Dears, dukung karya terbaruku dengan Love, vote dan komen yah..
Happy reading..
********
Tin ... Tin ... Tintin ...
Aku memutar bola mataku kala mendengar bunyi klakson yang
meraung-raung dari halaman rumahku.
"Sabar!" Aku berteriak sampai-sampai
tenggorokanku kering.
Tin ... Tin ... Tin ...
Raungan itu tertangkap oleh telingaku lagi dan aku
mengumpat dengan sangat kesal. Aku meraih tasku dari atas meja tidak peduli
dengan apa yang barusan terjatuh karena tersenggol tasku.
"Dasar kampungan!" dumelku kesal pada pria
didepanku. Aku mendelikkan mataku dan menatapnya tajam. Aku sangat kesal.
"Kalau nggak gitu kamu nggak bakal keluar sampe jam
sepuluh nanti." Dia tidak peduli dengan raut wajahku yang sudah sangat
jengkel.
"Buruan naik! Malah bengong. Ckckck."
titahnya padaku. Aku mendengus dan
menerima helem yang diberikannya dan langsung memakaikannya. Aku naik
keboncengannya dengan menyingkapkan rok sekolahku.
"Yu, duduk yang benar, duduk cewek!" Dia menoleh
padaku dan tidak kugubris. Aku sibuk mengancingkan pengait helem.
"Duduk cewek elah!" titahnya sekali lagi dan
langsung ku tabok punggungnya dengan keras.
"Selama ini juga gini, buruan jalan! Tadi aja manggilnya
kayak dikejar setan. Jalan ayok!" Aku mengomel dan melotot padanya
karena belum juga menjalankan motornya.
Aku menaboknya sekali lagi dan akhirnya dia mengalah,
menjalankan motor dan langsung melaju menuju sekolah.
Namaku Ayu Apriani, dari namaku kalian pasti sudah bisa
menebak, aku kelahiran bulan berapa dan aku yakin seribu persen, kalian pasti
mengira aku gadis ayu seperti namaku. Salah! Salah total. Tinggi badanku tidak
sampai di angka seratus enam puluh dan badanku sedikit berlemak, belum termasuk
kategori gemuk yah gais, cuma, kelebihan lemak dikit, hihihi. Rambutku pendek,
hanya sebahu dan lebih sering aku kuncir dan cepol karena aku malas sisiran.
Wajahku jangan ditanya, ada beberapa bendolan jerawat, tidak sampai memenuhi
wajah sih apalagi sampai berbangku tempel. Tapi kalau di lihat-lihat lumayan
banyak juga, pipi dan dahiku hampir penuh. Udah gitu, wajahku berkilau lagi,
bukan glowing neces kayak cewek di tipi-tipi yah, ini berkilau dan sedikit
licin karena berminyak. Tapi aku masih punya sedikit yang bisa kubanggakan.
Kulitku nggak gelap dan nggak butek, hahahaha.
"Cengengesan kenapa kamu? Gila sikit?" Seketika
aku menghentikan cengengesanku dan menatap galak pada pria di depanku. Hah,
dia tidak tau apah, aku ini sedang mengagumi diriku sendiri, kecantikanku ini
yang tiada duanya.
Dia Sofyan Peter, sohibku sejak kecil, karena rumah kami
memang hanya berjarak dua rumah saja. Sejak kecil hingga sekarang, dia seorang
yang cocok berteman denganku. Kami sehati dan sepemikiran. Selera kami sama
pada banyak hal. Aku biasa memanggilnya Pian, kecakepan kalau di panggil Sofyan.
Lidahku tidak terbiasa.
Hari ini adalah hari pertama kami masuk sekolah menengah
atas, kebetulan kami diterima disekolah yang sama lagi. Hadeh, bosan sebenarnya
sama ini laki satu, dari TK sampai SMA satu sekolah terus. Tapi mau gimana
lagi, kemampuan ekonomi keluarga kami berdua hanya bisa di sekolah negeri. Kan lumayan uang
spp gratis dan bisa urus surat miskin biar dapat bantuan.
"Turun!" titahnya begitu kami tiba di gerbang
sekolah. Kok? Kan belum sampe di parkiran. Kok di turunin di gerbang? Anjr**t
nih cowok sebiji.
"Kok disini? Tanggung Piaaan .. "
"Turun!" titahnya lagi tidak peduli pada
dumelanku.
"Naik!" titahnya lagi begitu aku turun dan hendak
melepas helem dari kepalaku. Kaaaaan?
"Naik dan duduk cewek!" titahnya sok kul padahal aku
bisa melihat dia menahan tawa. Bibirnya kebat-kebit dan matanya bergerak-gerak.
Aku menatapnya garang dan akhirnya dia tertawa terbahak-bahak.
"Kita ini udah SMA tau, bisa nggak sih kamu anggun
dikit kayak cewek itu tuh." Tunjuknya pada seorang cewek yang barusan
keluar dari mobil yang berhenti di depan gerbang sekolah. Wah, benar anggun
sekali.
"Kali aja, kalau kamu bisa anggun begitu, kamu ada yang
lirik, terus ada yang antar jemput kamu tiap hari dan ..." Aku memicingkan
mata padanya. Menatap tajam tepat pada matanya dan dia langsung berhenti mengoceh.
"Dan apa?" tanyaku santai tapi tidak dengan
tatapanku.
"Bercanda elah, itu aja dibawa serius, hahahaha."
Pian tertawa garing dan mengalihkan pandangan kesekeliling.
"Buruan naik! Atau kamu GL aja?" Dia mengalihkan
topik agar bisa meredam tatapanku.
GL? No lah.
"Kamu bosan sama aku? Nggak mau boncengin aku tiap hari
lagi?" tanyaku seraya bergegas naik ke atas motornya. Aku memegang rokku
agar tidak tersingkap dan mulai mengangkat satu kaki bersiap duduk di atas
motor.
"Duduk cewek Yuyuuu, ih." Geramnya geregetan
dan aku langsung tertawa terbahak-bahak sampai-sampai ada beberapa orang yang
menoleh ke arah kami.
"Buruan! Mau jadi artis kamu di hari pertama?"
Aku langsung naik karena memang belum siap jadi artis siswa
baru di hari pertama.
***
"Selamat datang adik-adik sekalian, gimana perasaan
kalian hari ini? Terutama setelah menginjakkan kaki di sekolah kita tercinta
ini?" Sapaan kakak kelas yang berdiri sembarang didepan kami. Ini gimana
sih, kami disuruh berbaris rapi, lah, mereka malah asal berdiri. Jadi contoh
dong!
"Senang."
"Gembira."
"Deg-degan."
Bermacam-macam jawaban diserukan dari barisan rapi pendatang
baru disekolah ini. Kalau aku mah biasa aja, senang iya, gembira iya,
deg-degan iya, apalagi, setelah melihat seseorang yang berdiri di depan sana.
Huh ... Pengen rasanya berdiri disampingnya, pasti langsung adem soanya dia kul
bangat.
Aku tidak memperhatikan dengan seksama apa-apa saja arahan
dari kakak-kakak didepan, mataku lebih ke arah seseorang itu. Nah kan, aku
langsung lumer liat dia senyum gitu. Aduh gimana ini?
"Baiklah, sekarang kita bagi kelompoknya, satu kelompok sepuluh orang, lima cowok, lima
cewek. Nanti, kakak-kakak yang didepan akan memandu kalian setelah
berkelompok." Salah satu dari panitia berujar dan segera membagi kelompok.
"Ririn." Seseorang menjulurkan tangannya padaku.
Oh, mau kenalan ya?
"Yuyu, eh Ayu" jawabku menggaruk kepala karena
salah ucap nama. Yuyu adalah panggilanku di rumah.
Kami satu kelompok akhirnya saling memperkenalkan diri.
Banyak yang sudah kukenal disini karena kami berasal dari SMP yang sama.
"Hallo semuanya!" Aku menolehkan kepalaku pada
arah suara itu. Oh maigad, dia tersenyum menyapa kelompok di sebelahku. Ih,,
kenapa di kelompok itu sih, Kok gak disini aja? Hmm mmm. Aku mendumel dalam
hati.
Seharian ini kami melakukan banyak kegiatan perkenalan dan
penyambutan siswa baru. Kelompokku memenangkan beberapa permainan karena kami
solit dan tentunya karena kami cerdas, hahaha. Somsek (sombong sekali). Aku
menikmati kegiatan ini dan di akhir kegiatan semakin nikmat karena ...
"Selamat yah, sebagai hadiah kelompok pemenang, kalian mendapatkan
ini ...Seseorang itu mengangkat bingkisan hadiah dan menunjukkannya pada
kami sambil tersenyum.
Yollohh, ada lesung pipitnya, aku bisa pingsan nggak?
.
.
.
next >>
Dukung karya Author dengan komen membangun agar Auhor bisa
semakin baik dalam berkarya.
Jangan lupa Tab Love, Vote dan jempolnya yah bebs.
Happy Reading gais..
Jangan lupa tab love, vote dan komennya. Jempol kamu bagus deh, lebih bagus lagi kalo tab di jempol karyaku.
**************
"Yu, kamu tulis ke siapa?" Ririn berbisik di
telingaku dan sumpah itu geli bangat gais.
Aku menarik kepalaku menjauh kemudian menoleh padanya.
"Geli Ririn, kenapa musti bisik-bisik, sih?" omelku
sambil menggosok-gosok telingaku dan hanya di balas dengan kekehan.
Hari ini, hari terakhir penyambutan siswa baru. Hah ... Mulai
senin besok udah belajar berarti. Padahalkan satu minggu ini enak, main-main
terus, hihihi.
Semalam kami disuruh bikin surat cinta yang ditujukan ke
kakak kelas, terserah mau siapa. Bebas, yang penting harus beda jenis kelamin
yah gais. Jadi, aku memutuskan dengan sangat seksama bahwa surat cintaku akan aku
tuliskan pada pujangga hatiku. Ya elah, ribet bangat bahasaku, berasa pejabat
yang lagi pidato. Jadi gais, aku bikin surat cinta yang sangat romantis ke abang
tamvan itu, abang berlesung pipi itu. Yakin aku seribu persen, dia pasti meleleh
dengan keromatisanku.
"Aan," jawabku sambil senyam-senyum. Aku sedang
membayangkan kencan kami berdua, hahahhaha.
"Aan atau Aa? Perasaan nggak ada yang namanya Aan atau
Aa deh." Mukak si Ririn berkerut-kerut memikirkan siapa si Aan. Jelas nggak
ada lah Ririn, Aan itu nama panggilan sayangku, bege.
"Ada,itu abang yang paling ganteng se SMA ini, yang
kasih kita lolipop lho Rin."
"Bang Andrian?" tanyanya dengan sigap.
"Hmmm." Aku mengangguk-anggukkan kepala menjawab
sambil tersenyum-senyum tak jelas. Udah kayak mainan di mobil itu lho, aku
sering lihat kalo pas lagi di boncengin sama Pian, di mobil orang kaya ada
kekgitu.
"Yang lain aja Yu, udah banyak yang bikin ke abang
itu," sarannya menghentikan senyumku. Banyak? Ada yang cantik kayak aku
gak? Gawat ini, kalau yang tulis itu lebih dari aku semua.
"Kamu juga?" tanyaku cepat dan di jawab dengan
anggukan.
Aku menghela napas kasar, antara senang atau sedih. Satu
sisi aku senang, ada cewek selevel denganku, kayaknya, dibawahku sikit. Satu
sisi lainnya aku sedih, sainganku bertambah, malah kayak ditusuk kawan sendiri
gitu lho. Tapi, ya sudahlah, jalani saja dulu. Jodoh nggak bakal larikan.
-----------------
"Baiklah adik-adik, surat cintanya udah bisa di kumpul
sekarang yah, nanti kita pilih secara random, sepuluh surat yang akan kita
bacakan dan memilih tiga pemenangnya. Understand?"
Tood
"Understand kakak," jawab rame-rame menggelegar
sambil mengeluarkan surat masing-masing, yang udah di make over sedemikian rupa.
Asli, aku deg-degan bangat gais, kira-kira suratku terpilih
nggak sih nanti?
"Uuuuhh, cantik-cantik yah sampulnya," ucap emsi (MC)
nya, saat dua boks surat diletakkan di depan sana. Satu boks dari cewek dan satu
dari cowok.
"Sebelum kita undi, yuk kita tanya-tanya dulu yah,
suratnya di tujukan pada siapa aja," lanjut emsinya seraya berjalan ke
barisan.
Sikakak menanyai beberapa siswa siswi secara random, dan
dari yang kudengar, rata-rata cewek tulis suratnya buat Aanku. Haduh, ini
cewek-cewek apa nggak bisa lihat cewek lain bahagia gitu, kan, masih banyak
kandidat lain, ngapain musti ke abang Aanku? Harapanku semakin menipis.
"Oke ...Kayaknya kamu primadonanya deh Andrian, kok
ngirim surat ke kamu semua ini, kasihan bangat yang lain nggak dapat surat,
huhuhuhu." Emsi berkelakar, seolah-olah menangis tapi ketawa. Fix, itu
namanya ngejek gais.
"Yodah deh, nggak usah kita lama-lamain yah, langsung
kakak acak suratnya yah dek," dijawab dengan tepuk tangan dan gemuruh suara
dari barisan di depannya.
"Karena primadonanya disini, so ... Kita kasih kesempatan
emas untuk memilih suratnya yah."
"Iyaaaaaaa." Serempak, terutama para cewek-cewek.
Deg-degan gais, kira-kira tangannya jodoh nggak sih dengan
suratku? Kalau sampai suratku kepilih dari box, fix, kami jodoh! Aku
komat-kamit mohon entah pada siapa supaya suratku kepilih dan ...
Eng ... ing ... eng ...
Yes! Yes! Yes!
Dari sepuluh surat yang dipilih, salah satunya milik aku
dong.
Bisa tepuk dada sombong karena kepilih gak sih?
Fix yah, yah, yah, Fix, kami jodoh ini.
Aku jingkrak-jingkrak karena suratku kepilih sampai-sampai
mata Ririn melotot.
"Yu, kamu belum tentu menang, kok udah kesenangan gitu.
Ntar nggak menang, nangis kamu sampe nyugsep."
"Kamu doain aku nggak menang? Jahat bangat sih kamu jadi
teman. Lima hari ini aku udah anggap kamu sohib terbaikku, bahkan, anggap kamu sodara,
masa kamu sumpahin aku biar nggak senang, ih jahat ih," jawabku lebay dan
Ririn hanya memutar bola matanya malas.
--------------------------
Lemas cuy, lemas ini.
Ririn ketawa ngakak nggak henti-hentinya di samping aku.
Kami lagi duduk dipinggir taman di bawah pohon rindang. Es krim di tanganku
udah meleleh kayak hatiku yang meleleh, melebur.
"Yolloh perutku sakit." Kata Ririn, belum
menghentikan tawanya. Bibirnya belepotan es krim karena nggak punya waktu untuk
menjilat bibir saking sibuknya ngetawain aku. Kalau bukan karena dia teman yang
sudah ku anggap sodara, udah dari tadi aku pukul kepalanya atau aku pelintir
lehernya. Nggak manusia bangat, sodara lagi ketiban sial malah diketawain, hufff.
"Ketawa aja terus, sampe ususmu keluar," jawabku
acuh dan dibalas kekehan dari dia.
Aku menjilat es krimku dengan cepat dan kesal, masih sangat
kesal sama kakak kelas itu yang nyingkirin surat aku dari barisan satu dua
tiga. Kayaknya dia cemburu deh dengan keromantisan suratku itu. Apa dia suka
sama Aanku yah? Jadi gaes, posisi suratku tadi ada di barisan juara harapan
satu. Hiks hiks hiks, tanggung amat yah.
"Lagi ayan kamu?" Suara Pian menginterupsi
ketawanya si Ririn. Aku menoleh dan langsung ketawa terpingkal-pingkal. Benar,
si Ririn kayaknya kena ayan, mulutnya penuh busa-busa es krim. Syukurin,
mangkanya, jangan sibuk ketawain aku, kena azab kan?
Jangan lupa Vote, love dan koment yah
Happy reading!!!
*****
Hari main-main sudah over, sekarang waktunya belajar agar bisa menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Cie elah, berguna bagi diri sendiri dulu, terus bagi emak bapak, baru bagi nusa dan bangsa. Mulia amat dah cita-citamu.
Aku tidak menemukan kesulitan beradaptasi disekolah karena sebagian besar dari mereka ini sudah kukenal, maksudku bukan penghuni sekolah yah, tapi pendatang baru itu. Sebagian itu berasal dari sekolah yang sama denganku dan dari SMP yang sama, sebagian lagi teman-teman dari lingkungan yang sama. Untuk hal ini aku sangat beruntung sih, walaupun sebenarnya bosan karena teman itu itu aja dari kecil.
Jujurly, dalam pelajaran juga aku tidak terlalu sulit, masih bisa lah sejauh ini, apalagi di bidang hitung berhitung aku jago. Nggak percuma dong anak tukang jualan, jadi ilmu hitung hitungannya juga menurun.
"Itu mukak kamu kenapa sih?" Ririn yang kebetulan satu kelas denganku terus satu meja pula, bertanya dengan mimik penasaran.
"Kayak seragam aku yang belum digosok tau, keriput!"
Mendengar ejekannya yang sangat halus tapi sungguh menyayat hati, membuatku menoleh dengan cepat dan menatapnya tajam. Huh, akunya sih berharap tatapan mataku berubah jadi laser, jadi aku bisa membelah dua si Ririn.
"Apa?" tanyanya tanpa dosa kala melihat aku yang sudah mengeluarkan asap dari kupingku kayak knalpot.
"Rin, kamu sebenarnya anggap aku apa sih? Kenalan? Teman? Atau sodara?"
Ririn memutar bola matanya malas mendengar ucapanku yang sangat lebay.
Haduuh, aku kayaknya kebanyakan nonton drama, kok aku jadi pande bener berlakon.
"Malas bangat ladenin kamu, satu pertanyaan aja jawabnya sampe lebay begini."
Ririn ngedumel dan menata bukunya si atas meja.
"Kamu drama bangat tau nggak sih Yu," omelannya masih berlanjut.
Melihatnya begitu, ada rasa bersalah dalam hatiku karena aku selalu memperlakukannya dengan lebay di waktu dan kondisi tertentu.
Aku mengulurkan tanganku ke pinggangnya dan memeluknya.
"Kamu kan tau, aku mau jadi artis, jadi musti belajar dari sekarang, aku lagi mendalami karakter tahu," ucapku sambil terkekeh di bahunya.
"Artis, artis, artis aja terus, mukak kamu nggak mendukung Yu, jangan mimpi ketinggian, ntar kalau jatuh biar gak terasa sakitnya!"
Sejenak dia menoleh padaku, lalu bola matanya turun mengikuti tubuhku.
"Ckckck calon artis tapi lihat tuh badan kamu, mukak kamu, ih, nggak ada yang mendukung Yuyu!"
Aku tidak sakit hati walau dia menjelekkanku didepan hidungku sendiri, aku malah terkikik melihat mimiknya yang kayak juri-juri kecantikan di tipi.
"Yang jelas cantikan aku dari kamu kan, Rin?" balasku dan aku bisa melihat bibir Ririn berkedut seperti menahan senyum.
"Percaya diri itu emang penting, tapi kayaknya tahu diri nggak kalah penting deh Yu!
Anjayyy, aku kena mental shayy.
"Rin, kamu anggap aku sodara, kan? Kok gitu amat kamu? Kata-kata kamu ngena bangat tahu di hati aku." Aku berlakon lagi, lakon terharu seolah-olah baru saja di puji padahal yang barusan Ririn katakan bukan pujian tapi sindiran sekaligus nasehat.
Hadehh, ibu sama bapak aku dimana sih waktu itu pas pembagian kecantikan.
"Bisa nggak sih kamu nggak lebay? Nggak cocok tahu, geli aku tuh liat mukak kamu, kepaksa bangat. Jawab aja tuh yang aku tanya tadi, mukak kamu kenapa kusut gitu?"
Back to topik pertanyaannya.
Aku menghela napas kasar dan segera menelungkupkan kepala di atas meja.
"Ditolak atau nggak di balas?" tebak Ririn tepat sasaran.
"Yang kedua," jawabku.
"Yang lama atau yang baru?" Lagi lagi bertanya.
"Baru," jawabku singkat dan aku mendengar Ririn menghembuskan napas terakhir. Eh salah, bukan terakhir, menghembuskan napas kasar.
"Kamu tuh susah di bilangin tau Yu. Sadar Yu! Sadar! ck ck ck."
Ririn berdecak sambil geleng-geleng kepala.
"Sorry to say nih yah Yu, nih coba lihat muka kamu disini!" Ririn mengangsurkan cermin kecil tepat di depan muka aku.
"Kamu itu bukan levelnya abang Andrian mu itu, stop memaksakan diri deh Yu!"
Aku terdiam sambil mengamati wajahku di cermin kecilnya. 'Mirror mirror in front of me, who is the most beautiful in this class?' jawabnya aku,hehehehe. Aku tersenyum kayak orang gila sambil berpose-pose pada cermin itu.
Aku mendengar Ririn berdecak kemudian berkata,
"Hai Mirror, who is the most ugly?"
Lalu dia terbahak - bahak karena dia menahan cermin, jadi, aku nggak bisa arahkan ke dia.
"Tuh, kan?" katanya dan lanjut tertawa.
"Kalo nanya ke cermin, jangan bagian yang enak - enaknya aja, yang nggak enaknya juga musti ditanya."
Dasar.
"Kamu ntar dikira bego sama yang lain kalo sering nanya nanya begitu ke cermin aku."
"Heh, Rinrin siapa bilang aku nanya ke cermin kamu? Nih ambil nih cermin, emang cermin kamu ajaib bisa di tanya?" dumelku sambil melemparkan cermin ke Ririn dan di balas tawa yang makin kencang.
"Jadi kamu nanya apa tadi sampe senyum senyum kayak orgil gitu? Yu, Yu, Yu, aku udah tau banyak kamu gimana, aku, kan sodara kamu."
Bagudung, umpatku dalam hati karna kali ini dia berhasil balikin kata kata aku.
"Udah deh, lupain aja itu bang Andrian mu itu, masih banyak yang lain," ucapnya enteng.
"Nggak bisa Rinrin, hati aku udah klop," jawabku kembali merebahkan kepala di atas meja.
Ini suratku yang kedua dari waktu MOS, tapi tak satupun di balas walau aku tulis puisi di bagian bawah ' empat kali empat sama dengan enam belas, sempat tidak sempat harus di balas'. Aku tulis pake warna merah pula itu terus aku kasih embun embun mengelilingi, masa nggak nampaknya sih? Nggak mungkin nggak bisa baca kan?
Setelah masa MOS waktu itu, aku dengan tidak tahu malunya segera berlari menuju bang Andrian "Bang, namaku Ayu, tadi ada suratku yang kepilih tapi tidak menang, dibaca yah ntar'. Aku mengatakannya sambil senyam senyum dan goyang goyang badan. "Hmm? ohh oke dek," jawabnya waktu itu.
Mulai dari hari itu, aku jadi berharap suratku di balas tapi sampe dua minggu nggak ada balasan. Aku kembali menuliskan surat dan aku kasih langsung ini ke orangnya. Dia hanya tertawa aja waktu itu dan aku menganggapnya respon positif. Tapi , tau - taunya aku di php, dua bulan nggak di balas walau setiap ketemu senyumku selalu dibalas. Sebel, kan?
Kalau nggak suka di bilang aja, jangan di gantung dong.
"Klop, klap, klop, klap, preettt," umpat Ririn membalasku dan umpatannya membuyarkan ingatanku beberapa bulan lalu.
"Kamu tuh musti sadar, sekelas bang Andrian belum ada pacar atau gebetan? bulset, paling juga ada dimana-mana, kalo menurut aku, dari penerawanganku nih, yah Yu, aku bisa simpulkan dia itu cowok 'setia', setiap tikungan ada, ntar kalo dia terima kamu, kemungkinan besar, itu karena kasihan sama kamu atau mau jadiin kamu mainan. Haduhh Yu, stop deh, nggak kebayang aku, kamu jadi bahan bullian orang orang nanti," ucapnya gemas karena keras kepalaku yang selalu bilang hatiku udah klop.
Aku terdiam mencerna ucapan Ririn, benar juga. Bang Andrian itu tamvan, primadona pasti punya cewek, tapi... nggak ada salahnya mencoba, kan?
gimana gais? kita jadikan saja lah?
dukung Author biar makin semangat yah.
kasih love, jempol dan vote shay..
,
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!