Dataran Java memiliki sejarah yang panjang akan kehidupan dan kematian. Zaman yang silih berganti menciptakan berbagai peradaban manusia yang lebih kompleks. Namun ada satu hal yang selalu terselip di setiap zaman yaitu peperangan. Peperangan yang menjadi pusat zaman menciptakan legenda - legenda yang menggemparkan dunia persilatan, baik sejak kemunculannya dalam pertempuran maupun kematiannya yang penuh tragedi. Setiap gerakan dan tatapannya akan selalu menjadi momok menyeramkan bagi mata orang lain. Kehadirannya bagaikan dewa kematian yang sedang tersenyum ramah, seakan memandangi pucuk nyawa setiap manusia yang telah di pilih untuk menambah daftar kematian.
Cerita ini bermula di Kerajaan Kumbara. Kerajaan yang terletak di tengah Dataran Java. Kerajaan terbesar dan terkuat di seluruh Dataran Java yang memiliki ribuan pasukan kuat, Rakryan perang yang cerdas dan Raja yang bijaksana. 20 Tahun tambuk kepemimpinan Prabu Sanjaya Maharaja perlahan menciptakan kehidupan masyarakat yang tentram dan damai secara garis besar, di tengah era kekacauan persilatan dataran java.
Kekuatan Sang Raja Kerajaan Kumbara yang sangat di segani, Mahapatih yang kuat dan 5 Tumenggung yang memiliki tingkatan pendekar yang tinggi menjadikan Kumbara sejenak mampu menurunkan angka kejahatan di dalam kerajaan dan gangguan dari luar kerajaan. Puluhan Padepokan yang menciptakan dan menempa calon prajurit dan pendekar juga ikut andil dalam menciptakan kedamaian di Kerajaan Kumbara. Di kepempinan Prabu Sanjaya Maharja di tetapkan 3 Padepokan Aliran Putih yang menjadi cerminan bagi padepoakan aliran putih lainnya untuk selalu selaras dengan visi Kerajaan Kumbara.
Namun di masa ketentraman ini mulai memunculan ratusan pendekar jahat dan padepokan aliran hitam yang memiliki dendam dan niat menciptakan era yang penuh darah, dalam rentetan pertarungan dan peperangan. Hal ini menyebabkan peperangan akan kembali meluap dengan berbagai kepentingan tersembunyi. Kedamaian adalah hal yang sulit bahkan tidak mungkin selama manusia masih mementingkan pribadi dan kelompoknya. Itu hal omong kosong kecuali muncul seseorang penyelamat yang mampu menyeimbangkan dan menebarkan ketakutan bagi pendekar dan kelompok yang akan memulai kembali kekacauan.
Kerajaan Kumbara yang mulai perlahan memunculkan era peperangan yang mencekam, di saat itu pula muncul laki laki muda yang perlahan lahan menciptakan legenda dengan kehidupan yang penuh liku liku hingga dia bergelar legenda.
Kerajaan Kumbara memiliki 3 padepokan aliran putih yang selalu menjadi penyokong kerajaan dalam menciptakan kedamaian, juga terdapat beberapa padepokan menengah dan kecil yang berusaha membuat jasa jasa untuk kerajaan agar menarik perhatian kerajaan dan dunia persilatan. Namun tak hanya itu puluhan padepokan aliran hitam yang tersembunyi di wilayah kerajaan selalu menjadi hambatan nyata kerajaan dalam menciptakan kedamaian. Selain padepokan Aliran Putih dan Aliran Hitam muncul juga kelompok kelompok aliran netral yang tidak membela maupun memusuhi kerajaan. Mereka tidak menyebut dirinya padepokan walaupun memiliki ratusan pendekar dan aula pelatihan pendekar muda untuk mengembangkan akar pengaruhnya di kerajaan kumbara maupun dataran Java. Percikan Intrik Intrik Perselisihan ini selalu melibatkan 3 aliran yang akan mempengaruhi keadaan seluruh kerajaan Kumbara.
Di setiap padepokan dan kelompok netral memiliki rahasia masing masing yang tak akan di munculkan kecuali hal genting yang akan mempengaruhi keadaan mereka, salah satunya pelindung padepokan yang lebih memilih mengurung diri dari dunia luar dan meningkatkan tingkatan pendekar yang dimilikinya. Setiap kemunculannya akan di awali dan di ikuti masalah yang mengguncang kerajaan sama seperti munculnya pusaka cincin yang menemani pemiliknya menjadi penguasa di kerajaan kumbara maupun di dataran Java. Cerita ini akan bermula dari seorang anak dari luar dataran Java yang memiliki sifat yang tidak biasa dalam menyikapi kehidupan hingga setelah mengalami berbagai kejadian membuatnya menjadi pendekar yang berdiri di puncak dataran Java.
Untuk tingkatan Pendekar di cerita ini di asumsikan berdasarkan tenaga dalam yang di miliki setiap pendekar.
1.Pendekar Prajurit
2.Pendekar Ahli
3.Pendekar Raja
4.Pendekar Bumi
5.Pendekar Langit
6.Pendekar Suci
7.Pendekar Dewa
8.Pendekar Surgawi**
(Setiap tingkatan pendekar memiliki)
Ceritanya mungkin agak lambat di awal,Serunya mungkin nanti setelah beberapa chapter. Jadi silahkan baca sampai beberapa chapter jika tidak sesuai selera mohon maaf.
maaf jika terlalu berbelit karena awal cerita memang sangat sulit.terima kasih semoga menikmati. jika tidak, mohon maaf.
Kota Sindara, Salah satu kota kecil di kerajaan Kumbara. Kota ini terletak di bagian selatan Kerajaan Kumbara yang kehidupannya bertumpu pada perdagangan. Seperti biasa, pusat kota ini ramai dengan lalu lalang pembeli disertai teriakan. Teriakan pedagang menjadi irama utama di iringi kicauan burung di langit Kota Sindara. Kedamaian ini salah satu hal lumrah di saat masa peperangan lama tidak terjadi tapi di sela hiruk pikuk pedagang, muncul teriakan sumbang yang memekakan telinga.
"Pencuri ! Pencuri ! Pencuri !" Teriak laki laki berbadan tambun dengan kepala botak sambil mengejar bocah kurus yang memegang 2 potong roti. Walaupun tubuhnya kurus, bocah itu terus berlari kencang sambil menghindari pembeli dan gerobak pedagang yang lalu lalang. Orang yang mengejar pun semakin marah melihat bocah kurus itu semakin menjauh. Beberapa pedagang lain berusaha menangkap dan menghalaunya namun usaha tersebut sia sia melihat kecepatan berlari dan kelihaian bocah kurus itu dalam menghindar. Hingga tak lama muncul senyum di wajah pria botak yang penuh keringat itu ketika melihat mangsa yang di kejarnya terjatuh karena menghindari gerobak yang sedang bergerak melintasi jalanan di depannya. Dia semakin mendekat dan mengambil bilah kayu yang ada di jalan.
"Akhirnya aku menangkapmu bocah kurus". Dengan mata melotot laki laki botak itu mengayunkan kayunya yang menghantam punggung bocah kurus itu. Setelah memukul beberapa kali dia melihat bocah kurus itu tidak menangis maupun merintih bahkan tanpa ekspresi. Pedagang lain pun mulai mendekat untuk menghakimi si Bocah. Laki laki botak itu semakin geram saat melihat raut muka bocah itu tetap datar,namun saat akan memukul kepalanya, Bocah itu berbalik dan menendang sesuatu di antara paha laki laki botak itu hingga matanya melotot tanpa bersuara. Hingga beberapa detik dia berlutut.
Bocah kurus itu kembali berdiri dan berlari sambil memegang erat roti yang di genggamnnya walaupun sebagian sudah tertutupi debu saat terjatuh. Bocah itu menghilang tanpa berbalik melihat laki laki botak yang masih merintih kesakitan sambil memegang sesuatu di antara pahanya.
"Dasar Bocah Kep*rat, bila bertemu lagi akan kupatahkan kedua kakimu". Laki laki botak itu mencoba berdiri dan kembali ke dagangannya di bantu pedagang lain yang sebelumnya mendekat. Bocah itu memang sering membuat masalah dengan mengambil makanan pedagang dan pembeli namun orang orang sudah jenuh mengejarnya karena kelincahan bocah kurus itu untuk kabur dari kejaran. Walaupun pernah tertangkap dan di pukuli hingga berdarah namun bocah itu terus mengulangi perbuatannya tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
Bocah kurus yang bernama Arya Sena masih terus berlari meskipun punggungnya berdarah membasahi baju lusuhnya. Wajah datarnya terus menatap kedepan tanpa menoleh. Umurnya sekitar 7 Tahun dengan tubuh yang kurus namun karena sejak kecil terbiasa bekerja dan berburu dia memiliki tenaga dan ketahanan tubuh yang bagus.
Sena terus melangkah memasuki hutan di pinggir Kota sindara. Senyum muncul di bibir nya saat menatap roti yang digenggamnya. Hingga dia tiba di depan gubuk reok yang hampir roboh dengan dedaunan sebagai atapnya. Sudah 2 tahun Sena tinggal di gubuk tengah hutan karena tidak mempunyai uang untuk menyewa penginapan apalagi membeli rumah di kota.
"Akhirnya saya bisa membawa roti " gumamnya dalam hati sambil memikirkan senyum bahagia satu satunya orang yang di pedulikannya di dunia ini yang sedang berbaring di dalam gubuk.
Arya Sena masuk kedalam gubuk reok. Wajahnya yang datar sejenak berubah menjadi wajah yang sedih ketika memandangi wanita tua yang sedang terbaring lemas di atas tikar lusuh. Keadaan ini sudah hampir 3 bulan menimpa wanita tua itu.
"Bi ! Bi ! aku membawa roti untuk makan malam Bi Ratih". Dengan suara lirih, Arya Sena mencoba membangunkan Bi Ratih. Seketika Bi Ratih tersenyum memandangi wajah bocah di depannya. Arya Sena memang bukan anak kandungnya. Entah sejak kapan Bi Ratih mulai merawat Sena hingga sekarang berumur 7 Tahun. Sena pun tidak mempedulikan asal usulnya. Yang dia tahu hanya terus hidup bersama Bi Ratih. Satu - satunya orang yang dianggapnya di dunia ini untuk saat ini. Bahkan suara dan ekspresi Sena hanya akan muncul jika berada di depan Bi Ratih.
Sejak Kecil hidup miskin dan yatim piatu membuat Arya Sena membenci semua orang kecuali Bi Ratih. Hal ini terjadi karena sejak kecil dia dikucilkan, di hina bahkan sering di pukuli orang di sekitarnya. Sekarang satu - satunya orang yang menyayanginya berbaring tak berdaya dengan tubuh kurus.
Setiap Sena melihat Bi Ratih hatinya terasa akan meledak karena sakit dan suaranya yang tertahan seakan ingin meluap keluar dari tenggorokannya untuk berteriak menangis dan mengadu kepada langit akan kehidupan yang tak menentu yang di jalaninya.
"Sena ! dimana kamu mendapatkan roti ini nak?". Bi ratih memandangi Sena dengan sayu. Anak yang dia besarkan sejak bayi kini telah menjadi laki laki yang tumbuh besar namun ada rasa sedih di hatinya telah menyembunyikan jati diri Sena yang di rahasiakannya sampai saat ini.
Sena tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara bi Ratih." Saya di beri oleh pedagang Bi setelah membantunya mengangkat barang". Sena terpaksa berbohong agar bi ratih mau memakan roti karena sejak semalam Bi Ratih belum makan apapun.Biasanya Sena lebih suka berburu kehutan untuk makanan namun jika dia tidak mendapatkan hewan buruan terpaksa dia mencari makanan di pasar dengan segala cara tanpa mempedulikan baik buruknya.
Bi Ratih yang mendengar jawaban Sena hanya menggelengkan kepala sambil melirik pakaian di bagian samping Sena yang memiliki bercak darah. Bagaimanapun Bi ratih telah merawat sena sejak bayi sehingga tahu jika sena berbohong.Namun dia tidak ingin membuat sena semakin bersedih jika dia memarahinya.
"Lain lali Bibi ingin makan daging ikan atau ayam hutan saja tidak usah kau bawakan roti". Bi Ratih berusaha menghindarkan Sena dari perilaku yang menyimpang seperti mencuri. Sena hanya mengangguk karena mengetahui maksud dari Bibinya kemudian dia minta izin untuk membersihkan badan dan merawat luka di punggungnya. Dia menuju sungai yang tidak jauh dari gubuk nya dengan wajah tanpa ekspresinya setelah menjauh dari Bi Ratih.
Setelah membersihkan Badan dan lukanya Sena kembali masuk. Dia tersenyum setelah melihat bibinya kembali tidur dan di sampingnya masih ada sepotong roti yang sengaja di simpan bi ratih untuknya. Bi Ratih pasti menyadari bahwa semenjak semalam dia juga belum memakan apapun kecuali air sungai yang selalu mengganjal perutnya.
"Memang hanya Bibi yang selalu mengerti diriku, saya berharap bibi bisa hidup lebih lama agar saya bisa membahagiakan bibi dengan makanan yang banyak dan rumah yang nyaman". Sena mengambil roti dan menggigitnya tanpa ekspresi. Dia bersandar di dinding gubuknya hingga terlelap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!