NovelToon NovelToon

SENGKETA HATI

Prolog

Seorang perempuan cantik tengah menahan segala gejolak dihatinya, perasaan marah, kesal, juga kecewa yang begitu dalam tengah dirasainya, di tatapnya sekali lagi pria yang sebelumnya mati-matian dicintainya, bahkan sampai detik ini rasa cinta itu tak kunjung sirna.

Tangan dengan jemari lentik itu mengusap dadanya perlahan, pura-pura kuat di tengah prahara yang melanda, tentu saja bukan hal mudah baginya.

Ketegangan terjadi, seluruh mata tertuju pada palu hakim yang akan menentukan masa depan rumah tangga pasangan muda tersebut, setiap jiwa diyakini pasti memberontak kala mereka ada dalam posisi sang calon janda dan sang calon duda. Mereka mati-matian terlihat tegar meski hati begitu kacau, yah ... sebelumnya ego menguasai mereka, namun kala palu akan diketuk hakim, sebentuk darah yang berada di dalam dada itu terasa nyeri. Semua hal kenangan yang pernah terjadi saling berkelebat, berseliweran saling mendominasi.

“Dengan ini saya menyatakan jika pasangan saudara Briyan Alexander dan saudari Berliana Asha telah dinyatakan resmi bercerai”

Tok

Tok

Tok

Tiga kali ketukan palu hakim membuat semuanya terasa nyata, kedua pasangan yang dinyatakan telah sah menyandang status baru dalam hidupnya tersebut segera menyadari satu hal, jika kini sudah tidak ada lagi hubungan halal diantara mereka, sakit? Tentu saja entah kapan rasa itu bisa hilang dari benaknya.

Ketukan palu tadi, kini sudah memutus tali ikatan halal yang pernah mereka jalin, kini bahkan untuk sekedar menatap saja sudah menjadi haram hukumnya.

Gadis itu berjalan dengan lemah, di dampingi hanya dengan kuasa hukumnya saja, berusaha tegar menghadapi masa sulit yang akan dilaluinya seorang diri. Di muka bumi ini, sungguh sudah tidak ada yang tersisa untuk hidupnya, bahkan dia ... satu-satunya keluarga terakhir yang dia miliki, terpaksa harus dia lepaskan. Ah ... kenyataan ini begitu menyakitkan baginya.

“Sayang ...”

Gadis itu menghentikan langkah gontainya, menoleh kebelakang lalu berusaha tersenyum dengan ikhlas. Seorang perempuan paruh baya tengah menatapnya dengan air mata mengembang.

“Maafin Briyan ya Nak, Mamih sayang sama kamu, maaf karena Mamih tidak bisa menjalankan amanah mendiang Ibumu” isak tangis dari perempuan paruh baya yang kini tengah memeluknya terdengar seketika, di luar gedung pengadilan cuaca cukup panas, ditambah terlalu banyak orang hilir mudik dengan kepentingan dan urusan yang kebanyakan sama dengan yang dialami gadis cantik tersebut.

“Asha juga sayang sama Mamih” sekuat apapun gadis itu menahan diri, tetap saja cairan bening itu perlahan keluar juga, tidak ada hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya selain daripada harus kehilangan kasih sayang dua orangtua yang sudah menggantikan posisi kedua orangtuanya yang telah tiada. Sekali lagi, dia akan kehilangan kasih sayang orangtua yang begitu dia rindukan.

“Meskipun ikatan kamu dan Briyan sudah bukan suami istri lagi, tapi tetap anggap kami sebagai orangtuamu Nak, pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu” ucap pria paruh baya di samping perempuan yang tengah memeluknya. Terlampau sedih, pria itu-pun ikut meneteskan air matanya. Tangannya kini menjadi sibuk mengusap pipinya, sudah tidak mengenal malu lagi, karena sebelumnya dia adalah pria yang tegas, namun kini karena kehilangan menantu perempuannya, pria itu menangis jua.

“Asha juga sayang sama Papih” gadis itu melepaskan pelukan dari mantan Mamih mertuanya dan segera berhambur memeluk mantan Papih mertuanya.

“Maaf, Asha tidak pernah menjadi menantu yang baik buat Papih dan Mamih” isaknya semakin kuat. Rasa sakit itu kian menyerang, hingga begitu sulit untuk dikendalikan.

“Tidak Nak, selama ini kamu yang terbaik. Papih dan Mamih tahu, orangtuamu di surga pasti sangat sedih juga, dan akan menghukum kami nanti, tolong maafkan kami” sekali lagi pelukan itu kian mengerat. Seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain.

“Mamah dan Papah pasti senang karena tahu jika Asha di rawat dengan sangat baik oleh Mamih dan Papih” gadis itu menyeka air mata yang mengalir dari pipi Mamih dan Papih-nya, bayangan senyuman kedua orangtuanya terlintas, dia yakin keputusan yang sudah dia ambil adalah keputusan terbaik bagi semua orang.

“Berliana!” sebuah teriakan membuyarkan kebersamaan penuh haru antara Asha dan mantan mertuanya.

Gadis itu menoleh, sempat terpaku kala menatap pria yang tengah berlari menghampirinya, dia paham jika kebersamaan mereka sungguh sudah berakhir. Setelah hari ini, bisa jadi mungkin saja mereka tidak akan bertemu lagi. Bagaimana mungkin gadis itu masih sanggup menerka-nerka sesuatu yang bahkan Ia tidak pernah tahu, namun kesakitan hatinya membuatnya yakin untuk pergi dan tak akan pernah kembali.

“Maaf, Om terlambat, ayo kita pergi” pria itu hendak merangkul pundak keponakannya. Berniat membawa gadis yang sudah berstatus janda tersebut.

“Iya Om” gadis itu mengangguk tidak memiliki pilihan, sebelum benar-benar beranjak gadis itu kembali merangkul sepasang suami istri yang kini sudah sesenggukan. Pelukan mereka semakin mengerat, lalu kemudian memudar begitu saja.

“Asha pergi ya Mih, Pih, nanti Asha akan hubungi Mamih dan Papih lagi” gadis itu mencium kedua tangan itu dengan syahdu. Sekali lagi memeluk dan mencium kedua pipinya dengan sayang.

“Jaga diri baik-baik sayang, jangan lupa kabari kami” perempuan paruh baya itu semakin tak terkendali dengan tangisannya.

Gadis itu membalikkan tubuhnya, lalu mengikuti langkah pria yang mengaku ingin membawanya pergi tadi, selang beberapa langkah gadis itu kembali menoleh ke belakang, berharap pria yang masih dicintainya mau menampakkan wajahnya untuk terakhir kalinya, tapi nahas pria itu sungguh sudah menghilang, seolah ingin menghapus setiap kenangan yang pernah tercipta, pria itu hilang begitu saja sedari palu diketuk oleh hakim.

Sakit rasanya, bahkan meski statusnya kini sudah menjadi janda, namun dia tetaplah seorang perawan. Gadis itu tersenyum miris, mengusap pipinya yang terus berlinang air mata, ah ... mungkin saja dalam perpisahan ini hanya dia yang merasakan sakit, hanya dia yang merasakan kesedihan, hanya dia yang tidak bisa tidur hingga harus mengkonsumsi obat penenang akibat keputusannya.

Gadis itu kembali menegakkan kepalanya, mengepalkan tangan, lalu kembali berjalan dengan langkah tegas, namun air mata masih mengiringi langkahnya.

“Jika bahagiamu adalah kehilanganku, maka aku akan menghilang” gumamnya pilu.

Mengusap air matanya dengan jemari tangannya, gadis itu kembali berjalan gontai mengikuti jejak kaki seorang pria yang kini Ia percaya bisa menyelamatkannya dari patah hatinya.

.

.

Hai readers ...

Jangan lupa dukung karyaku yaaaa ...

Tinggalkan jejak kalian, berikan komentar dan berikan like, juga jadikan pavorite untuk karyaku yang satu ini. Karena dukungan kalian sangat berarti untukku.

Sambil menunggu karya ini update kembali, kalian boleh baca karyaku yang lain yaaa.

KETIKA CINTA DI UJI

TERPAKSA MENIKAHI BRONDONG

KEPALSUAN CINTA

SUATU HARI NANTI

BISIKAN CINTA

Happy reading gengs ...

Love, author Neng Neng

Ayang!

“Assalamu’alaikum ...”

Seorang gadis yang tengah menggunakan seragam putih abu-abu memasuki sebuah rumah megah di sebuah komplek elite dengan wajah cerianya, menyapa seluruh pegawai rumah tersebut dengan ramah, sesekali bersenandung ringan sebagai bukti jika harinya begitu menyenangkan.

"Selamat pagi Papih, Mamih” gadis itu menciumi kedua pipi orangtua yang kini tengah tersenyum melihat tingkahnya, sementara gadis muda yang kini duduk di sampingnya tengah memutar kedua bola matanya malas.

“Selamat pagi sayang, ayo duduk, kita sarapan dulu” perempuan yang disapa Mamih itu mengusap kepala sang gadis dengan sayang.

“Lo itu gak ada malu-nya ya! Tiap pagi datang kesini cuman buat numpang sarapan! Di rumah Lo gak ada makanan apa?” akhirnya gadis yang sedari tadi mati-matian menahan kesalnya angkat suara juga.

“Bintang! Gak baik bicara seperti itu Nak, Asha ini keluarga kita, Kakak ipar kamu” sang Ayah langsung menegur perbuatan putrinya yang semena-mena, hingga membuat gadis itu tertunduk sambil mengumpat.

“Dasar perempuan rubah!” rutuknya dalam hati.

“Pagi ...”

Semua orang menoleh pada sumber suara, terutama gadis yang dipanggil Asha, dengan mata berbinar gadis itu segera bangkit dari duduknya, berlari menghampiri sang pria yang kini tengah berwajah datar sambil berdecak malas.

“Selamat pagi Ayang! Ayo duduk, aku siapin sarapan kamu” ucapnya sambil bergelayut di tangan sang pria.

“Ish! Bisa gak sih Lo gak usah nempel-nempel kayak gini sama gue? Risih tahu gak?” pria itu segera menghempaskan tangan sang gadis, yang kini tengah memasang wajah kecewa.

“Kenapa sih? Ayang kok gitu? Gak apa-apa aku pegang tangan Ayang, kan halal” gadis itu cengengesan, membuat kedua orangtuanya ikut terkekeh geli, sementara gadis lainnya yang berada diruangan itu hanya tersenyum sinis, merasa puas karena gadis aneh yang selama ini mengganggu Kakaknya mendapat perlakuan buruk dari sang Kakak.

“Lepas gak?!” pria itu kembali membentak, sambil menghempaskan tangannya.

“Iya, aku lepas, kan sekarang kita mau makan dulu, Ayang duduk sini yah, deket aku” gadis itu menarik salah satu kursi, mempersilahkan pria yang juga tengah menggunakan seragam putih abu-abu itu untuk duduk di dekat tempatnya.

Namun, alih-alih duduk di tempat yang sudah disediakan, pria itu malah duduk di kursi lain, lebih tepatnya di samping adiknya.

“Ayang, kok gitu sih? Aku gak suka jauhan” gadis itu mengerucutkan bibirnya.

“Aku ambilin makan ya?” gadis itu kembali inisiatif menawarkan, bahkan tangannya sudah meraih piring yang berada di depan lelakinya.

“Gak usah! Gue bisa sendiri!” lelaki itu kembali membentak.

“Sudah, sudah, kalian kenapa ribut terus sih? Ayo makan dengan tenang!” sang Ayah sebagai kepala keluarga segera melerai, menatap anggota keluarganya satu persatu, hingga mereka terdiam, lalu duduk dengan tenang.

“Ayang! Tungguin, kita kan satu sekolahan, jadi kita harus bareng” gadis itu berlari setelah sempat hampir ditinggal oleh pria yang tengah dikejarnya.

“Lo berangkat sendiri!” pria itu berdecak malas, lalu menggunakan helm dan bersiap menaiki motor sport keluaran terbaru yang akan digunakannya berangkat sekolah.

“Ayang kan suami aku, suami itu tugasnya melindungi istri” ucapnya tak ingin kalah.

“Apa?” dengan menahan marah pria itu kembali membuka helmnya.

“Dengar ya! Kita memang suami istri! Tapi itu menurut Lo! Karena Lo yang mau!” pria itu kembali membentak, membuat nyali gadis dihadapannya menciut.

“Tapi Ayang ...” gadis itu menunduk takut-takut, masih ingin menjawab, namun nyalinya sudah menipis.

“Jangan pernah bilang di hadapan siapapun kalau kita sudah menikah! Dan satu lagi! berhenti panggil Gue Ayang! Karena Gue jijik dengernya!” pria itu kembali mengingatkan dengan tak berperasaan.

“Terus aku harus panggil Ayang apa?” gadis itu bergumam pilu, masih dengan menunduk. Sementara pria itu tidak peduli, memilih kembali menggunakan helmnya, lalu mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, suara deru mesin motor membuat gadis itu sedikit terperanjat dengan tangan bergetar kaget.

“Makanya jadi cewek jangan mu ra han!” gadis yang sedari tadi menabuh genderang perang membuka jendela mobilnya, lalu menutupnya kembali, dan meminta sopirnya untuk segera melajukan mobil yang mengantarnya berangkat sekolah.

“Sayang, kamu belum berangkat?” pria bijaksana yang selalu membelanya membuka kaca mobilnya, lalu melongokkan kepalanya.

“Belum Pih” gadis itu masih menundukkan kepalanya.

“Briyan ninggalin kamu? Keterlaluan anak itu!” geram sang Papih membuka pintu mobilnya, mempersilahkan gadis malang itu untuk memasuki mobilnya.

“Iya Pih, mungkin Briyan buru-buru” gadis itu menunduk mencari alasan.

“Maafin Briyan ya Asha” Papih melirik gadis yang tengah menatap keluar jendela mobilnya, setelah hampir sampai di pertengahan jalan.

“Briyan gak salah kok Pih” Asha tersenyum lalu menggeleng, membuat Papih menggelengkan kepalanya bingung.

“Sudah sampai Pih” Asha terkekeh kala mobil yang ditumpanginya malah berjalan hampir melebihi lokasi sekolahnya.

“Ah ya, maaf Papih kelebihan nyetirnya, anggap saja ini bonusnya” kedua orang beda usia itu terkekeh bersama.

Asha keluar dari mobil mewah yang membawanya, setelah sebelumnya dia mencium tangan Papih mertua dengan takjim, lalu berjalan menuju gerbang sekolah, hampir saja dia terlambat, namun untung saja masih ada waktu lima menit menuju bel tanda masuk sekolah.

Matanya mengedar kala tiba di parkiran siswa, menilik motor sang suami yang harusnya sudah berada disana, namun gadis itu menggelengkan kepalanya, kala tak di dapatinya motor tersebut.

“Ayang kemana dulu sih?” gumamnya kesal.

Tak lama kemudian terdengar suara motor yang tengah berhenti di belakangnya, kemudian Asha melirik, dan tepat! Dia melihat suaminya tengah memarkirkan motornya, di belakangnya seorang perempuan berseragam abu-abu turun dari motor tersebut.

“Ayang!” merasa dikhianati, gadis itu segera berlari memekik, menghampiri suaminya.

“Ck! Lo lagi, Lo lagi” perempuan yang baru berhasil turun itu memutar kedua bola matanya malas.

“Ayang, kamu ninggalin aku dan jemput dia?” gadis itu bertanya penuh rasa kecewa.

Kesal! Tentu Briyan merasa waktunya diganggu, berulang kali dia memperingatkan agar jika di hadapan umum, perempuan itu tidak memanggilnya dengan sebutan ‘Ayang’.

“Heh! Perempuan halu! Bisa gak sih? Lo itu sehariii aja gak ganggu Briyan? Asal Lo tahu, Briyan sama Gue itu udah jadian! Kita pacaran!” ucap gadis yang diketahui bernama Raisya itu berkacak pinggang, menjelaskan dengan raut pongahnya.

Mata Asha membulat, tatapan kaget mendominasi.

“Ayang beneran jadian sama dia?” gadis itu bertanya dengan nada kecewa.

Namun alih-alih menjawab Briyan malah pergi meninggalkan dua gadis yang kini tengah saling menatap dengan tajam, tak ingin peduli pada keduanya, pria itu cukup pusing dengan semua yang terjadi pada hidupnya.

“Lo! Awas ganggu Briyan Gue lagi!” gadis berbody ramping itu mengingatkan dengan tegas, berjalan melewati gadis itu setelah sempat menyenggol bahunya cukup keras.

“Briyan itu suamiku” tatapan gadis itu tertuju pada tanah, tangannya bergetar hebat, sementara itu bel sekolah sudah berbunyi sedari tadi, dan Asha, gadis itu memilih untuk tidak peduli.

Baku Hantam

Bab 3

Suasana istirahat di Sekolah Harapan Bangsa siang ini cukup terik, beberapa siswa memilih menghambur ke arah kantin dan berebut memesan minuman dingin kekinian untuk menghilangkan dahaganya, namun beberapa memilih memesan makanan mengenyangkan, beberapa gadis yang memilih diet hanya memilih minum air mineral di pojokan, sambil bercerita pada sahabatnya.

“Asha, kok Lo lemes banget sih?” Gendis sahabat Asha menyenggol gadis yang tengah menelungkupkan wajahnya di meja kantin.

“Kak Raisya bilang, dia sudah jadian dengan Briyan, Gue gak percaya” gadis itu menggelengkan kepalanya.

“Ya wajarlah, Raisya cantik, Briyan ganteng, mereka itu para most wanted di sekolah, jadi wajar aja kalo mereka memutuskan untuk bersama” Gendis memaparkan pendapatnya, sambil sesekali menyeruput es boba yang ada di tangannya.

“Gak bisa gitu Dis, Briyan itu su ...” seketika Asha mengerjap, dia mengingat jika Briyan melarangnya untuk mengatakan pada siapapun tentang hubungan mereka, itu salah satu syarat sebelum Briyan mengucapkan ijab kabul dulu.

“Su? Su apa?” Gendis mengerutkan keningnya bingung.

“Ahk! Panas!” seketika Gendis menghentikan pertanyaannya, menatap lebar pada sekumpulan gadis yang tengah tersenyum mengejek pada Asha, yang kini bajunya sudah basah oleh air kuah bakso panas.

“Kak Raisya?” Gendis seolah tak percaya atas apa yang dilakukan oleh Kakak kelasnya tersebut.

Plak!

Tanpa basa-basi, sebelum Raisya membuka mulutnya, Asha sudah lebih dulu menampar pipi sang senior dengan cukup keras, membuat para siswa yang sedari tadi fokus dengan urusan masing-masing, kini menatap mereka, terlebih Gendis yang kini sudah menutup mulutnya kaget.

“Lo!” Raisya menatap nyalang pada Asha yang juga tengah menatapnya dengan tajam.

“Apa yang Lo lakuin sama Gue?” gadis itu histeris seolah dia yang sudah di aniaya.

“Lo yang udah numpahin kuah panas itu di baju Gue!” teriak Asha berani.

“Gue gak sengaja! Dan Lo nampar Gue?” gadis itu tak percaya, masih memegangi pipinya yang terasa kebas.

“Ya! Cewek perebut suami orang kaya Lo emang pantes di gampar!” Asha semakin berapi-api, ingatannya kembali pada tadi pagi, dimana Briyan lebih suka menjemput Raisya dibanding harus memboncengnya berangkat sekolah, terlebih gadis dihadapannya ini sudah dengan berani memeluk perut Briyan, sementara Asha yang sebagai istri sahnya, jangankan memeluk, bahkan memegang tangan Briyan saja selalu langsung dihempaskannya.

“Apa Lo bilang? Asal Lo tahu ya, Gue itu sudah jadi pacarnya Briyan! Dan Briyan sendiri yang meminta Gue buat jadi pacarnya dia, dan Lo! Lo itu cuman cewek halu, yang ngaku-ngaku deket sama Briyan!” Raisya tak kalah berapi-api.

“Coba Lo semua lihat! Selama ini, pernah gak kalian Lihat Briyan deketin cewek ini?” pandangan Raisya kini beralih pada banyak siswa yang kini tengah menatap aksi mereka.

Semua orang tahu, jika selama ini selalu Asha yang terkesan mengejar Briyan, dan Briyan begitu ketara menghindari gadis itu, terlihat seperti risih.

Seketika tangan Asha mengepal kuat, air matanya hampir luruh, Briyan memang terang-terangan mengatakan jika dia tidak pernah mencintai Asha, cinta itu hanya milik Asha seorang dan tidak untuk Briyan.

Seluruh pandangan mata itu seolah mengintimidasinya, seolah mengolok-oloknya, seolah membuat bahwa Asha adalah perempuan gila, yang terobsesi oleh Briyan.

“Bahkan semua orang tahu, kalau selama ini Lo udah kayak orang gila yang ngejar Briyan, sementara Briyan jijik lihat muka Lo!” Raisya kembali berkoar mengatakan kata-kata yang menyakiti Asha.

“Briyan itu milik Gue!” Asha berteriak dengan prustasi, bagaimana caranya mengatakan pada dunia, jika Briyan itu adalah suami sahnya, meski baru secara agama. Karena untuk melengkapi surat nikah mereka, mereka harus memiliki KTP terlebih dahulu.

Dengan kesal, Asha meraih rambut Raisya dan langsung menjambaknya tanpa ampun, gadis itu seolah kesetanan, menyiksa Raisya yang sudah hampir tidak berdaya, Raisya tak ingin kalah, gadis itu membalas sebisanya, hingga adu jotos tak bisa dihindarkan, sementara itu Gendis berteriak histeris mencoba memisahkan aksi mereka, beberapa siswa berlari memberi tahu Briyan dan pihak sekolah, beberapa lagi hanya menonton bahkan mengabadikannya lewat video, seolah itu adalah tontonan yang layak mereka tonton dan harus di publikasikan.

“Hentikan!” suara bariton itu membuat keduanya menghentikan aksi saling jambak mereka, Asha berusaha berdiri dibantu Gendis, sesekali gadis itu meringis menahan perih di wajahnya yang tidak lolos dari cakaran kuku Raisya, sementara rambutnya sudah acak-acakan bak Singa, baju seragamnya sobek, kancingnya beberapa terlepas, hingga membuat buah dada yang baru saja mekar tersebut hampir terlihat.

Napas keduanya masih terengah, nasib mengenaskan juga dirasai Raisya, gadis itu juga tak kalah babak belurnya. Tidak lama kemudian, Briyan datang dengan napas terengah, berlari dari lapangan basket hingga kantin di udara yang terik dengan kabar istri juga Raisya yang tengah baku hantam, membuatnya kalang kabut, pria itu segera berlari, melempar bola basketnya sembarang, menghampiri kantin dengan perasaan meletup-letup menahan amarah.

“Kalian berdua ikut saya!” seorang Guru yang biasa mendisiplinkan siswa berteriak, membuat beberapa siswa yang sedari tadi hanya menonton membubarkan dirinya, sementara Asha dan Raisya menundukkan kepala mereka, segera mengikuti langkah Guru dengan raut tegangnya.

“Sa, pakai ini” Briyan memberikan jaket yang sedari tadi digenggamnya pada Raisya, terlihat seragam Raisya juga berantakan.

“Ayang, baju aku juga robek, kotor lagi” Asha memelas, menatap Briyan yang tak acuh padanya,

Briyan melengos, mengalihkan pandangannya, tak ingin menatap gadis yang selalu dianggap sebagai biang masalah baginya, sementara Raisya tersenyum penuh kemenangan.

“Pake jaket Gue Sha” Gendis memberikan jaket sweater yang tengah digunakannya, mengenakannya pada bagian depan tubuh Asha yang kini terlihat **********, untung saja gadis itu mengenakan tanktop berwarna putih didalamnya, namun juga terlihat kotor karena kuah bakso yang sengaja ditumpahkan tadi.

Asha terdiam, melihat perhatian Briyan pada Raisya, jujur gadis itu cemburu.

Suara Guru kembali terdengar, memerintah mereka untuk segera mengikuti langkahnya, kedua gadis itu beranjak melangkah meninggalkan Gendis juga Briyan yang masih mematung menatap kepergian mereka.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!