“Aku paling benci kalau harus cari berkas di tumpukan kertas kaya gini!” ucap Venus sambil merogoh sebuah lemari dan memegang sebuah senter kecil.
Tiba-tiba Venus di kejutkan oleh lampu ruangan yang tiba-tiba menyala.
“Siapa kamu?” terdengar suara seseorang dari belakang Venus.
‘Sialan kenapa bisa ketahuan sih!’ batin Venus.
Venus terdiam sejenak sambil mencari cara agar bisa kabur dari ruangan sesak penuh dengan berkas itu. Mata tajamnya mengarah ke sebuah jendela kaca yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.
‘Untungnya aku tiap hari latihan parkour, kayaknya melompat dari jendela itu gak bikin aku mati,' batin Venus.
Venus perlahan bergerak melihat ke arah jendela.
“Jangan bergerak! Kalau tidak akan saya tembak!” ucap pria itu lagi.
Venus berhenti dan mengangkat kedua tangannya ke atas, sambil terus memperhatikan jendela.
Venus pun berbalik, saat itu ia melihat ada tiga orang pria berpakaian serba hitam sedang menodongkan senjata ke arahnya.
Untungnya Venus mengenakan penutup wajah serta topi berwarna hitam sehingga Venus sulit untuk dikenali.
Venus berjalan mundur seakan ia terlihat menyerah padahal niat Venus adalah mendekati jendela kaca yang lebarnya hampir dua meter tersebut.
“Berani sekali tikus kecil masuk ke kandang singa,” ucap salah satu pria itu sambil terkekeh tertawa.
“Apa lagi kamu wanita. Menyerah saja maka kamu akan kami ajak bersenang-senang malam ini. Hahaha.”
“Kamu pikir aku akan nafsu sama perut buncitmu itu? Kalau sampai aku nafsu itu pasti aku lagi gak waras!” sahut Venus.
“Sialan!” ucap pria itu dan langsung menghampiri Venus.
Pria itu langsung menyerang Venus, dengan kemampuan bela diri seadanya pastinya tidak akan membuat wanita pemegang sabuk hitam dan sering menang di berbagai kejuaraan itu tumbang.
Dengan santai Venus menghindar dari setiap pukulan yang dilayangkan ke arahnya, uraian rambut panjang yang di selipkan di bagian belakang topi itu tidak mempersulit pergerakan untuk menghindari musuh.
Dengan kaki jenjangnya Venus menendang pria tersebut hingga tersungkur di lantai.
Saat itu juga Venus memeriksa bagian bawah jendela itu, rupanya di bawah jendela tersebut terdapat balkon tanpa pikir panjang Venus melompat ke arah jendela kaca tersebut.
Kaki jenjangnya menendang kuat kaca tersebut hingga pecah berhamburan.
Venus terjun bebas dari lantai 11 dan mendarat di sebuah balkon dengan kemampuan parkournya tersebut Venus dengan lihai.
Tapi sayangnya Venus saat itu ceroboh, ia tidak memperhatikan musuh yang ada di belakangnya. Alhasil saat ia melompat di waktu yang bersamaan salah satu pria langsung menembaknya dan tembakan itu mengenai bahu kirinya.
Sambil menahan sakit Venus berhasil mendarat dengan mulus di balkon. Karena sudah ketahuan, Venus akhirnya di kejar oleh banyak penjaga yang ada di gedung tersebut.
Venus berlari sambil memegangi bahunya. Ia melompat dari balkon satu ke balkon lainnya.
Hingga ia bingung karena di bawah rupanya sudah banyak orang yang berjaga.
‘Kalau gini ceritanya aku bisa tertangkap,' Venus bermonolog.
Venus pun mengambil ancang-ancang dan melompat dari balkon gedung itu ke sebuah balkon apartemen yang ada diseberangnya.
Alhasil Venus terpaksa menyelinap masuk ke sebuah kamar apartemen yang lokasinya bersebelahan dengan gedung tersebut.
‘Pas banget gak di kunci,' Venus bermonolog.
Venus masuk ke dalam ruangan dengan lampu tidur yang menyala tersebut.
Bukannya bergegas pergi, Venus malah melihat-lihat isi dari apartemen itu, ia sama sekali tidak memedulikan luka yang ada di bahunya.
Venus pun menghampiri sang pemilik apartemen itu, seorang pria tengah tertidur pulas di atas kasur.
Venus melepas topi serta penutup wajahnya, ia mengendap-endap serta memperhatikan wajah pria itu dari dekat, bahkan ia sampai berjongkok di samping kanan kasur demi memperhatikan wajah pria itu.
‘Ganteng, tapi bulu matanya lentik?’ batin Venus.
‘Eh tunggu dulu! Bukannya dia Bagaskara Hilman. Pimpinan dari Hilman group target klien ku selanjutnya?’ gumam Venus.
Tiba-tiba pria itu terbangun dan membuka matanya, spontan pria itu menoleh ke arah Venus.
Sontak Venus terkejut di tambah lagi ia sudah melepas topi serta penutup wajahnya.
Venus pun panik karena ia tidak ingin wajahnya diketahui, Venus berusaha meraba lantai untuk mencari penutup wajahnya.
Pria itu pun terkejut, bukannya menghindar pria itu langsung menarik tangan Venus ke atas kasurnya tangannya menekan kuat bahu Venus yang tengah terkena luka tembak.
Spontan Venus pun meringis menahan sakit.
“Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk?” ucapnya.
“A-aku ngefans sama kamu. Y-ya aku ngefans karna kamu ganteng banget,” ucap Venus sambil mengedipkan satu matanya.
Dengan cepat pria itu menghindar, menjauh dari Venus layaknya menghindari seekor kecoak, ia meraba tombol lampu lalu menyalakannya.
Hingga wajah cantik Venus terlihat jelas, kini Venus tidak bisa menyembunyikan wajahnya lagi.
“Halo,” ucap Venus sambil melambaikan tangannya.
“Mau apa kamu? Mencuri?”
‘Sialan cantik begini malah di sangka maling,' batin Venus.
“Iya mencuri ... Mencuri kamu untuk hidup bersamaku,” sahut Venus sambil terkekeh tertawa.
“Kamu gak waras,” sahutnya.
“Ya sudah kalau gitu aku harus pergi dulu. Bahaya nanti kalau aku lama-lama di sini, nanti kamu bisa jatuh cinta sama aku,” ucap Venus sambil berjalan menuju pintu.
Venus keluar dan meninggalkan apartemen tersebut.
Di sisi lain, pria yang kerap disapa Bagas itu masih kebingungan dengan apa yang terjadi, ia hanya terdiam sambil mencerna masalah ini di otaknya.
Hingga ia merasakan telapak tangannya basah dan lengket, saat ia lihat rupanya itu adalah darah dari bahu Venus yang tidak sengaja di tekan olehnya.
“Apa ini?” ucapnya.
Bagaskara pun mencium aroma amis darah di tangannya tersebut.
Bagas langsung berlari keluar menuju lift, Via yang saat itu masih menunggu lift pun terkejut.
Bagas menarik tangan Venus berniat untuk kembali membawanya masuk ke dalam apartemen.
“Kamu ngapaian?” ucap Venus sambil berusaha melepas genggaman Bagas.
Bagas hanya diam sambil terus menarik Venus.
‘Gila dia kuat banget aku gak bisa lepasin tangannya,' batin Venus.
Bagas berhasil membawa Venus masuk ke dalam apartemennya, dengan sigap Bagas melepas paksa jaket kulit berwarna hitam milik Venus itu.
“Kamu jangan macam-macam ya!” bentak Venus.
Bagas menarik lengan baju Venus hingga robek, luka tembakan itu pun terlihat jelas. Bagas yang melihatnya pun terkejut karena ia tahu kalau luka itu disebabkan oleh tembakan.
Bagas mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
“Halo dokter bisa datang ke sini sekarang juga?” ucapnya di telepon.
‘Dokter? Jadi dia tadi ceritanya mau ngobatin aku?’ pikir Venus.
“Kamu duduk dan lepas itu,” pinta Bagas.
“Hah? Yang bener aja masa aku lepas baju di depan kamu. Memangnya kita lagi mau bikin video panas apa?” ucap Venus.
Bagas mendengus dan memberikan selembar baju tanpa lengan miliknya kepada Venus.
“Pakai ini!” ucapnya melempar ke arah Venus lalu membalikkan badannya.
“Awah jangan ngintip kamu!”
Venus pun menanggalkan baju yang ia kenakan dan menggantinya dengan baju yang diberikan oleh Bagas.
“Aw ... Sakit pelan-pelan!” pekik Venus.
“Ini aneh, tengah malam begini kamu bawa masuk cewek ke apartemen dengan keadaan luka tembak. Aku memang nyuruh kamu nembak cewek tapi jangan di tembak beneran kaya gini,” ucap Desta saudara dari Bagas.
“Kamu ngapain ke sini?” tanya Bagas ketus.
“Aku mau numpang nginap satu malam, tapi lihat ada cewek cantik di sini kayaknya gak jadi. Aku gak mau merusak malam bahagia kamu,” sahutnya.
Setelah beberapa menit peluru dari senjata laras pendek itu pun di keluarkan.
“Untungnya ini hanya peluru karet, sepertinya dia tertembak dari jarak kurang dari dua meter,” ucap Lingga dokter pribadi dari Bagas.
Sebuah peluru sudah dikeluarkan dari bahu Venus, luka Venus kemudian diobati tidak lupa Lingga memberikan resep obat untuk Venus.
“Nama kamu siapa?” tanya Desta sambil mendekat ke arah Venus.
“Jumi,” sahut Venus singkat.
“Pptttthh ... Jumi? Jumiati apa Jumi jubaidah?” sahut Desta.
“Di sini tertulis Venus,” ucap Bagas sambil menenteng sebuah kalung dengan lempengan logam tipis berukuran kurang dari satu sentimeter yang bertuliskan namanya.
“Balikin kalungku!” ucap Venus.
“Jadi nama kamu Venus?” ucap Desta.
Venus hanya diam sambil menatap tajam ke arah Desta.
“Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu. Dan kamu Bagas aku bersyukur akhirnya kamu ada kemajuan,” ucap Lingga.
Bagas menyenyitkan alisnya sambil memandang sinis ke arah Lingga.
“Aku juga gak nyangka kamu bisa juga bawa cewek, setidaknya kamu masih normal. Ya sudah aku mau balik aja. Jangan lupa pakai pengaman,” ucap Desta sambil menepuk bahu Bagas.
“Mereka otaknya gak waras,” ucap Venus.
Bagas perlahan mendekat ke arah Venus yang tengah duduk di atas kasur, Bagas menunduk hingga jarak antara mereka sangat dekat dan mata mereka saling bertemu.
Duk!
Venus secara tiba-tiba membenturkan kepalanya ke kepala Bagas dengan cukup keras.
Bagas langsung mundur dan memegangi jidatnya sambil meringis, “Kamu apa-apaan sih?” ucap Bagas.
“Kamu yang apa-apaan. Dasar cabul!” ucap Venus.
“Cabul? Kamu pikir aku tertarik sama kamu? Dada rata, kaki panjang jidat lebar gak ada bagus-bagusnya,” sahut Bagas.
Karena kesal Venus melempar sepatu yang ia pakai ke arah Bagas dan langsung tepat mengenai wajahnya.
“Makan tuh sepatu biar kenyang!”
Venus berdiri dan mengambil kembali sepatunya, Bagas yang syok hanya bisa terdiam.
Sebelumnya ia tidak pernah di perlakukan buruk oleh wanita, bahkan banyak wanita yang mengelu-elukan namanya.
Venus kembali memasang sepatu serta jaket kulitnya itu lalu berjalan keluar apartemen Bagas.
Venus dengan santai turun melalui lift dan keluar dari gedung apartemen mewah itu.
“Ganteng tapi gila! Nyesel aku pura-pura jadi fansnya,” omelnya sambil berjalan kaki menyusuri jalan yang sepi.
Venus terus berjalan menuju sebuah gedung tua yang lokasinya tidak terlalu jauh dari apartemen tersebut, di situlah Venus memarkirkan mobilnya.
Ia masuk ke dalam mobil dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat persembunyiannya, yaitu sebuah rumah yang berada jauh dari pusat perkotaan.
Saat sampai di rumah, Venus baru sadar kalau kalung miliknya masih tertinggal di apartemen Bagas.
‘Apa aku harus masuk lewat balkon lagi buat ngambil kalung itu,' pikirnya.
***
Denting bel berbunyi berulang-ulang tanpa jeda, hal itu membuat Bagas kesal dan langsung membuka pintu apartemenya.
Saat membuka pintu, seorang wanita cantik dengan tinggi yang hampir sepadan dengannya berdiri menatap tajam ke arahnya.
“Balikin kalung aku!” ucap Venus.
“Kalung itu bakalan aku balikin kalau kamu jawab pertanyaanku,” ucap Bagas.
“Oke. Aku bakal jawab apa pun itu,” sahut Venus.
“Ngapain kamu menyelinap masuk ke apartemenku?” tanya bagas.
Venus mendengus, “Aku cari jalan keluar, kalau aku lompat ke bawah aku bisa mati. Makanya dari pada aku mati mending aku masuk lah, lagian salah sendiri jendela balkon gak di kunci,” sahut Venus.
“Lalu kenapa kamu bisa di tembak?”
“Itu bukan urusan kamu! Cepetan balikin!” ucap Venus sambil meraih tangan Bagas yang tengah memegang kalungnya tersebut.
Bagas berlari menuju toilet dan memasang ancang-ancang untuk membuang kalung tersebut ke dalam lubang toiletnya.
“Kamu gila ya!”
“Jawab atau kalung ini aku buang!” ancam Bagas.
“Aku habis dikejar-kejar sama anak buah Seno sialan itu. Aku lompat dari lantai 11 ke balkon lantai 10. Tapi sialnya aku malah kena tembak. Aku di kepung jadi aku loncat lagi dari kantor di sebelah ke balkon ini,” tutur Venus.
Bukannya memberikan kalung tersebut, Bagas malah semakin mendekatkan kalungnya ke dalam toilet.
“Awas aja kalau sampai kalung itu kena air dalam toilet kamu aku bakalan gundul semua rambut yang ada di tubuh kamu sampai habis!”
“Kamu jangan suka mengarang cerita, memangnya kamu siapa? Spider woman?” ucap Bagas.
Venus mendengus kesal, ia berjalan menuju balkon kamar Bagas, ia membuka jendela tersebut lalu langsung melompat ke balkon yang ada di samping.
Dengan kemanpuan parkournya Venus dengan mudah menggapai setiap balkon.
Melihat hal tersebut Bagas baru mempercayai apa yang di ucapkan oleh Venus.
“Balik sini cepat kalau kamu mau kalungmu aman,” ucap Bagas.
Venus pun kembali menghampiri Bagas. Namun karena luka ya masih belum sembuh pegangan Venus sedikit lemah hingga membuatnya hampir jatuh ke bawah.
Beruntung saat itu Bagas sigap menangkap tangan Venus dan menariknya naik ke atas balkonnya.
Venus meringis kesakitan, baju kaos berwarna kuning itu pun seketika berubah warna. Rupanya luka itu belum mengering dan kembali mengeluarkan darah akibat Venus bergelantungan di sisi balkon.
Bagas pun tiba-tiba panik dengan tergesa-gesa menghubungi Lingga.
“Halo Lingga kesini cepat!” pinta Bagas.
Venus terus memperhatikan Bagas. Ia terlihat sangat panik hal itu membuat Venus berinisiatif mencoba menenangkan Bagas.
“H-hey tenang aku gak apa-apa,” ucap Venus.
“Gak kita harus cepat!” ucapnya.
Bagas kembali menghubungi Lingga.
“Kami dimana? Cepat kesini!” bentak Bagas.
‘Ini orang kenapa sih?’ batin Venus.
Bagas mondar-mandir di depannya, jematinya terlihat gemetar dengan wajah yang penuh keringat.
Venus berdiri dan langsung menghampiri Bagas.
“Hey ... Tenang ini gak apa-apa,” ucap Venus sambil menggenggam tangan Bagas yang dingin dan gemetar.
Venus merasa tersentuh, karena selama ini tidak ada yang pernah sekhawatir ini dengan keadaannya bahkan jika ia berada diambang kematian pun tidak akan ada yang memedulikannya.
Venus pun refleks memeluk pria bertubuh kekar itu, dengan pelan ia menepuk punggung Bagas. “Aku gak apa-apa. Kamu tenang, aku gak akan mati semudah ini,” ucapnya.
“Bagas kamu-” Lingga tiba-tiba masuk dan langsung terdiam.
Sontak Venus melepas pelukannya dan menjaga jarak dengan Bagas.
Rasa malu dan canggung pun tercipta akibat kejadian itu. Lingga yang mengetahui hal itu hanya bisa tersenyum simpul sambil sesekali meledek Bagas.
“Kamu ceritanya mau pamer ke aku,” ucap Lingga.
“Aku tahu kamu punya cewek sekarang, tapi jangan manggil aku mendadak gini cuma buat lihat kamu peluk-peluk sayang-sayangan sama cewek kamu,” sambungnya.
“Jangan banyak omong. Obati aja lukanya,” ucap Bagas.
“Loh kok ini berdarah, ini pasti kamu gak hati-hati sama dia ya tadi malam,” ledek Lingga sambil memeriksa bahu Venus.
“Makin ke sini otak kamu makin ke sana ya,” ucap Venus kepada Lingga.
“Kamu lucu juga, sama aku aja mau gak?” ucap pria berkaca mata itu.
“Iya mau. Mau aku acak-acak rasanya muka kamu!” sahut Venus kesal.
“Jangan galak-galak dong.”
Lingga membuka perban dan mengobati luka Venus lalu menutupnya kembali.
Bagas memberikan baju kaos miliknya untuk Venus karena bajunya kotor terkena darah.
Usai berganti baju Venus kembali meminta kalungnya kepada Bagas.
“Cepetan balikin aku mau pulang!” pinta Venus.
“Balik badan!”
Venus berbalik badan, tiba-tiba tangan Bagas melingkar di antara lehernya dan memasangkan kalung itu kembali ke leher Venus.
“Jangan terlalu percaya diri. Aku tahu kamu gak akan bisa pasang kalung ini karena luka itu,” ucap Bagas.
“Dan sebagai tanda terima kasih, aku bakalan bersikap baik sama kamu,” sambungnya.
“Aku gak peduli sama itu gak penting juga. Memangnya kamu siapa,” sahut Venus ketus.
Venus langsung berjalan menuju pintu lalu keluar dari apartemen Bagas, mata coklatnya itu tak henti-hentinya menatap punggung Venus.
“Wah ... Kayaknya kamu tertarik ya sama dia,” ucap Lingga.
Bagas melirik sinis ke arah Lingga, “Dia bukan tipeku,” sahut Bagas.
“Tapi dia tipe aku banget,” sahut Lingga sembari menepuk pundak Bagas dan berjalan pergi meninggalkan Bagas.
Saat Lingga keluar, dari koridor terlihat Via tengah menunggu pintu lift terbuka, dengan cepat Lingga menghampiri Venus.
“Mau aku antar pulang gak?” ucap Lingga.
“Gak perlu aku bawa mobil sendiri,” sahut Venus.
Ting!
Pintu lift terbuka, Venus bergegas masuk ke dalam lift di susul oleh Lingga. Baru satu kaki melangkah masuk ke dalam lift Venus menekan tombol lantai dasar dan mendorong Lingga keluar lift.
Lift pun tertutup dan Lingga tidak sempat masuk ke dalam lift tersebut.
Lingga hanya bisa tertawa sembari menggaruk alis dengan jari telunjuknya, bukannya marah dokter berwajah oriental itu malah semakin tertarik kepada Venus.
Venus sendiri tidak ingin satu lift bersama Lingga lantaran tidak ingin ada yang mengetahui tentang dirinya apa pun itu.
Di sisi lain, Bagas yang saat itu duduk di sofa pun mulai memikirkan siapa sebenarnya Venus.
‘Apa dia orang suruhan dari Bastian?’ batin Bagas.
Bastian sendiri adalah kakak tiri dari Bagas, dan memiliki perusahaan yang cukup besar namun tidak sebesar milik Bagas.
Sejak dulu Bastian dan ibunya memang selalu berusaha menjatuhkan Bagas, terlebih ia mengetahui kelemahan Bagas.
Bagas membangun sektor bisnis besarnya dengan usahanya sendiri tidak ada sedikit pun campur tangan dari orang tuanya.
Bagaskara Hilman, terlahir sebagai anak dari pemilik Tossan Group, perusahan yang bergerak di sektor industri properti interior serta eksterior terbesar.
Masa lalunya membuat dirinya menjadi pribadi yang dingin, tidak peduli dengan apa pun serta memiliki gangguan kepanikan yang hebat.
Lingga adalah dokter pribadi yang selalu siap siaga jika kepanikan pada diri Bagas terjadi.
Di tempat lain, Venus baru saja sampai di rumahnya, ia duduk bersandar di sebuah sofa sambil menahan rasa nyeri di bahunya.
Venus terdiam lalu larut dalam lamunannya, ia teringat dengan Bagas yang tiba-tiba panik berlebihan hanya karena melihat ia terluka.
Tidak lama ponsel Venus berdering, dalam layar ponselnya terlihat panggilan dari kontak dengan nama Leon.
“Halo,” sahut Venus saat mengangkat telepon.
“Gimana data yang bos minta?” ucapnya.
“Aku sudah dapat datanya, tapi sialnya aku juga kena tembak saat aku cari berkas yang disembunyikan Seno waktu itu,” sahut Venus sambil memegang sebuah flashdisk berwarna hitam.
“Hah? Sekarang kamu dimana?” tanya Leon.
“Di rumah lagi ngopi cantik sambil mandangin awan,” sahut Venus.
“Aku serius.”
“Aku juga serius,” sahut Venus.
“Ya sudah aku ke sana.”
Telepon pun tertutup, Venus melempar ponselnya ke atas sofa lalu kembali duduk.
Sekitar setengah jam berlalu, terdengar suara ketukan pintu dari rumah Venus.
Venus membuka pintu, terlihat seorang pemuda yang umurnya di bawah Venus tengah berdiri dengan wajah yang serius.
“Ayo masuk,” ajak Venus.
“Kamu tertembak dimana? Lalu apa lukanya sudah di obati?” tanya Leon.
“Udah tenang aja,” sahut Venus sambil mendaratkan tubuhnya ke sofa.
“Kalau mau minum dan lainnya ambil aja sendiri di kulkas. Di rumahku tamu adalah pembantu jadi jangan merasa gak enak,” sambung Venus sambil tertawa.
“Venus aku serius, luka kamu gimana?”
“Nih liat udah diobati kan,” ucapnya sambil menyingkai kerah baju kaos yang kebesaran itu.
“Kenapa kok bisa kamu kena tembak sih Venus. Kalau sampai kamu ketangkap gimana,” ucap pemuda bermata sipit itu.
“Ya kalau ketangkap tinggal cari cara buat kabur kan,” sahut Venus.
“Ah udahlah, pusing ngomong sama kamu,” sahut Leon sambil membuka pintu kulkas.
“Apaan nih, kulkas kosong begini,” protes Leon.
“Oh iya aku lupa aku gak punya makanan, kamu kalau haus tinggal tadahin air keran aja, kalau mau gampang air kamar mandi tuh” sahut Venus.
“Kamu kira aku kucing. Ya sudah aku ke mini market dulu.”
“Sekalian belikan aku bahan-bahan,” pinta Venus.
“Kamu mau masak?” tanya Leon.
“Gak lah, kamu yang masak,” sahutnya.
“Ini gimana sih, ada tamu bukannya dijamu malah jadi pembantu,” omel Leon.
Mendengar ocehan Leon, Venus hanya tertawa geli. Leon pun beranjak keluar rumah Venus dan menuju mini market.
‘Akhirnya urusanku dengan berkas milik Seno itu selesai. Tinggal satu orang lagi,' batin Venus.
‘Enak banget jadi orang kaya, hidup mewah sambil foya-foya. Sedangkan aku harus bertahan hidup dengan cara seperti ini,' Venus bermonolog.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!