NovelToon NovelToon

Aku Atau Ibumu

AAI 01 Menikah Lagi?

AAI - 01 Menikah Lagi?

Indah Permatasari. Wanita cantik yang memiliki dua lesung dikedua pipinya. Statusnya saat ini sudah menikah. Pernikahannya dengan laki-laki yang bernama Galih Surya Wibawa sudah menginjak hampir empat tahun. Pernikahan mereka didasari oleh rasa cinta diantara keduanya. Namun selama itu pula ia juga tidak bisa mengambil hati ibu mertuanya yang bernama Hesti Wulan.

Hesti Wulan begitu terang-terangan mengatakan jika tak menyukainya. Apalagi dengan dirinya yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan, membuat Hesti semakin membencinya. Disetiap kesempatan Hesti selalu melontarkan kata-kata yang sarat dengan nada sindiran yang ditujukan pada Indah ketika Galih tidak berada di rumah. Indah sendiri juga tak menceritakan semuanya kepada Galih, karena ia tak ingin jika sampai Galih dan Hesti bertengkar karena aduannya. Mengetahui Indah yang tak mengadu kepada Galih, membuat Hesti semakin berani dan gencar menyakiti hati Indah.

Indah sendiri tak mengerti dengan ibu mertuanya itu. Padahal ia sudah melakukan segalanya untuk bisa menarik simpati Hesti, tapi nyatanya hingga sekarang wanita berumur hampir enam puluh tahun itu belum juga mengakuinya sebagai menantu di rumahnya. Jangankan mengakui, memanggil namanya saja Hesti tak pernah. Ia selalu memanggil Indah dengan sebutan hei, kau, ataupun wanita miskin.

Hubungan Indah dengan sang suami pun hingga kini masih romantis.Tak pernah sekalipun keduanya bertengkar meskipun hanya masalah kecil. Keduanya bisa membicarakan semuanya dengan kepala dingin. Indah dan Galih memang sudah menjalin sejak keduanya bertemu di salah satu universitas ternama di Surabaya. Saat itu Galih begitu terpesona melihat kecantikan dan tutur lembut dari Indah. Begitupun Indah, ia menyukai Galih yang memang seorang laki-laki yang tidak pernah neko-neko. Di kampus Galih selalu terlihat sendiri dan terkesan dingin dengan para wanita yang berusaha mendekatinya. Oleh karena itu, disaat Galih mendatanginya dan mengutarakan maksud hatinya untuk menjalin hubungan serius dengan Indah, Indah tak ragu dan mengiyakannya. Hubungan keduanya harmonis hingga ke jenjang pernikahan.

Namun cinta keduanya mulai goyah kala Hesti dengan santainya meminta Galih untuk menikah lagi saat ketiganya tengah menikmati makan malam mereka. Saat ini ketiganya tengah berada di ruang makan.

"Menikahlah lagi, Galih. Apa yang kau harapkan dari wanita mandul seperti istrimu itu," ucap Hesti santai sambil menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.

Deg

Jantung Indah seakan berhenti berdetak saat mendengar ucapan dari ibu mertuanya itu. Rasa lapar yang melandanya seketika menghilang. Air matanya tanpa ia sadari menetes dengan sendirinya. Perih. Begitu perih rasanya saat kedua telinganya mendengar sendiri bagaimana tajamnya mulut ibu mertuanya itu. Indah bukanlah malaikat yang mempunyai hati seluas samudera. Ia hanyalah wanita biasa bisa merasakan sakit di hatinya jika ada orang lain yang menghinanya, meskipun itu ibu mertuanya sendiri.

"IBU!" Bentak Galih. Ia begitu terkejut mendengar ucapan dari ibunya barusan. Ia lantas melihat ke arah istrinya. Hatinya begitu sakit melihat istrinya kini meneteskan air matanya karena ucapan dari ibunya.

"Ma-maaf, Mas, Bu. I-indah sudah kenyang, mau ke atas dulu." Indah meletakkan kembali sendok dan garpu nya. Lalu ia pergi meninggalkan meja makan setelah meminta ijin kepada suami dan ibu mertuanya. Hatinya tak sanggup lagi jika harus mendengar kata-kata yang keluar dari mulut ibu mertuanya yang memiliki bisa yang mampu membuatnya merasakan sakit namun tak berdarah.

"IBU. Ibu kenapa sih? Jangan menyuruhku untuk berpoligami, Bu. Karena aku hanya mencintai Indah - istriku." Tegas Galih kepada ibunya. Hesti yang mendengar ucapan dari putranya itu seketika meradang.

"Apa? Jadi kamu berani sama Ibu hanya karena wanita itu, iya? Kamu mau jadi anak durhaka, Galih?" Dengan berapi-api Hesti justru memarahi Galih. Ia tak terima jika anaknya itu justru membela wanita lain. Galih seketika semakin frustasi saat ini. Ia berada di antara dua wanita yang begitu penting di dalam hidupnya. Saking frustasinya, Galih sampai menjambak rambutnya sendiri.

"Bukan begitu, Bu. Tapi Ibu yang membuatku begini. Sudah kukatakan berkali-kali kan, kalau aku tidak akan menikah dengan wanita lain selain Indah. Sejak awal aku sudah mengatakan itu kepada Ibu. Dan Ibu juga menyetujuinya," sahut Galih sambil beranjak dari tempat duduknya. Ia tak mau lagi berada disana, ia ingin segera mengejar cintanya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar. Namun Hesti tak akan membiarkan hal itu. Ia masih belum selesai dengan perkataannya.

"Tapi dia mandul, Galih. Mau sampai kapan kamu mau hidup dengannya? Dia tidak bisa memberimu keturunan. Dan Ibu sudah sangat menginginkan seorang cucu," Galih seketika meradang mendengar ucapan Hesti. Ia sampai geleng-geleng kepala mendengar perkataan ibunya yang tanpa sadar juga menyakiti hatinya.

"Dengar, Bu. Indah tidak mandul. Kami sudah memeriksakannya dan hasilnya sehat. Jika memang sampai sekarang kami belum memiliki seorang anak, itu artinya Tuhan belum memberikannya. Aku tidak menyangka ibu bisa berbicara seperti itu kepada Indah, sedangkan ibu juga memiliki putri. Bagaimana jika suatu saat ibu mertua Gita juga berperilaku seperti ibu, bagaimana perasaan ibu, hah?" Ujar Galih panjang lebar. Ia sampai membawa nama adiknya - Gita Mega Wibawa agar bisa menyadarkan pikiran sang ibu. Namun sepertinya hati Hesti sudah mati. Ia tak tersentuh sama sekali dengan ucapan dari Galih. Ia justru semakin murka saat Galih malah membawa nama anak perempuannya.

"Jangan bawa-bawa Gita dalam masalah ini, Galih. Ini menyangkut istrimu itu. Ibu itu sudah tua, dan ibu ingin menimang cucu seperti teman-teman ibu yang lain. Apa kamu juga tidak ingin memiliki seorang anak, hah?" Hesti kembali menyerang Galih dengan pertanyaan seputar anak. Siapa yang tak menginginkan hadirnya seorang anak di tengah-tengah pernikahan? Galih pun juga sangat menginginkannya. Tapi jika memang belum memilikinya, mau gimana lagi? Ia dan Indah masih bisa bersabar menunggu kehadiran buah cinta mereka.

"Sangat ingin, Bu. Tak henti-hentinya Galih dan Indah berdoa agar cepat dikaruniai seorang anak. Tapi jika Tuhan belum memberi, kami harus apa? Hanya doa dan usaha yang mampu kami lakukan saat ini." Sahut Galih. Ia dan Indah yakin jika Tuhan akan memberi mereka kesempatan untuk bisa mempunyai seorang anak. Dan mereka akan sabar menanti akan datangnya hari itu.

"Sampai kapan, Galih? Kamu mau nunggu sampai ibu mati dulu, iya?" Kedua mata Hesti sampai melotot ketika mengatakan hal itu. Ia begitu marah saat putranya itu justru memihak wanita yang baru dikenalnya kurang lebih selama delapan tahun daripada dirinya. Dirinyalah yang dulu mengandung, menggendong, dan membesarkannya.

"Jangan berkata seperti itu, Bu. Yang jelas, aku tidak akan menikah lagi karena memang aku hanya menginginkan Indah Permatasari yang menjadi istriku satu-satunya. Satu hal lagi, Bu. Aku mohon, jangan membahas ini lagi kalau ibu tak mau aku dan Indah pergi meninggalkan rumah ini," setelah mengatakan itu, Galih segera pergi meninggalkan sang ibu tanpa mempedulikan teriakan darinya.

'Awas kau, Indah.'

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

AAI 02 Pertengkaran

AAI 02- Pertengkaran

Bergegas Galih menuju kamarnya. Sesampainya di depan pintu, Galih mengatur napasnya lebih dahulu sebelum ia membuka pintu kamarnya.

Kriet

Suara pintu kayu yang berwarna putih itu yang dibuka oleh Galih. Galih berjalan masuk, menatap sekitar hingga pandangannya tertuju pada punggung istrinya yang tengah berdiri di depan jendela kamarnya yang masih terbuka.

Terlihat jelas jika tubuh Indah bergetar hebat disana. Hati Galih ikut teriris melihatnya. Mana mungkin ia bisa menyakiti hati Indah jika ia memang benar-benar sangat mencintainya.

"Sayang?" Panggil Galih.

Indah yang mendengar suara Galih segera menghapus semua jejak air matanya. Lalu ia menarik napasnya sejenak sebelum ia berbalik menghadap suaminya.

"Ma-mas? Kenapa Mas kesini? Bukannya Mas lapar tadi? Pergilah makan, Mas. Aku hanya teringat Ibuku. Aku belum mengabarinya seharian ini." Meski Indah mengatakan itu dengan senyum manisnya, tapi Galih tahu jika istrinya itu sedang tidak baik-baik saja. Terlihat Indah berjalan melewati Galih ingin ke kamar mandi.

Namun saat tepat berada di samping tubuh Galih, Galih menangkap tangan kanan Indah.

"Mau kemana, Ndah?" Tanya Galih berusaha menahan Indah. Perlahan Indah melepaskan tangannya.

"M-mau ke kamar mandi." Jawab Indah dengan lirih. Meski lirih, nyatanya galih masih bisa mendengar suara Indah yang bergetar.

Tak sanggup lagi menahan diri, dengan cepat Galih menarik tubuh Indah dan memeluknya dari belakang. Indah yang mendapatkan pelukan itu semakin merasakan sesak di dalam hatinya.

"Percayalah padaku, Indah. Aku sangat mencintaimu, dan hanya mencintaimu. Jangan terpengaruh dengan ucapan Ibu. Karena aku tidak akan pernah meninggalkanmu hingga akhir hayat ku." Bisik Galih tepat di telinga Indah. Hati wanita mana yang tak menangis mendengar ungkapan cinta dari suaminya disaat dirinya tengah berada di titik paling bawah dalam hidupnya.

Indah meluapkan tangisnya. Galih membalik tubuh Ana dan kembali memeluknya. Indah terisak didalam dekapan sang suami.

'Jangan biarkan kami terpecah belah, Tuhan. Aku tak akan sanggup jika semua itu terjadi,' Indah berdoa kepada Tuhan untuk ia dan suaminya. Disaat inilah, Indah merasakan ketakutan yang amat sangat. Hidup bersama Ibu mertua yang mempunyai mulut yang pedasnya melebihi level setan, membuat Indah benar-benar merasa tercekik.

"Jangan tinggalkan aku, Mas. Aku tak mau dimadu. Hatiku tidak bisa rela melihatmu bersama wanita lain. Lebih baik aku mati daripada harus melihatmu berpoligami, Mas." Ucap Indah dalam dekapan Galih.

Galih yang mendengarnya tentu tak suka. Karena ia pun tak ada terbesit keinginan seperti itu. Perlahan Galih memegang bahu Indah dan melepaskan pelukannya.

"Indah, lihat Mas." Titah Galih. Perlahan Indah mengangkat wajahnya. Galih begitu sakit hatinya melihat kedua mata Indah-nya itu tampak sangat merah. Apalagi kedua pipinya telah basah akibat air matanya yang terus menetes.

Galih menghapus jejak air mata itu dengan sayang. Ia merasa gagal memegang janjinya yang tak akan membuat Indah sampai menangis. Karena nyatanya kini ia melihat dengan kedua matanya sendiri istrinya itu tengah berlinangan air mata.

"Dengarkan aku, Indah. Disaat aku memilihmu dulu, aku sudah berjanji kepada diriku sendiri dan disaksikan oleh Tuhan. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apalagi sampai membagi cintaku kepada yang lain. Meskipun aku harus membaginya, aku akan membagi cintaku kepada anak-anak kita. Maka dari itu, aku mohon dengan sangat. Jangan pernah mendengarkan apa yang Ibu katakan. Aku tak ingin melihatmu menjadi seperti ini. Aku merasa gagal menjadi suamimu, Sayang." Ucap Galih kepada Indah. Namun Indah sangat mengenal Ibu mertuanya itu. Ia yakin jika Hesti tidak akan menyerah begitu saja. Karena Indah lah yang mengetahui sikap dan sifat Hesti jika tak ada Galih di rumah. Empat tahun bukan waktu sebentar untuk Indah bisa memahami karakter Ibu mertuanya itu.

Mendengar ucapan dari Galih, Indah menggelengkan kepalanya. Galih tentu tak mengerti melihatnya.

"Bagaimana jika Ibu memaksa, Mas? Apa yang akan Mas lakukan? Andai kata Mas harus memilih antara aku dan Ibu. Siapa yang akan Mas pilih?" Indah memberanikan diri untuk menanyakan hal itu. Inilah pertama kalinya Indah mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya. Ia begitu takut jika rumah tangganya sampai hancur berantakan karena Ibu mertuanya.

Galih begitu terkejut mendengar pertanyaan yang sangat sulit untuk dia jawab tersebut. Hanya Ibu nya lah, orang tua yang tersisa bagi Galih. Ayahnya sudah meninggal dunia sekitar sepuluh tahun yang lalu. Sedangkan Indah? Cinta pertama dan satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan jiwanya. Lalu jika saat ini Galih dihadapkan oleh dua pilihan? Bagaimana ia bisa memilih? Keduanya begitu berarti di hidup Galih.

"Jangan memberiku pilihan yang sulit, Indah. Kalian sama berartinya di hidupku. Bagaimana bisa aku memilih diantara kalian? Aku tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa memilih satu diantara kalian berdua." Sahut Galih dengan tegas. Tentu ia tak akan bisa memilih antara Indah maupun Ibunya. Meski tahu akan jawaban yang akan diberikan oleh Galih, nyatanya Indah masih bisa merasakan sakit di hatinya.

Bukannya Indah ingin egois, tapi disaat kehadirannya tidak dihargai oleh Ibu dari suaminya, membuat Indah harus berani. Ia tak akan bisa berada di bawah Hesti lagi. Dirinya merasa seperti tak bisa bernapas selama hidup di dalam rumah itu. Jika sebelumnya ia hanya bisa diam, kini ia sudah tak sanggup lagi. Ibunya telah berani menyinggungnya tepat di depan suaminya sendiri. Dan itu rasanya lebih menyakitkan dari disaat Hesti mengucapkannya didepan Indah seorang.

Apa lagi yang bisa Indah lakukan? Semua perlakuan baiknya selama empat tahun ini tidak pernah terlihat dimata Hesti. Jika dihadapan Galih Hesti bersikap biasa, lain halnya jika tak ada Galih. Dengan tanpa disaring lebih dulu, Hesti mengucapkan kata-kata yang nyatanya sangat menyakiti hati Indah. Tapi Indah hanya bisa diam dan memendamnya seorang diri. Ia tak ingin sampai suaminya tahu dan menjadikan suaminya bertengkar dengan ibunya sendiri.

Indah memejamkan matanya sejenak. Ini pertama kalinya mereka bertengkar hingga membuat keduanya merasa sakit di dalam hatinya. Tak ada yang salah di diri mereka, hanya keadaan yang menyulitkan mereka hingga membuat sang ibu menjadi penghalang bagi kebahagiaan mereka.

Indah menghembuskan napas kasarnya. Ia berusaha menenangkan dirinya agar tak ikut tersulut emosi seperti suaminya saat ini. Galih terlihat masih mengepalkan kedua tangannya menahan diri agar tak meluapkan amarahnya kepada sang istri.

"Sudah malam. Lebih baik kita istirahat. Kejadian hari ini benar-benar membuatku merasa sangat lelah," setelah mengatakan itu, Galih bergegas meninggalkan Indah yang masih berdiri di tempatnya. Sedangkan Galih masuk ke dalam kamar mandi.

'Jangan pernah menodai kesucian pernikahan ini, Mas. Atau aku tidak akan mampu menatap lagi dunia ini. Karena aku benar-benar mencintaimu dan tidak ingin kehilanganmu.'

Indah berjalan menuju peraduannya. Ia tidur dengan posisi miring dan berada di pinggiran ranjang. Ia sedang tidak ingin diganggu. Indah memerlukan waktu untuk menyembuhkan luka dihatinya yang disebabkan oleh Ibu mertuanya sendiri.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

AAI 03 Menemui Melinda

AAI 03 Menemui Melinda

Sejak Pertengkaran malam itu, Indah dan Galih masih saling diam. Galih menjaga perasaan istrinya dengan diam. Ia tak ingin berbicara dengan Indah karena takut jika perkataannya itu bisa menyakiti hati Indah. Sedangkan Indah? Ia memilih diam karena melihat suaminya yang mendiamkannya.

Baik Indah dan Galih masih perlu waktu untuk saling mengerti satu sama lain. Meski keduanya sudah lama mengenal hingga menikah, tapi ada kalanya keduanya tidak bisa mengendalikan emosi masing-masing.

Hesti yang melihat perubahan dari kedua orang itu seketika bersorak dalam hati. Ia menjadi orang pertama yang sangat bahagia melihat putranya itu bertengkar dengan istrinya. Seperti pagi ini, di meja makan, ketiganya saling diam saat menikmati sarapan pagi mereka. Jika biasanya Galih akan mengajak ngobrol sang ibu dan istri, sudah beberapa hari ini ia memilih untuk diam.

Hesti tidak bertanya padanya, ia begitu bahagia dengan melihat renggangnya hubungan putranya itu. Saat Galih akan berangkat kerja pun, Indah masih mengantarnya hingga depan. Indah mencium punggung tangan kanan Galih dan Galih tetap mencium pucuk kepalanya. Tapi tak ada kata satupun yang terucap dari bibir keduanya. Itu semua tak luput dari perhatian Hesti. Ia mengintip dari balik tirai jendela rumah nya.

'Rencanaku berhasil. Sepertinya mereka benar-benar bertengkar. Itu artinya aku bisa memisahkan mereka dan mewujudkan impianku untuk menikahkan Galih dengan wanita pilihanku. Ah, Tuhan memang berpihak kepada orang yang membutuhkan seperti diriku ini. Aku akan keluar dan menemuinya.' ucap Hesti dalam hati. Senyum seringainya muncul di kedua sudut bibirnya. Setelah melihat putranya itu berangkat, Hesti bergegas pergi menuju kamarnya.

Sedangkan Indah kembali ke ruang makan. Ia mulai membereskan meja dan mencuci semua piring kotor beserta gelasnya. Setelah itu ia melanjutkan pekerjaan rumahnya. Tak ada pelayan karena memang ia hanya tinggal dengan suami dan ibunya. Rumahnya pun hanya bertungkat dua tidak seperti rumah mewah yang ada di novel-novel percintaan. Galih merupakan seorang pegawai di sebuah bank swasta yang ada di kota Ngawi. Sedangkan Indah dulunya seorang guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri yang ada di kota itu juga. Tapi setelah menikah, Galih menyuruhnya untuk berhenti dan Indah melakukannya meski dengan berat hati. Tapi ridho suami adalah ridho Allah. Oleh karena itu, Indah tidak akan pernah membantah setiap perkataan dari sang suami.

Saat Indah sedang mengepel lantai ruang tamu, indera pendengarannya mendengar suara tapak kaki yang menuruni tangga. Bisa dipastikan bahwa itu adalah suara tapak kaki dari ibu mertuanya. Indah tak menoleh, ia tetap melanjutkan pekerjaannya.

Hesti yang menuruni tangga tak sengaja melihat Indah yang mengepel di bawah sana. Sesampainya di lantai bawah, Hesti menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah menantunya yang tengah melakukan pekerjaan rumahnya.

"Jaga rumah. Jangan pergi kemana-mana." Setelah mengatakan itu, Hesti bergegas pergi meninggalkan rumah setelah masuk ke dalam mobil taksi yang sudah ia pesan dengan ponselnya.

Sepeninggalan Hesti, tubuh Indah merosot dan terduduk di lantai itu. Isak tangisnya mulai terdengar. Sekuat tenaga ia menahan tapi nyatanya ia tak bisa. Indah bukanlah sebuah batu yang tak bisa merasakan rasa sakit.

'Kenapa cobaan ini harus menimpaku, Ya Tuhan? Apa salahku? Berikan hamba kesabaran yang lebih untuk bisa menghadapi ibu mertua ku, Tuhan. Berikanlah kami keturunan agar ibu tidak lagi menyakiti hati hamba lagi, Tuhan. Hamba mohon,' dengan memangkupkan kedua tangannya keatas, Indah memanjatkan doa kepada sang pencipta.

Mobil taksi yang ditumpangi oleh Hesti berhenti di sebuah restoran terkenal di kota Ngawi. Bahkan restoran tersebut memilik dua cabang di kota tersebut. Setelah membayar tagihannya, Hesti keluar dari dalam mobil. Dengan menenteng tas kulitnya yang berwarna hitam, Hesti melangkahkan kakinya memasuki restoran tersebut. Pandangannya menyapu seluruh dalam restoran yang tampak ramai dengan para pembeli. Hingga sebuah suara yang menarik perhatiannya.

"Tante Hesti? Disini, Tante." Seorang wanita cantik yang memiliki tubuh tinggi semampai melambaikan tangannya kepada Hesti. Senyum di bibir Hesti merekah saat melihatnya. Buru-buru ia menghampiri meja wanita berpakaian biru muda dan ketat itu.

"Hai, Melinda. Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu, Sayang?" Tanya Hesti setibanya ia di meja yang ditempati oleh wanita bernama Melinda Dewanto itu. Keduanya terlihat saling cipika-cipiki setelah itu duduk berhadapan.

"Kabarku baik, Tante. Tante sendiri bagaimana kabarnya? Apa Tante masih suka berburu diskon di Luwes?" Tanya Melinda dengan tawa diakhir kalimatnya. Luwes merupakan nama sebuah supermarket yang terkenal di Ngawi. Disana sering diadakan diskon untuk menarik perhatian para pelanggannya. Dan Hesti merupakan salah satunya. Ia sampai rela berdesak-desakan dengan orang lain demi bisa mendapatkan barang diskonan. Hesti yang mendengar hal itu seketika cemberut. Melinda mengetahui kebiasaan Hesti tersebut karena ia pernah beberapa kali menangkap basah Hesti yang tengah berburu diskon. Oleh karena itu, Melinda berani mengatakan itu.

"Kalau itu tentu saja masih. Apa yang harus aku lakukan di usiaku sekarang selain menyenangkan hati. Iya, kan? Apalagi karena Galih yang memberiku hanya sedikit uang, makanya Tante harus bisa mendapatkan barang dengan uang yang Tante miliki." Ucap Hesti dengan tampangnya yang berubah sedih. Melinda yang melihat perubahan mimik wajah Hesti itu seketika merasa bersalah.

"Sudahlah, jangan bersedih lagi Tan. Setelah ini kita akan belanja, ok? Melinda akan membelikan Tante tas yang Tante inginkan. Bagaimana?" Tawar Melinda. Hesti yang notabene sangat menyukai barang-barang sejenis tas seketika berbinar. Ia tak menyangka jika Melinda akan sangat loyal dan mau membelikannya sebuah tas.

"Apa kau serius, Mel?" Tanya Hesti dengan kedua matanya yang berbinar binar. Dengan senyumannya Melinda menganggukkan kepalanya.

"Kau sangat baik, Mel. Akan sangat beruntung memiliki menantu ideal seperti dirimu," ucap Hesti dengan raut wajahnya yang berubah masam. Ia teringat dengan Indah. Indah bukan tipe wanita yang suka berpergian apalagi belanja. Ia lebih suka berada di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah. Berbeda dengan Melinda yang sangat modis dan trendy. Sangat cocok jika bersama dengannya.

Tak selang berapa lama terlihat seorang pelayan menghampiri mereka. Hesti mengatakan makanan pesanannya begitu juga Melinda. Setelah datang, keduanya pun menikmati makanan mereka dengan tenang. Sesekali keduanya saling mengeluarkan candaan yang bisa mengundang gelak tawanya.

Setelah selesai.menyantao makanan, Melinda segera mengajak Hesti keluar dari restoran tersebut. Ia tidak mengeluarkan uang sepeserpun begitu juga dengan Hesti. Karena restoran tempat kedua bertemu itu merupakan restoran milik orang tua Melinda. Hesti sangat mengenal mereka.

"Ayo naik mobilku saja, Tante." Ajak Melinda seraya berjalan menuju ke parkiran yang berisi deretan mobil. Hesti hanya mengangguk karena ia juga ingin masuk ke dalam mobil Melinda.

'Aku harus bisa membujuk Melinda agar mau menikah dengan Galih. Apalagi Galih tampan, mana mungkin Melinda tidak tertarik dengannya.' sebuah seringaian mulai terlihat di bibir Hesti bersamaan dengan dirinya yang memasuki mobil merah milik putri semata wayang dari pemilik restoran tersebut.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!