"Ini uang nya dan segera bawakan gadis itu kehadapanku!"
"Tentu Tuan! Nanti malam saya akan bawa Risma ke tempat Anda!"
"Bagus!" lelaki itu tersenyum smirk melihat dua orang paruh baya di hadapannya ini yang sangat gial dengan uang.
Saking gilanya ingin menjadi orang kaya, mereka berdua rela menjual keponakannya sendiri pada pria hidung belang.
Mereka berdua pun pulang dengan hati senang. "Ihh.. Senangnya! Kita kita Pak! Kita kaya Pak!" serunya kegirangan
Lelaki paruh baya itu pun terenyum, "Iyalah kita kaya? Semua ini karena anak sialan itu! Tahu nya begini, kenapa nggak dari dulu aja kita jualnya? Kan bisa beneran kita dari dulunya?"
"Hooh, betul itu! Tetapi tak apa! Semua uang ibi akan gunakan belikan rumah, mobil dan juga untuk biaya kuliah Fandi." Jawabnya mengiyakan ucapan lelaki paruh baya itu.
"Tapi uang segitu masih kurang Bu. Belum cukup untuk beli rumah dan juga mobil. Belum lagi biaya kuliah Fandi. Pasti membutuhkan banyak uang Bu." Katanya pada sang istri yang kini sedang memikirkan ucapan suaminya itu.
"He, oke. Kalau begitu, kita harus mencari mangsa baru lagi. Baru satu orang kan yang kita tawari dan menerima Risma?"
"Maksudnya, kita harus jual Risma pada lelaki lain lagi setelah tugasnya selesai dengan pria tua bangkotan itu?"
Sang istri mengangguk dan tersenyum manis padanya. "Betul sekali suamiku! Kamu sudah tahu kan rencana kita?"
Sang suami mengangguk. "Oke. Nanti sore kita cari lagi dua pria sekaligus yang mau menerima Risma yang sudah bekas." Keduanya tertawa bersama mengingat rencana mereka nanti malam yang akan menjual Risma pada lelaki hidung belang demi menjadi kaya dan membuat kedua anaknya menjadi sukses.
Cih.
Dasar keluarga kurang asam. Mereka sengaja mengorbankan seorang gadis demi ambisi mereka untuk menjadi kaya.
Entah apa yang akan terjadi saat Risma tau jika dirinya dijual oleh adik ayah kandungnya hanya demi uang.
Malam harinya.
Pluk.
"Astasghfirullah!" gadis belia berusia sembilan beklas tahun yang baru saja pulang bekerja itu terkejut sang sang Bibi melemparkan sebuah plastik kresek kehadapannya.
"Ini apa Bi?" tanya nya pada wanita paruh baya yang kini sedang duduk manis di kursi rotan ruang tamu rumahnya.
"Pakai itu! Malam ini kamu harus brtemu dengan seseorang! Lima belas menit dimulai dari sekarang!" pekiknya garang membuat gadis belia itu terjingkat kaget dan segera berlari menuju kamarnya.
Tiba didalam kamar di ujung dapur, ia segera membuka kresek hitam itu.
Deg!
Deg!
"I-ini?? Ini apa? Ke-kenapa harus pakai baju begini?? Mana kainnya sangat tipis lagi! Kayak saringan tepung punya Bibi! Astaghfirulah.. Aku mau dibawa kemana dengan pakaian seperti ini??" ucapnya sambil membolak balik baju saringan tepung itu.
"Risma!!!"
Deg!
"I-iya Bi! Sebentar!" sahutnya dengan sedikit mengelus dada karena mendengar suara lengkingan bibinya itu.
Sudah hal biasa jika dirinya mendengarkan suara sang Bibi jika kedua sepupunya tidak ada dirumah karena kuliah dan bekerja.
Jika kedua sepupunya itu ada dirumah, Bibinya itu akan sangat bersikap manis padanya karena tidak ingin melihat kedua anaknya sedih dan kecewa karena perlakuan kedua orang tuanya terhadap adik sepupunya yang sudah yatim piatu sejak ia berusia dua belas tahun itu.
Risma menghela nafas kasar. "Jika ingin marah, silahkan! Tetapi aku tidak akan menggenkan pakaian tipis tembus pandang seperti itu!" Tegasnya pada diri sendiri dan segera keluar dari kamarnya yang paling ujung di dekat dapur.
Risma keluar sudah menggenakan pakaian Syar'i nya. Tiba dihadapan sang Bibi, Risma memanggilnya.
"Ayo, Bi. Aku sudah siap!"
Deg!
"Risma!!!!!!!"
Huuffftttttt...
Pengang dah telingaku!
***********
Assalamualaikum..
Selamat pagiiiii..
Hehe.. Author bawa cerita baru lagi nih. Tentang kisah cinta dan perjalana rumah tangga Bang Artafariz adiknya Kak Annisa ye.
Mana yang belum tau boleh mampir di ANNISA ISTRI KECILKU agar kalian nyambung bacanya.
So.. Like dan komern dari kalian sangay author nutuhkan.
Author tipe orang yang mudah suntukan kalau nulis. Jadi ya. Untuk mencari ide baru, othor rilis banyak karya sekaligus.
Agar ide Author terus mengalir deras kayak air mengalir..
Hihihi..
Selamat membaca ye
Tinggalkan jejak tiap kali mampir!
...Salam hangat,...
...Author Melisa...
Wasaalamu'alaikum wr.wb.
"Ayo, Bi. Aku sudah siap!"
Deg!
Wanita paruh baya itu menoleh ke asal suara. Wajahnya merah padam seketika saat Risma tetap memakai pakaian biasanya.
Tangannya menepal erat dengan mata melotot melihat Risma.
"Risma!!!!!!!"
Huuffftttttt...
Pengang dah telingaku!
Risma menatap datar pada Bibinya. "Kamu itu tuli atau apasih. Huh??" katanya sembari menarik telinga Risma dari sebalik hijabnya.
"Aduh.. Duhh.. Sakit bibi! Kalau Bibi ingin membawaku ke suatu tempat, maka Bibi biarkan aku memakai baju ini atau aku tidak ikut sama sekali!" tegasnya yang membuat wanita tua itu semakin kuat menarik telinga Risma.
"Ya Allahh.. Perihnya.." lirih Risma tanpa suara.
Dari arah luar masuklah Paman Risma yang baru saja selesai berbicara pada seseorang.
"Ayo Bu. Orang itu ingin menemui kita malam ini di restoran melati. Ayo, bersiaplah." Ucap Paman Risma segera melewati kedua orang yang saat ini masih saja bergelut dengan telinga itu.
"Huh. Selamat kamu anak sialan!" ketusnya menghempas Rima hingga jatuh tersungkur ke lantai.
"Astafghfirullah ya Allah.. Haduuhh.. Perih banget sih telinga aku? Dasar nenek-nenek peyot!" umpat Risma sambil berdiri dan menuju ke teras rumahnya untuk menunggu dua paruh baya itu.
Sementara di tempat lain.
Seorang pemuda menghembuskan nafas berat saat mendapat dua telepon sekaligus. Satu dari rumahnya dan satu lagi dari seorang paruh baya yang ia temui tadi siang dalam keadaan tidak berdaya.
"Huufffttt.. Berat sekali ujian mu ya Allah.. Kakak. Abang harus apa? Mak sangat ingin memiliki ccucu dariku. Sedang istriku tidak mau hamil. Gimana mau hamil, kalau pernikahan ini hanya status saja? Demi menutupi aibnya, aku yang menjadi tumbalnya! Jika bukan karena ayahnya, aku tidak sudi menikahi wanita ja lang sepertinya. Astaghfirullah ya Allah.. Beri hamba mu ini jalan keluar. Aku butuh seorang istri yang bisa menjadi tempat keluh kesahku. Tempatku bermanja dan berbagi kasih dengannya. Andai.. Engkau mengirimkan seseorang untukku yang lebih dari istri pertamaku. Maka aku rela harus menikah untuk yang kedua kalinya."
"Pernikahanku dengan Dilla tidak seharmonis yang orang lihat. Nyatanya ketika kami berada di dalam rumah, aku dan dirinya tidur terpisah dan sibuk dengan kehidupan masing-masing. Ya Allah.. Kirimkan seorang istri untuk ku persunting dengan cara yang halal.." lirihnya dengan mata terpejam.
"Hufffttt.. Aku harus menemui Dilla dulu untuk membicarakan hal ini." Imbuhnya dengan segera mengambil ponsel dan mendial nama Dilla disana.
Panggilan terhubung, tetapi sangat lama diangkat. Hingga ia ingin mematikan ponselnya sambungan itu diangkat.
"Eghh.. Uh.. Honey.. Apa!" ketusnya
Pemuda tampam mirip Bunda Zizi itu menghela nafasnya setiap kali mendengar lenguhan dari seberang ponsel istrinya. Lebih tepatnya istri yang hanya status saja.
Sedang dirinya bersenang-senang dengan banyak lelaki diluar sana.
"Aku akan menikah lagi sore ini!" katanya dengan spontan membuat suara di seberang sana hening.
"Setuju tidak setuju. Aku tidak peduli. Lagipun pernikahan ini hanya status untuk kita berdua. Aku butuh seorang istri yang bisa memenuhi semua kebutuhanku. Dan itu bukan kamu. Sore ini, aku akan menikah dengan atau tanpa persetujuanmu!"
Suara dibalik ponsel itu terkekeh, "Terserah padamu Dokter Artafariz! Semua itu tidak ada hubungannya denganku! Jika kamu ingin menikah lagi, silahkan! Aku tidak akan menghalangimu! Tapi ingat, jangan bawa wanita itu kerumahku! Rumah itu rumahku! Rumah yang sengaja ayahku berikan untukku. Bukan untukmu! Jadi.. Jangan coba-coba membawanya dan tinggal disana!" jawabnya dengan nafas memburu karena sibuk dengan tugasnya.
Sesekali terdengar suara lenguhan yang terdengar jelas di telinga Arta. "Baik. Aku akan menikah sore ini. Dan untuk rumah. Kamu tenang saja. Gaji ku sebagai seorang dokter bedah cukup untuk membeli rumah dalam waktu satu kali dua puluh empat jam! Aku akan pulang untuk mengambil semua barangku. Karena setelah ini aku tidak tinggal dirumah mu lagi!"
"Baguslah kalau kamu sadara diri! Ughh.. Ah.. Honey.. Yes! Faster! Ugghh.."
Tut!
Arta sangat geram dengan kelakuan istri statusnya ini. "Sekali ja lang tetaplah ja lang! Tidak akan pernah berubah! Lihat saja nanti! Aku akan segera meluruskan semua ini dan menceraikan mu!" geramnya dengan segera bangkit dan menuju restoran Melati dimana lelaki paruh baya yang ia tolong ingin bertemu disana.
Arta mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Waktu sudah menunjukkan waktu maghrib.
Arta membelokkan stir kemudinya saat melewati sebuah mesjid. Ia mampir sebentar untuk sholat maghrib sebelum ia mengadakan pertemuan di restoran Melati dengan pria paruh baya yang ia temui di jalan tadi siang.
Arta melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Cukup dua puluh lima menit saja Arta sudah selesai dan kembali mengemudikan mobilnya.
Sepanjang perjalanan pikiran Arta berkecamuk memikirkan kata yang tepat ingin ia sampaikan kepada Mak dan juga Abangnya, Syakir.
Huffffttttt..
"Semoga Mak sama Abang nggak marah sama aku nantinya. Aku tidak tahan dengan sikap Dilla. Lebih baik aku menikah lagi daripada harus tertekan batin hidup bersama wanita yang lebih memilih menyenagkan dirinya diluar dan selalu menjajakan tubuhnya pada setiap lelaki. Ya Allah.. Adakah satu orang saja wanita baik-baik di dunia ini yang disisakan untuk ku?? Aku lelaki. Butuh tempat untuk keluh kesah dan kasih sayangku. Aku butuh seorang istri yang taat padamu ya Allah.. Yang sama seperti Kak Annisa dan juga Mak Zizi. Dua wanita itu panutan untukku. Keshalihan mereka berdua tidak diragukan lagi. Hamba mohon ya Robb.. Biarlah orang biasa saja. Tak perlu pangkat atau jabatan. Yang penting bisa menjadi istri untukku dan juga ibu dari anakku kelak. Hamba mohon ya Allah.." lirih Arta dengan mata mengembun.
Sekali pejaman mata itu pasti akan luruh ke pipinya. Tapi Arta menahannya eakau di dafa terus mendesak nya untuk segera keluar.
Ia mengusap air matanya dengan cepat karena air mata itu tidak bisa ia hentikan. Arta mengusapnya dengan kasar.
Deg!
Spontan saja Arta menghentikan laju mobilnya saat melihat seorang wanita sedang di tarik paksa di trotoar hingga jatuh tersungkur ke aspal jalan.
Wanita itu meringis menahan sakit. Arta duduk mematung di dalam mobilnya. Jantung itu berdetak tidak karuan saat melihat gadis kecil itu ditarik paksa lagi hingga terhuyung-huyung mengikuti langkah kaki wanita paruh baya yang menariknya.
Sadar, jika dirinya sedang ada pertemuan. Arta melajukan mobil itu dengan perlahan. Tetapi matanya tetap melihat gadis itu yang terus ditarik secara paksa.
Sedangkan Risma yang saat ini sedang ditarik menggerutu di dalam hati. Ingin sekali ia menyentaknya, tetapi takut durhaka.
Jika bukan mereka berdua pengganyi kedua orang tuanya pastilah saat ini Risma sudah mendorong kedua orang yang selalu saja menindasnya jika di kedua sepupunya itu tidak ada dirumah.
"Jika bukan karena kalian pengganti kedua orang tuaku, maka sudah pasti kalian ku dorong balik sama seperti ku tadi! Tapi karena kalian merupakan pengganti kedua orang tuaku, aku tetap menurut dan memendam kekesalan di dalam hati! Huuuhhh!" Batinnya menggerutu hebat.
Risma tetap mengikuti langkah kedua orang itu dengan wajah merengut masam. Arta yang melihatnya terkekeh-kekeh.
Karena ia bisa melihat wajah kesal Risma yang saat ini begitu masam ketika ia lihat. Yang levih lucu lagi, Risma bisa berubah tersenyum manis ketika sang Bibi menoleh padanya.
Arta terkikik-kikik geli melihat itu. Entah kenapa, Arta sangat menyukai gadis kecil itu. Ingin rasanya ia turun dan melihat langsung wajah gadis ayu nan lembut itu kini jutek di belakang Bibinya tetapi berubah menjadi manis saat Bibinya itu melihat padanya dengan wajah garangnya.
Arta terus saja tertawa sepanjang jalan. Sekiranya ada yang melihat Arta sekarang ini, pastilah ia akan merasa jika Arta orang gila.
Arta tersenyum-senyum sendiri melihat gadis kecil yang sudah menghilang dibalik tikungan jalan itu.
"Entah kenapa, aku merasa jantung ini berdetak untuknya. Tapi.. ah sudahlah! Kalau memnag jodoh nggak kemana. Tapi.. Aku memang menginginkan gadis ayu itu. Andai..." lirih Arta dalam hati.
Jodoh.
Tidak ada yang tau. Jika memang ia ditakdirkan untuk bersama, sejauh apapun maka mereka pasti akan bersatu juga.
Segala sesuatunya sudah menjadi ketetapan dan tidak bisa di ubah lagi.
Maha suci Allah, dengan segala firman Nya.
***************
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!