NovelToon NovelToon

Jeritan Istri Kedua

Siapa Dia

Bulu mata lentik itu mulai bergerak dan kedua pelupuk mata itu pun mulai terpecah, manik coklat karamel mulai nampak membola dengan begitu indah, perempuan cantik itu tersenyum menyambut mentari pagi yang menjamah hangat wajah cantiknya, dia adalah Natasya putri berusia 21 tahun yang merupakan anak yatim-piatu yang kini tinggal bersama dengan Bibinya-Asri.

Kedua orangtua Natasya meninggal dalam suatu kecelakaan tunggal sejak Natasya berusia 12 tahun dan sejak saat itu juga Natasya tinggal bersama dengan Bi Asri yang memang tinggal sendirian setelah suaminya meninggal dunia juga karena kecelakaan tapi bedanya suami Bi Asri menjadi korban tabrak lari. Bi Asri yang sedang hamil waktu itu keguguran dan ia mengganggap Natasya seperti putrinya sendiri serta menyayangi dengan segenap jiwanya.

Kedua orang yang sama-sama kehilangan itu kini saling melengkapi satu sama lain dan juga berusaha bangkit dari keterpurukan bersama menjadi pribadi yang lebih kuat dan juga mencoba untuk menata kehidupan mereka masing-masing.

“Bi Asri masak apa hari ini?” tanya Natasya sembari memeluk perempuan paruh baya itu dari arah belakang.

Bi Asri tersenyum manis ketika melihat sikap manja Natasya. “Bibi membuat ikan asin yang di tumis,” jawab perempuan paruh baya itu.

“Wah … ini pasti begitu lezat sekali, sepertinya Natasya harus buru-buru mengambil nasi sembari menunggu ikannya matang,” tutur Natasya yang merasakan jika cacing didalam perutnya sudah mulai demo ketika mencium aroma ikan asin yang begitu sedap baginya.

“Sejak kecil sampai sekarang, kamu masih saja suka dengan ikan asin,” ujar Bi Asri terkekeh melihat tingkah Natasya.

Bi Asri merasakan jika jantungnya kembali berdenyut dan perempuan itu pun memegangi dadanya dengan keringat yang nampak membanjiri keningnya. Terdengar suara langkah kaki Natasya mendekat dan Bi Asri secepat kilat segera mengusap keringat di keningnya kemudian tersenyum kearah Natasya.

Natasya terpaku sejenak menatap wajah Bi Asri yang berubah pucat sekarang. “Bibi sakit?” tanya Natasya.

“Tidak, Bibi hanya ingin BAB saja dan bisakah kalau Natasya memasaknya sendiri?” dusta Bi Asri katakan supaya Natasya tidak merasa cemas.

Wajah cemas Natasya berubah menjadi geli kemudian perempuan itu pun langsung terkekeh sembari menggelengkan kepalanya dan berkata, “Bibi jorok, jangan-jangan aroma ikan asin ini sudah bercampur dengan bau kentut Bi Asri,” canda Natasya seraya mengambil spatula dari tangan perempuan paruh baya itu.

“Mana mungkin Bibi jorok seperti itu,” jawab Bi Asri sembari memamerkan senyuman manisnya pada Natasya.

Natasya menyanyi sembari memasak ikan asin itu dan beberapa menit kemudian masakannya pun sudah matang. Natasya sudah menyiapkan semuanya di atas meja, tidak ada makanan yang mewah hanya kerupuk dan juga teh manis berserta nasi saja yang akan menjadi pendamping ikan asin kesukaannya itu.

“Bi Asri ke kamar mandi kok lama sekali,” cicit Natasya sembari menatap kearah pintu dapur. “Sebaiknya aku samperin saja,” cicit Natasya lagi.

“Bi, makanannya sudah matang dan sudah Natasya siapkan di atas meja, ayo kita sarapan bersama,” ujar Natasya dengan punggung tangan yang mengetuk pintu kamar Bibinya itu.

“Natasya kamu makan saja sendiri, Bibi masih sakit perut dan setelah makan tidak perlu mencuci piringnya, kamu langsung berangkat kerja saja nanti keburu terlambat,” ujar Bi Asri dari dalam kamarnya.

Natasya mencoba memutar kenop pintu tapi kamar Bibinya itu terkunci dari dalam.

“Bibi tadi mengunci pintunya jadi kamu nggak bisa masuk, bibi masih ada di kamar mandi,” ujar Bi Asri lagi.

“Idih … ada didalam kamar mandi kok bisa tahu jika Natasya mencoba masuk kedalam, jangan-jangan Bi Asri tidak menutup pintu kamar mandinya,” gumam Natasya seraya bergidik.

“Baiklah kalau begitu Natasya akan sarapan pagi lebih dahulu, Bibi jangan lupa sarapan juga,” kata Natasya dari luar kamar mandi.

“Iya, berangkat kerja hati-hati dan jangan buru-buru,” ujar Bi Asri dari dalam kamarnya.

***

Perusahaan Syatra Group merupakan salah satu perusahaan terbesar di negara ini. Memiliki ribuan karyawan dan memiliki banyak anak cabang yang tersebar di negara ini. Salah satu perusahaan ekspor-impor terbesar di negara ini.

Setelah memarkir motornya Natasya langsung berlari hendak memasuki lobby utama, Natasya melihat seorang perempuan hampir saja terjatuh dan Natasya dengan cepat langsung memegangi perempuan itu, tapi Natasya kehilangan keseimbangan dan ia langsung memutar tubuhnya hingga kini perempuan paruh baya itu berada di atasnya dan Natasya mengorbankan dirinya menjadi pelindung perempuan yang tidak ia kenal tersebut.

Kepala Natasya terbentur lantai dengan cukup keras dan perempuan yang ia selamatkan bisa mendengar suara benturan itu juga. Natasya memejamkan matanya dengan mengigit bibir bagian bawahnya merasakan nyeri akibat benturan kasar pada kepalanya dan semoga saja Natasya tidak gegar otak ringan karena hal ini.

“Ibu, apakah baik-baik saja?” tanya Natasya yang justru lebih mengkhawatirkan perempuan paruh baya itu dari pada dirinya sendiri.

Dua orang pengawal langsung membantu perempuan paruh baya itu berdiri dan setelah itu mereka membantu Natasya berdiri juga. Natasya sempat sempoyongan karena nyeri di kepalanya membuat pandangan perempuan itu kabur. Kedua pengawal dengan sigap langsung memegangi Natasya hingga perempuan itu mulai bisa menyeimbangkan dirinya lagi.

“Apakah Anda baik-baik saja?” tanya Natasya untuk yang kali kedua.

“Saya baik-baik saja, sepertinya kamu yang tidak baik-baik saja,” ujar perempuan paruh baya itu. “Sebaiknya kamu ikut saya ke rumah sakit saja.”

“Tidak perlu, saya akan mati jika di pecat oleh atasan saya karena terlambat bekerja, rasa nyeri ini masih bisa saya tahan.” Natasya mulai panik ketika ia tahu sudah terlambat sekitar 5 menit. “Bu, saya masuk kedalam lebih dahulu,” ujar Natasya sopan kemudian langsung berlari sekencang yang ia bisa menuju ke meja kerjanya.

“Selidiki siapa perempuan itu,” tutur perempuan yang Natasya bantu tadi.

“Baik, Nyonya,” jawab kedua pengawal yang ada di belakangnya.

Di tempat lain.

Natasya baru saja masuk kedalam ruangan kerjanya kemudian terlihatlah jika semua orang kini sedang menatapnya dengan begitu tajam sekali, seakan dari tatapan itu mereka ingin membunuh Natasya dan langsung menenggelamkannya di sungai bengawan solo.

“Memangnya ini perusahaan milik keluarga kamu sehingga kamu bisa datang kapan saja kamu inginkan,” ujar seorang perempuan setengah baya yang memang merupakan atasan Natasya di ruangan ini.

Atasan Natasya bernama Ranti dan ia memang di kenal kejam serta angkuh bahkan Ranti sering kali menggunakan jabatannya hanya untuk memperbudak para pekerja barunya. Ranti masih belum menikah mungkin karena sikap angkuhnya sehingga tidak ada orang yang mau mendekatinya serta Ranti juga tidak memiliki wajah yang cantik dan hal itulah alasan Ranti merasa benci dengan kecantikan yang Natasya miliki.

Natasya menundukkan kepalanya sembari memegangi tas kerjanya. Semua orang yang ada didalam ruangan ini hanya bisa diam saja dan tak ada yang  berniat ingin membantu. Ya, kecantikan yang Natasya miliki membuat semua perempuan iri hingga mereka semua tak mau dekat dengan Natasya bahkan secara terang-terangan mereka ingin Natasya segera di keluarkan dari kantor ini sebab kebanyakan lelaki menyukai Natasya hingga membuat semua perempuan seakan tersingkirkan dengan sendirinya.

“Maafkan saya, Bu Ranti tapi tadi saya terlambat karena menyelamatkan perempuan paruh baya yang hendak terjatuh di pintu lobby utama,” jawab Natasya jujur.

“Memangnya kamu itu super hero hingga sibuk menyelamatkan orang lain.” Sembur Bu Ranti dengan tidak punya hati. “Kamu itu di bayar untuk bekerja bukan melakukan tindakan sosial,” ucapnya lagi masih dengan nada arogannya.

“Apa yang kamu katakan!” ujar seorang perempuan yang kini sedang berdiri dibelakang Natasya.

Natasya tidak berani memutar kepalanya sebab ia takut Bu Ranti akan semakin marah. Namun Natasya mengangkat sedikit kepalanya dan dengan sangat jelas ia bisa melihat air muka Bu Ranti yang nampak pucat pasih dengan keringat jagung kini membasahi wajahnya.

Siapa sebenarnya perempuan yang sedang ada dibelakangnya sekarang? Dan kenapa Bu Ranti langsung ketakutan seperti habis melihat hantu Anabelle di depan matanya. Kira-kira seperti itulah yang kini sedang Natasya pikirkan sekarang.

Mana Ada Hantu Bisa Bicara

“Apakah kamu tahu kenapa perempuan ini sampai terlambat masuk kantor?” tanya perempuan yang ada dibelakang Natasya pada Bu Ranti.

“Dia beralasan jika sedang menyelamatkan seseorang dan saya tahu itu hanya dusta,” ujar Bu Ranti ingin memojokkan Natasya.

“Dia tidak berbohong karena orang yang dia selamatkan adalah aku,” jawab perempuan paruh baya itu dan tanpa melihat kini Natasya sudah bisa menebak jika perempuan ini adalah orang yang telah ia selamatkan tadi.

“Siapa sebenarnya perempua ini? Kenapa dia bisa membuat Bu Ranti yang terkenal sombong seakan ketakutan padanya?” tanya Natasya pada dirinya sendiri dengan kepala yang masih tertunduk.

Natasya baru saja bekerja di perusahaan ini sekitar 3 bulan dan pantas saja jika ia tidak tahu jika perempuan paruh baya yang telah ia selamatkan barusan adalah pemilik perusahaan ini, namanya Cempaka Syahputra dan dia memang jarang sekali datang ke perusahaan, pantas saja Natasya tidak mengetahui siapa orang yang ia tolong tadi.

Semua orang yang ada didalam ruangan ini langsung membulatkan kedua matanya kaget begitu juga dengan Bu Ranti, perempuan itu bahkan ingin memukul mulutnya sendiri yang sudah berani mengatakan ucapan laknat tersebut.

Bu Ranti bukannya menyesal karena memaki Natasya, tapi yang ia sesalkan kenapa tidak mengamati situasi terlebih dahulu hingga Nyonya Cempaka ikut mendengarkan ucapan pada si bodoh dihadapannya ini.

“Nyonya Cempaka, maafkan saya, saya tidak tahu jika perempuan yang telah Natasya selamatkan adalah Anda,” ujar Bu Ranti dengan kedua tangan yang sudah menggenggam erat rok kerjanya dengan tubuh bergetar penuh ketakutan.

Perempuan itu pasti takut jika dia sampai kehilangan pekerjaan dan juga jabatannya didalam perusahaan raksasa ini.

“Ternyata dia adalah pemilik perusahaan ini, selama ini yang aku tahu hanya Pak Darendra saya pemiliknya,” batin Natasya didalam bungkam.

“Berarti jika yang terjatuh adalah perempuan lain maka harus dibiarkan saja!” pertanyaan yang penuh akan kecaman itu terdengar begitu jelas dari kedua manik mata Nyonya Cempaka yang sudah membulat penuh ancaman.

“Bu-bukan begitu maksud saja, Nyonya,” sanggah Bu Ranti tergagap.

“Kemasi barang-barang kamu dan lekas angkat kaki dari perusahaan ini!” titah Nyonya Cempaka.

“Nyonya, maafkan saya, sungguh saya berjanji tak akan pernah mengulang kebodohan yang sama,” mohon Bu Ranti mencoba menjilat apa yang bisa ia jilat demi untuk menyelamatkan pekerjaan yang begitu lama ia tekuni.

Natasya merasa kasihan dan ia pun memutar tubuhnya menghadap Nyonya cempaka dan tidak disangka Natasya menjatuhkan kedua lututnya perlahan di lantai ruangan ini dengan kepala yang tertunduk.

“Nyonya, tolong maafkan Bu Ranti dan berikan dia kesempatan,” pinta Natasya dengan nada suara yang terdengar tulus.

Tapi Bu Ranti justru menganggap jika Natasya melakukan semua itu hanya ingin mencari muka saja dihadapan Nyonya Cempaka. Bu Ranti bahkan tidak merasa berterima kasih karena sudah Natasya bantu tetapi perempuan itu justru merasa muak melihat sikap Natasya sekarang.

Nyonya Cempaka langsung mengajak Natasya untuk berdiri dan perempuan itu mengangkat dagu Natasya menggunakan satu jari telunjuknya.

“Kenapa kamu memohon untuk perempuan yang hampir membuatmu kehilangan pekerjaan?” tanya Nyonya Cempaka dengan nada suara yang terdengar begitu lembut sekali.

“Saya akan berbuat baik pada siapapun tanpa perduli orang itu jahat ataupun memiliki status sosial yang begitu tinggi di masyarakat.” Natasya berbicara dengan begitu tulus yang terpancar dengan begitu sempurna dari sorot mata teduh itu.

“Aku memaafkan kamu hari ini, tapi tidak untuk lain kali,” ujar Nyonya Cempaka sembari melihat kearah Natasya. “Apakah kamu sudah senang sekarang?” tanya Nyonya Natasya dengan nada suara terdengar lembut.

“Terima kasih, Nyonya,” jawab Natasya seraya mengulas senyumannya.

***

Natasya merenggangkan otot-otot tulangnya ketika ia selesai mengerjakan tugas kantornya. Natasya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan ini yang nampak begitu sepi karena hanya Natasya saja yang kerja lembur. Natasya buru-buru keluar dari ruangan sebab merasa merinding juga jika sendirian didalam ruangan yang bisa dibilang cukup horor sebab semua lampu didalam ruangan ini sudah padam dan hanya menyisakan lampu kerja Natasya saja.

“Aku tadi sedang fokus bekerja dan tidak memperhatikan sekitar, tapi setelah semua pekerjaan selesai aku baru sadar ini sudah lewat pukul 08.00 malam pantas saja semua bulu kudukku meremang dengan sempurna tadi,” cicit Natasya seraya mempercepat langkah kakinya.

Natasya sesekali melihat kearah belakang sebab ia merasa seperti ada orang yang sedang mengamatinya, ya, lorong ini terlihat cukup remang-remang karena sebagian lampu telah dipadamkan. Natasya berjalan semakin cepat ia mengambil ponsel dari dalam tas jinjingnya dengan tangan yang gemetaran ketika Natasya hendak menyetel musik guna untuk menghilangkan kesunyian mencekam di lorong perusahaan tapi sialnya ponselnya kehabisan daya sehingga Natasya memupus harapan untuk bisa mendengarkan musik.

Natasya melihat kearah belakang sekali lagi dan ketika ia melihat kearah depan Natasya melihat seorang lelaki yang wajahnya nampak cerah.

“Hua … se-setan, tolong jangan ganggu saya,” ujar Natasya seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan dengan tubuh yang bergetar hebat.

“Berani sekali kamu mengatakan jika aku hantu,” maki seorang lelaki yang Natasya kira adalah hantu.

“Mana ada hantu bisa bicara,” batin Natasya.

Perempuan itu mulai membuka sedikit tangannya dan ia melihat jika lelaki yang ada dihadapannya bukanlah hantu melainkan Pak Darendra yang merupakan anak dari Nyonya cempaka sekaligus pewaris tunggal.

“Mati! Lelaki ini lebih menakutkan dari pada hantu,” batin Natasya merutuki bibirnya yang asal sebut lelaki dihadapannya ini adalah hantu.

“Apakah kamu sudah bosan bekerja di perusahaan ini!” kecam Pak Darendra yang jelas kelihatan marah sebab perempuan itu menyamakan wajah tampannya dengan hantu.

“Bu-bukan, tapi wajah Anda tadi terlihat bercahaya jadi saya kira ….” Natasya langsung mengigit bibir laknatnya ini agar tidak salah bicara.

“Apakah penglihatan kamu itu sedang tidak berfungsi sehingga kamu tak menatap aku yang sedang memegangi ponsel,” ketus Pak Darendra kesal.

“Ma-maaf dan tolong jangan pecat saya,” ujar Natasya memohon dengan kepala yang tertunduk.

“Siapa nama kamu?” tanya Pak Darendra.

“Na-natasya,”

Pak Darendra diam sejenak mencoba mengingat nama perempuan yang ada dihadapannya ini karena Darendra merasa tidak asing. “Apakah kamu orang yang menyelamatkan Mamaku?” tanya Pak Darendra dengan penuh selidik.

“Ya,”

“Apakah kamu sengaja berpura-pura menabrak aku dan ingin mendapatkan perhatian dariku?” hardik pakai Darendra dengan tatapan penuh selidik.

"Untuk apa saya melakukan itu, saya sungguh takut karena baru kali ini lembur sampai malam hari," jawab Natasya seraya mengamati sekitar kemudian bergidik ketakutan.

Darendra mengamati perempuan yang ada dihadapannya ini dengan wajah yang datar.

Jangan Pernah Menguji Kesabaranku

Darendra melihat wajah Natasya yang nampak pucat lelaki itu pun bisa memastikan jika Natasha tidak berdusta apalagi tubuh perempuan itu juga bergetar seakan menunjukkan ketakutan nyata yang terlihat dari sorot matanya.

"Pergilah dari hadapanku!" perintah Darendra.

Natasha menghembuskan nafas lega karena akhirnya perempuan itu tidak mendapatkan masalah, tetapi bukan itu yang terjadi sekarang karena justru Natasha semakin ketakutan ketika ia mengingat jika harus berada di dalam lift sendirian. Natasha yang tidak kunjung meninggalkan Darendra pun membuat lelaki itu menatapnya dengan penuh tanya dan Natasha akan apa yang sedang lelaki itu pikirkan tentangnya yang masih juga tidak beranjak dari posisinya berdiri.

"Pak Darendra, saya takut jikalau harus naik lift ini sendirian, bolehkah jika saya mengikuti di belakang And Bukankah Anda juga akan turun ke lantai bawah?" tanya Natasha dengan menunjukkan air muka memohon.

Tanpa menjawab Darendra kembali melangkahkan kakinya. Natasha hanya bisa memanyunkan bibirnya kemudian perempuan itu mengikuti langkah Darendra dari arah belakang. Natasha terus saja mengedarkan pandangannya ke lorong perusahaan ini dengan sangat waspada hingga Natasha tidak menyadari jikalau sekarang Pak Darendra sedang menghentikan langkahnya, hal itu membuat Natasha menabrak tubuh kekar Pak Darendra.

"Bisakah kau menjaga jarak dariku!" perintah Pak Darendra yang merasa risih melihat sikap perempuan di dekatnya ini. Pak Darendra bahkan tidak memutar tubuhnya sama sekali melihat ke arah Natasha, seakan lelaki itu tidak peduli dengan apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan di belakangnya sekarang.

"Siapa suruh Anda berhenti mendadak," kata Natasha. Natasha langsung menutup mulut laknatnya ini menggunakan kedua tangan setelah ia menyadari arti ucapannya barusan. Kenapa juga Natasya bisa bicara tanpa ada filternya begini? Sungguh ketika ketakutan Natasya akan selalu bicara asal.

"Jangan pernah menguji kesabaranku atau ...." perkataan Pak Darendra berhenti setelah Natasha menyela ucapannya.

"Maafkan saya, saya sungguh minta maaf Pak Darendra," kata Natasha. Sembari membungkukkan tubuhnya, lebih baik melihat ke arah lantai dari pada melihat wajah menyeramkan bosnya ini.

Pak Darendra hanya bisa menghela nafas perlahan kemudian lelaki itu kembali melanjutkan langkah kakinya dan Natasha mengikutinya dari arah belakang. Ketika berada di depan lift Natasha pun langsung buru-buru masuk ke dalam lift itu mendahului Pak Darendra. Pak Darendra hanya bisa menghela nafas perlahan untuk yang kesekian kalinya, sungguh baru kali ini ada pekerja bar-bar yang berani melakukan ini padanya.

"Dia benar-benar mencoba menguji kesabaranku," batin Pak Darendra ketika melihat sikap Natasya.

Kini Pak Darendra dan juga Natasha sudah sampai di pintu utama lobby ini. Terlihat seorang satpam memberikan kunci mobil kepada Pak Darendra sedangkan Natasha melangkah menuju parkiran motor. Natasha kini sudah menyalakan mesin motornya dan sesekali ia menatap ke sekitar parkiran sepeda motor yang nampak sepi sekali dan sekarang hanya ada motornya saja yang masih terparkir.

Natasha mulai menyalakan mesin motornya dan ia pun merasakan ada yang aneh kemudian perempuan itu menundukkan kepalanya melihat ke arah ban motor bagian belakangnya yang ternyata pecah dan entah apa alasannya. Natasha hanya bisa menghela nafas perlahan sembari mengutuk kesialan yang iya dapati hari ini.

"Tadi pagi hampir saja aku dipecat oleh Bu Ranti, tetapi malam harinya ban motorku justru pecah tanpa alasan yang jelas, padahal tadi pagi aku ingat betul jika masih baik-baik saja. Ataukah mungkin Bu Ranti yang melakukan ini? Argh! Ngapain juga aku menyalahkan orang lain mungkin ini hanya kebetulan saja," batin Natasya mencoba untuk memberikan pemikiran positif supaya ia tidak dendam pada orang lain dan dugaannya tadi juga belum tentu benar.

Pak Darendra mengamati apa yang Natasha lakukan dari balik kaca spionnya, sekarang perempuan itu nampak kesal sekali jika dilihat dari raut wajahnya. tanpa bertanya pun Pak Darendra sudah bisa menebak jikalau perempuan itu pasti mendapatkan kesialan sehingga tidak jadi pulang membawa motornya dan malah berjalan kaki.

Pak Darendra pun keluar dari dalam mobil lalu menghampiri Natasha yang hendak melewati mobilnya begitu saja.

"Pulanglah bersama denganku," ajak Pak Darendra yang seperti suatu perintah.

"Tidak, saya akan naik angkutan umum saja," jawab Natasya mencoba menyembunyikan wajah masamnya di hadapan sang pemilik perusahaan.

"Tadi pagi kamu sudah menyelamatkan mamaku dan sekarang aku hanya mencoba untuk membalas kebaikan kamu." Perkataan itu terdengar memaksa di telinga Natasha.

"Saya menolong Nyonya Cempaka dengan ikhlas dan tanpa pamrih, walaupun orang yang ada di posisi itu bukanlah Nyonya Cempaka, maka saya akan tetap menyelamatkannya," jawab Natasha yang tidak ingin berada satu mobil dengan bosnya itu.

Natasya takut jika ada orang yang melihat dan akan tersebar gosip di perusahaan ini jika Natasya berusaha mendekati Pak Darendra.

"Pikirkan lagi tawaran saya, Apakah kamu lupa jika jarak dari perusahaan ini ke jalan raya cukup jauh dan sepanjang perjalanan juga nampak gelap. Apakah kamu masih yakin jika ingin berjalan sendiri." Sesungguhnya di dalam hati Pak Darendra juga merasa cemas jikalau Natasha berjalan sendirian di malam hari.

Natasha terdiam sejenak dan akhirnya perempuan itu pun mengalah dan ikut masuk ke dalam mobil Pak Darendra.

****

"Kamu pulang diantarkan siapa Natasha?" tanya Bi Asri yang melihat Natasha turun dari dalam mobil.

"Itu adalah mobil Pak Darendra," jawab Natasya sembari melangkah masuk ke dalam rumah.

"Bika Bibi tidak salah dengar sepertinya bos kamu itu sudah memiliki istri," jawab Bi Asri. Ucapan Bi Asri juga seakan bisa diartikan sebagai peringatan untuk keponakannya supaya tidak mengganggu rumah tangga orang lain dan Natasha tahu itu dengan sangat jelas.

Natasha menghentikan langkahnya lalu menatap ke arah Bi Asri dan seulah senyuman manis dengan tatapan teduh mulai menyapa netra perempuan paruh baya itu. "Bibi, tenang saja karena Natasha tak akan pernah mengganggu kehidupan orang lain. Tadi pagi Natasha menyelamatkan Nyonya Cempaka yang merupakan ibu kandung Pak Darendra. Pak Darendra hanya merasa kasihan pada Natasha karena motor Natasha bannya bocor dan jalanan dari perusahaan menuju jalan raya sangatlah sepi karena alasan itulah Pak Darendra mengantarkan Natasha," cerita Natasha panjang lebar karena tidak ingin Bi Asri salah paham padanya.

"Bibi merasa senang sekali mendengarkan penjelasan itu. Dan maafkan Bibi yang sempat berburuk sangka kepadamu. Semua itu karena Bibi tidak ingin kamu salah langkah, walaupun kita hidup susah tetapi jangan pernah mengambil cara yang salah dengan merusak hubungan orang lain," ucap Bi Asri memperingati Natasha.

Natasha memeluk perempuan paruh baya itu kemudian mengusap perlahan punggungnya. "Bibi tenang saja, Natasha akan selalu mengingat apa yang Bibi katakan sekarang," ujar Natasya.

Di tempat lain.

Seorang perempuan paru baya sedang duduk di teras rumahnya sembari menikmati semilir angin malam. Perempuan itu pasti takut masuk angin sehingga dia menggunakan mantel tebal di tubuhnya dan duduk di gazebo yang ada di taman depan rumahnya. Seorang lelaki yang menggunakan jas hitam berjalan mendekati perempuan paruh baya yang tidak lain adalah nyonya Cempaka.

"Katakan!" perintah Nyonya Cempaka yang seakan sudah tahu jika orang kepercayaannya itu akan melaporkan sesuatu hal padanya.

"Malam ini saya melihat Pak Darendra mengantarkan salah satu pekerjanya," lapor orang kepercayaan Nyonya Cempaka.

"Siapa namanya?" tanya Nona Cempaka sambil menyilangkan kedua tangannya memusatkan pandangannya kearah dedaunan yang bergoyang di terpa angin malam.

"Namanya adalah Natasya Putri dan perempuan itu ialah orang yang telah menyelamatkan Nyonya Cempaka tadi pagi," lapor lelaki itu secara detail dan singkat.

"Pergilah dan pastikan jika Starla-istri pertama Darendra tidak mengetahui hal ini!" perintah Nyonya Cempaka dan pengawal itu menganggukkan kepalanya setuju. Setelah memberikan hormat pengawal itu melangkah pergi meninggalkan Nyonya Cempaka sendiri.

Seula senyuman tipis terbit di bibir Nyonya Cempaka, seakan perempuan itu merasa lega dengan laporan yang telah pengawalnya itu berikan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!