Alula menangis haru, saat akhirnya ia menyandang status sebagai seorang istri dari pria yang sangat ia cintai—Jeremy Dermawan. Pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan, dengan rambut kecokelatan, alis tebal, hidung mancung, bermata cokelat dan bibir yang sensual.
Baru beberapa menit yang lalu, Jeremy mengikatnya dalam sebuah ikatan suci sebuah pernikahan. Pernikahan yang sangat sederhana, terlalu sederhana bahkan karena hanya dihadiri oleh beberapa orang saja—asisten Jeremy, Eve yang merupakan teman Luna, dan seorang kepala pelayan di rumah Jeremy. Sosok penting yang seharusnya hadir di dalam acara sakral tersebut memilih untuk tidak hadir, dan hal itu membuat Alula sedih.
“Tidak masalah, Alula sayang, jangan menangis.” Jeremy mengusap pipi Alula yang basah dan mencubit hidung mancung Alula dengan gemas.
Jeremy tahu apa yang dipikirkan Alula saat ini. Sejak mata indah wanita itu menjelajahi setiap sudut ruangan, Jeremy mengerti jika Alula menanti kehadiran orang tua Jeremy, yaitu Antonio dan Bianca Dermawan. Namun, kehadiran Bianca dan Antonio di pernikahan mereka seperti yang Alula harapkan sudah pasti tidak akan pernah terjadi. Toh, baik Bianca ataupun Antonio tidak ada yang menyetujui pernikahan antara Jeremy dan Alula sejak awal.
“Selamat untuk kalian berdua. Aku sangat bahagia. Siapa yang menyangka jika keputusanku untuk memecat Alula akhirnya membawa Alula bertemu dengan jodohnya,” ujar Eve, seorang wanita berusia 40-an yang merupakan pemilik kedai minum tempat Alula bekerja selama beberapa tahun terakhir.
Suara Eve yang sedikit cempreng dan terlalu ceria mengejutkan Alula, membuat kesedihan Alula menyingkir sejenak dari benaknya.
Jeremy tertawa, begitu juga dengan Alula. Keduanya masih ingat bagaimana awal pertemuan mereka yang begitu berkesan di sebuah kedai minum milik Eve, hingga akhirnya Jeremy kembali berkunjung ke kedai minum itu tepat saat Alula dipecat dari pekerjaannya oleh Eve.
Pemecatan yang Eve lakukan tentu saja menjadi kesempatan bagi Jeremy untuk mendekati Alula. Toh, sejak pertama kali melihat Alula, Jeremy telah jatuh cinta pada wanita itu.
Jeremy pun membawa Alula ke kota saat itu juga dan beberapa minggu setelahnya Jeremy melamar Alula walaupun kedua orang tua Jeremy tidak menyukai Alula karena latar belakang kehidupan Alula yang bagi keluarga Jeremy sangat hina. Ya, bagi mereka seorang putra konglomerat tidak sepantasnya bersanding dengan wanita penjaga kedai minum.
***
Dave menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di depan sebuah rumah mewah bergaya Eropa yang memiliki banyak pilar dan jendela-jendela berukuran besar. Rumah mewah itu adalah kediaman keluarga Dermawan.
Begitu mobil berhenti, Dave menoleh ke kursi belakang di mana Jeremy dan Alula duduk tanpa suara sejak tadi.
“Apa ini keputusan yang baik menurutmu?” tanya Dave pada Jeremy. “Bukankah lebih baik jika kamu tinggal di apartemen untuk sementara waktu sambil menunggu keadaan menjadi lebih kondusif.”
Jeremy menggeleng. “Tidak, Dav, lebih baik seperti ini. Bagaimana pun juga Alula berhak untuk tinggal di rumah ini. Dia menantu di keluarga Dermawan sekarang, dan aku ingin agar ibu atau pun ayahku menerima Alula seperti yang seharusnya. Tinggal terpisah tidak akan membawa kemajuan apa pun.”
Dave mengangguk. “Baiklah, aku mengerti apa yang kamu pikirkan. Semoga semuanya berjalan sesuai keinginanmu. Ayo, aku rasa kita harus segera turun.” Dave segera keluar dari dalam mobil, kemudian dengan cepat ia membuka pintu bagian belakang mobil untuk Alula dan Jeremy.
“Terima kasih,” ujar Alula, suaranya yang begitu pelan dan sedikit gemetar membuat Dave merasa kasihan pada wanita itu.
“You're welcome.”
Langkah kaki Alula terasa begitu berat, walaupun saat ini Jeremy tengah menggenggam tangannya dan menuntunnya menaiki undakan yang terdapat di teras. Perlahan langkah keduanya mulai memasuki ambang pintu yang dibiarkan terbuka lebar, dan suasana rumah yang begitu tenang dan sejuk menyambut kedatangan Jeremy dan Alula.
Alula terlihat takjub begitu melihat bagian dalam rumah. Langit-langit yang tinggi dan jendela-jendela berukuran besar memberi kesan megah dan tidak membosankan.
Akan tetapi, suara teriakan seorang wanita membuat Alula harus menyingkirkan rasa takjubnya untuk sementara.
“Berhenti di sana!”
Alula menghentikan langkah, begitu juga dengan Jeremy.
“Ma,” ujar Jeremy, begitu melihat Bianca yang berdiri di ujung anak tangga menuju lantai atas.
“Siapa yang mengizinkanmu membawa wanita sampah ini kemari, hah?” Bianca melangkah menghampiri Jeremy dan langsung mendorong Alula begitu ia tiba di hadapan Alula.
Jeremy menahan tubuh Alula agar tidak terjatuh. Tatapan Jeremy yang tajam dan menusuk seketika beralih ke Bianca yang balas menatapnya dengan penuh kebencian.
“Tidak seharusnya Mama bersikap seperti ini pada Alula. Dia istriku, Ma,” ujar Jeremy.
Bianca tersenyum sinis. “Istri katamu? Bukankah mama sudah berulang kali mengatakan padamu bahwa kamu akan menikahi Feli Maura, Anak Pak Smith yang lulusan universitas luar negeri itu. Bukannya menuruti perintah mama, kamu malah datang dari tempat antah berantah dan membawa wanita ini ke rumah. Mau ditaruh di mana muka mama, Jeremy?! Pak Smith dan istrinya sudah setuju pada perjodohan yang mama atur, tapi kamu malah ....” Bianca menggantung ucapannya, kemudian ia menyentuh kepalanya seolah tubuh tuanya hendak pingsan.
Dave yang tiba tepat waktu berusaha untuk menahan tubuh Bianca agar wanita tua itu tidak terjatuh.
“Anda tidak apa-apa, Nyonya?” tanya Dave, yang terlihat khawatir.
Bianca mengangguk, lalu menatap Jeremy yang tidak bereaksi apa-apa. “Dave jauh lebih baik daripada kamu, Jeremy,” gerutu Bianca, kemudian ia melanjutkan. “Pokoknya mama tidak mau dia tinggal di sini. Awas saja kalau sampai kamu membawanya ke kamarmu dan—“
“Sudah cukup, Ma. Dia istriku, dan Mama sama sekali tidak berhak menjauhkanku darinya.” Jeremy meraih pergelangan tangan Alula, lalu meneriaki seorang pelayan agar membawa koper Alula ke dalam kamarnya.
“Jeremy, Mama tidak setuju, pokoknya tidak setuju!” Bianca meneriaki Jeremy yang mulai menapaki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
Alula menarik lengan kemeja Jeremy. “Mamamu masih marah. Biar aku kembali ke rumahku yang sebelumnya saja.”
Jeremy menggeleng. “Jangan dengarkan. Suatu saat nanti mama pasti akan menerimamu. Itulah sebabnya kita tinggal di sini, agar kamu dan mama bisa saling mengenal,” ujar Jeremy dengan yakin, walaupun Alula sama sekali tidak yakin akan pendapat Jeremy. Alula tahu bahwa Bianca tidak akan pernah menyukainya sampai kapan pun.
***
Alula merenggangkan kedua tangan saat akhirnya ia selesai merapikan pakaiannya ke dalam lemari pakaian Jeremy.
Jeremy yang sejak tadi membantu Alula segera melingkarkan tangan di pinggang wanita itu dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Alula.
“Kenapa pakaianmu sedikit sekali?” tanya Jeremy, sambil memperhatikan pakaian Alula yang memang hanya beberapa lembar di dalam lemarinya.
“Karena aku tidak membutuhkan banyak pakaian. Lagi pula, mengoleksi banyak pakaian bukanlah gayaku. Apa kamu lupa kalau aku ini berasal dari golongan kelas menengah ke bawah. Mana mampu membeli pakaian terus-terusan.”
Jeremy tertawa mendengar jawaban Alula. “Ya, lagi pula kamu tidak perlu memiliki banyak pakaian setelah menikah. Saat kita hanya berduaan seperti ini jauh lebih baik jika kamu tidak mengenakan apa pun.” Jeremy tersenyum nakal, lalu mulai melepas kancing pakaian Alula satu per satu.
Alula menahan tangan Jeremy. “Baru juga jam tujuh malam.”
Jeremy menjauhkan tangan Alula dari tangannya, kemudian berbisik di telinga Alula. “Tidak masalah. Lebih cepat lebih baik. Apa gunanya membuang-buang waktu.”
Suara Jeremy yang begitu parau terdengar sangat menggoda di telinga Alula. Ia pun akhirnya pasrah dan membiarkan Jeremy menuntunnya ke atas ranjang.
Jeremy membaringkan tubuh Alula dengan begitu lembut di atas ranjang berseprai putih, lalu ia sendiri memilih berbaring di samping Alula dengan sebelah kaki yang ia silangkan di atas tubuh wanita itu.
Alula melenguh saat tangan Jeremy mulai menyentuh wajahnya, kemudian turun ke leher, lalu ke dada. Napas Alula yang mulai memburu membuat Jeremy semakin bersemangat. Jeremy mulai membuka kancing pada kemejanya sendiri, tetapi suara ketukan di pintu mengacaukan segalanya.
“Sial, siapa yang datang di saat seperti ini.” Jeremy mengeluh, sementara Alula segera bangkit untuk duduk dan merapikan pakaian serta rambutnya.
“Jeremy, buka pintunya! Ini mama. Mama sedang tidak enak badan. Ayo Antar mama ke dokter!”
Alula menggeliat saat tubuhnya merasakan sengat hangat sinar matahari yang masuk melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat. Ia meraba tempat tidur di sebelahnya yang masih kosong, rupanya Jeremy tidak kembali ke kamarnya semalam.
Alula menghela napas, sedikit kesal dan kecewa karena tidak dapat merasakan malam pertama yang selama ini ia harapkan.
“Tidak apa-apa, Lula, tidak apa-apa. Semangatlah, dunia belum kiamat,” ujar Alula pada diri sendiri sebelum ia melompat dari atas ranjang dan melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Selesai mencuci muka dan kembali ke kamar utama, Alula melihat Jeremy yang duduk di sofa dengan mata terpejam. Suaminya itu terlihat lelah sekali.
“Jeremy,” sapa Alula.
Jeremy membuka mata dan tersenyum hangat pada Alula. “Sudah mandi?” tanya Jeremy, sambil membuka lengannya lebar-lebar.
Alula menghampiri Jeremy dan duduk di sebelah pria itu lalu memeluk pinggang Jeremy.
“Dari mana saja?” tanya Alula.
“Mama sakit kepala semalaman, kebetulan dokter yang biasa menangani mama sedang tidak ada. Jadilah aku yang harus mengantar mama ke rumah sakit lain dan menunggu mama semalaman di sana.”
“Oh,” gumam Alula, yang tidak lagi menanyakan banyak hal pada Jeremy.
Menyadari bahwa Alula kecewa, Jeremy pun segera menunduk dan menyejajarkan wajahnya dan wajah Alula. “Maafkan aku. Kita bisa lakukan sekarang kalau kamu tidak keberatan,” ujar Jeremy sambil mengedipkan sebelah matanya. Kedipan nakal yang membuat dada Alula seakan jungkir balik dibuatnya.
Alula mendorong Jeremy dan segera bangkit berdiri. “Tidak usah, sekarang sudah hampir jam delapan. Lihat ...!” Alula menunjuk jam yang tergantung di dinding. “Aku tidak ingin kamu terlambat berangkat ke kantor.”
Jeremy bangkit berdiri dan memeluk pinggang Alula, ia lalu menatap Alula dengan tatapan sendu. “Maafkan aku, aku janji akan menggantikan waktu kita yang terbuang.”
“Tidak masalah. Masih banyak malam yang bisa kita lewati bersama.”
Jeremy tersenyum. “Tentu, Sayang.”
***
Bianca Dermawan dan Antonio Dermawan, sang pengusaha kaya yang memiliki banyak hotel dan perusahaan travel di beberapa negara sekarang ini tengah menikmati sarapan di ruang makan. Jeremy yang berangkat lebih awal ke kantor karena ada beberapa urusan penting tidak sempat ikut sarapan bersama dengan keluarganya. Hal tersebut membuat Alula merasa sendirian dan tidak tahu harus melakukan apa sekarang, karena tidak ada satu pun dari kedua orang tua Jeremy yang menghiraukannya.
“Selamat pagi, Ma, Pa,” sapa Alula, sambil sedikit membungkukkan badan dengan canggung.
Mendengar suara Alula, Antonio mendadak menghentikan aktivitas makannya. “Ah, sepertinya aku terlambat. Aku berangkat, Sayang.” Antonio bangkit berdiri dan mengecup pipi istrinya, kemudian pria tua yang rambutnya mulai memutih itu segera keluar dari dalam ruang makan tanpa memandang Alula sama sekali.
Alula mengatur napas, berusaha agar air matanya tidak menetes saat ini juga. Setelah sedikit kesedihannya berkurang, ia pun segera menarik satu buah kursi dan duduk di kursi tersebut. Namun, begitu ia duduk, Bianca langsung bangkit berdiri, melempar serbet dengan kasar dan keluar dari ruang makan dengan cepat.
Alula kembali mengatur napas, kali ini ia membiarkan air matanya menetes, toh sekarang ia sendirian. Tidak ada yang akan melihat bahwa dirinya begitu lemah dan cengeng.
“Good Morning!”
Suara teriakan dua orang gadis terdengar memekakkan telinga. Tidak lama kemudian kedua gadis itu memasuki ruang makan dan duduk tepat di hadapan Alula yang sedang sibuk mengusap air matanya.
Kedua gadis cantik itu adalah putri kembar Bianca dan Antonio, mereka adalah Seli dan Salsa Dermawan.
Seli dan Salsa memperhatikan Alula, keduanya memindai Alula dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan wajah datar tanpa ekspresi.
“Kamu adalah?” Seli bertanya sambil menunjuk langsung ke wajah Alula.
“Aku Alula, istri Jeremy. Kalian pasti si kembar kesayangan Jeremy, ‘kan?” Alula berusaha bersikap seramah mungkin. Jeremy sering bercerita padanya bahwa Jeremy mempunyai dua adik kembar yang sangat cantik, dan ternyata hal itu benar. Si kembar yang sekarang tengah duduk di hadapan Alula memang sangat cantik dan anggun.
Seli dan Salsa mengangguk, dan saling melempar tatapan aneh yang tidak bisa Alula artikan. Sesaat kemudian, Seli dan Salsa tersenyum ramah pada Alula.
“Aku Seli, Kak, dan dia Salsa.”
Kedua gadis itu mengulurkan tangan ke Alula sambil tersenyum ramah, membuat Alula merasa bahagia. Setidaknya masih ada yang menerima kehadirannya.
“Oh, ya, apa Kak Alula bisa memasak?” tanya Seli. “Sebenarnya kami sudah bosan dengan makanan yang ini-ini saja. Jika Kak Alula bisa memasak—“
“Tentu aku bisa. Kalian ingin dibuatkan apa? Aku bisa memasak makanan western juga,” ujar Alula dengan begitu bersemangat.
Seli dan Salsa kemudian meminta Alula untuk memasak beberapa menu kesukaan mereka, tetapi setelah masakan yang diminta saudara kembar itu selesai diolah, keduanya malah menolak makan dan mengatakan bahwa mereka sudah kenyang.
Alula tentu saja kecewa, meski begitu ia tidak menunjukkan rasa kecewanya sama sekali. Setelah lelah memasak, Alula memilih untuk duduk di dapur, memakan hasil masakannya seorang diri, sementara Seli dan Salsa menertawakan Alula dari kejauhan.
“Sekarang giliranmu.” Seli mendorong Salsa menuju dapur untuk kembali mengerjai Alula.
“Kak Lula!” Salsa muncul di ambang pintu ruang makan dan berteriak memanggil Alula, wajah cantiknya yang begitu manis melempar senyum ramah ke Alula.
“Ya, Sel—“
“Ini Salsa, Kak.” Salsa mengoreksi.
“Ah, ya, maafkan aku.” Alula menepuk dahinya.
“Tidak masalah, Kak. Bisa minta tolong? Pliiis!” Setelah Alula mengangguk, Salsa pun mendekat ke Alula dan meletakan beberapa buah dress ke tangan Alula. “Tolong cucikan, Kak. Aku dan Seli akan ke kampus mengenakan pakaian itu nanti, tapi ternyata pelayan belum mencucinya.”
Alula menatap beberapa lembar dress yang sekarang ada di tangannya, kemudian ia pun mengangguk. “Baiklah, akan segera aku cuci.”
Alula mengerjakan semua yang diminta oleh adik iparnya, tidak sedikit pun terdengar keluhan keluar dari bibir Alula. Namun, sekeras apa pun usahanya tetap saja ada celah untuk menciptakan kesalahan yang bahkan tidak dilakukannya sama sekali.
Siang harinya saat baru saja Alula mengistirahatkan tubuhnya di teras, terdengar suara teriaka yang begitu keras dari dalam rumah.
“Aaah! Mama, Mama, lihat ini, Ma, lihat ini!”
Suara yang berasal dari ruang keluarga itu mengejutkan Alula yang tengah bersantai di teras. Ia pun segera bangkit dari kursi yang ia duduki dan berlari masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa.
Selembar dress melayang dan mendarat di wajah Alula begitu ia masuk ke dalam ruang keluarga.
“Dia, Ma, dia yang sudah sengaja merusak dress milikku dan juga milik Salsa.” Seli menunjuk wajah Alula, dan menatap Alula dengan tatapan tajam yang begitu menusuk.
Alula menggeleng. “Tidak, Ma, mana mungkin aku melakukannya.”
“Kalau bukan Kak Lula, lalu siapa lagi? Kalau Kakak tidak mau mencuci baju kami tinggal bilang saja, jangan begini caranya!” ujar Salsa sambil menangis.
Melihat putrinya menangis tentu saja Bianca menjadi marah. Ia menghampiri Alula dan menarik rambut Alula hingga Alula meringis kesakitan.
“Kamu baru datang ke rumah ini, tapi kamu sudah berani membuat anakku menangis! Kamu pikir kamu itu siapa?!” Bianca mendorong Alula, hingga tubuh Alula terjatuh dan terbentur ujung meja yang ada di ruangan itu.
“Ma, aku sama sekali tidak merusak pakaian Seli dan Salsa. Tadi saat aku jemur, semuanya masih bagus dan tidak luntur seperti itu.”
“Diam kamu! Kamu mau bilang kalau anak saya sengaja merusak bajunya kemudian mereka menyalahkanmu?”
Alula mengangguk dengan polos.
Plak!
Alula menyentuh pipinya yang terasa panas karena tamparan dari Bianca. Ia tidak menyangka jika Bianca akan melakukan tindakan yang begitu jauh.
“Ma,” lirih Alula.
“Pergi dari hadapanku, cepat!”
Seli dan Salsa tersenyum puas saat melihat Alula keluar dari ruang keluarga dengan wajah menunduk. Sejak awal keduanya memang tidak menyukai keputusan Jeremy yang menikahi wanita lain selain Feli Maura. Bagaimanapun juga, Feli Maura adalah calon kakak ipar ideal bagi Seli dan Salsa, karena Feli kerap memberi meraka tas mahal dan pakaian-pakaian bagus. Tidak seperti Alula yang terlihat miskin dan tidak berkelas.
Sementara itu di dalam kamarnya, Alula meringkuk di atas ranjang sambil menangis. Ia tidak menyangka jika Seli dan Salsa tega memfitnahnya. Ia pikir Seli dan Salsa menyukai dan menerimanya, tetapi ternyata semua hanya sandiwara.
Alula merapatkan selimut di tubuhnya, berusaha untuk kembali tidur. Baginya tidur terasa lebih baik daripada harus menerima kemarahan Bianca terus-terusan. Namun, baru saja mata Alula terpejam, sebuah teriakan terdengar hingga menembus pintu kamarnya.
“Alula! Sini kamu!”
Alula menahan napas. Ia tidak mungkin salah dengar, yang barusan itu pasti suara Bianca, sang ibu mertua.
Alula buru-buru turun dari ranjang dan membuka pintu kamar untuk menghampiri Bianca yang ternyata telah berdiri tidak jauh dari kamarnya.
“Apa ini?! Kamu sengaja?” Bianca melempar dress berwarna hitam miliknya yang sekarang berubah menjadi belang-belang putih dan hitam.
‘Ya, Tuhan, apalagi ini?’ batin Alula.
Tidak terasa satu minggu telah berlalu. Jeremy yang tiba-tiba saja mendapat banyak tugas dari sang Ayah mau tidak mau harus menghabiskan banyak waktu di kantor daripada di rumah. Hal itu tentu saja membuat waktunya untuk Alula tidaklah banyak.
Jeremy harus berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, dan kembali ke rumah saat malam sudah larut. Memang Alula selalu menanti kedatangan Jeremy, tetapi tidak jarang wanita itu sudah tertidur saat Jeremy tiba.
“Heem,” Alula menggeliat saat ia merasakan sentuhan hangat di pinggangnya. Ia segera membuka mata dan mendapati Jeremy tengah berbaring di sampingnya sambil memeluknya.
“Hai,” ucap Jeremy, menyentuh wajah Alula yang terlihat pucat. “Kamu sakit?” tanya Jeremy.
Alula menggeleng. “Tidak, aku hanya mengantuk.”
“Tidurlah lagi kalau begitu. Aku akan berangkat ke kantor.” Jeremy mengecup bibir Alula dan segera bangkit dari ranjang.
“Berangkat? Memangnya sudah jam berapa sekarang?” Alula terlihat bingung. Ia tidak menyangka jika hari sudah kembali pagi. Semalam ia pasti ketiduran lagi saat sedang menanti kedatangan Jeremy.
“Sekarang sudah jam delapan, Sayang, tidurlah lagi.”
'Jam delapan. Ya, Tuhan, kiamat!’ batin Alula.
Sejak kejadian rusaknya pakaian mahal milik Bianca, Alula berusaha menebus kesalahannya dengan cara mengerjakan semua pekerjaan rumah pagi-pagi sekali saat Jeremy masih tidur. Setelah pekerjaannya selesai, ia kembali merangkak ke tempat tidur agar Jeremy tidak tahu apa yang telah dilakukannya. Itulah penebusan kesalahan yang Bianca minta dari Alula.
“Hai, Sayang, tidurlah lagi. Kenapa malah melamun?”
Suara Jeremy mengejutkan Alula yang tengah membayangkan hukuman apa yang akan Bianca berikan padanya nanti.
“Aku berangkat.” Jeremy mengecup pipi Alula dan segera keluar dari kamar.
Jeremy menuruni anak tangga dengan perasaan tidak nyaman. Ia memikirkan kondisi Alula yang menurutnya sangat berbeda. Wajah istrinya itu terlihat lebih tirus dan pucat, belum lagi tatapan mata Alula yang biasanya begitu cerah dan berbinar, dalam beberapa hari ini terlihat begitu sayu dan lelah. Ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres.
“Pak, Pak Karim!” Jeremy memanggil seorang pelayan yang kebetulan melintas di dekatnya. Pelayan itu adalah Karim, kepala pelayan yang menjadi saksi pernikahan Jeremy dan Alula beberapa waktu lalu.
“Ya, Tuan, ada apa?” tanya Pak Karim.
“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Pak. Tolong jawab dengan jujur.”
***
Langkah Jeremy begitu cepat melintasi ruang keluarga, lalu berbelok menuju lorong sempit berkarpet merah yang akan membawanya ke kamar Seli dan Salsa.
Jeremy sudah mendengar semua yang seharusnya tidak ia dengar. Karim mengatakan semuanya pada Jeremy, tentang bagaimana Alula harus bekerja di rumah saat Jeremy tidak ada. Dan semua perlakuan buruk yang Alula terima itu terjadi dari pagi sebelum Jeremy bangun, hingga malam hari sebelum Jeremy tiba dari kantor.
“Seli, Salsa, kalian di dalam?” Jeremy mengetuk pintu kamar Seli dan Salsa saat ia telah tiba di depan pintu kamar adiknya.
Seli segera membuka pintu dan ia tersenyum saat melihat Jeremy berdiri di depan pintu kamarnya.
“Hai, Kak, ada apa pagi-pagi kemari? Apa ingin menambah uang saku kami?” tanya Seli yang terlihat begitu ceria.
Jeremy tidak menjawab, ia melangkah memasuki kamar adiknya dan segera berkata, “Langsung saja, kurasa aku tidak perlu berbasa-basi lagi. Kebetulan ada mama juga di sini,” ujar Jeremy, sambil menatap tajam ke arah Seli dan Salsa.
“Ada apa, Kak?” tanya Salsa, terlihat gugup karena tatapan Jeremy.
“Apa masalah kalian berdua pada Alula? Dia itu istriku. Kakak ipar kalian! Kenapa kalian memperlakukannya seperti pembantu?!”
“Kak, apa maksud Kakak?” tanya Seli, yang memasang ekspresi bingung.
Jeremy mengangkat tangannya di udara, meminta Seli untuk diam. “Aku belum selesai, Sel! Dengarkan aku baik-baik. Kalian berdua tidak akan kumaafkan jika kalian berdua masih terus-terusan memerintah Lula untuk mencuci pakaian kalian atau membuatkan kalian sarapan. Kalian pikir dia itu pembantu! Apa masih kurang pelayan di rumah ini, hah?” bentak Jeremy. Ia sungguh tidak mampu menahan amarahnya saat membayangkan Alula mendapat siksaan dari kedua adiknya dan juga ibunya.
Salsa menangis begitu mendengar bentakan Jeremy, tapi tidak dengan Seli, gadis itu mendongakkan kepala agar dapat menatap wajah Jeremy.
“Kenapa Kakak tiba-tiba datang dan menuduh kami yang bukan-bukan? Apa Kak Lula mengatakan bahwa kami memerintahnya melakukan ini dan itu? Iya? Tidak, Kak, tidak seperti itu. Kak Lula sendiri yang ngotot ingin membuat sarapan untuk kami, bukan kami yang minta. Kak Jeremy harusnya bertanya dulu pada kami sebelum memarahi kami. Kenapa tiba-tiba datang dan marah, sungguh tidak adil!” Seli menangis, ia kesal sekali karena Jeremy yang selama ini selalu memanjakannya dan tidak pernah marah padanya tiba-tiba saja membentak dirinya dan Salsa hanya karena Alula.
Melihat putrinya menangis, Bianca segera menghampiri Jeremy dan mendorong Jeremy, memaksa pria itu keluar dari dalam kamar Seli dan Salsa.
“Keluarlah, Jeremy, mama tidak suka kamu membentak adikmu, apalagi cuma karena wanita sampah itu.”
“Ma, dia istriku!”
“Terserah padamu menganggapnya apa. Bagi mama dia hannyalah wanita kurang ajar, wanita sampah, pelacur yang telah berani masuk ke dalam keluarga kita dan mengubahmu menjadi kasar seperti ini.”
Deg!
Alula menghentikan langkah saat didengarnya suara Bianca mengomel dari dalam kamar Seli dan Salsa. Ia yang kebetulan melewati kamar kedua gadis itu tidak sengaja mendengar perkataan Bianca yang mengatakan dirinya sampah, dan pelacur.
Alula menyentuh dadanya yang terasa nyeri dan segera berbalik pergi kembali ke kamarnya.
***
Tidak ada hal yang lebih menyakitkan bagi Alula selain fakta bahwa mertua yang seharusnya menjadi orang tuannya saat ini sangat membencinya, hingga di titik sang mertua menganggap jika dirinya adalah sampah dan pelacur yang merusak kehidupan keluarga mereka.
Alula duduk di lantai kamarnya sambil memeluk kedua lutut yang ia lipat sedemikian rupa, mengingat kembali perkataan Bianca barusan membuat air mata Alula kembali menetes. Ia terisak seorang diri di dalam kamar.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar Alula tiba-tiba terbuka dan Bianca muncul di ambang pintu. Wajah wanita tua itu terlihat begitu merah, rahangnya mengeras dan rona di wajahnya begitu gelap.
Alula segera bangkit berdiri sembari mengusap air matanya.
“Ma ....”
Plak!
Jika tamparan kali ini adalah tamparan yang pertama kali Alula terima, mungkin ia akan terkejut, tetapi setelah tinggal dengan Bianca selama beberapa hari terakhir membuat Alula sadar bahwa tamparan seperti yang barusan ia dapatkan akan semakin sering ia rasakan di hari-hari berikutnya.
“Sekali lagi kamu mengadu pada Jeremy, aku tidak akan segan-segan untuk memotong lidahmu, Alula!”
Alula menggeleng sambil mengibaskan tangannya dengan cepat. “Aku tidak mengadu, Ma, sungguh—“
“Jika bukan kamu, lantas siapa? Hantu?!” Bianca membentak, “gara-gara kamu Jeremy sampai berani membuat Seli dan Salsa menangis. Sebelumnya Jeremy tidak pernah seperti itu, tapi semenjak kamu masuk ke dalam kehidupan Jeremy, semuanya menjadi kacau balau. Lihat saja, kalau kamu berani macam-macam, aku akan membuat hidupmu bagai di neraka. Dasar pembawa sial!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!