Suasana pagi sangat dingin terasa di sekujur tubuh, tapi para murid di salah satu SMA negeri itu harus berlarian menembus gerimis yang melanda sejak pagi itu.
"Kenapa harus gerimis sih," kata seorang gadis yang kesal karena dia tadi harus memakai jaket cukup tebal.
"Nikmatin aja sih Mega, kenapa kamu begitu kesal, lagi pula kalau suasananya gini enak buat tidur, benar tidak, ha-ha-ha," kata Aline tertawa mendengar Omelan temannya itu.
"Terserah deh Mak, tapi tolong aku yang selalu kedinginan," lirihnya memeluk temannya itu.
Ya dia adalah Aline Hidayati seorang gadis pintar yang berteman baik dengan gadis bernama Mega Suryani Handoko.
Keduanya bahkan mulai berteman dari kelas satu SMA tapi anehnya selama itu Aline tidak pernah tau bagaimana rumah Mega.
Karena gadis itu selalu menolak jika di minta mengajak semua teman jika ingin kerja kelompok di rumahnya, melainkan sangat suka di rumah Aline.
Karena dia tak suka jika temannya akan bertanya tentang banyak hal, terlebih dia tumbuh dengan ayahnya saja.
Dia tak keberatan jika harus membeli camilan banyak, agar bisa membuat sahabatnya itu setuju untuk mau menyetujuinya.
Keduanya sudah masuk kelas dan duduk di paling depan karena itu perintah wali kelas karena nilai Mega cukup buruk.
"Ya Tuhan masih suasana begini tapi kami harus belajar untuk matematika," kata Mega yang menaruh kepalanya di meja kelas.
"Dasar kamu ini, tadi sarapan tidak?"tanya Aline mencari sesuatu di tasnya.
"Tidak sempat lah,ayah mana masak jam segini, belum lagi semalem ayah pulang jam satu pagi, setelah bekerja lembur karena harus keluar kota," kata Mega sedih.
"Cepat makan kalau begitu, sebelum guru killer ini masuk dan menyuruh mu keluar karena lesu," kata Aline yang mengeluarkan kotak bekal yang sengaja di bawa dari rumah.
"Wah... terima kasih Mak ku tercinta, uhuy... tau saja jika aku kelaparan begini," kata Mega.
"Iya cepat makan," kata Aline tersenyum.
Sebenarnya dia sengaja selalu membawa bekal karena tau jika temannya itu sering tak bisa sarapan.
Terlebih gadis itu hanya tinggal berdua dengan ayahnya saja, karena yang Aline tau jika ibu dari Mega sudah pergi dari gadis itu SD.
Tapi meski sudah berteman cukup lama, dia juga tak pernah bertemu dengan ayah dari sahabatnya itu.
Terlebih pria itu selalu saja sibuk bekerja kata Mega, dan jarang di rumah dan tak ada foto di rumahnya karena semua itu sudah di bakar.
Mega makan dengan sangat lahap, bahkan gadis itu seperti sudah sangat lama tidak makan.
"Pelan pelan Mega, tak ada yang akan merebutnya darimu, kenapa aku merasa jika kamu belum makan dari semaleman," kata Aline tersenyum.
"Memang tau, semalam aku cuma minum susu, karena aku malas masak karena cuma sendirian di rumah sebab Mak yang bekerja di rumah ku sedang libur, mau gak kamu menginap di rumah ku, ku mohon ...." lirih Mega.
"Tumben, bukankah biasanya kamu paling anti jika mengajak teman mu pulang bahkan menginap," kata Aline merasa aneh.
"Aku mohon karena aku tak mau sendirian di rumah, dan nanti aku yang izin pada orang tua mu deh, mau ya... kan besok libur kita," mohon gadis itu.
"Baiklah, tapi kamu harus belanja, karena aku tak mau mati kelaparan di rumah mu, terlebih lagi rumah mu selalu saja tak memiliki apapun dari seringnya kamu cerita," kata Aline.
"Baiklah," jawab gadis itu.
Setelah selesai, Mega mengembalikan kotak bekal Aline dan minumannya, ternyata guru matematika itu tak datang karena ada urusan.
Sebenarnya meski Aline menginap tanpa izin tak akan jadi masalah, toh di rumah dia juga sangat bebas tapi tetap dalam batasan.
Seorang pria baru bangun dari kasur busa miliknya, ya meski rumahnya sangat mewah tapi dia tak terbiasa tidur di ranjang.
Bahkan di kamarnya saja sangat minimalis, dia keluar saat melihat jam dinding sudah jam sepuluh pagi.
Kepalanya sangat pusing, dan tubuhnya sangat bau karena semalam dia di cekoki minuman keras oleh anak buahnya.
Beruntung saja saat para wanita yang di panggil oleh anak buahnya datang, dia bergegas pulang agar tak ikut hal zina itu.
Dia sudah sedikit sadar dan membuka kulkas dan ingin melihat apa yang ada di dalam kulkasnya.
"Ah iya aku tak menyuruh Mega belanja, sial ... aku harus bagaimana lagi mengajari gadis itu," gumamnya yang merasa sangat pusing.
Pasalnya dia tak pernah berpikiran bagaimana kedepannya, jika Mega tak bisa melakukan apapun, apa yang akan di lakukan saat menikah nantinya.
Terlebih dia selalu saja sibuk bekerja, tanpa di duga, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.
Ternyata itu adalah pesan dari anak buahnya yang meminta maaf tentang kejadian semalam.
Tapi dengan santai dia memaafkan asal mereka semua membereskan kekacauan yang mereka buat.
Saat dia keluar rumah, ternyata hujan cukup deras, padahal ini sudah jam sebelas siang.
Dan dia belum makan karena perutnya tak enak karena minuman semalam.
Tiba-tiba dia melihat dua motor datang dan dia melihat itu motor putrinya.
Dia pun bergegas membuka gerbang rumah untuk kedua motor itu,meski dia sedikit kaget.
"Loh ayah di rumah, ku kira sedang ada di pabrik?" kaget gadis itu yang melepaskan jas hujannya.
"Libur dek, kamu ajak temen mu pulang, tumben," kata pak Agus yang kaget melihat sosok gadis yang datang dengan putrinya itu.
"Dia mau menginap karena aku terus di tinggal sendirian, dan aku pulang cepat karena gurunya sedang rapat, sebelum ayah tanya," jawab gadis itu.
Pak Agus tersenyum saja, tapi dia sempat melihat gadis yang berdiri di samping putrinya yang sempurna dari segi fisiknya.
Pasalnya masih SMA tapi bentuk tubuh gadis itu sangat sempurna, meski tak memiliki kulit putih seperti Mega.
Gadis itu malah terlihat cantik dengan kulit sawo matang yang eksotis, "selama siang pak," sapa Aline dengan sopan.
"Siang, panggil om saja biar akrab, jika mau menginap silahkan, tapi jangan ada pria datang, dan kamu kenapa tak bilang dulu Mega, karena di rumah tak ada apapun sebab kamu belum belanja," tegur ayah gadis itu.
"Ayahanda tercinta, tuan Agus Handoko yang ganteng, tenang saja karena dia itu adalah malaikat ku yang selama ini membesarkan putrimu ini selama di sekolah," kata Mega memeluk Aline.
"Maksudnya?"
"Dia itu yang selalu memberiku sarapan saat ayah tak masak, tiga bulan Mak libur, aku makin kurus, jadi dia yang menjadi mama ku selama di sekolah, iya kan Mak?"
"Baiklah terserah kamu, kalau begitu masuk karna masih hujan dan dingin, dan terima kasih sudah memperhatikan Mega selama ini mama Aline kan?" kata Agus pada teman putrinya itu.
"Iya om," jawab gadis itu terus menunduk karena merasa tak enak.
Keduanya langsung masuk tak lupa membawa semua belanjaan yang tadi di beli di toko di ujung jalan yang memang terkenal sangat lengkap.
Beruntung tadi saat Mega izin kepada orang tua dari Aline, mereka dapat izin dengan mudah karena sudah mengenal sahabat putrinya itu.
Aline mulai menata semua sayuran di kulkas, dan juga bersiap-siap untuk memasak untuk makan siang.
"Apa yang harus di lakukan pertama-tama?" tanya Mega yang berdiri bingung.
"Aduh kamu benar-benar tak mengerti cara memasak?" tanya Aline heran.
"Ya kamu kan tau hal itu ma," kata gadis itu tersenyum tanpa rasa berdosa.
"Tolong potong sayur asem itu, bisa kan, untuk Krai potong jadi dua kemudian tebalnya dua sentimeter, dan kacang panjang sepanjang enam sentimeter, dan kubis besar-besar atau sekitar lebarnya lima senti juga, mengerti kan dan tolong asem muda itu di kerik ya, hilangkan kulitnya, bisa?"
"Siap," kata gadis itu yang langsung melalui apa yang di perintahkan temannya itu.
Agus sendiri heran kenapa teman putrinya itu sangat detail saat memberikan instruksi.
Dan dia tak menyangka ada gadis semuda ini tapi sudah pintar di dapur, padahal dulu istrinya saja juga tak mau masuk ke dapur.
"Ayah pasti belum makan kan?" tanya Mega yang ingat ayahnya itu sering telat makan.
Tanpa di duga Aline mengeluarkan roti dari kantong kresek belanjaan yang dia bawa, "buat ganjal perut dulu ya om, karena tak baik membiarkan perut kosong."
Akhirnya siang itu, Agus dan Mega bisa makan tanpa harus beli, karena sudah ada sosok cantik yang memasak untuk mereka.
Karena mereka berdua tak ada yang bisa memasak, jadi ini seperti mendapatkan keberuntungan, "ini namanya baru makan siang, benarkan ayah?"
"Iya dek," jawab Agus sekilas.
"Jadi selama ini untuk makan bagaimana, kenapa kamu mengatakan hal begitu Mega?" tanya Aline yang merasa heran.
"Ya selama ini kami beli, karena aku dan ayah tak ada yang bisa masak, dan sudah beberapa bulan ini terus terjadi, karena mbok yang biasa kerja di sini sedang sakit, maklum udah tua," jawab Mega jujur.
"Pantas saja, kenapa tidak cari yang lain saja, kan banyak ibu-ibu yang biasanya mau kalau untuk sekedar bersih-bersih rumah dan memasak saja," kata Aline.
"Gak mau ah, kalau yang masih termasuk hitungan muda, biasanya akan menggoda ayah ku, dan aku tak suka hal itu," jawab Mega sedikit kesal.
"Sudah nanti ayah akan ke rumah mak Ijah, apa dia masih bisa bekerja atau bagaimana, karena ayah juga sudah tak tahan jika harus melihat rumah berantakan," kata Agus yang menghabiskan makan siang kali ini.
Karena rasanya itu sangat enak dan pas di lidahnya,"kamu itu sudah kandidat ibu yang sempurnakan tau gak Aline, pintar masak, suka anak kecil, cantik, baik dan pintar beres-beres rumah, sudah paket komplit tapi sayang masih jomblo," kata Mega.
"Ya itu baik, karena aku fokus dengan pelajaran ku, dan karena aku tak ingin berakhir seperti mu yang cukup menyedihkan, bukan mikirin nilai malah mikirin yang lain," kata Aline yang dapat tatapan tajam dari Mega.
Aline pun sadar dan menoleh ke arah ayah dari temannya itu, "ayah sudah tau semuanya kok, jika kamu sudah punya kekasih dan kalian sudah pacaran berapa lama juga ayah tau," jawab Agus dingin.
"Maaf ayah," kata Mega yang tampak sedih
"Tak masalah kamu mau pacaran atau apapun itu, tapi ingatlah jangan sampai seperti ayah dan ibu mu yang melakukan kesalahan saat kami muda, dan akhirnya semuanya hancur seperti ini," kata pak Agus yang terdengar datar.
"Iya ayah," jawab Mega.
Pria itu bangkit dan membawa semua alat makannya yang kotor ke dapur untuk di cuci.
Begitu juga Aline yang juga melakukan hal yang sama, "permisi om, bisa saya bicara sebentar ini tentang nilai Mega, karena saya dapat amanat dari wali kelas karena om yang sangat sulit di hubungi," kata Aline dengan sopan.
"Nanti malam saja, kamu menginap bukan karena saya ada urusan penting, jadi sekarang tak bisa dulu," kata Agus yang langsung pergi meninggalkan rumah.
Tak lupa dia memberikan uang pada putrinya itu untuk berbelanja camilan bersama dengan Aline.
Sedang Aline yang tau, malah merasa jika perhatian dari orang tua Mega ini hanya sebatas memberi uang, dan sebetulnya itu sangat tidak baik.
"Ayo kita belanja yuk, lumayan dapat uang dari ayah," kata Mega menunjukkan uang itu
"Itu uang yang di berikan berapa ratus ribu, bagi dua kan?" kata Aline penasaran.
"Iya, dapat enam ratus, kamu tiga ratus ribu, aku juga sama," kata Mega membagi uang itu.
Tapi saat Aline memegang uang itu, dia langsung menyimpannya dalam dompet.
"Loh tidak buat beli sesuatu, ya... padahal aku Mau beli baju kembaran dengan mu dan mie ayam untuk malam nanti," kata Mega.
"Tak usah, baju kembaran kita sudah banyak, lemari ku sudah tak muat, dan untuk mie ayam aku bisa buat sendiri lebih sehat, sekarang pergi belajar, dan jangan bermain ponsel terus, atau aku akan pergi dari sini," kata Aline yang mengambil ponsel Mega.
"Ih Aline..."
"Kita sudah kelas tiga, nilai mu selalu jelek,kamu mau tak lulus apa? dan membuat ayah mu sedih," ketus Aline yang membuat Mega tak bisa bicara dan langsung mengikuti keinginan sahabatnya itu.
Ternyata Aline membuat ayam kecap untuk Mega, agar nanti setelah selesai belajar mereka bisa makan mie ayam bersama, dan membuat camilan yang bisa di taruh di freezer juga.
Setelah selesai, Aline pun bergegas ke kamar temannya itu, ternyata gadis itu malah tertidur.
"Ya Tuhan gadis ini di suruh belajar malah tidur, ah sudahlah aku akan mengerjakan semua tugas ku dulu,"kata Aline mengambil tas sekolahnya.
Dia mulai mengerjakan semua LKS miliknya, bahkan saat dia mengerjakan matematika dia sudah hampir mengerjakan semua pertanyaan di LKS itu.
Bahkan bentuk LKS miliknya sudah penuh dengan kertas untuk membahas setiap soal.
Jadi semua soal ada hitungan dan bukan asal-asalan. tak hanya itu kini dia berganti ke tugas bahasa Inggris, dan terlihat begitu fokus.
Hingga akhir tanpa sadar dia ketiduran karena lelah, pak Agus sendiri di luar rumah sedang duduk santai.
Dia sedang berada di gudang penggilingan beras miliknya, dia sendiri datang karena tiba-tiba ada yang datang untuk muat beras pesanan untuk ke luar Jawa.
"Hari ini kita lembur ya, ya kali sudah hampir sore menjelang magrib baru muat," kata salah satu pegawai pak Agus
"Terserah, yang penting kalian muat dulu dan jangan terus ngomel," kata pak Agus yang sedang mencatat di samping timbangan.
Aline sedang membuat mie ayam keinginan temannya, tapi dia juga menyiapkan ayam goreng, tahu tempe dan sambal mangga untuk pak Agus ayah Mega.
"Mega telpon ayah mu, beliau pulang atau tidak, soalnya makan malam untuk ayah mu sudah siap," kata Aline yang selesai memasak.
"Ayah sedang di gudang dan tidak bisa pulang tepat waktu, ayah sibuk dengan tiga orang karyawannya yang sedang muat beras, memang kenapa, mau antar makanan kesana saja, kamu gak capek memangnya," kata Mega heran
"boleh saja, dari pada nanti ayah mu sakit, nasinya juga sudah matang kebetulan tadi aku kebanyakan masak nasi, he-he-he..."
"Terserah deh, ya sudah aku akan mengantar mu kesana, sini aku bantu masukkan kedalam box," kata Mega.
Setelah semua siap di tempat nasi dan dua box berukuran besar, mereka pun berangkat ke pengilingan beras milik ayah Mega
Sesampainya di sana, ternyata masih belum selesai, untungnya tadi mereka membawa banyak makanan dan ada gorengan yang tadi sempat di goreng Aline yang mencoba resep baru.
"Ini kenapa isinya pria semua," kaget Aline yang merasa takut.
"Hadeh.. namanya juga tempat pengilingan beras, kamu aneh nih, jadi jangan ketakutan begini yah, AYAH.... kami datang bawa makanan," teriak Mega yang membuat semua orang berhenti dan menoleh.
Pak Agus menghampiri putrinya itu, "kamu sakit Aline?" tanya pak Agus yang melihat Aline pucat.
"Tidak om, tapi... aku kurang nyaman di lihat banyak pria yang tidak aku kenal," katanya dengan suara lirih memberikan apa yang di bawa.
"Baiklah kalian pulang saja, sebentar lagi ayah selesai, dan terima kasih sudah di antarkan makanannya," kata pak Agus merasa senang meski dia sedikit merasa aneh dengan sikap aline.
"Jangan sampai habis isya' ya yah, karena aku tak mau menunggu ayah pulang!" kata Mega yang langsung mengajak Aline pulang.
"Iya tau, sudah pulang sana," usir pak Agus.
Para pekerja yang ada di sana pun menatapnya dengan bingung dan penasaran, "apa itu calon ibu juragan yang baru?"
"Kamu budeg ya, dia itu teman putriku, sudah makan ini jarang-jarang kan kalian dapat makan malam gratis dariku, dan dengan menu istimewa pula," kata Agus tertawa.
"Soalnya ada mbak cantik tadi yang masak ya, kan bos bilang sendiri jika Mega tidak bisa masak," saut pria yang lain
"Mau apa tidak," kata pak Agus kesal.
"Mau dong juragan, santai saja jangan ngegas gitu dong," kata pria itu.
Mereka pun menikmati makanan sederhana itu, hanya nasi sambal sederhana tapi rasanya sangat nikmat.
Bahkan juga ada kopi yang di siapkan, entahlah hati pak Agus merasa terusik dengan kebaikan dari teman putrinya itu, karena gadis itu sudah cantik dan juga sempurna untuk jadi seorang istri dan ibu.
Tanpa terduga setelah mengantarkan Aline pulang ke rumahnya, Mega malah bersiap untuk pergi karena ada latihan pencak silat.
"Kamu gak keterlaluan kan, ya kali aku kamu tinggal sendirian begini Mega, nanti kalau ayah mu pulang aku cuma berduaan dong, jangan deh ya, aku takut sama ayah mu karena seram," mohon Aline
"Sudah tidak apa-apa, aku pergi dulu ya bye bye," kata Mega yang langsung meninggalkan Aline sendirian di rumah.
"Mega!!"
Terpaksa Aline duduk santai di ruang keluarga rumah mewah itu, dan ternyata tak lama terdengar suara mobil milik ayah Mega datang.
Pria itu masuk ke dalam rumah dan kaget melihat Aline sedang nonton tv sendirian, "kok kamu sendirian, mana Mega, Aline?" tanya Agus melihat gadis cantik itu.
"Itu om, dia mendadak pergi untuk melakukan latihan pencak silat, dan aku di tinggalkan sendirian begini," jawab Aline yang merasa tak enak.
"Pantesan aku di suruh pulang cepat, ternyata dia ada latihan pencak silat toh," gumamnya.
Dia juga melihat Aline yang tampak cemas, "Ya sudah kamu istirahat," kata Agus pada gadis cantik yang sedang berdiri di depannya itu.
"Tidak om ada yang harus saya bicarakan tentang nilai Mega, karena ini pesan wali kelas kami, apa aku boleh minta waktunya sebentar," kata Aline yang mengingatkan pria itu.
"Baiklah, aku akan mandi dulu kalau begitu," kata Agus yang bergegas masuk kamar miliknya.
Selesai mandi, Agus terlihat lebih segar dan aroma parfum pria itu sangat maskulin.
Tiba-tiba jantung Aline berdegup kencang karena mencium wangi tubuh ayah temannya itu.
"Jadi apa yang terjadi Aline?"
"Begini om, sebenarnya Mega ini menjadi salah satu dari sepuluh murid di kelas kami yang selalu memiliki nilai cukup buruk, bahkan aku tak sanggup lagi membantunya belajar, karena Mega ini sangat sulit di ajari," kata Aline menunjukkan sebuah kertas yang di kirimkan oleh wali kelas.
Pria itu mendesah lelah, pasalnya Mega ini selalu bertingkah seperti ibunya yang keras kepala, selalu saja bertingkah laku sesuai keinginannya tanpa peduli siapapun.
"Ya sudah nanti biar aku masukkan les, atau mungkin aku akan membuatnya mulai sadar dengan mencabut semua fasilitasnya."
"Dan satu lagi om, sebaiknya om selidiki tentang kekasih Mega, takutnya pria itu memanfaatkan Mega saja, karena saya rasa jika Mega sering di mintai sesuatu olehnya," kata Aline.
"Baiklah aku mengerti, dan untuk masalah pria itu, aku akan mengurusnya, karena tanpa kamu bicara pun aku sudah menyelidiki semuanya," kata ayah Mega.
Pak Agus pun menikmati kopi yang tadi di siapkan oleh Aline, ternyata saat Keduanya masih berbincang untuk masalah Mega.
Tiba-tiba sebuah telpon masuk ke telpon Aline, gadis itu melihat siapa yang memanggil langsung bergegas menjawabnya, karena dia ingat jika sore tadi ibu dan ayahnya pamit ingin berangkat ikut ke Jogyakarta dalam rombongan wisata, karena dapat hadiah dari kakak pertamanya.
"Permisi ya om, mau menjawab telpon dari ibu," pamit Aline.
"Silahkan Aline,"
Gadis itu menjawab ponselnya, "Assalamualaikum ... ada apa Bu?" tanya Aline lembut.
"Waalaikum salam,maaf ya mbak, saya menemukan ponsel ini di tas milik korban kecelakaan bus," kata seorang pria dari sebrang telpon.
"Apa... kecelakaan..." lirih Aline gemetar dan mulai terisak, "bagaimana bisa terjadi, padahal tadi baru pamit berangkat bahkan sempat mengirimkan foto berdua...."
Melihat itu, Agus langsung mengambil ponsel gadis itu, dan merangkul Aline dan menenangkan gadis itu.
"Iya pak saya om dari Aline, ada apa ya pak," tanya Agus pada orang di sebrang.
Agus terkejut saat mendengar semua perkataan yang di jelaskan oleh pihak kepolisian.
Aline melihatnya dengan tatapan yang begitu terpukul, karena pak Agus baru tau jika seluruh rombongan itu sudah tewas dan tak ada yang selamat.
"Kita ke rumah sakit, om temani ya," kata Agus yang panik.
"Bagaimana keadaan orang tua ku om..." tangis Aline melihat reaksi dari pak Agus.
"Kita lihat sendiri bagaimana ya, karena aku tak bisa menjelaskan apapun,"
Pak Agus pun mengambil jaket miliknya, dan dia memberikannya pada Aline, tak lupa dia mengirimkan pesan pada Mega, dan segera pergi bersama.
Sesampainya di rumah sakit, terlihat ada kakak pertama dari Aline, gadis itu baik-baik saja.
Tapi itu membuat Aline murka, dan langsung menghampiri wanita itu dengan marah.
"Mbak bagaimana keadaan orang tua kita, dan bukankah kamu juga ikut pergi liburan bersama mereka!" tanya Aline dengan suara meninggi.
"Aku sibuk dek, mbak ada pekerjaan yang tak bisa di tinggal, jadi tak bisa ikut dengan orang tua kita, sedang kamu malah menginap di rumah seorang pria dewasa seperti ini, dasar ******!" marah Vivi pada adiknya itu.
"Mbak!" bentak Aline yang sudah tak bisa menahan emosinya.
"Maaf apa ini keluarga bapak Junaidi, dokter ingin meminta kalian memberikan sampel DNA untuk melakukan pencocokan DNA dengan korban jiwa, agar mempermudah otopsi," kata pihak polisi membuat Nina dan Aline kaget.
"Apa... apa maksudnya?"
"Mbak Vivi, apa yang di katakan pak polisi ini, maksudnya orang tua kita..."lirih Nina.
"Iya, semua rombongan yang ikut tak ada yang selamat, semuanya meninggal dunia," kata Vivi mulai menangis.
Mendengar itu, tubuh Aline limbung dan beruntung pak Agus langsung menangkap tubuh Aline dan memeluknya.
"Ayah... ibu..." tangis Aline memeluk pak Agus erat.
"Sabar ya... aku disini," lirih pak Agus menenangkan gadis cantik itu.
Aline akhirnya jatuh pingsan dan di bawa ke UGD, dan pak Agus kaget melihat Vivi yang begitu cuek pada adiknya itu.
Pak Agus menelpon Mega yang ternyata panik, tapi dia meyakinkan putrinya itu untuk tetap tenang dan istirahat.
Karena semua akan butuh waktu untuk mengurus administrasi, kemungkinan besok siang dua jenazah bisa di bawa pulang ke rumah duka.
Jadi Mega bisa pergi besok dan membantu di ruang Aline, di tambah ternyata semua yang ikut rombongan itu hampir dari satu kampung yang sama.
Pak Agus tak mengira jika akan melihat semua ini, Aline langsung kehilangan dua orang tua yang begitu di sayangi dengan cara menyakitkan seperti ini.
Kedua jenazah orang tua Aline sudah di bersihkan, dan pak Agus tetap bersama Aline yang sedang syok.
Bahkan dengan kejam, Vivi setelah acara tujuh harian kemungkinan langsung ke pindah ke Jakarta untuk bekerja di sana.
Karena wanita itu memang tak terlalu peduli pada kedua adiknya, yang menurutnya cuma orang yang merepotkan.
Keesokan harinya,semua jenazah datang di antar oleh mobil ambulan, Aline terlihat masih syok tak percaya.
Karena hampir tiga puluh orang yang meninggal dari dusun itu, akhirnya langsung di sholatkan bersama-sama di pemakaman desa.
Mega memeluk erat sahabatnya yang terus menangis tak bisa mengatur emosinya.
"Yang sabar ya Mak," kata Mega yang juga ikut menangis.
Akhirnya pemakaman selesai, Aline tampak begitu syok, semua datang untuk melayat bahkan seluruh murid dan guru di sekolah.
Belum lagi teman-teman kerja dari kedua kakak Aline juga datang, dan tahlilan di adakan di Mushola terdekat.
Tak terasa tujuh harian sudah selesai, kini Vivi sudah bersiap-siap pergi untuk meninggalkan desa.
Ketiganya berkumpul di ruang tamu, dan dengan suara lantang Vivi mengutarakan keinginannya.
"Aku akan menjual sawah milik orang tua kita, sebagai warisan Ku, dan rumah ini milik Aline, dan sawah satu lagi milik Nina, itu pembagian dariku, kalian setuju atau tidak aku tak peduli hal itu," kata Vivi.
"Mbak tolong jangan pergi, aku hanya memiliki kalian, tolong..." kata Aline memohon.
"Aku tak mau tinggal di desa seperti ini, sudah jangan mengurus apa yang jadi pilihan ku, dan tolong tanda tangan surat-surat ini sebagai bukti kalau kita semua setuju, cepat!" bentak Vivi pada kedua adiknya.
Akhirnya setelah tanda tangan, Vivi menjual sawah itu pada pak Agus melalui perantara, meski tak bertemu secara langsung tapi dia sudah cukup senang mendapatkan uang cukup banyak.
Sedang Nina juga akan melakukan hal yang sama, dan kedua wanita itu dengan tega meninggalkan adik perempuannya sendirian tanpa siapapun dan sandaran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!