"Astaga!"
Itu pagi hari saat terdengar suara teriakan dari dalam sebuah kamar hotel mewah.
Seorang gadis tampak sedang melotot lebar, menatap tubuh seorang pria yang berbaring di sebelahnya.
Pria asing itu terbangun dari tidurnya karena terkejut oleh teriakan gadis itu.
"Apa? Ada masalah apa?" tanya pria asing yang berada di sebelahnya itu gelagapan karena mendengar suara teriakan.
Evelyn, nama gadis itu terlihat tak peduli dengan keterkejutan pria asing itu. Dengan kekuatan penuh ia menendang pria asing itu hingga tubuhnya terjungkal ke atas lantai.
BRUK!
"Aw~" pekik pria asing itu saat tubuhnya terjatuh dari tempat tidur akibat mendapat tendangan dari Evelyn.
"Hai, apa-apaan sih kau? Kenapa kau menendangku!"
"Kau!" Evelyn menunjuk pria asing yang tengah terbaring kesakitan di lantai itu sembari melototkan kedua matanya. "Siapa kau, hah?" sentaknya.
"Hah?"
"Aku bertanya kau siapa!"
"Apa maksudmu, heh!"
"Jawab aku, sialán!" teriak Evelyn dengan penuh emosi. "Aku bertanya siapa kau!"
"Kenapa kau malah berteriak padaku begitu, sih?" ujar lelaki itu dengan gerakan malas menggosok-gosok pantátnya yang terasa sakit.
"Aku bertanya, siapa kau. Dan apa yang sedang kau lakukan di sini? Ini kamar hotelku." balas Evelyn kembali berteriak sembari menunjuk wajah pria asing itu.
Bukannya menjawab, pria asing itu malah mengusak-usak matanya malas. Ia masih tampak masih mengantuk rupanya.
Pria itu segera bangkit dari lantai dan berdiri menatap Evelyn dengan heran.
"Kenapa kau bisa ada di sini? Oh ya ampun, juga kenapa kau tak berpakaian seperti itu?" ujar Evelyn lagi.
"Aku?" tanya pria itu menunjuk dirinya sendiri. Ia lalu menurunkan pandangannya untuk melihat tubuhnya yang tak memang sedang tak mengenakan apapun.
"Apa sebenarnya yang kau lakukan di kamarku? Dan kenapa kau bisa masuk ke kamarku?"
"Kau bertanya apa yang kulakukan di sini?" ujar lelaki itu.
Pria itu menatap Evelyn yang tampak terkejut selama beberapa saat. Ia lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap gadis cantik di hadapannya itu dengan pandangan heran.
"Kau bertanya bagaimana aku bisa masuk kemari? Kau sedang bercanda sekarang?"
"Apa aku terlihat sedang bercanda?"
"Ya."
"Jawab saja pertanyaanku, sialán!"
"Tentu saja. Tentu aku akan menjawab pertanyaan konyolmu itu. Jawabannya adalah karena kau sendiri-lah yang sudah membawaku ke sini." jawab pria itu balas menatap Evelyn tajam.
"Apa?"
"Kau tidak dengar apa yang kukatakan?"
"Aku yang membawamu!?"
"Ya. Semalam kita bertemu di klub. Kita berkenalan. Ngobrol. Barulah setelah itu kita berpesta dengan yang lain. Dan kau…"
"Aku?" Evelyn menaikkan sebelah alisnya heran. "Aku kenapa?"
"Jadi begini…" pria itu menghela napasnya dengan malas. "Aku tahu kalau ini terdengar agak gila. Tapi semalam, saat di klub kau memperkenalkan dirimu dan kau mengatakan padaku, ayo kita nikmati malam ini."
Evelyn terhenyak. "Aku mengatakan itu padamu?"
"Benar. Setelah itu kau membawaku pergi ke kamar hotelmu ini. Dan yah… kau tau… apa yang terjadi selanjutnya…"
"Aku yang membawamu ke kamarku?"
"Ya! Jadi bisakah aku melanjutkan tidurku lagi sakarang?"
"Tunggu dulu!"
"Apalagi?" ujar pria itu jengah.
"Siapa namamu?"
"David." ujar pria itu. Ia lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Kita sudah berkenalan semalam. Yah, kau pasti benar-benar melupakan segalanya. Sayang sekali."
"Benarkah aku yang sudah membawamu datang kemari, David?"
"Ya, kau sendiri yang mengajakku."
"Kau tidak salah ingat?"
David menggeleng. "Aku yakin. Aku ingat. Seratus persen. Aku sudah mengatakan semuanya padamu tadi. Coba kau ingat-ingat lagi kejadian semalam."
Evelyn mengerutkan dahinya saat potongan-potongan adegan yang di ceritakan pria itu tiba-tiba saja muncul di ingatannya.
Evelyn terhenyak.
"Ya ampun." Evelyn menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Bagaimana?" tanya David saat melihat Evelyn yang tampaknya terkejut akan sesuatu. "Kau sudah ingat sekarang?"
Evelyn mengerjap dan tersenyum canggung pada pria itu saat ia sudah berhasil mengingat segalanya.
"Baguslah, sepertinya kau sudah ingat segalanya. Sekarang, bisakah aku naik ke tempat tidur lagi?" pria itu kemudian naik kembali ke atas tempat tidur
"Kau mau apa?" tanya Evelyn menghentikan gerakan pria asing itu.
"Tidur, tentu saja. Aku ingin kembali tidur. Aku masih sangat mengantuk sekarang karena kita harus begadang semalam." ujar pria itu lalu mendekatkan wajahnya pada Evelyn. "Ah… atau kau mau kita melanjutkan apa yang kita lakukan semalam? Ngomong-ngomong kau luar biasa sekali semalam." godanya sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Menjauhlah dariku! Sialan!" ujar Evelyn menatap lelaki itu geli.
"Kau garang semalam. Dan aku suka."
"Aku bilang menjauh dariku!" Evelyn dengan kasar mendorong mundur tubuh pria itu yang langsung di balas dengan gedikkan bahu yang santai.
"Baiklah Kalau kau menolak. Sayang sekali." ujar pria itu. "Kalau begitu aku akan lanjut tidur saja, oke.."
Evelyn tak menjawab. Ia menatap pria yang berada di sebelahnya itu dengan datar. Pria itu tampak berbaring dan memasang kembali selimut ke tubuhnya, tanpa memperdulikan tatapan Evelyn.
Detik selanjutnya Evelyn tampak mengerjapkan matanya. Ia langsung tersadar atas apa yang baru saja terjadi padanya.
Evelyn mengusak wajahnya kasar. Ia menyesali betapa ceroboh dirinya semalam. Yah, Evelyn akan berusaha agar hal seperti ini tak akan terjadi lagi lain kali. Itu artinya setelah ini dia memang harus lebih berhati-hati.
Tapi benarkah dia yang sudah membawa pria ini ke kamarnya sendiri? Bukankah selama ini Evelyn tak pernah sekalipun membawa lelaki ke tempat miliknya. Biasanya para lelaki-lah yang akan menyewa kamar untuk mereka gunakan.
Ngomong-ngomong, Evelyn masih ragu akan yang terjadi pada dirinya. Pasalnya sudah lama ia tak melakukan hal seperti ini lagi.
'Haruskah kupastikan?' batin Evelyn.
Perlahan, tangan Evelyn tampak bergerak untuk membuka sedikit selimut yang menutupi bagian tubuhnya dan langsung menyadari kalau ia tak mengenakan sehelai benang pun ditubuhnya, kecuali selimut.
"Ya ampun, aku benar-benar melakukannya lagi."
***
Peringatan Keras :
KALAU TIDAK SUKA, JANGAN DILANJUT!
Kasihanilah mata kalian yang harus membaca cerita jelek.
"Bagaimana bisa aku melakukan hal seperti ini lagi." gumamnya menggelengkan kepala sembari memijit pangkal hidungnya.
Evelyn yakin kalau ia pasti sudah minum terlalu banyak di pesta semalam sampai-sampai tak sadar sudah membawa pria asing ke kamar hotel tempat ia menginap seperti ini.
Sudah lama sejak Evelyn bermain-main dengan pria asing di atas tempat tidur, seperti saat ini. Sejujurnya, tidur dengan pria asing seperti ini adalah kebiasaan lama Evelyn.
Lebih tepatnya, Evelyn sudah seperti pensiun dari kegiatan semacam ini. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berhenti bermain cinta dengan lelaki dan lebih fokus bersenang-senang dengan dirinya sendiri.
Dan selama ini Evelyn memang melakukan komitmennya dan hanya pergi berkencan dengan para pria. Hanya itu. Bukannya tidur seranjang seperti ini.
Evelyn tak menyangka ia akan kelepasan dan membawa seseorang ke kamarnya. Padahal niat awal Evelyn pergi ke Bali hanyalah untuk liburan dengan teman-temannya.
"Maafkan dirimu sendiri, Evelyn. Kau orang yang menepati janji. Lagipula kau melakukan hal semalam karena mabuk. " gumamnya lalu menghela napasnya pelan dan menutup kedua mata, berharap semua ini hanyalah mimpi.
Evelyn mengangkat selimutnya sekali lagi untuk mengintip tubuh naked-nya. Evelyn benar-benar tak mengenakan sehelai pun pakaian sekarang. Ia menghela lelah saat menyadari kondisinya di balik selimut.
"Ya ampun. Aku sudah mengkhianati diriku sendiri." ujar Evelyn.
Evelyn menggelengkan kepalanya. Bukan menyesal begini. Harusnya hal ia lakukan adalah cepat-cepat mencari pakaian miliknya. Ia harus mengenakan pakaiannya lebih dulu, kan?
Evelyn mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan untuk mencari pakaian yang ia kenakan semalam.
"Dimana gaunku, ya?" gumam Evelyn.
Gadis cantik itu kembali menghela napasnya pelan saat tak menemukan pakaiannya di dekat tempat tidur. Hanya ada dalaman yang tergeletak di atas lantai. Ah, Evelyn yakin kalau semalam pasti sangat kacau sampai ia tak tahu dimana gaunnya berada saat ini.
Saat sibuk menatap sekeliling ruangan, mata Evelyn justru terarah pada dinding ruangan. Ia menatap pada jam yang menggantung di dinding ruangan. Di detik itu juga, mata Evelyn langsung membulat saat melihat jam.
Evelyn hampir lupa, bukankah ia harus pergi ke bandara pagi ini untuk pulang ke Jakarta. Ia bahkan sudah memesan tiket pesawatnya kemarin. Evelyn kembali melirik jam dinding dan menyadari kalau ini bahkan sudah hampir terlambat untuk pergi ke bandara.
"Siál! Bagaimana aku bisa lupa. Aku kan harus pulang hari ini." ujar Evelyn.
Dengan sedikit terburu-buru Evelyn turun dari tempat tidurnya. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh naked-nya dan segera berlari menuju kamar mandi. Kerusuhan itu sontak saja membuat pria asing yang tengah tidur itu kembali terbangun untuk menatapnya.
"Ada apa sih dengannya?" ujar pria asing itu, terus menatap heran pada Evelyn yang tengah berlari memasuki kamar mandi.
"Hei, kau baik-baik saja, kan?" seru pria itu pada Evelyn yang tengah berada dikamar mandi.
Tak ada jawaban apapun dari Evelyn. Gadis itu tampaknya sibuk membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi.
"Apa kau akan pergi?" tanya pria itu beberapa saat setelah ia melihat Evelyn keluar dari kamar mandi dengan menggunakan jubah mandinya.
"Ya, sepertinya aku akan pergi sekarang." jawab Evelyn sembari melempar selimut yang ia kenakan ke atas tempat tidur.
"Buru-buru sekali." ujar pria itu menyangga kepalanya dengan tangan, menatap pada Evelyn yang sibuk mengeringkan kepala dengan handuk kecil.
"Ya, jika aku tak buru-buru aku akan ketinggalan pesawat. Pesawatku akan berangkat sebentar lagi." ujar Evelyn menunjuk pada jam dinding dengan dagunya.
Evelyn lalu memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam koper, "Kau lihat pakaian yang kukenakam semalam?" tanyanya.
"Di sana!" jawab pria itu sembari menunjuk ke arah sofa.
Evelyn berlari ke arah sofa dan menemukan gaun yang semalam ia kenakan sudah dalam keadaan kusut. Tapi tak masalah selama ia masih bisa mengenakannya.
"Aku masih punya waktu sampai besok untuk menginap di hotel ini. Aku juga sudah membayar penuh. Kau bisa menggunakannya sampai nanti malam, kalau kau mau." ujar Evelyn mengenakan jaket kulitnya untuk menutupi gaunnya yang kusut.
Pemuda itu tampak menggeleng.
"Tidak, aku akan pulang ke rumahku dan pergi bekerja setelah ini. Tapi aku mungkin akan mandi saja disini."
"Baiklah, terserahmu saja." ujar Evelyn sebelum mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam koper.
Setelah merapikan penampilannya, Evelyn langsung menyeret kopernya dengan langkah terburu-buru keluar dari hotel.
***
Peringatan Keras :
KALAU TIDAK SUKA, JANGAN DILANJUT!
Kasihanilah mata kalian yang harus membaca cerita jelek.
Alvin Danu atau pemuda yang lebih sering di sapa sebagai Alvin itu kini tengah berlari dengan kencang sepanjang jalan menuju ke sebuah kafe.
Pemuda itu tampaknya sudah tidak ingat lagi cara mengatur nafas karena yang ada di pikirannya saat ini hanyalah cara untuk cepat sampai ke tempat tujuannya.
Alvin menghentikan langkahnya beberapa saat karena sudah terlalu lelah.
Jika bisa, ingin rasanya saat ini ia terbang saja atau pergi menggunakan ilmu teleportasi karena ia sudah benar-benar terlambat untuk menemui kekasihnya hari ini.
Alvin kembali mengecek jam pada pergelangan tangannya untuk yang kesekian kalinya dan langsung berdecak sebal.
"Karina pasti akan marah lagi padaku hari ini!" ujar Alvin.
Ia kembali berlari dan terus berlari hingga akhirnya langkahnya terhenti saat tiba di halaman kafe yang menjadi tujuannya.
Namun, tepat saat itu juga Alvin bisa melihat sosok Karina, kekasihnya. Gadis itu tengah berjalan keluar dari kafe dengan wajah yang cemberut.
'Ah, sial! Dia pasti sangat marah.' batin Alvin.
Alvin berjalan perlahan mendekat pada Karina yang saat ini tengah berjalan menuruni tangga kafe, sepertinya gadis itu akan pulang.
"Karina, kau mau kemana?" tanya Alvin sambil meraih tangan Karina, namun segera di tepis gadis itu dengan kasar.
"Pulang!" jawab Karina cuek.
"Pulang?" tanya Alvin menatap kekasihnya itu dengan senyuman canggung, "Tapi aku kan baru sampai. Ayo kita masuk dan makan dulu."
Karina menggelengkan kepalanya singkat. "Tidak, aku tidak mau makan. Aku sudah kenyang. Dan aku mau pulang saja sekarang!"
"Tapi Karina, aku kan belum makan. Pulang dari kampus tadi aku harus mengerjakan tugas kuliah lebih dahulu. Setelah itu baru aku langsung kemari, jadi saat ini aku sangat lapar. Ayo kita masuk dan makan dulu!"
"Itu bukan urusanku, Alvin." sentak Karina. "Kau sudah makan atau belum, aku tidak peduli. Intinya aku mau pulang!"
Karina hendak melangkah meninggalkan tempat itu namun tangannya kembali di tahan oleh Alvin.
"Karina, kau marah padaku?" tanya Alvin.
Karina mendengus sinis.
Gadis itu tak menjawab. Lebih tepatnya tidak ingin menjawab. Ia hanya tersenyum sinis setelah mendengarkan pertanyaan konyol dari Alvin itu.
"Karina, kau marah padaku, ya kan?" tanya Alvin lagi karena kekasihnya itu tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
Alvin bergerak mendekat lalu kembali meraih tangan mulus gadis itu.
"Sayang, aku benar-benar minta maaf karena sudah datang terlambat. Ban motorku bocor tadi. Dan bis yang akan aku tumpangi juga datangnya agak terlambat, jadi-"
"Ck, memangnya alasan apalagi yang bisa keluar dari mulutmu itu, Alvin." ujar Karina dingin, ia terus menatap Alvin dengan tatapan datar.
"Karina, aku-"
"Kau tau Alvin, hal seperti ini-lah yang sangat aku benci darimu. Kau selalu saja datang terlambat, tidak pernah tepat waktu saat membuat janji denganku. Selalu banyak alasan. Mulai dari tugas kuliah, terlambat pulang kerja karena lembur dan banyak alasan lainnya."
"Tapi tadi kau mengajakku mendadak, jadi aku tidak sempat mengatur waktu dan-"
"Aku memintamu datang kemari karena kau sendiri yang mengatakan di telepon kalau kau sedang libur bekerja."
"Ya, itu benar. Tapi kan-"
"Ah, ada satu hal lagi." potong Karina sembari mendekatkan wajahnya ke telinga Alvin. "Kau ini juga sangat bodoh. Dan itu benar-benar membuatku muak."
"Apa, Karina?" kedua mata Alvin sontak membulat ketika mendengar kalimat kasar yang keluar dari bibir kekasihnya itu. Ia sungguh terkejut dengan kata-kata Karina padanya barusan.
Alvin memegang lengan Karina. "Sayang, apa yang kau katakan barusan?"
"Aku bilang kau bodoh!" Karina mengulangi kata-katanya, kali ini dengan nada yang di tekan. Dan hal itu kembali membuat Alvin membeku di tempatnya.
Alvij melepas pegangannya dari lengan Karina.
"Karina, kenapa kau harus semarah ini. Aku kan sudah mengatakan padamu semua alasan dari keterlambatanku. Motorku mogok dan juga bis yang akan aku tumpangi tadi terlambat datang, tapi kenapa kau malah-"
"Apa kau tidak punya pikiran?" Karina memotong perkataan Alvin. "Kau bisa menggunakan taksi, kan? Sesekali saja bisa kah kau gunakan otakmu itu, Alvin!"
"Tapi taksi terlalu mahal untukku, Karina!" Alvin masih berusaha membela diri, "Aku mana punya lebih uang untuk membayarnya. Lagi pula uang satu kali naik taksi itu bisa kugunakan untuk pulang pergi beberapa kali jika aku pergi menggunakan bis, ya kan?"
Karina memutar kedua matanya malas "Terserah kau saja. Aku juga sudah tidak peduli lagi."
Karina kini sudah hampir melanjutkan langkahnya namun kembali terhenti saat tiba-tibw ia mengingat sesuatu. Ia menatap singkat kantong plastik di tangannya dan tersenyum sinis.
"Ah ini! Ini benda milikmu... ambillah!" ujar Karina.
Karina lalu mengeluarkan sebuah boneka dari kantong plastik itu kemudian melemparkannya ke dada Alvin. "Aku tidak butuh lagi barang murahan itu!"
"Boneka ini?" Alvin mengernyit bingung menatap boneka di tangannya itu. "Bukankah boneka ini adalah barang pemberianku di hari jadi kita yang pertama?"
"Ya."
"Tapi kenapa dikembalikan?" Alvin menatap Karina dengan tatapan bingung. "Bukankah harusnya kau menyimpan dan menjaganya?"
"Ya, memang. Tapi itu dulu. Sekarang aku kembalikan padamu karena mulai sekarang kita bukan lagi sepasang kekasih." jawab Karina dengan nada dingin.
"Bukan kekasih?"
"Benar. Mulai sekarang kita sudah putus!"
Alvin menatap Karina tak percaya. "Apa?"
***
Peringatan Keras :
KALAU TIDAK SUKA, JANGAN DILANJUT!
Kasihanilah mata kalian yang harus membaca cerita jelek.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!