Seorang lelaki berjalan dengan tak memperhatikan arah, pikirannya sedang tak bersamanya, melayang memikirkan seseorang yang mungkin tak peduli dengannya lagi.
"Rena, tega-teganya kau selingkuh di belakang aku dan sekarang kau lebih memilih lelaki lain dari pada aku. Apa mungkin ini adalah karma? Karena sebenarnya aku tidak benar-benar cinta pada Rena," batinnya
^flashback_POV^
Kakiku berjalan walau lelah, aku harus menemuinya. Namun, saat kulihat dia sedang tertawa dengan seseorang. Aku pun menghampirinya.
"Rena, dia siapa? Apa yang sedang kau bicarakan dengannya?"
Wajahnya nampak terkejut dan murung
"Maaf, Ngga. Aku rasa kita tak ada kecocokan dan hubungan kita cukup sampai di sini saja," ujarnya
Mataku terbelalak sempurna.
"Jadi ini dia? Yang bikin kau berubah? Yang buat kau tersenyum aneh dan menyembunyikan sesuatu dari aku? Kenapa kau seperti ini? Apa salahku?"
"Aku aneh, berubah, menyembunyikan sesuatu? Lalu, kau apa? Tanpa kau cerita, aku sudah tahu semuanya, Ngga. Mulut kamu terkunci, tapi mata kamu bicara. Kamu yang menyembunyikan sesuatu dari aku, kamu menyembunyikan cinta kamu untuk perempuan lain dari aku. Kamu yang aneh milih aku tanpa dasar cinta. Aku tak pernah berubah, tapi kamu yang buat aku pilih jalan ini. Aku tahu kamu tak pernah bisa cinta pada aku, kamu yg merubah haluan cinta kamu untuk dia dan memilih aku tanpa dasar rasa apa pun hanya untuk pelarian. Kamu tak salah, hubungan ini yang salah. Karena suatu hubungan butuh 2 rasa yang mengikat dan melengkapi, kamu tak punya rasa itu dan aku pun udah tak bisa berharap lagi sama kamu. Maaf, tapi aku tidak bisa tahan sama semua ini. Aku pilih dia karena kami udah dijodohkan. Ini Arya, lelaki yang aku cinta. Maaf, Ngga, tapi kejarlah perempuan itu, aku tahu kamu sangat mencintainya," ucapnya
Aku hanya terdiam.
"Maaf, Ngga. Aku pergi," katanya
Ia menggandeng kekasih barunya dan pergi dari hadapanku. Aku pun tertunduk.
"Rena, maafkan aku."
^flashback_POVoff^
Lelaki tersebut melangkah tak tentu arah, tanpa memerhatikan situasi di sekitar.
"Kamu di mana? Apa kamu juga lagi mikirin aku sekarang? Aku merindukan kamu, mencintai kamu, Damia," gumamnya
"AWAS!!"
TIIINN!!
CIIITT..
"AAAaaaaa..!!"
"Angga!"
BRAKK
BRUKK
BUGHH
Lelaki itu terkulai lemah, ia jatuh tertabrak mobil. Mobil yang menabraknya memutar arah dan kabur.
Banyak orang yang datang menghampiri untuk sekedar melihatnya. Dan seseorg pun datang mendekat. Dilihatnya, kepala lelaki tersebut mulai mengeluarkan darah.
"Kenapa diam saja? Ayo, bantu saya bawa dia ke rumah sakit. Taxi saya ada di sana," ujarnya
Beberapa orang membantunya membopong tubuh lelaki tersebut untuk dimasukkan ke dalam taxi. Seseorang meletakkan kepala lelaki tersebut di atas pangkuannya.
"Pak, tolong cepat ke rumah sakit Ananda Medika, ya," pintanya
"Baik, Mba."
...
"Suster, tolong bantu saya!"
Beberapa suster berlarian menghampiri dan membawa lelaki tersebut ke ruang penanganan Unit Gawat Darurat dengan menggunakan pembaringan.
"Halo.. Angga, kenapa, Nak?"
"Halo, selamat sore. Saya dari pihak Rumah sakit Ananda Medika, menghubungi dari ponsel Pasien, ingin memberitaukan bahwa saudara Angga Purnomo Saputra telah menjadi korban tabrak lari dan sekarag berada di UGD dan sedang dalam penanganan Dokter."
"Oh, ya ampun. Angga ... maaf, ini dari rumah sakit mana?"
"Rumah Sakit Ananda Medika, Bu. Pasien ada di ruang UGD."
"Oke, terima kasih banyak. Saya akan segera menuju ke sana."
"Sama-sama. Selamat sore."
Tut!
Seseorang dengan seragam perawat sedang menunggu di pintu dekat lobi rumah sakit. Saat seorang wanita paruh baya datang dengan wajah cemas, ia pun langsung berdiri menghampiri.
"Selamat sore, Ibu. Dengan Ibu pasien Angga yang tadi bicara di telepon?" tanyanya
"Ya, benar. Di mana anak saya, Sus?" tanya balik Ibu Angga
"Kebetulan saya Suster yang juga membawa anak Ibu ke rumah sakit ini. Mari, Bu, ruang UGD lewat sini," ucapnya
"Silahkan masuk, Bu. Pasien masih ditangani oleh Dokter," katanya
Ibu Angga pun masuk ke dalam ruang UGD. Dari sekian banyak pasien UGD, Ibu Angga mencari putranya itu. Dan menjadi tambah cemas ketika melihat kepala putranya yang sudah dibalut dengan perban.
"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Ibu Angga
"Anak Ibu mengalami tabrak lari dan kepalanya terbentur cukup keras. Pasien akan siuman sebentar lagi dan kami akan memeriksa lebih lanjut kondisinya saat sadar nanti. Pasien harus di rawat inap. Silahkan Ibu urus administrasinya lebih supaya pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat inap," jelas Dokter
"Saya akan urus administrasinya, tolong segera pindahkan anak saya, Dok," ujar Ibu Angga
Saat sedang menuju meja administrasi, Ibu Angga berpapasan dengan Suster yang menemuinya di depan pintu lobi tadi. Yang ditugaskan untuk memindahkan pasien Angga ke ruang rawat inap.
...
R. Bougenville 8
Secepat mungkin Ibu Angga menuju ruang rawat putranya. Di sana masih terdapat Suster yang mengantar putranya yang juga merupakan Suster yang menghubunginya lewat telepon dan menemuinya di lobi.
"Maaf, Bu. Saya masih sedang membersihkan ruangan sedikit lagi," katanya
"Iya, Sus. Tidak apa. Suster yang membawa anak saya ke sini dan menelepon saya juga menemui saya tadi, kan? Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak," ujar Ibu Angga dengan tetap menatap wajah putranya.
"Sama-sama, Bu, sudah menjadi tugas saya. Ibu tenang saja, Angga akan segera sadar. Benturan di kepalanya memang cukup keras, tapi saat di perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Annga masih bisa membuka kedua matanya, jadj Pasien pasti akan segera sadar. Putra Ibu adalahh lelaki yang kuat," ucapnya yang berusaha menghibur.
"Suster, memang benar. Terima kasih," kata Ibu Angga
"Ohya, ini ponsel pasien yang saya gunakan untuk menelepon Ibu tadi. Maaf, baru sempat saya kembalikan sekarang," ujarnya
Suster tersebut pun menyerahkan ponsel pasien Angga pada Ibu-nya.
"Terima kasih banyak, Sus," ucap Ibu Angga
"Sama-sama. Kalau begitu, saya permisi dulu, Bu," katanya
Suster pun keluar dari ruangan tersebut.
"Angga, bagaimana bisa kamu celaka seperti ini, Nak?" cemas Ibu Angga
"Nggh ... " lenguh pasien
"Angga? Dok, Dokter! Anak saya sadar!" teriak Ibu Angga
Dokter pun berlarian masuk. Dan segera memeriksa pasien.
"Aku di mana? Ibu siapa? Kenapa aku ada di sini?" tanyanya yang menjadi linglung.
"Angga, ini Mama, Nak. Kamu di ada rumah sakit sekarang," jawab Ibu Angga
"Mama? Rumah sakit? Ah!" teriak pasien dengan perasaan bingung.
Pasien memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Ibu, mohon untuk ke luar dulu. Saya akan memeriksa pasien lebih lanjut. Harap tenang," ucap Dokter
Ibu Angga ke luar dari dalam ruang rawat dengan tetes air mata.
"Angga, apa kamu ingat apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya Dokter
Pasien pun berusaha untuk mengingat kembali.
"Saya jatuh karena ditabrak, setelah itu tidak tau apa yang terjadi, lalu saya sudah ada di sini," jawabnya
"Ingat siapa nama kamu? Tahun, hari, dan jam berapa sekarang?" tanya dan selidik Dokter
"Nama saya Angga Purnomo Saputra, sekarang tahun nggh~ hh ... " jelasnya yang kembali tak sadarkan diri.
Dokter pun menemui Ibu pasien
"Dok, bagaimana dengan keadaan anak saya?"
"Anak Ibu mengalami benturan cukup keras, sehingga tadi sempat lupa sementara, itu hal wajar, tapi saya belum tahu dengan pasti bagaimana kondisi lanjutnya karena pasien kembali pingsan. Sepertinya pasien cukup kehilangan banyak darah, kami butuh donor darah untuknya. Apa Ibu tahu golongan darah pasien? Dan apa golongan darah Ibu sama dengannya, atau mungkin ada sanak saudara lain?" tanya Dokter
Ibu Angga terlihat sangat syok mendengarnya. Ia belum tahu kondisi pasti putranya, sekarang putranya membutuhkan donor darah. Saat itu Suster yang menolong Angga menghampirinya sekali lagi.
"Dok, apa dari pihak rumah sakit bisa ikut mendonor? Golongan darah saya O. Apa saya bisa?" tanyanya
.
Bersambung.
Syok mendengar putranya butuh pendonor, Ibu Angga terheran mendapatkan Suster yang menolong putranya, ingin menolong sekali lagi.
"Dok, apa dari pihak rumah sakit bisa mendonor? Golongan darah saya O. Apa saya bisa?" tanyanya
"Bisa saja selama tidak mengganggu kinerja kamu di rumah sakit ini. Golongan darah O sangat berguna, tapi tetap harus melewati tes terlebih dulu, apa benar cocok dengan pasien," ungkap Dokter
...
Setelah mengecek dan mengetahui golongan darah pasien, Suster lain mengecek kecocokan darahnya, akankah cocok dengan golongan darah O.
"Kok kamu mau sih donorin darah untuk pasien itu? Apa alasannya coba? Dan apa hubungan kamu sama pasien itu?" tanya teman sesama Suster
"Apa salah kalau aku donor darah untuk orang lain? Untuk saling menolong satu sama lain, kenapa tidak? Sebenarnya dia adalah teman aku dan aku pernah berbuat salah sama dia, dengan ini aku harap bisa menebusnya," ujarnya
"Perhatian banget, sih. Hati-hati, loh.. bagaimana dengan Raffa nanti?"
"Apa-apaan, sih? Kan, aku bilang dia cuma teman dan aku cuma mau menebus kesalahan aku doang," katanya
"Ya udah, aku duluan, ya. Aku mau transplat darah kamu ini ke pasien."
Suster tersebut mengangguk dan temannya ke luar dari laboratorium rumah sakit itu.
"Untunglah darahku cocok dengan Angga," gumamnya
Suster tersebut masih terbaring istirahat di pembaringan. Namun, saat melihat ada yang datang, ia langsung bangkit duduk dari posisi rebahnya.
"Permisi, Suster ... " sapanya
"Ya, Ibu. Ada hal lain yang bisa saya bantu?" tanyanya
"Maaf, mengganggu istirahatnya, Sus. Saya hanya mau berterima kasih sekali lagi, karena sekali lagi Suster bersedia untuk menolong Angga, putra saya. Tapi, mohon maaf, Suster tidak ada niat lain kan?"ucapnya, Ibu Angga
"Ibu tenang saja. Saya tidak punya niat buruk atau mengharapkan apapun dari Ibu atau pihak pasien, niat saya hanya ingin membantu sebisa mungkin karena itu sudah jadi tugas saya. Lagi pula, sebenarnya saya dan pasien Angga adalah teman, tapi kami sempat lost kontak selama 2 tahun. Saya turut prihatin atas musibah ini, tapi saya yakin Angga adalah lelaki yang kuat," ujarnya
"Saya lega mendengarnya. Terima kasih sekali lagi, Sus, dan maaf kalau mengganggu. Kalau begitu, saya permisi balik ke kamar Angga," ucap Ibu Angga
"Sama-sama, Bu. Silahkan," katanya
Setelah Ibu Angga keluar, ada seseorang kembali masuk menemui Suster.
"Dokter Raffa? Ada perlu apa, Dok? Ada yang bisa saya bantu?"tanyanya
"Apa-apaan kamu ini? Aku ini pacar kamu, tidak usah seformal itu," katanya, Dokter Raffa, kekasih sekaligus tunangan Suster tersebut.
"Tapi, ini rumah sakit, tempat kerja," sangkalnya
"Tapi, sekarang kita lagi berdua, jadi kamu tidak usah bicara seperti tadi," ujar Dokter Raffa
"Ya sudah, lalu kamu ada perlu apa mencari aku di sini?" tanyanya
"Memangnya aku tidak boleh cari kamu? Lagi pula, apa alasan kamu perhatian banget sama pasien baru itu? Kenapa sampai harus donorkan darah kamu segala?" tanya Dokter Raffa
"Masalah itu ... apa salahnya kalau aku bantu mereka sebisa aku? Aku hanya merasa simpati saja. Dan pasien itu teman aku, hanya teman. Jadi, kamu tidak usah khawatir," ungkapnya
"Hanya itu, benar? Tidak ada alasan lain?" tanya dan selidik Dokter Raffa
"Iya, hanya itu. Benar, deh. Ya sudah, aku mau makan ke kantin, selagi diberi waktu istirahat sebentar setelah ambil darah," ucapnya
"Ya sudah, yuk. Aku temani," kata Dokter Raffa
"Loh, memang kamu sedang tidak ada pasien?"tanyanya
"Tidak ada, aku free. Lagi pula, memangnya aku tidak boleh makan bareng sama pacar aku sendiri?" tanya balik Dokter Raffa
"Bukankah kamu tudak selevel makan di kantin, ya?" tanyanya dengan heran.
Tanpa menjawab, Dokter Raffa menggengam tangan Suster dan menariknya ke luar menuju ke kantin. Namun, sang Suster malah melepaskan genggaman tangan kekasihnya itu.
"Tidak enak dilihat orang di tempat kerja," katanya beralasan.
...
Kantin Rumah Sakit.
Suster memakan nasi goreng seafood spesial, sedangkan Dokter Raffa hanya menemaninya seraya meminum jus.
Tangan Dokter Raffa terulur hendak menggenggam tangan kekasihnya itu dengan mesra, namun Suster malah mengelak darinya.
"Kamu kenapa, sih? Kan, aku ini tunangan kamu," ambeknya
"Kan, kamu tahu aku tidak suka seperti itu. Bermesraan di tempat kerja itu tidak ada faedahnya, yang penting komunikasi kita bagus, hubungan kita baik-baik saja. Itu lebih dari cukup. Lagi pula, kan, sudah aku bilang, tidak enak dilihat orang, kita di sini kerja bukan mau bermesraan," ungkapnya
"Terserah kamu saja, deh," kata Dokter Raffa
"Jangan marah seperti itu dong. Maaf, ya, maafkan aku," ujarnya memasang wajah memelas.
"Iya, deh. Aku tidak marah kok," kata Dokter Raffa
Suster melanjutkan makannya. Saat itu ia tak sengaja melihat Suster Kepala di sana. Ia memanggil Suster Kepala bernama Lisa. Namun, wajah Dokter Raffa berubah tegang.
"Kak Lisa, sini gabung dengan kami saja," tawarnya sambil menyapa.
"Memangnya tidak apa kalau aku bergabung? Tidak ganggu kalian berdua?" tanya Lisa
"Tidak kok, duduk saja," katanya
Suster Lisa pun duduk 1 meja dengan mereka. Sempat terjadi kontak mata antara Suster Lisa dan Dokter Raffa. Dokter Raffa sangat tegang sedangkan Suster Lisa terlihat gugup. Keheningan terpecahkan dengan membicarakan kondisi pasien yang Dokter Raffa dan Suster Lisa rawat bersama.
"Obrolan kalian nyambung sekali sampai aku bingung mau ikut bicara seperti apa. Ya sudah, aku pergi dulu saja ya. Kak Lisa lanjutkan saja makannya, Dokter Raffa temani kok," ucapnya
"Kamu mau ke mana?" tanya Dokter Raffa
"Mau lanjut kerja, masih banyak pasien yang harus aku cek," jawabnya
"Termasuk pasien baru itu?" tanya Dokter Raffa
"Dia hanya teman ... sudah, ya, aku duluan," katanya
Setelah Suster itu pergi, hanya tinggal Dokter Raffa dan Suster Lisa berdua.
"Kamu cemburu, ya?" tanya Lisa
"Iya, sedikt. Memangnya kenapa?" tanya balik Dokter Raffa
"Tidak apa," kata Lisa
•••
Hari terus berlalu.
Pekerjaan di rumah sakit memang melelahkan, namun juga melegakan saat dapat membantu orang lain. Begitu juga yang dirasakan olehnya, merawat teman lama yang sempat terluka karenanya diharapkan cukup untuk membayar rasa bersalahnya. Namun, entah harus senang atau sedih saat mengetahui bahwa teman lamanya mengalami kehilangan sebagian memori, yang artinya temannya itu tak mengingatnya, yang artinya juga ia tak perlu khawatir atas rasa bersalahnya karena temannya itu tak ingat apa pun tentang kisahnya itu. Namun, salah tetaplah salah yang tak bisa hilang begitu saja, termasuk dengan perasaan bersalahnya itu.
"Suster Damia, sudah datang?" sapa Lisa
"Iya, Sus. Ada tugas apa untuk saya?" tanyanya
"Ibu dari pasien Angga di ruang Bougenville bilang, beliau butuh bantuan pihak rumah sakit untuk menetapkan perawat di rumahnya karena pasien Angga akan segera pulang hari ini. Jadi, saya tugaskan kamu untuk merawat pasien Angga di rumahnya," ucap Lisa
"Maksudnya saya menjadi Suster di rumah pasien dan merawatnya?" tanyanya memastikan.
"Benar," jawab Lisa
"Baik. Saya paham," katanya
"Kalau begitu, Ibu, Ini Suster Damia yang akan bertugas merawat pasien di rumah," ujar Lisa pada Ibu Angga.
"Saya Suster Damia Lutfiah, Bu," ungkapnya memperkenalkan diri.
"Sudah lama berada di sini, saya baru tahu nama Suster. Saya senang sekali mendapat perawat terbaik untuk anak saya, terlebih lagi kalian juga berteman. Kalau begitu, saya balik ke kamar anak saya dulu. Permisi," ucap Ibu Angga
"Silahkan, Ibu," katanya
Setelah Ibu Angga berlalu, Suster yang ternyata bernama Damia itu langsung melontarkan protes.
"Suster Lisa, kenapa harus saya?" tanya Damia
"Kenapa? Tugas saya memilih perawat untuk merawat pasien di rumahnya dan saya memilih kamu," jelas Lisa
"Tapi, saya hanya perawat yang bekerja magang di rumah sakit ini. Saya masih belajar di sini, bagaimana jika saya melakukan kesalahan saat merawat pasien di rumahnya nanti?" tanya Damia memprotes.
"Saya percaya sama kamu. Toh, kamu bisa belajar merawat pasien Angga sebelum merawat banyak pasien di sini, ini juga akan menentukan nilai magang kamu nantinya," ungkap Lisa
"Bukankah harusnya belajar merawat banyak pasien di rumah sakit dulu baru dapat merawat pasien di rumahnya, Sus? Saya benar-benar takut melakukan kesalahan," elak Damia
"Sudah dibilang, saya percaya sama kamu. Lagi pula, Ibu tadi bilang, anaknya teman kamu, kan? Kamu pasti bisa merawatnya dengan baik tanpa melakukan kesalahan karena kalian sudah mengenal lama, kan? Pokoknya tidak ada alasan, pertanyaan, atau protes lagi. Keputusan saya untuk pilih kamu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi," ucap Lisa
"Baik, Sus," pasrah Damia
Suster Lisa pun berlalu melakukan tugas lain.
"Damia, bagaimana? Kok bisa, ya, kamu terpilih buat merawat pasien di rumah?" tanya teman sesama Suster, Suster Alina
"Tidak tahu, deh, Al. Aku juga bingung. Aku harus izin ke Ibu dan Ayah, nih. Kan, pasien Angga pulang hari ini, berarti aku harus ke rumahnya hari ini juga," ujar Damia
Alina berlalu dari Damia, sedangkan Damia menelepon orangtuanya. Setelah mendapat izin, Damia sedikit mempersiapkan dirinya.
"Kalau sudah ditugaskan seperti itu apa boleh buat ... berarti itu juga sudah jadi tugas kamu. Yang terpenting kamu harus jaga diri, sering juga kasih kabar ke rumah, ya."
..."Ibu dan Ayah benar, ini tugas aku. Aku harus siap dan bisa," batin Damia...
Saat Damia telah siap dan hendak menuju kamar pasien di R. Bougenville 8, seseorang menahan tangannya. Damia menoleh, lalu melepaskan tangannya.
"Ada apa?" tanya Damia
"Aku dengar, kamu akan merawat pasien di rumah. Pasien Angga, apa itu benar?" tanyanya
"Iya. Kenapa, kamu cemburu? Tenang saja, ini sudah tugas aku. Dia hanya teman aku dan sekarang dia pasien aku, tidak akan ada hal lebih lainnya," ujar Damia
"Bagaimana aku tidak cemburu, sih? Dia tetap lelaki, Damia. Lagi pula, kok bisa kamu ditugaskan seperti itu?" tanyanya, Dokter Raffa
"Ya, mau bagaimana lagi? Ini sudah tugas aku dan aku sudah ditugaskan sama Kak Lisa, bagaimana mau menolak? Dia atasan aku dan nilai magang aku berada di tangannya," ungkap Damia
"Siapa? Lisa?" tanya Dokter Raffa
"Iya, kan, dia Suster Kepala di sini. Aku mohon, kamu jangan marah, ya. Aku janji akan kasih kabar ke kamu terus," ujar Damia
"Janji, ya? Dan sekarang sebagai salam perpisahan-"
Raffa tiba-tiba memeluk tubuh mungil Damia. Damia merasa terkejut dan sedikit terengah karena pelukan kekasihnya yang erat.
"Iya, aku janji. Aduh, Raff, tidak enak dilihat orang, sesak, nih ... " kata Damia
"Aku bakal kangen kamu, kok kamu tidak balas peluk aku juga, sih?" tanya Raffa
Damia pun membalas pelukan Raffa.
"Sudah, ya, tidak enak, ah. Lagi pula, kayak mau berpisah betulan saja pakai pelukan perpisahan segala," ucap Damia
Mendengar itu, Raffa melepaskan pelukannya, beralih menyentuh pipi Damia dengan sebelah tangannya.
"Aku sayang kamu," ungkap Raffa
"Aku juga sayang kamu," balas Damia
Damia menggenggam erat tangan Raffa dan menurunkan dari pipinya, perlahan melepaskan genggaman tangannya.
"Pokoknya selama aku tidak ada, jaga aku di sini. Kalau sampai aku tahu atau dengar ada yang lain masuk ke sini, awas saja," ujar Damia seraya menunjuk tepat di bagian jantung hati Raffa
Raffa tersenyum.
"Sudah, ya, mungkin aku sudah ditunggu. Sampai ketemu
lagi," ucap Damia
"Sampai ketemu lagi," balas Raffa
Bagi Raffa, berat untuk melepaskan kekasihnya demi tugas. Namun, seperti inilah ketetapannya.
...
R. Bougenville 8
"Pasien Angga, Ibu, maaf buat kalian lama menunggu. Sekarag saya siap. Mari, saya bantu," ucap Damia
"Maaf, merepotkan, Sus," ujar Ibu Angga
"Tidak apa, sudah tugas saya," kata Damia
Damia pun akhirnya ikut serta dalam pulangnya pasien Angga bersama Ibunya.
"Angga, kamu istirahat dulu ya. Mama mau ngasih tahu Suster kamarnya dulu," ujar Ibu Angga
"Iya, Ma," kata Angga
"Mari, Sus ... " ajak Ibu Angga
"Baik, Bu," patuh Damia
Angga beralih menuju ke kamar pribadinya. Ibu Angga mengantarkan Damia ke kamar yang akan ditempati olehnya di sana.
"Ini kamar Suster untuk istirahat. Saya akan sibuk bekerja sedangkan anggota keluarga lainnya sedang berada di luar kota, jadi mohon bantuannya merawat Angga, ya, Sus. Dan mungkin Suster harus menginap di sini, setidaknya selama hari kerja. Sabtu dan Minggu, Suster free san boleh pulang," jelas Ibu Angga
"Baik, Bu. Ibu bisa panggil nama saya saja, kan, ini di rumah Ibu sendiri bukan di rumah sakit lagi," ujar Damia
"Oke, Damia. Berarti kamu juga bisa panggil saya dengan sebutan Tante Yuli atau Mama juga boleh. Omong-omong, berapa usia kamu?" tanya Ibu Angga, Tante Yuli
"Usia saya mendekati 21 di tahun ini, Tante. Sebenarrnya juga saya masih perawat magang, mohon maaf jika saya buat kesalahan nantinya dan saya sedikit bingung kenapa tugas ini diberikan pada saya karena sebenarnya saya belum terlalu andal," ungkap Damia
"Itu artinya pihak rumah sakit percaya sama kamu, saya juga percaya sama kamu. Ya sudah, saya ke luar," ujar Tante Yuli
"Terima kasih banyak, Tante," ucap Damia
"Saya yang harusnya mengucapkan banyak terima kasih. Damia, bisa istirahat, selagi Angga juga lagi istirahat. Permisi," ucap Tante Yuli
"Lisa, aku mau bicara sama kamu," kata Raffa
"Eh, Raff. Ada apa?" tanya Lisa
"Kenapa kamu mengirim Damia untuk merawat pasien itu?" tanya Raffa
"Kenapa? Apa karena dia pacar kamu? Kamu cemburu?" tanya balik Lisa
"Bukankah Damia masih magang?" tanya Raffa memprotes.
"Kamu cemburu. Kamu saja seperti itu, bagaimana dengan aku? Aku juga cemburu, Raff. Melihat kamu dan dia dekat, berduaan, pacaran. Aku sakit! Aku ini juga pacar kamu! Kamu slalu anggap aku yang kedua, simpanan. Walau pun itu benar, aku juga perempuan yang mau diperhatikan. Bukannya itu sebabnya kamu pacaran sama aku juga? Kamu kurang perhatian dari dia sampai datang ke aku. Setelah dapat perhatian dari aku, kamu malah lebih peduli sama dia. Sekarang dia tidak ada, tidak ada lagi perhatian dari dia, harusnya kamu putuskann saja dia. Dan fokus saja sama aku, pilih aku. Aku juga pacar kamu, kan? Aku sayang kamu," ujar Lisa
Lisa menggenggam tangan Raffa dengan erat. Raffa pun tertunduk.
Lalu, Raffa menghempaskan tangan Lisa dan berlalu pergi. Ia merasa lelah.
"Raff? Raffa!"
...
Bersambung.
Damia memperhatikan pantulan dirinya pada cermin di dalam kamar barunya di rumah Angga.
..."Semangat, Damia.. Kamu pasti bisa!"batin Damia yang menyemangati dirinya sendiri....
Saat itu, ia dikejutkan dengan suara seseorang. Saat berbalik, ia sudah menemukan pintu kamar dalam keadaan terbuka dengan seseorang berada di ambangnya.
"Hei, tolong buatkan aku makanan. Aku mau makan," pintanya
"Angga, apa yang sedang kamu lakukan? Ini kamar perempuan, bagaimana bisa kamu masuk kamar perempuan begitu saja?" tanya Damia
"Ini rumah aku. Aku lapar, mau makan. Mama sudah pergi," jelas Angga
"Tetap saja ini kamar perempuan. Tante Yuli, pergi? Kok tidak bilang dulu, ya?" gumam Damia
"Dia Mama aku, bukan Mama kamu, bilangnya pasti sama aku. Bukannya Mama sudah bilang, dia sibuk kerja? Ayo, masak sesuatu. Itu pun kalau kamu bisa," ujar Angga
Angga melangkah pergi. Damia menghela nafas, lalu bergerak menuju ke dapur
"Mau makan apa?"tanya Damia
"Makanan rumah sakit buat aku bosan. Bikin yang mudah saja, spagethi," jawabnya
Damia melihat persediaan makanan di dalam kulkas, banyak sekali bahan makanan di sana
"Bahan mie seperti spagethi tidak baik untuk orang yang dalam masa pemulihan seperti Tuan. Tapi, kalau mau steak ikan, saya bisa buatkan. Saya akan buatkan yangg baik dan sehat untuk Tuan," ucap Damia
"Kamu bisa masak?" tanya Angga
"Tuan, akan segera mencobanya. Mohon ditunggu," kata Damia
Damia mulai memasak. Setelah menunggu beberapa saat, steak ikan pun siap. Damia pun menghidangkannya pada Angga
"Silahkan, dicoba ... " kata Damia
"Makan steak pakai nasi?" tanya Angga yang merasa heran.
"Biar bagaimana pun juga orang seperti Tuan tetapp butuh karbohidrat seperti nasi. Lagi pula hanya sedikit, dari pada saya kasih bubur seperti saat di rumah sakit. Harus dimakan sampai habis," ujar Damia
"Terserahlah," kata Angga
"Bagaimana dengan rasanya?" tanya Damia
"Oke," jawab Angga
Damia tersenyum puas, sedangkan Angga melahap makanannya sampai habis
Menunggu Angga melahap makanannya sampai habis, ponsel Damia berdering. Damia beralih menjawab telepon.
-Raffa-
"Halo?"
'Damia, kok kamu belum telepon aku juga dari tadi? Kamu sudah sampai di rumahnya?'
"Maaf, di sini aku juga kerja. Aku sudah sampai, belumm lama kok."
"Lalu, di sana bagaimana?"
"Biasa saja. Rumahnya lumayan besar."
'Bukan itu. Kamu di sana sedang dan melakukan apa saja?'
"Tidak ada kok, cuma aku baru bikin makanan buat Angga."
'3 tahun kita pacaran, aku belum pernah coba masakan kamu'
"Selama ini kita sama-sama sibuk kerja, kita ketemu juga pas lagi kerja di tempat kerja. Bagaimana aku bisa masak buat kamu? Sudahlah, tidak enak pergi terlalu lama. Nanti habis melakukan apa pun di sini aku pasti lapor sama kamu kok. Sudah, ya, nanti aku hubungin kamu lagi."
'Ingat, hubungi aku lagi, ya. Janji?'
"Iya, janji. Sudah dulu, ya. Dahh ...."
Tut!
Sambungan telepon terputus.
...
Malam hari.
Selama beraktifitas di rumah, Damia selalu mengawasi Angga dari kejauhan. Seperti sekarang, Angga sedang menonton tv, sedangkan Damia memperhatikannya seraya membaca buku. Tante Yuli belum tiba di rumah.
"Hei, sedang di situ? Tidak lelah berdiri? Sini, temani aku nonton," pinta Angga
"Baik, Tuan," kata Damia
Damia menghampirinya dan duduk di sampingnya, di soffa.
"Siapa nama kamu?" tanya Angga
"Damia Lutfiah," ungkap Damia
"Oke, Suster Damia. Tidak mungkin jika aku selalu panggil kamu dg kata 'Hei',"ujar Angga
"Panggil nama saya saja. Lagi pula, umur kita tidak jauh beda dan Tuan lebih tua dari saya. Mungkin," ucap Damia
"Berapa umur kamu?" tanya Angga
"Tahun ini mendekati 21 tahun. Saya perawat magang," ungkap Damia
"Magang? Kok bisa kamu yang merawat aku?" tanya Angga
"Menurut kamu kenapa bisa?" tanya balik Damia
"Karena mereka percaya sama kamu," tebak Angga
"Tuan, percaya sama saya?" tanya Damia
"Ya, seperti Mama percaya sama kamu," kata Angga
Damia tersenyum.
"Kata Mama, kamu yang banyak menolong aku. Mulai bawa aku ke rumah sakit, mengabari Mama, kasih tahu letak UGD, mendonorkan aku darah. Dan Mama bilang, kamu teman aku. Benar?" tanya Angga
"Kalau Tuan percaya sama Mama Tuan, maka percayalah bahwa itu benar," ujar Damia
"Bagaimana bisa aku ingat lagi sama semuanya?" tanya Angga karena merasa bingung.
"Secara perlahan. Saya di sini siap membantu Tuan," jelas Damia
"Buku apa yang sedang kamu baca?" tanya Angga
"Buku tentang perawatan kesehatan. Saya juga bawa buku novel remaja, fiksi, juga beberapa komik yang biasa saya simpan di loker rumah sakit. Tuan, mau baca? Saya bisa ambilkan untuk Tuan," ujar Damia
"Tidak usah. Terlalu pusing selama di rumah sakit, aku tidak mau pusing baca buku walau itu hiburan, aku mau santai nonton tv," tolak Angga
"Baik, Tuan," kata Damia
"Tidak usah terlalu formal. Kamu juga bisa panggil nama aku, kita cuma beda 1 tahun," ujar Angga
"Ya, Angga ... " patuh Damia
"Damia ... seperti pernah kenal," kata Angga
"Hmm ... ya, saya cukup lama kerja dan disebut di rumah sakit," ujar Damia yang menyembunyikan sesuatu
Setelah lama membaca, menonton, mengobrol, dan lelah. Angga tertidur dengan kepalanya bersandar di bahu Damia. Damia meraih remot perlahan dan mematikan TV. Saat itu juga Tante Yuli pulang.
"Damia ... eh, Angga?"
"Tante, sudah pulang ... " pelan Damia
"Iya, itu Angga ...."
"Angga merasa bosan dan kelelahan menonton tv. Dia minta saya menemaninya," jelas Damia
"Nggh~ Mama, sudah pulang?" tanya Angga terbangun
"Iya, baru saja. Pindah tidur di kamar sana. Kasihan bahu Damia keberatan," ujar Tante Yuli
"Oh, maaf," kata Angga
"Tidak masalah," maklum Damia
Semua bubar pindah ke kamar masing-masing untuk istirahat di malam hari
...
Ponsel Damia kembali berdering. Kali ini video call dengan pemanggil yang sama
"Halo?"
'Kamu belum tidur?'
"Baru saja mau tidur, eh .. ada telepon,"
'Maaf deh ganggu. Seharian ngapain aja?'
"Tidak banyak. Terakhir aku awasi Angga nonton, lalu aku baca buku."
'Itu saja?'
"Iya."
'Ya sudah, sudah malam, sepertinya kau sudah lelah. Tidur yang nyenyak. Selamat malam.'
"Malam ...."
Tut!
Sambungan telepon video terhenti.
Penutupan hari di malam yang indah. Esok hari akan segera tiba.
Damia pun membaringkan tubuhnya di ranjang dan langsung memejamkan kedua matanya. Lambat laun, tapi pasti dirinya pun mulai menyelami dunia mimpi di dalam tidurnya.
Sebelum tidur, Damia berharap bisa menemukan esok hari yang indah dan aktivitasnya akan dilancarkan setiap harinya. Semoga tidak ada hal sulit yang menghalangi meski ia tidak bekerja di tempat kerjanya yang biasa. Semoga pekerjaannya dimudahkan, meski saat ini pasiennya hanya satu dan berbeda saat bekerja di rumah sakit.
Yang terpenting semoga semua dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapannya.
.
•
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!