Didalam rumah yang hanya dihuni sepasang suami-istri dan para pelayan maupun asisten rumah dan penjaga rumah, serta pekerja lainnya.
Elma sebagai istrinya Gianta Pramaja yang kesehariannya hanya mempercantik diri untuk menyenangkan hati suaminya, tidak pernah mendapatkan izin untuk bekerja ataupun melakukan aktivitas lainnya. Tentu saja, terkadang ada rasa bosan ketika berada di rumah.
Baru saja menyemprotkan parfum, Elma mendengar suara pintu gerbang yang baru saja dibuka. Saat itu juga, dirinya cepat-cepat segera keluar dari kamar untuk menyambut hangat suaminya pulang dari kantor.
Dengan penampilannya yang sangat cantik, dan juga mempesona, Elma tetap seperti hidup dalam sangkar emas. Meski hidupnya terpenuhi dengan kemewahan, hatinya terasa gersang dan sangat berbanding terbalik dengan mantan suaminya.
Baru saja sampai dianak tangga paling bawah, Elma disuguhi pemandangan yang sangat mengejutkan. Lebih lagi melingkarkan tangannya tepat di lengan suaminya, tentu saja membuatnya terbakar api cemburu.
"Dia ini siapa, sayang?" tanya Elma dengan perasaan takut.
Takut, jika apa yang ia lihat benar dari prasangka buruknya. Cemburu itu sudah pasti. Lebih lagi terlihat begitu mesra, pastinya sangat menyakitkan jika prasangka buruknya itu benar.
Gianta yang mendapat pertanyaan dari istrinya, langsung mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya. Kemudian, ia melihat lembaran kertas itu sebelum diberikannya kepada sang istri.
Gianta tersenyum ketika melihat istrinya.
"Tanda tangani surat ini sekarang juga, cepat." Ucap Gianta sambil menyodorkan lembaran kertas untuk istrinya.
Elma menatap wajah suaminya begitu lekat, bagai mendapat sengatan listrik ke tubuhnya.
"Apa ini, sayang?" tanya Elma penasaran sambil menerima lembaran kertas dari sang suami.
"Baca aja dulu, nanti kamu akan tahu isi dalam kertas itu. Satu lagi, baca dengan seksama." Jawab Gianta dengan santainya.
Elma yang sedari tadi sudah menyimpan rasa penasaran kepada suami, dirinya langsung membacanya dengan serius. Bahkan, diusahakan agar tidak ada kalimat yang terlewatkan satu katapun.
Alangkah terkejutnya ketika membaca dari awal kalimat yang ia baca. Tentu saja dapat ditangkap dari kalimat pertama tentang isi dalam lembaran kertas tersebut.
Agar lebih puas, Elma membacanya sampai selesai, bahkan tulisan yang bertanda tangan di bawah ini, pun ikut dibacanya.
Bagai layang layang yang terhempas dari talinya, jauh melayang dan entah kemana hilangnya. Tangannya, pun ikut gemetaran ketika membacanya. Juga, kedua kakinya seakan sulit untuk digerakkan, dan sulit untuk menopang berat badannya sendiri.
"Kamu mengajakku bercerai, apa maksud dari semua ini, sayang?"
Elma bertanya masih dengan panggilan sayang, meski hatinya hancur berkeping-keping sekalipun sang suami belum berucap serta menjelaskan pada dirinya.
"Ya! aku mengajakmu untuk bercerai. Aku tidak membutuhkan kamu lagi, sudah cukup aku membalaskan dendam ku padamu selama ini. Sekarang juga, tanda tangani surat perceraian kita. Setelah itu, pergi jauh sejauh mungkin dari rumahku ini. Satu sen pun tidak ada yang menjadi bagian mu. Aku menganggap dirimu hanyalah sebatas pelayan, tidak lebih." Jawab Gianta dengan terang-terangan.
Elma yang mendengar pernyataan dari suaminya, pun bagai mimpi buruk seburuk-buruknya mimpi.
"Kamu bilang apa tadi, balas dendam? kamu pikir, aku ini alat bagimu? sekeji itukah kamu denganku? kau!"
"Cepat! tanda tangani surat perceraian kita. Aku sudah menemukan wanita yang jauh lebih baik darimu, Nayla lebih baik dari kamu yang sudah pernah meninggalkanku demi laki-laki lain. Sekarang pembalasan untukmu sudah impas, kau akan hidup dengan kesengsaraan." Ucap Gianta dengan tatapan penuh kebencian, tidak seperti Gianta yang dikenal oleh Elma selama menjadi suaminya.
Kini, Elma seolah tidak bisa berkutik dan memberontak ketika suaminya meminta untuknya bercerai. Sakit hati karena dijadikan ajang balas dendam dengan masa lalunya, Elma serasa tidak terima atas perlakuan keji dari suami sendiri.
"Cepat! kau tanda tangani dan pergi dari rumahku ini. Kau cukup membawa baju yang melekat ditubuh mu. Selain itu, kau tidak aku izinkan kamu untuk membawa barang apapun dari rumahku ini, paham." Ucap Gianta yang dengan entengnya untuk menandatangani surat perceraian dan mengusir istrinya begitu saja.
Elma yang mendengarnya, pun naik darah.
PLAK!
Elma langsung mendaratkan sebuah tamparan tepat di pipi suaminya dengan cukup kuat. Gianta menatapnya tajam sambil mengusap pipinya yang terasa perih.
"Baik! aku akan tanda tangani surat perceraian ini. Juga! aku akan pergi dari rumah terkutuk ini. Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, dan tidak akan pernah menerima belas kasihan mu. Bahkan, aku akan kembalikan apa yang aku pakai sekarang ini. Juga, aku pergi dari rumah ini tanpa alas kaki." Jawab Elma dengan berani dengan suara yang keras.
Saat itu juga, Elma langsung menandatangani surat perceraian yang ada di tangannya. Setelah itu, Elma melemparkan lembaran kertas kepada suaminya dengan emosinya yang sudah meledak.
Merasa mendapat hinaan dan direndahkan oleh suaminya, Elma langsung pergi begitu saja dari hadapan Gianta dan juga perempuan yang sedang melingkarkan tangannya di lengan kiri milik Gianta.
Nayla yang menjadi wanita simpanan Gianta, pun tersenyum penuh kemenangan. Berbeda dengan Elma, kini harus pergi meninggalkan rumah tanpa alas kaki dan juga hanya pakaian yang ia kenakan.
Semua asisten rumah yang dapat menyaksikan keributan di rumah majikannya, merasa bersedih harus berpisah dengan majikan perempuan.
Elma yang tengah berjalan kaki di pinggiran jalan sambil menahan sakit hati, juga sambil menangis karena tak tertahan lagi perihnya diceraikan oleh suaminya yang kedua kalinya, sungguh seakan dunianya runtuh.
Elma tengah menyusuri jalanan sendirian tanpa alas kaki, juga dengan perasaannya yang hancur.
Arah kemana yang ingin ia tuju, dirinya sama sekali tidak mempunyai tempat tujuan, lantaran tidak mempunyai keluarga di kota. Elma, sosok perempuan yang hanya hidup sendirian sebatang kara.
Kedatangannya ke kota yang tidak lain mencari pekerjaan dan memenuhi perjodohan dari mendiang kakeknya dengan keluarga mantan suami yang pertama. Namun, karena sebuah keterpaksaan, mantan suami pertama menceraikan dirinya dengan alasan tidak menyukai Elma dan sudah mempunyai wanita pilihannya.
Kini, Elma harus menerima kenyataan pahitnya yang kedua kalinya. Awalnya Elma menjalani hubungannya dengan Gianta ditempat kerjanya, Elma dijadikan sekretarisnya. Namun, tiba-tiba perjodohan tidak bisa ditolak. Dengan terpaksa, Elma menerima perjodohan dari mendiang kakeknya di kala hembusan napas terakhirnya.
Namun siapa sangka, setelah bercerai dari suami pertama, justru Elma masuk kedalam lembah jurang yang lebih dalam lagi tanpa disadarinya jika dirinya dijadikan balas dendam oleh mantan suami keduanya.
"Aaaaaaa!" teriak Elma di tengah tengah hujan deras yang dibarengi dengan angin kencang, juga petir yang berkali-kali saling bersahutan.
Elma menangis histeris tatkala hatinya hancur berkeping-keping, dan tak peduli dengan derasnya hujan.
"He! apa kau sudah tidak waras, hujan hujanan seperti anak kecil, ha?"
Elma yang mendapat teguran, pun langsung menoleh ke sumber suara meski tidak terdengar jelas karena hujan deras.
Elma yang sudah kedinginan dan badan mulai terlihat pucat, seketika dirinya langsung pingsan.
"Elma! El, Elma! bangun El!" teriaknya sambil memanggil nama Elma dan mengguncang tubuhnya penuh kekhawatiran.
Saat itu juga, Elma langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan.
Dengan melajukan kendaraannya, berkali-kali memanggil nama Elma dan berharap Elma segera sadarkan diri. Perasaan takut dan khawatir tengah dirasakannya, menambahkan kecepatannya agar cepat sampai di rumah sakit.
Sampainya di rumah sakit, Elma langsung dilarikan ke ruang pemeriksaan. Dengan kondisi pakaian yang basah, sebisa mungkin untuk menahan rasa dingin yang membuat badannya menggigil kedinginan.
"Dok! tolong beri baju ganti untuk pasien, Dok." Ucapnya memohon karena tidak tega melihat kondisi Elma yang basah kuyup karena kehujanan.
"Tuan tenang saja, istrinya Tuan akan mendapatkan pelayanan yang baik, juga penanganan yang penuh tanggung jawab." Jawab sang Dokter dan langsung masuk kedalam untuk memeriksa kondisi pasien.
Sambil menahan kedinginan, berkali-kali menggosokkan telapak tangannya agar mendapat kehangatan.
"Bagaimana ini, aku tidak mempunyai nomor suaminya. Apa yang harus aku lakukan, nanti dikira aku mau merebut istrinya." Gumamnya sambil menahan dingin dan juga mengacak rambutnya yang tidak gatal.
Karena bingung dan tidak mempunyai cara untuk menghubungi Gianta yang diketahui suaminya Elma, akhirnya pasrah yang bisa dilakukan.
"Bagaimana keadaannya, Dok?"
"Istrinya Tuan baik-baik saja, nanti juga sadarkan diri. Mungkin karena kehujanan, jadi membuat fisiknya tidak bisa menahan kedinginan." Jawab dokter.
"Syukurlah. Terima kasih banyak sudah memberi pertolongan kepada kami, Dok." Ucapnya berterimakasih.
"Sama-sama, jangan lupa obatnya untuk segera diminumkan setelah sadar nanti. Kalau begitu saya permisi, karena masih banyak pasien yang harus saya tangani." Jawab sang dokter yang langsung pamit pergi untuk melanjutkan tugasnya.
Merasa lega karena Elma baik-baik saja, langsung membuang napasnya dengan kasar.
"Akhirnya kamu baik-baik saja, hampir saja aku jantungan kalau sampai terjadi sesuatu padamu." Ucapnya lirih.
Kemudian, dirinya segera masuk kedalam untuk melihat kondisi Elma yang belum sadarkan diri.
Ketika pintu terbuka, arah pandangan tertuju pada Elma yang tengah berbaring di atas ranjang pasien.
"Masalah apa yang sedang menimpamu, Elma? sampai-sampai kamu berteriak dan jatuh pingsan. Apakah suami kamu menyakiti kamu? atau kamu sedang setres dengan pekerjaanmu." Gumamnya bertanya-tanya.
Tidak ada pilihan lain selain duduk menemani Elma sampai sadarkan diri, akhirnya duduk di dekatnya.
"Wajahmu tidak pernah berubah, cantik dan terlihat menyebalkan." Gumamnya memandangi wajah Elma yang belum sadarkan diri.
Elma yang sudah mendapat reaksi dari pengaruh obat, pelan-pelan menggerakkan jari-jemarinya, dan perlahan membuka kedua matanya hingga pandangannya sempurna.
Sedangkan lelaki yang ada di dekatnya tengah menunduk, takutnya akan mendapatkan marah dari Elma, pikirnya.
"A-a-aku a-a-da dimana? dimana aku sekarang?"
Elma langsung mengamati isi ruangan dan terhenti kepada sosok laki-laki yang tengah duduk di dekatnya masih dengan menunduk.
"Kak-kak-kamu siapa?" tanya Elma terbata-bata sambil menunjuk ke arahnya.
Lelaki yang ditunjuk oleh Elma, pun langsung mendongak.
"Ka-kamu!"
Elma melotot dan terkejut saat melihat sosok laki-laki yang sangat dikenalinya, siapa lagi kalau bukan mantan suaminya si Virzo.
Keduanya saling menatap satu sama lain dengan ekspresinya masing-masing.
"Kenapa ada kamu? lalu, kamu sudah apakan aku ini? ha!"
Virzo langsung bangkit mencoba untuk menenangkan Elma.
"Tadi itu, kamu kehujanan sambil berteriak-teriak. Saat itu juga, kamu jatuh pingsan. Apa kamu sudah lupa? atau sedang amnesia?"
Elma yang menyadari jika dirinya tengah menangis sambil berteriak ditengah-tengah hujan deras dibarengi angin kencang, dirinya pun teringat saat diusir oleh suaminya sebelum bercerai.
Elma sejenak terdiam, dirinya mencoba untuk menenangkan pikirannya sendiri. Berharap, emosinya sedikit mereda. Sedangkan Virzo merasa serba salah ketika berada di dekat mantan istrinya.
"Berikan nomor ponsel suami kamu kepadaku, aku akan menghubunginya."
Elma yang dimintai nomor ponsel Gianta, pun masih diam dan tidak merespon sama sekali.
"Kamu ada masalah?" tanyanya.
Elma menggelengkan kepalanya.
'Tidak mungkin juga jika aku mengatakannya dengan jujur padanya, jika aku sudah bercerai dengan Gianta. Aku yakin dia pasti akan mentertawakan aku.' Batin Elma sambil menatap mantan suaminya.
"Kenapa diam? mana nomornya, sebutkan nomor ponsel suami kamu. Aku akan menghubunginya, sekalian juga aku mau pulang, karena aku tidak ingin suami kamu akan salah paham terhadapku."
"Tidak perlu, biar aku yang akan menghubungi suamiku sendiri. Kamu kalau mau pulang, pulang saja sana. Terima kasih sudah membawaku ke rumah sakit."
"Kamu serius tidak apa-apa aku tinggal pulang?"
"Tidak apa-apa, aku bisa meminta sama perawat untuk menghubungi suamiku." Jawab Elma beralasan.
"Yakin?"
"Ya, yakin. Sudah sana cepetan kamu pergi, nanti istri kamu nyariin kamu bisa berabe akunya. Lagi pula aku juga tidak mau di cap perempuan gatel, dan suka merebut suami orang. Yang ada nama baikku rusak gara-gara kamu."
"Ya, ya, ya, aku pulang. Jaga diri kamu baik-baik. Kalau kamu membutuhkan bantuan ku, ini nomor ponselku bisa kamu hubungi."
"Dih! ogah, nanti yang angkat telpon gak tahunya istri kamu, ogah akunya. Sudah sana cepetan pergi, aku risih lihat kamu."
"Ya deh ya, aku pulang."
Virzo pun langsung keluar setelah berpamitan, itu juga karena diusir oleh mantan istrinya.
Elma yang sendirian di dalam ruangan pasien, akhirnya dirinya dapat meluapkan kesedihannya atas nasib buruk yang sedang menimpanya.
Virzo yang sengaja belum pergi dari rumah sakit, ia mengintip dari celah pintu yang disengaja tidak menutupnya dengan rapat agar dirinya dapat melihat mantan istrinya yang berada didalam ruangan tanpa seseorang yang menemaninya.
"Kenapa dia menangis? apa benar, jika Elma sedang ada masalah? ah ya, tadi dia juga tidak mengenakan alas kaki. Mungkinkah Elma sedang bertengkar dengan suaminya? maafkan aku yang tidak bisa menenangkan pikiran mu." Gumam Virzo bertanya-tanya.
Karena tidak ingin ketahuan jika dirinya masih berada di area rumah sakit, Virzo mencari tempat lain untuk memantau situasi kamar pasien yang di tempati oleh mantan istrinya.
Sedangkan Elma yang tidak mempunyai biaya dan takut biaya yang dikenakan cukup besar, sepintar mungkin untuk mencari cara agar dirinya bisa kabur dari rumah sakit.
"Secepatnya aku harus kabur dari sini, karena tidak mungkin juga jika aku meminta kepada mantan suamiku yang kedua untuk menjemput ku, apalagi untuk membayar tagihan, itu tidak akan mungkin. Mumpung mantan suamiku yang pertama sudah pergi, ini kesempatan emas untukku bisa kabur." Gumam Elma sambil melepas selang infus yang masih terpasang di pergelangan tangan miliknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!