat pria yang lebih baik dari dia kok"

"Untuk saat ini nggak mau kenal cowok, lagi galau bentar lagi kak Lala pindah buat tinggal sama suaminya, otomatis aku kesepian kan"

"Masih ada mas Ryu kan?"

"Haiss... Orang jahil kayak dia nggak asik, yang ada malah ribut tiap hari" Gabby hanya tersenyum meresponku sebelum kemudian bersuara.

"Ngomong-ngomong soal suami kak Lala, gimana si orangnya, ganteng enggak? Apa pria yang namanya Lentera itu?"

"Nanti juga kamu tahu kok, tapi kalau menurutku si lebih baik nggak usah kenal sama calon suami kakakku, orangnya menyebalkan, kaku dan jutek"

"Oh ya?"

"Hmm, jangan deh kenal sama dia"

"Kalau orangnya seperti yang di gambarkan olehmu, Ji... Bukan aku yang nggak mau kenal, tapi dianya yang justru nggak mau kenal aku"

"Sudahlah jangan bahas dia, buang-buang waktu"

Cukup lama aku dan Gabby bicara melalui telepon genggam, aku pun memutuskan panggilan dan melanjutkan pekerjaan sampai selesai.

Merenggangkan otot lengan, aku keluar dari kamar kak Lala. Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum yang akan ku bawa ke kamar. Jaga-jaga jika di tengah malam aku kehausan.

"Sudah selesai pekerjaanmu?" tanya mas Sagara yang tiba-tiba masuk ke area dapur. Aku menoleh, menatap sekilas wajah calon kakak iparku yang memakai kaos rumahan berwarna putih.

"Sudah, mas?"

"Orang dari WO nya sudah pulang?"

"Sudah"

"Kalau begitu aku akan lihat hasilnya nanti"

"Lihat saja, bagus kok, kak Lala juga pasti suka"

"Aku lakukan buat kakakmu, jadi dia harus menyukainya, kalau tidak, maka kamu harus mendekor ulang kamar Lala"

"Kakakku nggak tegaan seperti mas, suka nggak suka, pasti kak Lala akan bilang suka"

"Baguslah, seenggaknya kamu nggak perlu mengulang pekerjaanmu" Sahutnya datar, namun aku tak mau menanggapinya.

Usai menuang air ke dalam botol, aku langsung keluar dari dapur tanpa kata. Tak peduli dengan mas Sagara yang tengah menyedu minuman bervitamin.

****

Di dalam kamar, karena masih pukul sembilan, dan mataku juga belum mengantuk, aku meraih buku mata kuliah untuk ku baca dan ku pahami. Sembari membaca, aku mendengarkan lagu melalui handfree yang sudah ku pasang di kedua telingku.

Hampir empat puluh menit berlalu, ku sudahi aktivitas membacaku karena mata sudah mulai tak bisa di ajak berkompromi. Tepat ketika melepas benda di kedua telinga, aku mendengar suara keributan dari luar. Ada suara bunda, mas Sagara, dan juga kak Lala.

Kamar kak Lala dan kamarku memang bersebelahan, jadi aku masih bisa mendengar suara meski aku ada di dalam kamar. Selain itu mungkin karena pintu kamar kak Lala yang di buka lebar, dan pintu kamarku juga tidak ku tutup rapat-rapat, jadilah suara itu bisa dengan jelas tertangkap oleh indera pendengaranku.

Karena tak ingin menahan rasa penasaran, akupun bergegas keluar kamar. Dan betapa terkejutnya ketika aku melihat raut marah di wajah mas Sagara. Terlebih saat aku mendapati mas Lentera ada di kamar kak Lala.

Astaga, ada apa ini??? Kenapa mas Lentara ada di kamar kak Lala?

Aku bingung, benar-benar bingung.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!