NovelToon NovelToon

Kembalinya Ratu Telaga Biru

Kepergian Malda

Malik dan Zia terisak-isak saat melihat Malda pergi seorang diri tanpa ada yang menemaninya saat ini.

Ia keluar dari gerbang komplek perumahan itu sudah pukul sebelas lebih tiga puluh malam. Demi menjaga keutuhan rumah tangga kedua Papi dan Maminya, Malda rela pergi seorang diri tanpa ada yang menemani.

Dirinya tidak ingin melihat kedua orang tuanya itu terus bertengkar karena takut ditinggalkan lagi.

Karena yang Malda tau, jika kedua mami nya itu trauma dengan yang namanya perpisahan dengan gadis belia itu, tetapi ia tau.

Karena Malda merupakan saksi kunci dari keterpurukan serta kesuksesan yang Mami Kinara alami.

Sedangkan untuk Maura, ia lebih takut jika Lana akan mengembalikannya lagi seperti enam tahun yang lalu.

Malda keluar dari komplek perumahan itu dengan hati yang begitu pilu. Sepanjang perjalanan ia terus saja menangis hingga ia tiba di depan dua orang yang kini sedang menunggunya ia semakin tersedu.

"Pakcik, bang Satria!" serunya dengan berlari saat melihat lelaki paruh baya itu merentangkan tangannya untuk memeluk dirinya.

Grep!

Malda memeluk erat tubuh adik bungsu ayahnya itu yang sengaja bersembunyi di Medan karena ingin melindunginya. Dari sekian banyak Adik Datok Amirullah, hanya dirinya dan putra kedua nya yang selamat dari pembantaian habis habisan yang dilakukan oleh adik dari kakeknya Malda yang haus akan kekuasaan itu.

"Hikk .. Ayo kita pergi sebelum mereka tau. Hiks.. Ayo!" isaknya di dalam pelukan hangat adik ayah nya itu.

"Tentu, Nak. Bawa mobil Satria. Kita langsung ke bandara!" titahnya pada sang putra keduanya.

"Baik Ayahanda." Jawabnya.

Dengan segera ia menyalakan mesin mobil itu dan meninggalkan komplek perumahan Lana dan Kinara.

Malda semakin tersedu saat adiknya mengirim pesan jika mereka tidak akan bisa bertahan untuk besok pagi. Saat ini saja, Papi Lana sudah menanyai mereka macam-macam.

Sekuat tenaga Malda mengirim pesan balasan walau tangannya semakin bergetar kala ada panggilan maslk dari nomor Papi Lana.

Malda tidak memperdulikannya. Ia tetap mengirim balasan dan mengatakan jika kedua adiknya itu tidak usah kahwatir.

Lebih baik mereka tidur. Begitu isi pesan Malda.

Pakcik Burhan yang berada di depan sana tidak sampai hati melihat keadaan keponakannya itu. Sebenarnya ia tidak ingin membawa Malda.

Tetapi teringat pesan almarhum Ayah Malda dulu, maka dengan sangat terpaksa ia harus membawa Malda sesuai yang sudah Malda sepakati.

Yaitu jika ia akan kembali ke Malaysia saat papi Ali dan mami Maura kembali berkumpul bersama.

Dan ya, saat inilah waktunya.

Malda pergi membawa kenangan yang akan terus ia ingat sampai kapanpun. Ia tatap figura besar yang berisikan semua keluarga mami Alisa dan papi Gilang itu.

Malda mengusapnya dengan lembut di wajah papi Lana dan mami Kinara yang selama ini begitu baik dalam mengurusnya.

Malda tidak bisa mengelak dari takdir nya saat ia tahu tiga tahun yang lalu Pakcik Burhan yang ternyata adik bungsu dari ayahnya itu masih hidup dan menemui Mami Kinara.

Dari sanalah fakta terungkap jika Malda bukanlah putri kandung Lana. Tetapi seorang anak keturunan raja Malaysia yang bernama Kerajaan datok telaga Biru itu adalah dirinya.

Sempat tidak menerima kenyataan. Tetapi mami Kinara perlahan memberikan pemahaman yang mudah diterima olehnya.

Dan ya, berkat Kinara. Malda bisa menerima semuanya.

Dan malam ini adalah malam terakhir ia di kota Medan. Karena setelah ini ia akan menginjakkan kakinya untuk pertama kali di negara lain.

Yaitu Negara kelahirannya dan sang ayahanda yang telah meninggal dunia dan juga ibundanya merupakan orang Medan asli dan berteman baik dengan Mami Maura.

Sungguh takdir yang berkesinambungan.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

Assalamualaikum..

Selamat sore!!!!

Mana nih yang rindu sama cerita Kak Malda?

Noh, othor udah rilis ye? Siap-siap perang jantung! Eh salah. Sport jantung maksudnya.

Hehehe..

Jangan lupa dukung karya recehan othor ini. Othor masih harus banyak belajar dalam dunia fantasi. Semoga kalian suka ye?

Ingat!

Disini nggak sepenuhnya author selipkan tentang agama ye? Tetapi tetap dijalur aman. Fantasi tetapi bersifat islami.

Eh, giman tuh?

Ada deh.. Hihihi...

So.. Dukung terus karya othor. Jangan tinggalkan othor disaat lagi nggak enaknya! Jangan gantung othor ye? 🤧🤧🤧

Dah ah! Othor mau mandi dulu.

Besok, kita lanjut lagi!!!

...Salam hangat, ...

...Author Melisa...

Wassalamualaikum wr. Wb.

Di Pesawat

Malda tiba di bandaralangsung saja menuju ke dlam peswat yang sudah menunggu mereka untuk terbang ke malaysia pagi ini.

Dengan tidak bersemangatnya Malda, ia masuk ke dalam pesawat itu dengan langkah gontai.

Hamba ikhlas jika ini takdirnya. Tetapi hamba mohon.. Selalu lindungi kedua orang tuaku yang ku tinggal disana. Semoga mereka selalu dalam lindungan yang Maha kuasa. Amiiinn..

Mata itu terpejam seiring dengan pesawat mereka yang kini sudah lepas landas.

Pemuda yang duudk disampingnya kini terus menatapnya. Ingin memeluk tubuh kecil itu, tetapio ia tidak berani. Karena ia tahu seperti apa karakter Malda yang sebenarnya.

Malda tidak ingin disentuh jika bukan dengan orang yang benar-benar ia inginkan seperti pakcik Burhan ini.

( Jika ada orang Malaya yang membaca kisah ini, jangan marah dan hujat othor kalau tuturan melayunya tidak sesuai. Disisni othor lebih fokus pada cerita, bukan penuturan mereka ye?)

Pakcik Burhan sendiri hanya bisa menghela nafas panjang. "ayah terpkasa membawanya karena tampuk kerajaan Uwakmu memang harus diambil alih olehnya. Jika tidak, maka ayah tidak akan membawanya ke Malaya." Imbuhnya kepada sang Putra yang kini terus melihat keponakannya itu.

Pemuda remaja beranjak dewasa itu menatap lekat pada malda. Pkacik Burhan terkekeh melihatnya.

"Kamu menyukainya Nak? Jangan berbohong pada ayahmu!"

Deg!

Satria terkesiap.

"En-nggak ayahanda. Mana ada begitu!" kilahnya gelagapan.

Satria menunduk malu dengan wajah memerah. Pakcik Burhan tertawa. "Sudahlah Nak. Ayah tahu jika kmu menyukai saudara sepupu mu ini. Kamu bisa kok menikahinya, tetapi ketika ia sudah cukup umur. Untuk sekarang, umurnya masihlah sangat belia. Kamu bisa menikahinya kok. Lagi pun, kalian berdua itu hanya sepupu. Tidak memiliki ikatan darah sekalipun. Dan juga sah sah saja kalian berdua menikah?" ucapnya pada satria yang kini masih setia menatap Malda.

"Bukan hamba tidak mau ayahanda. Hanya saja.."

"Takut keselamatannya terancam?"

Satria mengangguk. "Dengan kita membawa Malda kembali saja kita sudah mengambil resiko ini. Jika bukan karena amanat Uwak mu. Maka ayah tidk akan membawanya kemabli ke Malaya dimana ada banyak orang yang sedang mencari dan membunuhnya."

Satria tertegun mendengar itu. Ia pun berpikir demikian. Baginya saat ini ialah keselamatan Malda yang lebih penting.

Jika sampai Malda tewas karena di bunuh, itu akan menjadi penyesalan di seumur hidupnya.

Abang akan melindungimu sampai titik darah terakhir Lya..

Satria memejamkan matanya saat merasakn hawa kantuk itu menyerangnya.

Rasanya, baru sebentar ia terlelap tetapi sudah di kejutkan dengan Malda yang menjerit histeris.

"Aaakkkkhhhhtttt... Sakiiiiit... Papiii... Mamii.. Biarkan kakak pergi!!!!" pekik Malda dengan mata terpejam.

Sontak saja semua penumpang pesawat itu terkejut bukan main. Apalagi satria yang kini berada di dekatnya.

"Astaghfirullah! Kamu kenapa Lya!!!! Ada apa dengan mu?!" serunya begitu terkejut.

Pakcik Burhan pun ikut panik melihat Malda meraung-raung di dalam pesawat yang mereka tumpangi.

Keduanya semakin panik saat melihat nafas Malda terengah-engah. Bingung harus buat apa. Satria dengan spontan memberikan nafas buatan padanya.

Karena ia kira jika Malda sednag sesak nafasnya.

Cup!

Deg, deg, deg..

Jantung kedua anak manusia berdetak tidak karuan. Malda sudah sadar saat bibir tipis milik Satria menyentuh putik ranum miliknya.

Ingin ia melepasnya tetapi malu. Sedang satria masih saja berusaha. Lepas, hembus lagi. Lepas, hembus lagi. Begitu seterusnya.

Para penumpang yang melihatnya sampai menoleh ke arah lain karena merasa malu melihat itu.

Pakcik Burhan sampai malu melihatnya. Dirasa malda sudah mulai stabil tidak seperti tadi lagi dengan nafas terengah, Satria menghentikan aksinya.

Wajah itu memerah karena malu saat melihat semua orang melihatnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ehm, ma-maaf A-ayahanda.. A-abang releks saja menolong Lya.." katanya pada pakcik Burhan yang membuat paruh baya itu terkekeh dan mengangguk kepada semua penumpang yang berdiri berkerumun itu.

Beliau terkekeh-kekeh sambil menggelengkan kepalanya. Wajah Malda mendadak merona karena malu.

Kedua orang itu menjadi malu sendiri.

Tiba di tanah kelahiran

Bagaimana tidak malu jika aksi spontan dari satria tadi mengundang bisik-bisik dari semua penumpang di dalam pesawat itu.

Jika orang lain menyadarkan seseorang yang sedang sesak seperti iyu pastilah memompa dulu jantungnya. Baru kemudian memberikan nafas buatan.

Tetapi tidak dengan Satria. Dengan gerakan cepat, ia malah mengecup putik ranum milik Malda yang membuat sang empu terkejut bukan main dengan aksi cepat Abang sepupunya yang seharusnya menjadi adik sepupunya itu.

Malda segera membuka matanya. Ia menatap sekitar. "Masih di pesawat ya?" lirihnya mendadak sendu.

Satria dan Pakcik Burhan segera melihat Malda yang kini sudah sadar. Wajah itu pucat dan sendu.

Pakcik Burhan menghela nafasnya. "Iya Nak. Sebentar lagi sampai kok." jawabnya dengan mengusap kepala Malda.

Malda mengangguk dengan mata terus menatap keluar jendela dimana mereka saat ini berada di atas dan diselimuti oleh awan hitam.

Malda menghela nafasnya berulang kali. ia menkadi gelisah sendiri.

"Apa aku salah mengambil keputusan ini? Kenapa alu merasa sangat gelisah seperti ini? Jantungku juga berdetak tidak karuan. Tidak mungkin hal buruk itu terjadi kan? Tapi.. Menurut yang Papi Lana katakan, kalau awan hitam menyelimuti seluruh tempat kita berpijak, itu tandanya akan ada hal buruk yang terjadi. Tapi apa? Ya Robb.. Hamba mohon perlindungan Mu. Jika memang disini akhir hidupku sama seperti Papi Ali, maka izinkan aku untuk bertemu kembali dengan selururuh keluargaku saat aku dilahirkan kembali.."

Tes.

Tes.

Buliran bening itu menetes di pipinya. Satria hanya bisa melihatnya dengan dada yang begitu sesak.

Begitu pun dengan Pakcik Burhan.

"Abang akan selalu disampingmu Lya.. Apapun yang terjadi nanti.

Pakcik pun akan melindungimu hingga tetes darah penghabisan Maldalya.."

Ketiganya larut dalam lamunanhingga mereka tidak sadar jika pesawat akan segera turun dan mendarat.

Satria dengan sigap memasangkan sabul lagi di tubuh Malda dan juga dirinya. Sedangkan Pakcik Burhan sudah sedari tadi.

Mereka turun dari pesawat dengan nafas memburu. Entah kenapa ketiganya merasakn hawa gelap di sekitar mereka.

Apalagi Malda. Ia melihat sekelilingnya sudah menjadi hitam, hingga..

Tak.

Tak.

Tak.

Tak.

Brruuukkk..

Ketiganya jatuh terkapar dihalaman Bandara. Ketiga orang berhubah hita itu segera membawa mereka dengan cepat.

Tidak ada seorang pun yang tau karena lokasi kejadian saat itu seperti tertutup kabut hitam pekat yang membuat seluruh orang yang ada di Bandara itu tidak bisa melihat sedikitpun.

Splashhh..

Warna kehitaman itu menghilang seketika. Seluruh manusia yang ada di Bandara itu kebingungan dengan apa yang terjadi.

Sedangkan ketiga orang itu langsung saja pergi dengan kuda hitam mereka. Jarak yang ditempuh sangatlah jauh. Tetapi tidak untuk mereka bertiga.

Dalam sekali kedipan mata, ketiga orang berjubah hitam sudah berada di belakng istana telaga biru.

Mereka turun dan memberi hormat pada seorang lelaki tua yang kini menatap sinis tiga orang yang tergeletak tidak berdaya di punggung kuda mereka.

Salah satu dari mereka turun dan menuju lekai tua itu. "salam hormat Hamba tuanku Raja Apilong," ucapnya dengan menunduk menekukkan satu kaki dihadapannya.

"Hem, apakah ini ketiga orang yang akan menghancurkan ku?"

"Benar tuanku raja. Seperti yang dikatakan oleh peramal. Mereka lah ketiga orang itu." jawabnya masih dengan menunduk.

"Cih! Apanya ingin menghancurkan ku? Untuk menyelamatkan diri saja mereka tidak bisa? Sekali kalian berani menginjakkan kaki ditanah ini, maka kalian akan pergi untuk selamanya dari muka bumi ini. Hahahaha..."

Gelegar suara tawa itu begitu menggema di seluruh permukaan telaga Biru itu hingga membuat aiar diatasnya bergetar karenanya.

Awan hitam menyelimuti telaga biru saat ini. Air telaga yang biasa berwarna biu kini berubah menjadi hitam pekat dengan sekejab.

Raja Apilong tersenyum smirk melihat ketiga orang di punggung kuda itu. "Turunkan mereka! Dua lelaki beda usia itu, ikatkan di disana!" tunjuknya pada sebuah pohon besar yang kini tidak pernah berbuah lagi semenjak Raja Apilong menjadi Raja dan memimpin Kerajaan telaga Biru itu.

Padahal dulunya, ketika datok Amirullah Syam yang menjadi raja disana dan diadampingi oleh Puan maharani, pohn itu berbuah lebat.

Dan dari pohon itulah segala obat untuk penyakit selalu istana sediakan bagi masyarakatnya. Tetapi sekarang tidak lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!