NovelToon NovelToon

Kamu, Aku Dan Dia

1. Syok berat.

Jika memang berkenan mampir monggo, tapi jangan pernah tanya kapan yang lain up. Semua sesuai mood. Ada hal yang harus Nara kejar. Terima kasih banyak telah mendukung selama ini dan mohon maaf, kurangi kegiatan silent readers nya☺️🙏🙏.

🌹🌹🌹

"Kalau kamu menikahi si Hemas itu, lebih baik Mama mati aja. Dia nggak punya harta apapun. Anak Mama seorang Perwira, tidak pantas bersanding dengan gadis yang tidak jelas asal usulnya." Teriak Mama Ruji.

"Maa.. memberi kebahagiaan untuk istri adalah tugas seorang laki. Itulah seninya menikah. Kita memulai segalanya dari nol. Bukan saling bersaing karena orang tuanya berada. Harga diri donk Maa." Kata Bang Umbara.

"Baiklah, kamu pilih wanita itu dan kamu tidak akan pernah melihat Mama lagi Bara..!!!" Ancam Mama Ruji kemudian mengambil pisau buah dari tangan Mamanya.

"Maaaa.. jangan..!!! Baiklah, Bara tidak akan melanjutkan hubungan dengan Hemas lagi." Janji Bara kemudian memeluk sang Mama. Tangannya sampai gemetar. "Mama bisa pulang ke Jawa dengan tenang. Bara akan menemui Hemas untuk menyelesaikan hubungan ini..!!"

"Anak Mama, kamu memang anak Mama..!!"

\=\=\=

"Kamu gila????"

"Aku serius Sanca. Aku memintamu menikahi dia dan membawanya ke tempat tugas kita agar aku bisa selalu bertemu dengannya. Setelah ibuku luluh, kamu ceraikan dia. Aku akan menikahinya." Kata Bang Bara.

"Pernikahan bukan mainan Bar, dosa hukumnya." Kata Bang Sanca.

"Pelankan suaramu..!! Ini di antara kita saja. Aku titip Hemas, jangan kamu apa-apakan." Pinta Bang Bara kemudian kembali pada mode tenang saat Hemas datang dan duduk satu meja dengan mereka.

~

"Aku nggak mau Bang, kalau memang Abang mau mengakhiri segalanya, aku ikhlas demi ibumu. Tapi memintaku menikah dengan pria lain itu sungguh tidak mungkin."

"Sayang, hanya statusmu saja yang istri Sanca. Abang sungguh mencintaimu.. Abang tidak ingin pisah. Beri Abang waktu sampai Mama luluh. Setelah itu berpisah lah dengan Sancaka dan kita menikah."

Mata Bang Sanca terpejam sedangkan Hemas menangis tertelungkup di atas meja.

"Kalian rundingan berdua. Abang harus segera pulang. Kasihan Mama di rumah." Pamit Bang Bara.

:

"Saya tidak tau kenapa harus terjebak dalam masalah ini. Dalam hal ini kamu dan Bara adalah tokoh utama. Saya ikut saja apa maumu. Cepat putuskan. Tiga hari lagi saya kembali ke tempat tugas..!!" Ucap Bang Sanca.

"Jika memang Abang siap.. Tolong temui Abang tertuaku sebelum bertemu ayahku..!! Jika tidak, jangan pernah temui mereka..!!" Pinta Hemas.

"Kamu punya orang tua????"

Hemas mengangguk pilu.

"Demi sahabat saya, saya akan temui Abang dan ayahmu.."

:

jdeeerrr..

"Selamat sore..!!" Bang Sanca kaget setengah mati melihat sosok yang ada di hadapannya.

Tatapan mata tajam itu begitu menusuk apalagi ada Hemas di belakang punggung Bang Sanca.

"Maas.. Bang Sanca mau bicara..!!" Hemas bergelayut manja pada lengan Bang Wilang.

"Mas nggak ada waktu, Mama lagi sakit." Tolak Bang Wilang mentah-mentah.

"Ijin Dan, saya berniat melamar Hemas..!!" Ucap tegas Bang Sanca.

"Wani tenan. Duwe bondo opo??? ( Berani betul, punya modal apa? )" Bang Wilang sengaja menguji kesungguhan hati Bang Sanca.

"Apa saja yang komandan minta."

"Maaass.. jangan galak, masa adiknya nikah nggak boleh. Nanti kalau Hemas terlanjur hamil bagaimana?" Rengek Hemas.

"Heehh.. ngomong apa kamu???? Jangan macam-macam..!! Kamu masih kecil Hemas..!!!!!" Bentak Bang Wilang.

Bang Wilang melepaskan dekapan manja adiknya lalu menyeret Bang Sanca keluar dari koridor rumah sakit.

"Baang.. Abaang..!!!!" Ada apa????" Bang Larung kaget melihat kemarahan Abangnya.

~

"Sudah kamu apakan adik saya????"

"Siap.. tidak berani Dan..!!" Jawab Bang Sanca.

"Bohong.. saya tau adik saya di luar kepala. Nggak mungkin dia bicara kehamilan kalau nggak pernah merasakannya..!!" Amarah Bang Wilang sungguh berapi-api.

"Maas, kalau Mas terus seperti ini.. lebih baik Hemas bunuh diri..!!!"

Hemas sudah berniat melompat, Ayah Risang yang cemas dengan putrinya langsung menarik pinggangnya. Bang Larung pun ikut panik. Hanya Bang Wilang dan Bang Sanca saja yang masih dalam mode tenang.

"Kalian ini, bisa jaga adik atau tidak???" Bentak Ayah Risang. "Ya sudah, kalau memang mau nikah ya nikah saja.. Ayah merestui, tapi jangan ada adegan bunuh diri ndhuk..!!" Kata Ayah Risang mengusap wajah Hemas.

"Yah, mana ada orang mau bunuh diri hanya mau nyebur ke kolam ikan. Gimana sih Ayah??"

Ayah dan Bang Larung menghela nafas kemudian menatap wajah Hemas.

"Benar-benar kamu ya..!!!!!" Bang Larung akhirnya menjitak ubun-ubun kepala Hemas.

...

braaaakk..

Mata Bang Sanca terpejam. Siap tidak siap dirinya harus menerima resiko dari kejujurannya.

"Apa kalian pikir adik saya ini bahan mainan?? Dia di besarkan dengan kasih sayang Ayah Bundanya, kakak perempuannya juga perlindungan dua Abangnya dan sekarang kamu datang membawa alasan yang tidak masuk akal karena Bara mengira adik saya ini tidak memiliki keluarga. Apakah menurutmu seseorang yang tidak memiliki keluarga lantas dia adalah wanita hina dan sampah masyarakat???????" Bentak Bang Wilang.

"Siap salah..!!"

"Kalau kamu memang mau menikahi adik saya, silahkan..!! Tapi tanpa embel-embel Bara di belakangnya." Kata Bang Larung.

"Tidak.. landasan pernikahan mereka sudah salah. Saya tidak akan membiarkan Hemas menikah dengan Sancaka..!!" Tolak Bang Wilang.

"Baik Dan, saya akui saya memang salah. Jika saya memakai landasan ta'aruf, apakah diijinkan untuk menikahi Hemas."

"Ngeyel kamu ya..!!!" Bentak Bang Wilang.

"Boleh, silakan..!! Bawa orang tuamu menemui kami di kesultanan. Tunjukan kesungguhanmu untuk memperistri Dinda Hemas. Lepaskan masalahmu dan Bara. Jika kamu memang laki-laki sejati. Kamu paham kewajibanmu..!!" Kata Ayah Risang.

Bang Sanca menunduk. "Sayalah yang tidak punya wali, saya hidup sendiri tanpa pendampingan orang tua."

"Saya akan mendampingimu..!!" Kata Bang Abimanyu.

"Kamu lagi..!!"

"Jangan keras hati Bang Wilang. Ikhlaskan adikmu menikah..!! Mulai saat ini, Hemas ada yang menjaga."

Bang Wilang memalingkan wajahnya. Air matanya menggenang. Seluruh keluarga tau kepedihan hati sang Abang tertua.

Bang Sanca menyentuh lutut Bang Wilang. "Saya janji akan menjaganya, seperti Abang menjaganya selama ini."

"Pergilah, saya tidak akan datang ke acara pernikahanmu..!!" Kata Bang Wilang.

.

.

.

.

2. Sumbu pendek jilid 2.

Bang Sanca mengeluarkan seadanya uang dari dalam dompetnya. Hanya berisi tiga ratus lima puluh ribu saja. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Bang Bara tapi littingnya itu tidak menyahut.

"Ada apa San?" Tegur Bang Abimanyu.

"Uang cash saya hanya tersisa tiga ratus lima puluh ribu saja Bang, saya sudah nggak boleh kemana-mana. Dinda Hemas seorang putri, apa ini tidak terlalu merendahkan harkat dan martabat seorang putri?" Tanya Bang Sancaka.

"Kamu merendah sekali. Abdi dalem sudah membelikan semua pesananmu. Uang hanya nominal. Seserahanmu juga sudah bagus untuk pria yang tidak memiliki pendamping." Bang Abimanyu terus membesarkan hati Bang Sanca. "Abang mau tanya, berarti selama ini kamu sudah kenal Hemas khan?"

"Siap.. sudah Bang."

"Kamu punya pacar? Masa perwira tidak punya pacar? Tantama, Bintara saja punya."

"Siap.. ada Bang. Setelah menikah nanti tidak akan ada lagi pacar." Jawab Bang Sanca.

"Laahh.. kalau pacarmu nuntut piye?" Bang Abimanyu menguji mental Bang Sanca.

"Kedudukan Dinda Hemas lebih tinggi dari seorang pacar. Jika memang nantinya saya terlibat masalah dengan wanita lain, saya menerima apapun segala keputusan dari Dinda Hemas dan pihak keluarga."

Di balik pintu, Bang Wilang mendengar semuanya dengan wajah datar.

//

Bang Wilang bersandar resah di dada istrinya. Mbak Iyang mengusap kening Bang Wilang dengan lembut.

"Ada apa sih Mas? Kenapa uring-uringan terus?"

"Mas nggak tega gadis sekecil itu harus nikah, malah di permainkan Bara segala. Hati Mas sakit sekali Dinda." Jawab Bang Wilang. "Mas takut Hemas nggak kuat menjalani biduk pernikahan. Apakah nantinya Sanca bisa sayang sama Hemas. Sanca itu garang, kaku, galaknya bukan main, perintahnya pahit sekali tidak bisa di bantah, mas khawatir dia kasar sama Hemas."

Mbak Iyang mendongak dengan senyumnya. "Ya sama seperti yang ngomong ini. Dulu Kangmas juga menikahi Dinda di usia belasan tahun, nyatanya Dinda baik-baik saja..!!"

"Kepala Kangmas pusing Dinda.. kita ke kamar saja yuk..!!" Ajak Bang Wilang.

"Mas bisa di percaya nggak nih? Mana yang pusing?"

"Aahh Dinda ini pura-pura nggak tau. Ya ke_pa_la. Ayo too..!!" Rengek manja Bang Wilang.

...

Setelah mendapatkan berbagai tutorial dadakan dari Bang Larung dan Bang Abimanyu.. Bang Sanca pun sudah teguh hati untuk menghadap seluruh keluarga karena Bunda Ratih juga sudah semakin sehat.

".... Niat kulo badhe nyuwun Ndoro Ayu Tadah Hening Masmedayu adamel garwa kulo. ( .... Niat saya ingin meminta Ndoro Ayu Tadah Hening Masmedayu menjadi belahan jiwa saya. ).

"Kalau memang begitu, tidak ada alasan saya untuk menolak niat baikmu.. tapi alangkah baiknya jika Ndoro Ayu sendiri yang menjawabnya.

Dari balik layar, hanya ada gambaran siluet bentuk tubuh Dinda Hemas. Kening proporsional dengan wajah, hidung mancung, bibir tipis, suaranya pun lembut menggetarkan hati.

"Matur sembah nuwun Kangmas, Dinda menerima pinangan Kangmas Dalu Sancaka." Ucapnya terdengar sesak karena Bang Wilang tidak ikut dalam acara tersebut.

***

Keesokan harinya, resah dan gelisah menghinggapi hati Bang Sanca. Perasaannya yang terdalam sudah mantap untuk menikahi Hemas namun ada beban yang mengganjal bahwa dirinya kini telah mengetahui status Hemas, posisinya serba salah. Ia pun syok masuk dalam lingkungan yang sama sekali tidak pernah ada dalam bayangannya. Kolonel Wilang, Komandan Markas adalah kakak kandung calon istrinya.. Hemas.

"Ayo San.. kamu nggak berniat berubah pikiran khan?" Tegur Bang Larung.

"Tidak Bang..!!"

"Ya sudah, cepat..!!"

:

Akad nikah sedang berlangsung. Sejadi-jadinya Hemas menangis dan terus mamanggil Abangnya. Bang Sanca sampai cemas di buatnya. Saat itu Mama Ruji datang bersama Bang Bara.

Niat bara untuk menunjukan bahwa Hemas telah menikah malah membuat Mama Ruji menyesal. "Kenapa kamu tidak bilang kalau dia putri raja?????"

"Sah..!!"

Semua terlambat sudah saat para hadirin turut mendoakan kedua mempelai.

"Mas Wiill.. Maas Wiiill.." Hemas merasa dadanya sesak hingga ambruk ke dalam pelukan Bang Sanca.

"Dindaaa..!!" Bang Sanca menepuk pipi Hemas.

Tak lama Bang Wilang datang dan langsung membopong adik bungsunya.

~

"Maas Wiiill..!!" Hemas terus memanggil Abangnya.

"Mas disini..!!" Bang Wilang menempelkan tangan Hemas di pipinya.

"Hemas minta maaf, belum bisa jadi adik yang baik. Hemas masih menyusahkan Mas Wil."

"Dinda nggak salah, Mas yang terlalu keras mendidikmu. Ada kurang lebihnya Mas Wil.. tolong berikan ribuan keikhlasan maafmu Dinda..!!"

Hemas memeluk Abangnya. "Ijinkan Hemas menikah dengan pria pilihan Hemas sendiri, restui adikmu Mas..!!"

"Mas kalah, Mas mengalah.. Mas merestuimu. Mas hanya takut kamu tidak bahagia..!!" Jawab Bang Wilang.

"Hemas akan selalu bahagia."

Bang Wilang memeluk dan menciumi adik kecilnya berkali-kali. Siapa sangka Bang Wilang lemas tanpa daya hingga Bang Larung, Bang Abimanyu dan Bang Sanca harus membopongnya.

~

"Apa ini San??? Kamu tidak bilang kalau Hemas adalah seorang Sekar Kedaton."

"Aku terhimpit waktu, tidak ada waktu untuk menghubungimu, lagipula kemarin kamu kemana saja??" Tanya Bang Sanca.

"Aku membahagiakan Mamaku." Jawab Bang Bara.

"Aku tidak melarangmu membahagiakan orang tuamu, tapi lihat sikon Bar..!! Keadaanku juga terjepit. Kau lihat itu keluarga Hemas semuanya komandan. Apa kamu masih mau lanjut bermain-main??" Tegur Bang Sanca.

"Apa sekarang artinya kamu tidak akan melepaskan Hemas??"

"Apa aku harus menyakiti hatinya??" Bang Sanca balik bertanya.

"Hemas mencintaiku, dia tidak akan bahagia sama kamu..!!" Ucap tegas Bang Bara.

Bang Sanca menggeleng gemas, ia pun meninggalkan Bang Bara sendirian.

~

"Singkirkan mbok.. itu urusan rumah tangga Raden dan ndoro ayu..!!" Perintah Bang Wilang.

"Baik Raden..!!"

"Itu apa Bang?" Tanya Bang Sanca yang sangat awam dengan aturan.

"Bukti kesucian istrimu. Itu privasi dan hal ini adalah urusan pribadimu dengan istrimu atau mungkin kamu malah tidak akan menyentuh istrimu." Jawab Bang Wilang sinis dan tajam.

"Mungkin tidak untuk saat ini Bang, tapi saya akan memperlakukan Dinda Hemas layaknya seorang istri. Saya tidak ingin memaksakan kehendak saya sebagai laki-laki. Saya akan menunggunya sampai hati Dinda Hemas siap."

"Saya ini laki-laki, saya paham otak kotormu."

Bang Sanca menghela nafas, berhari-hari dirinya sudah mencoba untuk sabar tapi krisis kepercayaan dari Bang Wilang semakin lama membuatnya tertekan juga.

"Saya juga punya hati Bang, saya tidak akan tega menyakiti perempuan.. saya juga lahir dari perempuan." Nada suara Bang Sanca mulai meninggi.

Bang Wilang menyimpan senyumnya.

"Lemah, jangan sampai kau keduluan Bara..!!"

Bang Sanca mengepalkan tangan, hatinya terasa panas merasa di remehkan Abang iparnya. "Jangan meremehkan aku Bang..!!!!" Akhirnya ucap geram itu keluar juga.

~

"Abang keterlaluan sekali..!!"

"Biar saja, kalau Hemas hamil.. Bara tidak akan bisa berbuat apapun. Kau tau sendiri bagaimana sifat Sanca. Biarkan sifat predatornya keluar."

"Ya Tuhan jauhkan aku dari sifat sepertimu Bang, dulu aku pusing karenamu.. sekarang harus ada Sanca lagi. Aku juga butuh tenang Bang." Protes Bang Abimanyu.

"Sabar, nanti kalau sudah pensiun." Imbuh Bang Larung.

"Iya kalau jantungku masih kuat, kalau nggak???????" Bang Abimanyu menyambar kopinya yang masih panas.

.

.

.

.

3. Mulai ada keberanian.

Bang Sanca menendang kursi di paviliun dengan kasar, ia pun kemudian masuk ke dalam kamar. Tak menyangka di dalam kamar Dinda Hemas sudah duduk menunduk. Ia yang sebenarnya tidak memperhatikan wajah Hemas dengan tamat, kini bisa melihatnya dengan jelas.

"Hai Hemas.. Eehh.. Assalamu'alaikum Dinda..!!"

"Wa'alaikumsalam Mm.. Abang..!!" Jawab Hemas ragu.

"Senyamannya Dinda saja." Bang Sanca pun duduk di samping sang istri. "Hmm.. Dinda mau khan ikut Abang?"

"Iya Bang, Dinda mau." suara lembut itu membuat desir darah Bang Sanca naik turun tidak karuan.

"Terima kasih Dinda."

"Bang.."

"Dinda.." sapa mereka bersamaan. "Dinda dulu..!!" Kata Bang Sanca.

"Bang, jujur Dinda tidak berani menghadapi Bang Bara, Dinda juga terlanjur sakit hati dengan keputusan Bang Bara." Hemas mengambil ponselnya lalu menunjukkan pesan singkat dari Mama Ruji juga Bang Bara. Isinya meminta agar pernikahan itu di batalkan terutama Mama yang meminta karena menyesal sudah merendahkan Hemas.

Bang Sanca menyingkirkan ponsel itu. Belum ada jawaban dari Bang Sanca.

"Bang.. Dinda harus bagaimana?"

"Abang akan bicara sama Bara sebagai sesama laki-laki. Tidak ada alasan apapun, kamu memang istri Abang." Kata Bang Sanca.

"Dinda takut jadi janda." Hemas menunduk dengan wajah sedihnya.

Bang Sanca memberanikan diri untuk menyentuh dagu Hemas dan mengarahkan agar dapat menatapnya juga. "Itu tidak akan pernah terjadi Dinda..!!" Saat itulah untuk pertama kalinya Bang Sanca menyentuh kulit Hemas. "Jangan nangis Dinda.. Abang belum lihat wajah cantikmu..!!"

"Apa Dinda cantik??" Tanya Hemas.

"Istri Abang yang tercantik." Bang Sanca mencoba mengecup bibir Hemas tapi istrinya itu masih menghindarinya.

"Ma_af Bang. Dinda gugup"

"Nggak apa-apa Dinda. Abang yang terlalu terburu-buru." Bang Sanca menjauhkan diri namun Hemas memegangi pakaian Bang Sanca.

"Jangan marah Bang..!!"

Bang Sanca tersenyum meskipun tiba-tiba ada rasa nyeri menghujam ulu hati. "Abang nggak marah Dinda..!!"

***

Bang Sanca memilih tidur di sofa ruang tamu. Ia sudah menyadari kelemahannya, maka ia tidak mau kelemahannya akan menjadi masalah pada hubungan rumah tangganya yang baru saja memulai lembaran baru.

Pagi ini ia mengerjab dan terbangun melihat Hemas masih rapi dengan pakaian jawabnya. Baju basahan yang membuat kulit mulus Hemas menjadi semakin menawan. Beberapa saat memandang, Hemas nampak kebingungan melepas segala yang melekat dalam dirinya.

"Ada apa Dinda?" Bang Sanca menghampiri Hemas sembari menenteng kaos yang membuatnya bertelanjang dada.

"Ini Bang, Dinda susah melepasnya. Dinda takut si mbok sepuh melapor. Mungkin sebentar lagi akan kesini." Jawab Hemas.

"Melapor apa? Soal kain putih?" Tanya Bang Sanca.

"Iya Bang, aduuuhh susah sekali di bukanya." Hemas semakin terburu-buru membuka kainnya.

"Abang bantu..!!" Dengan cepat Bang Sanca melepas pernak pernik di kepala hingga tusuk pentul yang ada di riasan kepala Hemas. "Ternyata bisa ya perempuan tidur dengan konde seperti ini." Gumam Bang Sanca. Tak berapa lama akhirnya rambut panjang Hemas terurai. Aroma pandan nan wangi masih menguar hingga hidung Bang Sanca.

"Lupa Bang, semalam sudah ngantuk."

Bang Sanca menarik pengait kain di belakang punggung Hemas. "Jangan Bang..!!!!" Kain itu merosot begitu saja, tangan Bang Sanca langsung menyambar kain itu dan menutup tubuh belakang Hemas. Kini posisi mereka setengah berpelukan karena Hemas juga menutup bagian dadanya.

Seakan ada dorongan, Bang Sanca meraba punggung Hemas. Perlahan ia memeluk gadis yang telah sah menjadi istrinya itu dan bagai gayung bersambut, Hemas pun bersandar di dada Bang Sanca.

"Ikhlaskah Dinda menjadi istri Abang?" Tanya Bang Sanca, sungguh di dalam hatinya ada gejolak yang tidak ia pahami.

Hemas mengangguk. "Dinda ikut apa kata Abang." Ucapnya menyadari kini dirinya sudah menjadi istri Bang Sanca.

"Insya Allah Abang tidak akan mengecewakan hatimu Dinda..!!" Jawab Bang Sanca hingga menyentuh bibir Hemas. Satu kecupan basah, sang istri tidak menolak, Bang Sanca pun mencobanya sekali lagi. Ada rasa tak tertahan menyerang sekujur tubuhnya.

"Sanca.. kamu kembali hari.........." Seketika Bang Wilang berbalik badan. "Astagfirullah.. kalian ini ceroboh sekali..!!!!!" Secepatnya Bang Wilang menutup pintu kamar paviliun. "Wuuurr.. ngawuurr..!!!!"

Beberapa detik kemudian Bang Sanca dan Hemas tersadar. Mereka berdua sedikit menjauh dan salah tingkah. "Nanti Abang boleh nyolek lagi nggak?" Tanya Bang Sanca melupakan rasa sungkan.

Pipi Hemas memerah. "Boleh Bang."

Bang Sanca menggaruk kepalanya dengan malu-malu karena sudah mendapat lampu hijau dari sang istri. "Kapan malamnya ya Dinda?"

"Ini masih subuh Bang."

"Serangan fajar aja ya Dinda?" Bisik Bang Sanca.

"Abang mau nyerang apa?"

jlllbb..

Hati Bang Sanca langsung berantakan, harapannya pupus karena sang istri agaknya belum begitu memahami keinginannya.

"Kalian berdua lagi apa???? Abang mau bicara..!!!!" Tegur Bang Wilang yang terlupakan di luar kamar.

"Astagaaa Bang Wilang. Ada apa sih subuh-subuh merapat?" Gerutu Bang Sanca.

"Siap Bang, sebentar..!!"

~

"Langsung berangkat hari ini Bang. Ada pancaran?"

"Saya mau berangkat pakai penerbangan sipil paling pagi. Saya bawakan kamu surat keterangan agar bisa bawa Hemas. Masuk rumdis nggak apa-apa. Minta anggotamu siapkan..!!" Arahan Bang Wilang.

"Siap..!!"

Bang Wilang setengah melirik ke dalam kamar, agaknya ada rasa penasaran dengan kejadian yang tidak sengaja si lihatnya tadi.

"Belum sempat Bang..!!" Kata Bang Sanca yang seakan paham rasa penasaran Abangnya.

"Memangnya saya pikir apa??" Bang Wilang langsung mengambil langkah pergi

:

"Sebelum pergi, Raden Wilang meminta si mbok buatkan minuman ini agar gusti ayu merasa hangat di jalan."

Tanpa berpikir panjang, Hemas menegak seluruh isi di gelas dan langsung berjalan mengikuti langkah Bang Sanca.

...

"Bang.. jangan jauh donk duduknya..!!"

Bang Sanca ternganga melihat perubahan sikap Hemas. Pasalnya tingkah sang istri sudah tidak sewajarnya, jauh lebih agresif dan di luar dugaan.

"Ini kenapa sih Ya Allah, kalau di rumah sih aman. Ini di pesawat militer. Aku harus gimanaaa?? Salah makan obat apa bagaimana nih????" Gumam Bang Sanca kebingungan.

"Mohon ijin Dan, kita nge round dulu. Mesin pesawat dan cuaca sedang kurang kondusif."

"Okee.. tolong cepat antar saya ke mess transit, istri saya sedang tidak enak badan..!!" Pinta Bang Sanca.

"Siap Dan.."

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!