"Ta, makasih banget ya kamu memang sahabatku yang paling mengerti aku. Entah apa yang harus aku lakukan untuk membalas semua kebaikan kamu selama ini," ucap Melisa di panggilan telepon.
Melisa mendapatkan tawaran pekerjaan di Jakarta, dan sementara waktu dia ingin menumpang tinggal di rumah Jihan. Setelah gajian, barulah dia bisa mengontrak.
Melisa adalah sahabat Jihan sejak duduk di bangku SMA. Kehidupan Jihan bisa dikatakan lebih beruntung dari Melisa. Jihan selalu unggul dari Melisa dari segi apapun. Namun, tak menjadikan Jihan bersikap sombong.
Setelah tamat SMA, Jihan memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jakarta. Karena dia mendapatkan beasiswa di Universitas Negeri di Jakarta. Dia juga bekerja, dan mendapatkan jodoh di Jakarta. Hingga akhirnya dia menetap di Jakarta.
Jihan menikah dengan seorang laki-laki bernama Wildan. Pernikahan mereka sudah berjalan hampir lima tahun. Namun sayangnya, hingga sampai sekarang mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Meskipun demikian, rumah tangga mereka tetap terlihat harmonis.
"Bukankah seorang sahabat memang harus seperti itu? Membantu sahabatnya yang membutuhkan pertolongan," sahut Jihan.
"Tapi, bagaimana dengan suami kamu? Apa dia tak keberatan aku menumpang sementara di rumah kamu? Aku tak enak Ta, kalau nantinya kalian justru malah bertengkar gara-gara aku," ujar Melisa. Melisa memiliki panggilan khusus untuk sahabatnya, dia memanggil nama belakang Jihan yaitu Dita.
Melisa seorang janda anak satu. Setelah lulus SMA, Melisa memutuskan menikah dengan kekasihnya. Anaknya kini sudah berusia 9 tahun. Namun, rumah tangganya kandas di tengah jalan. Enam bulan yang lalu, Melisa memutuskan bercerai dengan sang suami.
"Kamu tak usah khawatir. Nanti aku akan coba bicarakan sama Mas Wildan. Aku yakin pasti dia mengerti Mel. Dia suami yang baik," jelas Jihan.
"Alhamdulillah kalau begitu Ta, aku tenang. Aku tak ingin, kehadiran aku nanti membuat kalian bertengkar. Doakan aku ya Ta, semoga aku bisa sukses seperti kamu. Ya, meskipun aku hanya bekerja sebagai SPG kosmetik. Paling tidak, kehidupan aku lebih baik daripada di kampung. Aku bisa menyekolahkan anakku," ujar Melisa.
"Amin. Semangat ya Mel, aku yakin pasti ada rezekinya untuk anak kamu. Kamu harus bersyukur karena sudah memiliki anak, tak seperti aku yang sampai saat ini belum juga dikaruniai seorang anak. Padahal mertua aku dan suami sudah sangat menginginkannya," ucap Jihan lirih.
Jika membahas masalah anak, Jihan pasti akan merasa sedih. Penantian panjangnya belum terwujud, dia masih harus terus bersabar. Sebenarnya, Jihan sempat mengajak sang suami untuk melakukan pemeriksaan kesuburan dan juga program bayi tabung. Namun, Wildan selalu menolaknya.
"Sabar ya Ta, diluaran sana banyak kok yang mengalami nasib seperti kamu. Bahkan banyak juga yang sampai menunggu puluhan tahun. Kamu tahu Bude Pur 'kan? Yang dekat rumah aku. Dia punya anak setelah kosong 20 tahun. Sampai orang mengejeknya, si Maurin cocok jadi cucunya," Melisa mencoba menenangkan hati sahabatnya.
"Iya, Mel. Doakan aku ya Mel, semoga aku bisa segera mendapatkan momongan. Aku ingin sekali menyenangkan hati Mas Wildan, sebagai pelengkap rumah tangga kami juga. Oh ya, kapan kamu berangkat ke Jakarta? Soalnya aku ada rencana mau ke Surabaya Mel. Aku mau audit klien aku di Surabaya," ujar Jihan.
Jihan bekerja di sebuah kantor akuntan publik, sebagai auditor. Kantornya cukup besar di Jakarta, mereka juga memiliki banyak klien yang berasal dari luar daerah. Membuat Jihan kerap melakukan perjalanan dinas ke kota-kota di Indonesia.
"InsyaAllah hari Minggu Ta, soalnya hari senin aku sudah mulai bekerja," sahut Melisa.
"Ok deh kalau begitu, InsyaAllah hari Sabtu aku sudah kembali ke Jakarta. Kemungkinan aku di Surabaya tiga atau empat hari. Tergantung selesainya tugas aku di sana. Nanti aku kirimin alamat aku ya Mel. Ya sudah, aku lanjut bekerja dulu ya. Sampai ketemu hari Minggu ya. Assalamualaikum," ucap Jihan. Mereka akhirnya, mengakhiri percakapan mereka lewat telepon.
Hari ini Jihan berencana pulang cepat, dia sudah mendapatkan izin dari atasannya. Karena besok pagi dia harus terbang ke Surabaya. Sebelum berangkat, Jihan ingin menghabiskan waktunya bersama suaminya. Inilah momen yang biasa dia lakukan, kala dirinya akan berangkat bertugas.
Jihan berniat menghubungi suaminya, untuk memberitahu rencananya pulang cepat. Wildan bekerja sebagai Manager marketing di perusahaan advertising. Keduanya sama-sama memiliki karier yang bagus, membuat rumah tangga mereka tak pernah memiliki masalah ekonomi. Mereka memiliki segalanya, tetapi tidak untuk urusan anak.
"Assalamualaikum, Mas."
"Waalaikumsalam."
"Mas, hari ini bisa pulang cepat tidak? Rencananya, aku mau pulang cepat. InsyaAllah jam 15.00 aku sudah sampai rumah," ucap Jihan mengawali pembicaraan dengan sang suami.
"Em, kalau sudah seperti ini. Pasti kamu mau meninggalkan Mas lagi 'kan ke luar kota?" sahut Wildan lesu.
"Iya, Mas. Maaf. Makanya aku ingin menghabiskan waktu berdua dulu sama Mas, sebelum aku meninggalkan Mas untuk pergi ke Surabaya," jelas Jihan. Dia tahu kalau suaminya pasti kecewa. Namun, dia juga masih ingin terus bekerja. Ini adalah cita-citanya sejak dulu.
Akhirnya mereka sudah sepakat pulang cepat. Demi ingin bersama sang istri, Wildan pun akan pulang cepat. Wildan tak ingin melewatkan momen sedikit pun dengan sang istri. Dia sangat mencintai Jihan.
Jihan terlihat sangat bahagia, rasa cintanya kepada sang suami semakin besar seiringnya waktu. Usia Wildan lebih tua 3 tahun dari Jihan. Saat ini dia sudah berusia 31 tahun, sedangkan Jihan saat ini berusia 28 tahun. Mereka menikah saat Jihan berusia 23 tahun dan Wildan 26 tahun.
"Em, pasti Mas Wildan senang aku masakkan makanan kesukaannya," ujar Jihan, wajahnya terlihat berseri-seri.
Jihan sudah menata semua makanan di meja makan. Hari ini dia memasak semua makanan kesukaan suaminya, yaitu cumi saus padang, ayam rica-rica, dan juga capcay. Semua dia yang memasak. Jika dia memiliki waktu senggang, dia akan memanjakan lidah suaminya dengan masakan dia.
Wildan baru saja sampai. Makanan sudah tertata rapi, dan istrinya pun sudah terlihat cantik. Jihan memiliki wajah cantik yang alami. Memiliki bibir mungil berwarna pink, berkulit putih seperti susu, dan hidung yang mancung. Dia juga memiliki rambut panjang yang indah, alis yang tebal, dan tubuh yang indah. Begitu sempurna bagi sang suami.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Mas," sahut Jihan.
Jihan langsung menyambut kedatangan suaminya, dia langsung mencium tangan suaminya.
"Mas mau langsung makan apa mandi dulu?" Tanya Jihan lembut. Jihan adalah wanita yang lemah lembut, dia juga memakai hijab.
"Aku mandi dulu ya biar bersih, tunggu ya sayang," sahut Wildan. Wildan melabuhkan kecupan di pipi istrinya. Dia selalu menunjukkan kemesraannya kepada Jihan, meskipun saat itu ada sang ART. Jihan mempekerjakan satu orang ART untuk membantunya. Tentu saja hal itu membuat Jihan tersenyum. Merasa bahagia, karena suaminya selalu memperlakukan dirinya dengan romantis.
Wildan menuruni anak tangga, wajahnya sudah terlihat segar. Dia berjalan menghampiri sang istri yang sudah menunggunya di meja makan. Jihan langsung mengambilkan nasi, cumi, ayam, dan juga sayur capcay untuk suaminya.
"Rencananya kamu mau pergi berapa hari ke Surabaya?" Tanya Wildan sambil memasukkan makanannya ke mulutnya.
"Tiga atau empat hari Mas rencananya. Tapi, aku akan usahakan pulang secepatnya Mas. Aku akan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat," jelas Jihan dan Wildan hanya menganggukkan kepalanya.
"Mas ...," ucap Jihan membuat sang suami kini menatapnya.
"Kenapa?" Tanya Wildan.
Sebenarnya Jihan berat untuk mengatakan ini kepada sang suami, tetapi dia sudah terlanjur janji kepada Melisa. Dia juga merasa tak tega dengan Melisa. Ini pertama kalinya Jihan membawa orang lain untuk tinggal di rumahnya.
Ibunya pernah mengingatkan dirinya. Tak baik membawa wanita lain untuk tinggal bersamanya, karena hal itu bisa memicu perselingkuhan dengan sang suami. Di luaran pun banyak terjadi hal seperti itu. Suami selingkuh dengan adik kandung, sepupu, pembantu, ataupun sahabat.
Namun, Jihan berusaha menepisnya. Dia sangat mengenal sahabatnya itu dan juga suaminya. Rasanya tak mungkin hal itu terjadi. Suaminya tak akan pernah selingkuh dengan sahabatnya. Melisa pun tak akan tega menusuknya dari belakang.
"Boleh enggak aku mengajak sahabat aku di kampung untuk tinggal di rumah ini? Enggak lama kok Mas, hanya satu bulan. Sampai dia memiliki gaji untuk mengontrak Mas. Setelah itu dia akan mengontrak," ungkap Jihan.
"Terserah kamu saja! Aku sih bebas saja, tak masalah," sahut Wildan.
"Benar Mas? Makasih ya Mas. Mas memang suami yang pengertian banget. Maaf ya Mas! Soalnya aku enggak tega Mas, aku berniat menolong sahabat aku. Dia butuh pekerjaan itu untuk bisa menyekolahkan anaknya. Dia sekarang single parent, sudah bercerai dari suaminya enam bulan yang lalu," Jelas Jihan. Lagi-lagi Wildan hanya menganggukkan kepalanya. Dia sudah menyerahkan urusan rumah tangga kepada sang istri.
Setelah selesai makan bersama, mereka memutuskan untuk duduk bersantai menonton TV bersama. Meskipun hal yang sangat sederhana, mereka tetap merasa bahagia. Jihan tampak menyenderkan kepalanya di bahu suaminya. Wildan pun selalu bersikap romantis, memperlakukan sang istri dengan manis.
"Sebenarnya, aku ingin sekali kamu berhenti bekerja. Biar kita fokus agar kamu hamil. Mas kadang-kadang iri melihat teman-teman Mas yang sudah memiliki dua orang anak dan bahkan ada yang tiga anak. Padahal usianya lebih muda dari Mas," ungkap Wildan.
"Tapi Mas ...," ucap Jihan lirih, bahkan dia tak sanggup untuk mengatakannya.
"Iya, Mas sudah tahu jawaban kamu. Ya sudah, mau bagaimana lagi. Kita hanya bisa menunggu, kapan Allah akan memberikan anak untuk kita," sahut Wildan.
"Amin. Maafkan aku ya Mas. Bagaimana kalau kita konsultasi ke dokter dulu? Lagi pula program hamil 'kan enggak harus aku berhenti bekerja," ujar Jihan yang kini menatap lekat wajah suaminya.
Wildan tetap pada pendiriannya, bersikeras hanya ingin memiliki anak secara alami. Makanya dia ingin istrinya berhenti bekerja. Dia tak ingin memiliki anak, melalui program kehamilan apapun. Meskipun dia mampu untuk membayarnya. Baginya, hal itu sama saja merendahkannya.
"Ayo kita coba lagi saja, sekaligus bekal untuk Mas selama kamu tinggal," ujar Wildan dan Jihan menganggukkan kepalanya. Jihan ingin membahagiakan suaminya.
Wildan langsung menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar. Jihan tampak melingkarkan tangannya di leher suaminya, dan memberikan senyum termanisnya.
Setelah itu, Wildan langsung merebahkan tubuh istrinya di ranjang secara perlahan. Dia langsung melucuti pakaian yang dikenakan istrinya. Membuat tubuh istrinya kini sudah dalam keadaan polos, dia pun melakukan hal yang sama. Keduanya kini sudah dalam keadaan polos.
Hari ini, Jihan yang memimpin permainan. Dia ingin membahagiakan suaminya. Setelah kurang lebih 20 menit memadu kasih, akhirnya mereka mengerang bersama.
"Terima kasih Sayang," ucap Wildan sambil memberikan kecupan di kening sang istri, dan Jihan membalasnya dengan senyuman.
Setelah selesai bercinta, Jihan langsung menyiapkan semua keperluan yang akan dia bawa ke Surabaya ke dalam koper.
"Kamu besok berangkat jam berapa? Maaf, aku tak bisa mengantarkan kamu ke bandara. Soalnya jam 08.00 pagi, aku ada meeting dengan tim marketing," ucap Wildan.
Dia saat ini sedang duduk di tepi ranjang, memperhatikan sang istri yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
"Iya Mas, tak apa-apa. Aku juga di jemput sama supir kantor kok. Besok aku berangkat jam 04.00 pagi Mas," sahut Jihan lembut.
"Oh ya sudah. Hati-hati ya selama di sana! Jangan lupa hubungi aku, kalau kamu pas sempat!"
Jihan berjalan menghampiri sang suami dan ikut duduk di sebelah sang suami.
"Aku pasti merindukan Mas. Andai saja ada yang bisa menggantikan aku, aku pasti bisa menolaknya," ungkap Jihan sambil menciumi tangan suaminya.
"Ya sudah jalani saja! Ini sudah menjadi konsekuensi pekerjaan kamu. Kamu harus siap! Ya sudah, tidur yuk! Besok kamu 'kan berangkat pagi, sekarang lebih baik kamu istirahat," ujar Wildan.
Kini keduanya sudah tidur saling berpelukan. Rumah tangga mereka selalu terlihat harmonis. Keduanya sama-sama saling mencintai. Jihan terlihat terus memeluk tubuh suaminya, seakan dia terasa berat meninggalkan suaminya.
Jam alarm di ponsel Jihan berbunyi. Saat itu jam menunjukkan pukul 03.00 WIB. Jihan perlahan membuka matanya, dan dia tampak tersenyum kala melihat wajah suaminya yang pertama kali dia lihat.
"I Love You, Mas. Maaf, aku harus meninggalkan kamu lagi," ucap Jihan sambil memberikan kecupan di kening suaminya.
Membuat Wildan pun akhirnya membuka matanya, dan melihat wajah cantik istrinya. Wildan menarik tangan istrinya dan membawanya dalam dekapan hangat tubuhnya. Jihan pun semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku mencintaimu. Jaga diri dan hatimu untuk aku," ucap Wildan di sertai kecupan mesra di pucuk kepala istrinya.
"Iya, Mas juga ya! Jaga hati dan diri Mas untuk aku," ungkap Jihan sambil memegang dada suaminya.
"Ya sudah, aku siap-siap dulu ya. Soalnya sudah jam 03.00, jam 04.00 supir kantor jemput aku," ujar Jihan dan Wildan menganggukkan kepalanya.
Jihan bergegas untuk bangkit turun untuk segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat. Wildan pun akhirnya ikut bangun. Untuk bisa bersama sang istri dan melepas kepergian sang istri.
Jihan keluar dari kamarnya, untuk menemui ART yang bekerja padanya. Jihan berniat membangunkan sang ART yang masih tidur. Mendengar suara ketukan pintu kamarnya dan suara majikannya memanggil dia, Bi Sumi langsung bangun dan membuka pintu kamarnya.
"Bi, ibu ingin bicara dulu sama Bibi," ujar Jihan.
"Iya Bu, sebentar ya Bu. Bibi cuci muka dulu," sahut Bi Sumi.
Jihan akhirnya memilih membuatkan teh hangat untuk suaminya dan dirinya. Dia ingin minum bersama. Setelah selesai mencuci muka, Bi Sumi menghampiri Jihan yang saat ini sedang duduk bersama sang suami di ruang TV.
"Bi, Ibu hari ini mau berangkat ke Surabaya. Ibu titip bapak ya! Tolong perhatikan makannya! Oh ya, kalau ada supir kantor Ibu datang. Tolong suruh tunggu dulu ya! Ibu mau sholat subuh dulu soalnya. Ini uang untuk keperluan selama ibu enggak ada. Kemungkinan ibu pergi sekitar 3 atau 4 hari," Jelas Jihan.
"Sudah tak usah masak Bi! Bibi beli untuk Bibi saja. Tak usah pikirkan bapak! Nanti bapak makan di jalan saja. Paling, bibi siapkan untuk sarapan pagi saja," ucap Wildan ikut bicara.
Setelah adzan berkumandang, mereka melakukan sholat subuh berjamaah. Mereka selalu menyempatkan waktu untuk sholat bersama.
Supir yang menjemput Jihan telah datang dan menunggu dirinya sejak tadi. Jihan harus segera berangkat.
"Mas, aku berangkat dulu ya! Doakan semoga pekerjaan aku segera selesai, jadi aku bisa pulang cepat," ucap Jihan sambil mencium tangan suaminya.
"Iya. Mas doakan. Hati-hati ya! I miss you. Jangan lupa kabari Mas, kalau kamu sudah sampai ya," sahut Wildan dan Jihan mengiyakan.
Wildan mengantarkan sang istri sampai sang istri naik ke mobil.
"Assalamualaikum," ucap Jihan.
"Waalaikumsalam," jawab Wildan.
Wildan dan Jihan sama-sama melambaikan tangannya, sampai pandangan mereka terpisah.
"Assalamualaikum, Mas. Aku sudah sampai di Surabaya. Mas sudah berangkat bekerja?" Tanya Jihan kepada sang suami.
"Waalaikumsalam. Alhamdulillah, sudah. Ini aku baru saja sampai di kantor. Syukurlah kalau kamu sudah sampai dengan selamat. Mas jadi tenang di sini. Selamat bekerja ya sayang. I miss you," sahut Wildan kepada sang istri.
"I miss you too. Rasanya aku jadi mau pulang. Baru beberapa jam berpisah, aku sudah merindukan mas," ujar Jihan sambil terkekeh.
Meskipun usia pernikahan mereka sudah berjalan hampir lima tahun, mereka selalu harmonis. Rasa cinta keduanya semakin lama, semakin besar. Meskipun sang buah hati tak kunjung hadir.
"Ya sudah, mas meeting dulu ya sayang. Kamu juga kerjanya semangat ya," ucap Wildan mengakhiri panggilan dengan sang istri. Jihan pun akan langsung ke kantor yang akan di audit, tadi dia sempat mampir ke hotel dulu untuk menaruh koper miliknya.
Mereka fokus dengan kesibukan masing-masing. Bersikap profesional dalam bekerja. Jihan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin. Agar dia bisa segera kembali ke Jakarta.
Melisa sahabat pun sudah mulai packing barang-barangnya yang akan dia bawa ke Jakarta. Dia berharap, kehidupannya akan membaik. Semua dia lakukan demi sang buah hati untuk tetap bisa bersekolah.
"Nanti, kalau mama sudah hidup enak. Mawar ikut ke Jakarta ya sama mama. Mawar ingin tahu kota Jakarta. Mawar ingin main ke Mall, makan-makanan yang enak, dan bisa ke obyek wisata di Jakarta," ujar Mawar sang anak.
"Iya, sayang. Doakan mama ya, semoga mama bisa dapat uang yang banyak! Bisa membahagiakan kamu. Sekarang, Mawar sama nenek dulu ya di sini. Jangan nakal, jangan buat nenek pusing! Hari Sabtu malam, mama berangkat ke Jakarta naik kereta," ucap Melisa sambil mengusap rambut sang anak dengan lembut.
Demi masa depan yang lebih cerah, Melisa terpaksa meninggalkan kampung halaman, dan putri semata wayangnya. Dia mencoba mengadu nasibnya di kota Jakarta.
"Bu, aku titip Mawar ya selama aku bekerja di Jakarta! Nanti, setiap bulan aku kirim uang untuk ibu dan juga Mawar. Doakan aku ya Bu, semoga cita-cita aku terkabul untuk membahagiakan Ibu dan Mawar," ucap Melisa.
"Bagus kalau gitu! Masa iya mau jadi orang susah terus! Tuh lihat si Jihan sahabat kamu, hidupnya beruntung. Sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus, suaminya juga mapan. Cari suami itu model suaminya si Jihan, jangan mau makan cinta saja. Jadinya begini 'kan, hidup kamu susah," cerocos sang ibu dan Melisa hanya menganggukkan kepalanya. Dia hanya bisa bersabar, saat sang ibu mulai membandingkan dirinya dengan sahabatnya itu.
Karena, apa yang diucapkan sang ibu memang benar. Hidup berumah tangga itu tak hanya butuh cinta, perut pun butuh makan. Belum lagi, kebutuhan hidup sekarang sangatlah banyak. Tak butuh uang sedikit. Dua tahun lagi sang anak pun harus masuk SMP, pastinya Melisa butuh uang yang banyak.
"Dari dulu ibu selalu saja membanggakan Jihan, dibandingkan aku anaknya sendiri. Padahal, hidup Jihan pun tak sempurna. Dalam urusan harta dunia memang dia memiliki segalanya, tetapi dalam urusan anak dia sulit memiliki anak. Tak seperti aku, tak lama menikah langsung diberikan keturunan," ucap Melisa lirih.
Hubungan Melisa dan Jihan memang sangat akrab. Jarak rumah mereka pun hanya beda empat rumah. Sejak dulu, Jihan memang selalu unggul darinya. Bukan hanya pintar, Jihan juga menjadi bunga desa di kampungnya. Bahkan sekarang, suaminya pun memiliki pekerjaan yang mapan. Wildan pun memiliki wajah yang tampan, sangat serasi dengan Jihan yang cantik.
Malam pun tiba, Jihan sudah berada di hotel, dan Wildan pun sudah sampai di rumah. Saat ini dia sudah membaringkan tubuhnya di ranjang. Mereka kini sedang melakukan panggilan video.
"Yang, mas kangen. Si otong kangen ini, sejak tadi bangun terus. Hanya mencium wangi tubuh kamu saja yang menempel di sprei, dia sudah merindukan kamu lagi," ungkap Wildan.
"Ya ampun, Mas. Semalam kita 'kan baru melakukannya," sahut Jihan, menampakkan senyuman di sudut bibirnya.
"Bagaimana mas bisa tahan, punya istri yang cantik dan seksi. Lagipula, memangnya mas salah kalau menginginkan sama istri sendiri. Kecuali, mas selingkuh. Melakukannya sama wanita lain," jelas Wildan dan Jihan hanya senyum-senyum. Dia percaya suaminya tak akan melakukan hal itu kepadanya. Meskipun saat ini dia belum memberikan keturunan untuk suaminya. Jihan dapat merasakan, kalau suaminya begitu mencintai dirinya.
Perbincangan mereka malam ini sangat panjang, seperti malam-malam sebelumnya. Saat mereka harus terpisah jarak. Perbincangan mereka harus berakhir, karena kedua mata mereka mulai meredup.
"Yang, kita tidur yuk! Mas ngantuk, besok pagi kita 'kan harus beraktivitas lagi. Selamat tidur istri aku yang cantik, have a nice dream. I love you. Semoga, esok hari lebih baik lagi," ucap Wildan.
"I love you, my husband. Assalamualaikum," ucap Jihan.
"Waalaikumsalam." Mereka mengakhiri panggilan video.
Hari yang di nanti telah tiba. Setelah berpisah selama tiga hari, hari ini Jihan akan kembali ke Jakarta. Dia sudah tak sabar, ingin segera bertemu suaminya. Jihan berangkat naik pesawat pukul 16.30 WIB. Penerbangan dari Surabaya ke Jakarta membutuhkan waktu satu jam 30 menit. Jihan pulang lebih awal dari rencananya. Hari Jumat sore dia sudah bisa pulang ke Jakarta.
Demi bisa menjemput istri tercintanya, Wildan rela meninggalkan pekerjaannya. Dia tak ingin lembur, dia pulang sesuai jam pulang kerja. Tepat pukul 17.00 WIB, Wildan bergegas untuk pulang dari tempatnya bekerja. Karena dia harus sampai di bandara pukul 18.00 WIB.
"Aku sudah sampai di bandara ya, Sayang," Tulis Wildan di pesan chat. Saat sang istri nanti mengaktifkan ponselnya, dia bisa membaca pesan chatnya.
Pesawat yang Jihan tumpangi, sudah mendarat sempurna di bandara soekarno-hatta. Setelah turun dari pesawat, Jihan langsung mengaktifkan ponselnya. Seutas senyuman terbit di sudut bibirnya, kala membaca pesan chat yang dikirim suaminya. Meskipun hanya sebuah pesan chat sederhana.
Jihan berjalan mencari keberadaan suami. Celingak-celinguk mencari keberadaan suaminya, dan suaminya justru mengumpet untuk memberi kejutan kepada sang istri. Dari jauh Wildan sudah tersenyum melihat istri cantiknya. Sebelum ke bandara, dia mampir ke toko bunga untuk membelikan buket bunga mawar untuk sang istri.
"Mas Wildan kemana ya? Katanya sudah sampai, sudah menunggu di dekat bagian informasi. Tetapi kok enggak ada ya? Aku coba hubungi ponselnya dulu deh," Jihan bermonolog.
Baru saja Jihan hendak menghubungi suaminya, Wildan datang dari arah berlawanan. Dia menghampiri sang istri secara diam-diam, dan menutup mata sang istri dengan tanganya dari belakang. Tentu saja Jihan sangat tahu, siapa yang melakukannya. Wangi parfum suaminya, sangat dia kenal.
"Mas Wildan? Ya ampun mas, pakai begini segala," ucap Jihan. Yang tampak melebarakan senyuman.
Wildan melepasakan tangannya, dan Jihan membalikkan tubuhnya. Kini posisi mereka saling berhadapan. Wildan langsung memberikan bucket bunga untuk sang istri.
"Ya ampun Mas, kamu itu so sweet banget si. Selalu tak bosan, memberikan aku surprise. Makasih ya Mas, aku suka. Membuat aku semakin cinta sama Mas," ungkap Jihan dan Wildan menganggukkan kepalanya. Keduanya terlihat begitu bahagia, Wildan selalu bersikap romantis kepada Jihan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!