"Hentikan, Mas Yudi! Jangan mendekat, Rita akan berteriak jika Mas Yudi terus memaksa!" teriak Rita sambil terus berusaha menghindari Yudi, yang merupakan calon kakak iparnya.
"Rita, disini tidak ada orang. Ayolah, jangan munafik, jangan sok suci. Aku akan membuat hidupmu bahagia. Kamu sangat cantik, Rita. Jadilah simpanan ku," ucap Yudi sambil terus berusaha mendekati Rita yang terus mundur.
"Mas, ingatlah. Mas Yudi sebentar lagi akan menikah dengan mbak Desi. Tidak pantas Mas Yudi melakukan semua ini padaku," ucap Rita kesal.
"Menurut sajalah. Aku tidak tahan melihat kecantikan kamu. Kenapa kamu bisa secantik ini, Rita. Aku benar-benar sudah tergila-gila padamu. Jika aku mengenalmu lebih awal, aku pasti akan menikahimu," ucap Yudi sambil tersenyum menyeringai.
"Kamu gila, Mas Yudi. Berhenti ...!" teriak Rita lagi.
Tetapi, Yudi sudah di kuasai oleh nafsu birahinya. Kecantikan Rita, benar-benar membuatnya tergila-gila dan ingin memilikinya. Rita yang terus menghindar, terpojok di sudut ruang kamarnya.Yudi lalu memegang kedua tangan Rita dan berusaha menciumnya.
"Aduh! Kau ...," teriak Yudi kesakitan sambil memegangi bagian vitalnya.
Rita tersenyum sinis melihat Yudi mundur. Rita menepuk-nepuk lututnya beberapa kali, setelah berhasil memukul alat vital Yudi dan membuat Yudi kesakitan.
"Mas Yudi, maaf," ucap Rita setelah melihat Yudi tidak bisa lagi menggertaknya.
"Rita, tunggu pembalasanku!" teriak Yudi sambil menahan sakit.
Rita hanya tersenyum puas melihat Yudi berjalan keluar. Rita lalu keluar untuk melakukan aktivitasnya, memasak untuk makan siang. Saat dia sibuk mengiris sayuran, tiba-tiba Yudi kembali datang dan memeluknya dari belakang. Rita yang kaget langsung menamparnya dengan keras.
"Ampun, Rita. Jangan Rita, ingat aku calon kakak iparmu!" teriak Yudi sangat keras.
Rita yang sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, hanya bisa diam sambil memegang pisau. Saat itulah, seluruh anggota keluarga datang dan segera memarahi Rita.
"Rita, apa-apaan ini! Apa yang kamu lakukan dengan pisau itu?" tanya teriak Bu Risma, ibu tiri Rita.
"Rita, kamu benar-benar sudah gila. Kamu tahu kalau dia adalah calon kakak iparmu sendiri. Kamu berani merayu dan mengancamnya dengan pisau. Rita, aku benci kamu!" teriak Desi dengan penuh emosi.
"Kak Desi, Rita tidak pernah melakukan itu. Kak Yudi yang berusaha merayuku dan ingin menjadikanku simpanan," ucap Rita membela diri.
"Sayang, jangan dengarkan omongan Rita. Kamu tahu, aku sangat mencintai kamu. Di dunia ini, hanya ada kamu yang ada di hatiku. Kalau aku yang memaksanya, pasti dia yang terluka. Lihat, dia memegang pisau, untung kalian cepat datang," ucap Yudi menguatkan tuduhannya.
"Dasar, gadis nakal. Letakkan pisaumu!" teriak Bu Risma.
"Tapi aku benar-benar tidak melakukannya. Ayah, Ibu, Kak Desi, percayalah padaku," ucap Rita sambil meletakkan pisaunya di atas meja.
Tetapi, mereka semua lebih percaya pada omongan Yudi. Desi berjalan mendekati Rita yang masih berdiri mematung.
Plakk.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Rita. Hampir saja Rita membalas tamparan kakak tirinya. Tetapi, dia tidak boleh bersikap buruk pada keluarga baru ayahnya. Rita menatap wajah sang ayah yang tampak sedih.
Pak Nardi tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia takut dengan istrinya. Rita memahami hal itu. Karena ayahnya tidak memiliki hak apapun di rumah ini. Semenjak kondisinya sering sakit-sakitan, ayahnya tidak pernah lagi bekerja dan bergantung pada istrinya. Semua harta ini adalah milik istrinya.
"Usir saja dia dari rumah ini, Ma. biar dia tahu rasa hidup dikota tanpa uang dan tanpa tempat tinggal. Biarkan dia menjadi gelandangan," ucap Desi pada ibunya.
"Ibu, jangan usir Rita. Dia tidak mengenal siapapun selain kita. Kasihanilah Rita," ucap pak Nardi memohon pada istrinya.
"Ayah tidak perlu ikut campur. Selama ini, kita sudah bersikap sangat baik padanya. Tetapi apa balasannya, dia malah ingin mengambil calon suami kakaknya. Benar-benar membuat aku jijik," ucap Bu Risma kesal.
"Tapi, itu belum tentu benar. Ibu harus menyelidikinya terlebih dulu. Jangan langsung menuduh Rita seperti ini. Aduh ...," ucap pak Nardi sambil menahan sakit di dadanya.
"Ayah, sudah ibu bilang, jangan ikut campur. Ayah jadi sakit lagi, 'kan?" ucap Bu Risma sambil mambantu pak Nardi duduk. "Rita, lihat, karena ulah kamu kondisi ayahmu jadi sakit lagi."
"Ayah, Rita minta maaf. Tapi, Rita benar-benar tidak melakukan itu," ucap Rita sambil mendekati sang ayah.
"Berhenti di situ! Tidak perlu mendekat, jijik melihat tanganmu yang kotor itu. Segera kamu bereskan semua barang-barang kamu dari kampung dan segera angkat kaki dari rumah ini," teriak Bu Risma.
"Ibu, jangan ... kasihan," ucap pak Nardi terbata-bata.
"Jika ayah masih terus membela anakmu itu, lebih baik ayah juga pergi saja dari rumah ini. Lagipula, kamu juga sudah tidak ada gunanya lagi. Aku malah senang karena aku tidak perlu mengurus orang yang sakit-sakitan seperti kamu," ucap Bu Risma kesal.
"Bu Risma, jangan usir ayah. Ayah tidak memiliki tempat tinggal dan juga keluarga lain selain ibu. Baik, aku akan pergi sekarang," ucap Rita yang segera pergi ke dalam kamarnya untuk membereskan semua barang-barangnya.
Setelah itu, Rita segera keluar dan ingin pamit pada ayahnya untuk terakhir kalinya. Karena setelah kejadian ini, entah kapan Rita akan bisa bertemu ayahnya lagi. Rita sebenarnya sangat menghormati ibu tirinya, karena meskipun ayahnya sering sakit-sakitan, Bu Risma masih bersedia merawat ayahnya dengan baik.
Jika bukan karena Yudi, semua tidak akan berakhir seperti ini. Dia akan bisa hidup bersama ayah dan ibu tirinya dengan baik.
"Ayah, Rita pergi dulu. Jaga diri ayah baik-baik. Semoga suatu saat, Rita bisa berbakti pada ayah," ucap Rita sambil meneteskan airmata.
"Rita, maafkan ayah yang tidak bisa menjagamu. Kamu kembalilah ke kampung. Dan hiduplah dengan baik di sana. Jika ayah ada rezeki, ayah akan menjenguk kamu, suatu saat nanti. Maafkan ibumu, dia hanya sedang emosi saja saat ini," ucap pak Nardi menenangkan Rita agar Rita tidak membenci ibu tirinya.
"Rita mengerti, Ayah. Ibu sebenarnya orang Yang baik, Rita tidak akan mempermasalahkan semua ini," ucap Rita dengan sikap dewasanya.
Rita memeluk ayahnya sebelum Rita pamit pada ibu tirinya. Meskipun saat Rita hendak mencium tangan Bu Risma, beliau menghempaskan tangan Rita.
"Kakak, kakak mau kemana?" tanya seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang merupakan adik tiri Rita.
"Sayang, Kak Rita harus pulang kampung. Kamu baik-baik ya, jaga ayah dan ibu dan juga Kak Desi," jawab Rita memberikan tugas untuk Meri adik kecilnya. Rita memeluk tubuh kecil yang sudah dianggapnya adik kandung.
Rita juga pamit pada Desi, walupun Desi menolak bersalaman dengannya. Saat melihat Yudi, Rita menatapnya tajam penuh kebencian. Yudi ditarik oleh Desi agar tidak berdekatan dengan Rita.
Setelah Rita pergi, Yudi dan Desi tersenyum puas telah berhasil membuat ibunya berhasil ngusir Rita dari rumahnya. Yudi juga tidak khawatir lagi, jika dia akan ketahuan bahwa dialah yang merayu dan menginginkan tubuh Rita. Yudi menarik napas panjang karena merasa sayang, dia belum berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan dari Rita.
Bersambung
Sambil menunggu up, yuk baca karya temen aku. Pastinya keren abis. Jangan lupa mampir, ya.
Rita berjalan keluar rumah ayahnya dengan hati sedih. Kemana dia harus pergi. Dia tidak akan mungkin pulang kembali ke kampung seperti apa yang ayahnya inginkan. Karena, sang nenek pasti akan sangat sedih jika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Setelah ibunya meninggal karena kecelakaan, 11 tahun yang lalu, Rita hidup bersama nenek. Ayahnya bekerja di kota dan memutuskan menikah lagi dengan Bu Risma dengan syarat, Rita tidak boleh ikut tinggal bersama mereka.
Setelah sekian lama, dia bisa hidup bersama sang ayah dan keluarga barunya, ada saja hal yang membuat ibu dan saudara tirinya membenci dirinya. Untuk bisa tinggal bersama mereka lagi, semuanya kini hanya tinggal angan-angan saja. Dia sendiripun tidak akan mau tinggal bersama Yudi, kakak iparnya.
Rita berhenti di depan sebuah toko yang sudah tutup. Dia duduk sambil memikirkan untuk mencari pekerjaan di kota ini. Mungkin ini jalan yang lebih baik, daripada membuat nenek khawatir. Rita kembali berjalan menuju sebuah warung makan. Dia mencoba untuk mencari pekerjaan sebagai pelayan warung.
Sayangnya, warung tersebut sudah tidak membutuhkan pelayan baru. Rita tidak patah semangat, meskipun beberapa warung makan, telah menolaknya. Rita memang sudah terbiasa hidup susah. Jadi bukan masalah jika dia harus berjuang untuk bisa mendapatkan pekerjaan.
Apalagi dengan basic dia yang pernah belajar bela diri, tentu bukan hal yang bisa membuatnya menangis dan putus asa. Kelaparan dan hidup di alam terbuka, sudah pernah dia alami. Meskipun, bedanya di kota dan di desa.
Setelah lelah berkeliling mencari pekerjaan, Rita beristirahat di depan sebuah toko roti. Rasa laparnya mulai membuatnya berhalusinasi makan roti. Tiba-tiba, seseorang berlari kearahnya dan menyenggol bahunya hingga membuat halusinasinya buyar seketika. Padahal, itu salah satu caranya agar membuat perutnya terasa kenyang tanpa makan.
Rita tampak kesal dan marah. Saat itu Rita mendengar teriakan 'copet' dari seorang ibu-ibu yang berlari dengan terengah-engah mengajar pria tersebut. Tanpa pikir panjang lagi, Rita segera berlari mengejar pria tersebut. Dengan keahliannya berlari cepat, Rita berhasil mengejar pria tersebut dan menarik tangannya.
"Berhenti!" teriak Rita.
"Jangan ikut campur gadis kecil," jawab pria tersebut sambil berusaha melepaskan pegangan Rita.
"Kembalikan apa yang kamu ambil, cepat!" bentak Rita sambil berusaha mengambil tas yang ada ditangan pria tersebut.
"Kalau aku tidak mau kamu mau apa?" ledek pria tersebut.
"Jangan salahkan saya, kalau saya bertindak kasar," ucap Rita keras.
"Ayo, aku ingin lihat. Bisa apa gadis sekecil kamu," ledek pria itu lagi.
Rita segera mengerahkan kekuatannya yang masih tersisa dan bersiap memasang kuda-kuda. Keahliannya dalam bela diri, kini bisa dia praktekkan untuk kebaikan. Berbekal pengalamannya selama berlatih, Rita mencoba memukul pria tersebut. Dan perkelahian tidak dapat dihindarkan lagi.
Meskipun tubuh Rita agak kecil, tapi tenaganya tidak kalah dari pria dewasa. Meskipun pada awalnya pria tersebut mampu menangkis pukulan Rita, tetapi, dengan kelincahan Rita dalam melakukan gerakan, membuat pria tersebut kewalahan.
Dan satu tendangan kaki Rita tepat mengenai ulu hati hingga membuat pria tersebut terjatuh. Rita segera memiting leher dan mengambil tas dari tangannya. Rita kemudian berdiri dan bermaksud mengembalikan tas tersebut pada ibu-ibu tersebut.Tetapi, setelah Rita berdiri, pria tersebut malah kabur.
"Hai, jangan lari!" teriak Rita berniat mengejar pria tersebut.
"Sudahlah, Nak. Biarkan saja dia pergi. Toh, tas ibu juga sudah kembali," ucap ibu-ibu tersebut menghentikan niat Rita mengejar pencopet itu.
Sebenarnya, Rita masih kesal dengan pencopet itu karena sudah membuyarkan halusinasinya. Harus bagaimana lagi, dia harus berusaha ikhlas membiarkan pencopet itu pergi.
"Ini tas, ibu. Coba dilihat dulu, apakah ada yang bilang," ucap Rita sambil menyerahkan tas pada ibu-ibu tersebut.
Ibu-ibu tersebut, membuka tas dan memeriksa apakah ada yang hilang.
"Semua masih utuh. Terima kasih, Nak. Kamu itu, berbadan kecil tetapi sangat pemberani. Ibu kagum padamu. Ini ada sedikit uang, sebagai rasa terima kasih ibu. Terima, ya?"
"Maaf, Bu. Saya membantu dengan ikhlas. Saya tidak menerimanya," ucap Rita yang membuat ibu-ibu itu semakin kagum. Di zaman sekarang ini, masih ada anak gadis seberani dan sebaik ini.
"Ibu lihat, tadi kamu membawa koper. Mau pergi kemana?" tanya ibu-ibu tersebut.
"Saya datang dari kampung. Mau mencari pekerjaan. Tetapi, ternyata sangat sulit mencari pekerjaan di kota ini," jawab Rita sambil tersenyum getir.
"Ibu belum tahu siapa nama kamu. Perkenalkan, nama ibu Minah. Panggil saja bik Nah," ucap bik Nah sambil menyalami Rita.
"Rita," ucap Rita singkat.
"Ibu ada pekerjaan. Tetapi, apa kamu bersedia?" tanya Bik Nah.
"Bik Nah, saya sangat membutuhkan pekerjaan itu. Apa pun pekerjaan itu, asalkan halal, Rita bersedia, Bik," jawab Rita senang.
"Di tempat bibik kerja, membutuhkan satu asisten rumah tangga. Kalau bahasa bibik, pembantu. Di sana, kamu bisa makan dan tempat tinggal gratis. Tapi, syaratnya kamu harus jujur dan bertanggungjawab. Bagaimana?" tanya bibik lagi.
"Rita bersedia, Bik. Kalau syaratnya hanya itu, Rita sanggup. Tidak perlu ijazah atau yang lainnya?" tanya Rita cemas.
"Cukup rekomendasi dari Bibik. Nyonya pasti percaya dan menerima kamu," jawab Bibik yakin."Jangan, mengecewakan, bibik, ya?"
Rita mengangguk sambil tersenyum senang. Akhirnya, dia bisa mendapatkan pekerjaan. Makan gratis, tempat tinggal gratis, dapat gaji pula.
Bik Nah membawa Rita pulang ke rumah majikannya. Dan saat itu juga, Bik Nah memperkenalkan Rita pada majikannya.
Seorang wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik dan berkharisma. Wajahnya terlihat ramah dan ada senyuman yang menghias, menandakan bahwa beliau adalah wanita yang murah senyum. Hal itu membuat Rita tidak merasa takut sedikitpun, meskipun mereka baru pertama kali bertemu.
"Ini, asisten baru pilihan bik Nah? Masih muda sekali, siapa namamu, Nak?" tanya ibu itu lembut.
"Rita, Nyonya," jawab Rita sambil tersenyum manis.
"Rita, panggil saja seperti asisten yang lain. Mereka memanggil ibu, ibu Kinar," ucap Bu Kinar sambil tersenyum.
Setelah berkenalan, Bu Kinar menyerahkan masalah pekerjaan pada Bik Nah. Bik Nah membawa Rita ke sebuah kamar yang cukup luas. Lebih luas dari kamarnya di kampung.
"Ini kamar kamu. Malam ini kamu beristirahat saja dulu. Masalah jadwal pekerjaan, bibik akan menyiapkannya untukmu besok pagi beserta penjelasannya," ucap Bik Nah lalu pergi meninggalkan Rita.
Rita merasa sangat senang, malam ini dia bisa tidur di kasur yang empuk. Padahal, dia sudah takut akan tidur di jalanan.
Keesokan harinya, Rita bangun pagi-pagi sekali. Dia membantu bibik membuat sarapan. Setelah itu, bibik meminta asisten lain, mbak Sasa untuk menyiapkan semua ke meja makan. Sementara, Bik Nah memberikan jadwal pekerjaan dan menjelaskan semuanya dengan jelas dan detail.
Rita mulai membiasakan diri, bekerja sesuai jadwal. Dan semua berjalan sesuai dengan harapannya. Semua berjalan lancar.
Sampai suatu hari, ada seseorang datang ke rumah, saat tidak ada siapapun di rumah selain Rita. Ibu dan Bapak pergi keluar, bik Nah dan mbak Sasa pergi belanja.
Orang itu tiba-tiba saja sudah berada di depan sebuah kamar. Tentu saja, Rita sangat panik dan mengira orang itu mau merampok.
Bukannya diluar ada satpam, kenapa bisa masuk? Berarti orang itu sangat hebat. Punya kekuatan menghadapi pak satpam, batin Rita.
Rita perlahan-lahan, mendekati pria tersebut yang hendak membuka pintu kamar. Rita langsung menendangnya hingga jatuh. Setelah itu, Rita menindih perut pria itu dan memukulinya dengan kedua tangannya.
Bersambung
Sambil menunggu up selanjutnya, baca karya temen aku. Jangan lupa mampir.
"Hai, apa yang kamu lakukan!" teriak pria itu sambil berusaha menepis pukulan Rita.
Rita tidak mendengarkan ucapan pria tersebut. Bahkan, dengan memejamkan mata, Rita terus memukuli wajah pria itu sekenanya.
"Mati kamu. Makanya jangan masuk rumah orang sembarangan!" teriak Rita sambil membuka mata.
Rita berhenti memukul karena melihat wajah pria itu lebam dan dia mulai lelah.
Tiba-tiba, seseorang menarik tubuh Rita sehingga membuat Rita hampir terjatuh. Rupanya yang menariknya adalah pak satpam rumah majikannya. Rita sempat kesal, tetapi saat melihat pak Darmo membantu pria yang dia pukuli, hati Rita menjadi cemas. Siapa sebenarnya pria yang baru dia pukuli?
Ternyata, pria itu bernama Putra. Dia anak bungsu dari majikannya yang baru pulang dari luar negeri. Rita merasa sangat bersalah dan takut jika dia akan dipecat. Untuk itu, dia harus memperlihatkan jika dia sangat menyesal dan akan menerima semua hukuman asalkan dia tidak dipecat. Rita segera menyiapkan air es, untuk mengompres luka Putra. Tetapi, Putra menolak bantuan Rita dan mengompres sendiri wajahnya.
Setelah keluarga Bu Kinar pulang, Rita di sidang bagai seorang pesakitan. Semua mata memandang ke arah Rita yang duduk bersimpuh di lantai.
"Rita, kami tahu kamu tidak sengaja dan ini hanya sebuah kesalahpahaman semata. Niat kamu baik, karena kamu ingin melindungi rumah kami. Kamu juga tidak tahu kalau Putra adalah anak kami. Maka kami akan memaafkan kamu. Tapi, kami akan menghukum kamu karena kamu telah membuat Putra seperti ini," ucap Bu Kinar penuh wibawa.
"Terima kasih, Bu Kinar. Saya mengaku bersalah. Saya akan menerima hukuman apapun dari Ibu. Tapi, tolong jangan pecat saya," ucap Rita penuh penyesalan.
"Kamu minta maaflah pada Putra. Dan Putra juga, yang akan memberikan hukuman padamu," ucap bu Kinar sambil menatap Rita.
Rita bergeser menghadap ke arah Putra. Dengan wajah penuh penyesalan, Rita meminta maaf padanya.
"Den Putra, saya meminta maaf atas kesalahan saya. Saya akan menerima hukuman dengan senang hati," ucap Rita sambil menunduk.
"Baik. Saya akan menerima permintaan maaf kamu. Sebagai hukumannya, kamu akan menjadi asisten aku 24 jam. Jangan khawatir masalah gaji. Aku pastikan, akan lebih besar dari gaji kamu di rumah ini," ucap Putra sambil tersenyum sinis.
Hati Vera mendadak kacau. Gaji tinggi memang yang dia cari. Tapi nyawa taruhannya.
Mungkin dia mau balas dendam dan membunuhku di rumahnya? batin Vera.
"Aaahhh ...!" teriak Rita agak pelan.
"Kenapa, tidak mau menerima hukuman? Kalau begitu, kamu dipecat dari rumah ini sekarang juga," ucap Putra mengancam.
"Tidak-tidak, saya bersedia bekerja dengan Den Putra," jawab Rita secepat kilat mendengar dia akan dipecat.
Rita akhirnya menerima menjadi asisten Putra yang akan bekerja 24 jam. Kapan saja, jika dibutuhkan, Rita harus siap. Tidak peduli siang ataupun malam. Malam ini, Rita sudah membereskan semua barang-barangnya karena besok pagi, dia akan pergi mengikuti Putra ke rumahnya. Rita semata bingung juga, kenapa Putra tidak tinggal di rumah orangtuanya, malah memilih tinggal sendiri. Tetapi, dia hanya seorang pembantu, jadi tidak baik jika harus ikut campur urusan majikan. Sudah untung dia tidak dipecat.
Keesokan harinya, pamit pada semua orang dan pergi mengikuti Putra menuju ke rumahnya. Mobil Putra melaju kencang dan hanya beberapa puluh menit, mereka sudah sampai di sebuah parkiran kawasan apartemen elite. Mobil pun berhenti.
Putra turun diikuti Rita, yang terus saja mengekor di belakang Putra. Mereka naik lift untuk naik ke apartemen milik Putra. Ada rasa takut yang tiba-tiba merasuk ke dalam hatinya. Jika dia dibunuh di sini, pasti tidak akan ketahuan.
Kenapa kemarin aku harus menerima tawaran Putra? Nenek, maafkan Rita, jika Rita tidak bisa kembali dan membuat nenek sedih. Janji Rita untuk membuat nenek bahagia, tidak akan bisa aku penuhi, batin Rita sedih.
Lift sudah terbuka, dan Rita masih tetap mengekor Putra segera menuju pintu sebuah apartemen.
"Tutup, pintunya," perintah Putra.
Rita perlahan menutup pintunya dengan pelan karena Rita tidak ingin terkunci di dalam.
"Cepat tutup, tunggu apa lagi?" teriak Putra.
Secara reflek, Rita menutup pintu itu dengan cepat. Rita berjalan sambil melihat ke kiri dan ke kanan, mencoba mencari jalan keluar jika Putra akan berniat membunuhnya.
"Duduk! Aku akan menjelaskan tugasmu mulai hari ini," perintah Putra dengan sikap arogan.
Rita meletakkan tas yang berisi barang-barangnya diatas lantai. Lalu dia duduk di lantai di dekat tasnya tersebut. Dengan sedikit melirik, Rita melihat Putra mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tasnya lalu dilemparkannya di lantai tepat di depan Rita.
"Buka dan baca dengan baik. Semua pekerjaan kamu, dari bangun pagi sampai malam sudah ada penjelasannya di situ. Jika ada yang tidak jelas, silahkan bertanya!" ucap Putra keras.
Rita membaca semua isi berkas tersebut. Dia menghela napas berkali-kali karena tugasnya di sini sangatlah banyak. Peraturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, juga tertulis cukup jelas dan banyak.
"Menemani majikan pergi dinas jika tugasnya harus sampai menginap. Ini, harusnya bukan tugas saya, Den Putra?" tanya Rita kaget dengan salah satu tugasnya.
"Lalu tugas siapa? Kamu di sini digaji untuk mengurus semua keperluanku, jadi tidak perlu ada protes. Aku capek mau istirahat. Jangan ganggu tidurku kecuali ada yang mendesak," jawab Putra ketus.
"Tunggu, lalu, dimana saya harus meletakkan barang-barang saya ini? Maksudku dimana, kamar tidur saya?" tanya Rita gugup.
Putra menunjukan sebuah kamar yang cukup mewah. Karena di apartemen ini hanya ada dua kamar. Satu kamar tidur Putra dan satunya kini di tempati Rita. Jika kamarnya seperti ini, Rita bakalan betah tinggal disini. Ranjang yang empuk dan nyaman.
Rita tersenyum senang sambil melompat ke atas ranjang. Dia kalau berbaring dan memejamkan matanya. Dia benar-benar menikmati kenyamanan ranjang yang kini menjadi miliknya.
Tetapi, tiba-tiba senyumannya berubah kecemasan. Dia harus tahu, jika bekerja di tempat ini, tidaklah mudah. Jika sampai dia melakukan kesalahan, Putra akan menyiksanya. Jadi, dia harus membuat Putra kagum dengan hasil kerjanya. Dengan begitu, Rita tidak perlu takut akan dibunuh atau di siksa oleh Putra.
Hari ini, Rita berniat beristirahat terlebih dahulu, tetapi Putra tidak bisa diajak kompromi. Padahal Putra baru saja pamit beristirahat, tetapi tiba-tiba berteriak memanggilnya.
"Rita, kamu dimana, cepat kemari!"
Rita bergegas keluar kamar dan mencari sumber suara. Rita terkejut saat mendapati Putra berdiri di dapur bersih sambil menatapnya.
"Ada apa, kenapa mencariku. Aku baru saja mau istirahat," jawab Rita sedikit berani.
"Jangan membantah. Kamu disini untuk kerja, bukan untuk bersantai. Cepat buatkan aku makan siang. Aku lapar," ucap Putra kesal, karena Rita memiliki sifat suka berontak dan tidak mau menerima begitu saja perintah darinya.
"Siap Den Putra," jawab Rita sinis.
"Satu lagi. Aku tidak suka dipanggil Den. Seperti main ketoprak saja," titah Putra sambil menatap Rita yang tersenyum.
"Lalu, saya harus panggil apa, Tuan atau Pak?" tanya Rita meledek.
"Panggil Pak saja, supaya jelas status kita itu berbeda," ucap Putra pelan tapi sangat mengena dihati Rita.
Rita merasa, seperti orang rendahan yang menjadi budak di rumah ini. Tetapi, biarlah asalkan dia masih bisa bekerja, maka dia akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin.
"Baik, Pak," ucap Rita lalu berjalan menuju ke dapur.
Rita mulai menjalankan tugasnya. Memasak makan siang untuk majikan barunya. Karena dia tidak terlalu bisa memasak, maka Rita hanya memasak ala kadarnya. Dia tidak perduli jika Putra tidak menyukainya. Rita berencana akan meminta Putra makan diluar.
Selesai memasak, Rita menyiapkan masakannya di meja makan, dimana Putra sejak tadi mengawasinya. Rita merasa seperti tawanan, bukan pembantu.
"Silahkan, Pak Putra. Semoga sesuai selera anda," ucap Rita seperti pelayan restoran.
"Ambilkan aku nasi dan lauk!" titah Putra sambil menyentuh piring di depannya.
Rita paham maksud dari majikannya itu. Dengan patuh, Rita mengambilkan nasi dan lauk lalu diberikannya pada Putra. Setelah itu, menyiapkan air minum di depan Putra.
"Aku seperti sedang merawat anak kecil yang manja. Kenapa tidak sekalian saja minta disuapi," gumam Rita.
Rita menarik napas dalam-dalam. Hari pertama kerja sungguh sangat melelahkan. Bukan hanya lelah badan tetapi juga lelah hati. Karena setelah Putra selesai sarapan, Rita harus mencuci piring dan melakukan. pekerjaan bersih-bersih dan mengepel lantai.
Sejak itu, Rita berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik. Karena semakin lama bersamanya, Rita menjadi tidak bisa lepas dari Putra. Dia seperti seorang istri yang selalu menunggu kepulangan sang suami. Jika Putra terlambat pulang, hati Rita menjadi was-was dan khawatir.
Bersambung
Sambil menunggu up selanjutnya baca juga baca juga karya temen aku, jangan lupa mampir ya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!