NovelToon NovelToon

Tolong Balaskan Dendamku!

Bab 1

"Bu! Elsa nyontek!" Nadia berteriak dari bangku belakang, mengadukan perbuatan Elsa pada Bu Beti.

Elsa tergagap, dia segera menyimpan kertas contekannya ke dalam saku roknya, sebelum dipergoki oleh Bu Beti.

"Mana, Elsa?" Bu Beti memandang seluruh penjuru kelas.

"Ini, Bu! Di depan saya! Dia masukin contekannya ke saku roknya, Bu!" Nadia mengangkat tangan dan kembali berteriak, supaya Bu Beti bisa langsung melihat dirinya. Posisi temlat duduk yang selalu bergeser, membuat guru sedikit kesulitan untuk mencari murid yang dimaksud.

Bu Beti segera berjalan, mendekati meja Elsa. Semua mata tertuju pada Elsa, mereka tidak peduli jika mereka akan kehabisan waktu untuk mengerjakan soal ulangan mereka.

"Berdiri!" Bu Beti memerintah Elsa dengan tegas. Elsa tidak punya pilihan lain, selain menuruti perintah dari Bu Beti.

Bu Beti segera memeriksa saku rok Elsa, sesuai petunjuk dari Nadia. Dan tidak perlu waktu lama, Bu Beti langsung menemukan kertas di dalam saku Elsa. Bu Beti membaca sekilas tulisan yang ada di kertas itu, dan memang ringkasan-ringkasan materi untuk ulangan hari ini.

"Ini apa, Elsa?" Bu Beti kembali bertanya.

"I - itu catatan untuk saya belajar, Bu." Elsa menjawab lemah.

"Kenapa kamu letakkan di situ? Kenapa tidak kamu kumpulkan bersama tas juga buku catatan lainnya di depan kelas? Kamu nyontek lagi, ya?" Bu Beti langsung melayangkan dakwaan pada Elsa.

"Eng - enggak kok, Bu! Saya nggak nyontek! Cuma...." Elsa menggantung perkataannya, dia bingung harus beralasan apa.

"Cuma apa? Cuma lihat catatan yang kamu buat itu? Itu sama aja, nyontek namanya! Kamu itu kok nggak pernah kapok, sih? Dulu di kelas sepuluh, kamu juga sering nyontek. Dulu minta jawaban sama Ana. Sekarang, Ana sudah meninggal, kamu nyontek pakai catatan. Benar-benar tidak bisa dipercaya! Sekarang, kamu bersihkan kamar mandi putri di belakang kelas ini! Sekarang!" Bu Beti langsung menjatuhi hukuman pada Elsa, tanpa mau mendengar alasan dari Elsa lagi.

"Tapi, Bu? Masa saya sendiri?" Elsa protes.

"Yaudah, bawa kertas catatan kamu itu, biar jadi temanmu bersihin toilet!" Bu Beti tidak pakai ampun.

Sontak teman sekelas Elsa tertawa, meskipun perkataan Bu Beti sebenarnya bukan lelucon.

"Tunggu apa lagi? Cepat keluar dari kelas, dan bersihkan kamar mandi di belakang kelas ini! Sikat sampai bersih! Jangan sampai ada yang terlewat! Nanti akan saya cek ke sana! Jadi, jangan coba-coba kabur!" Bu Beti berkata dengan tegas.

Elsa menghentakkan sebelah kakinya. Sebelum meninggalkan kelas, Elsa sempat melihat Nadia tersenyum sambil melambai-lambaikan tangan, seolah mengusir dirinya. Tatapannya benar-benar menyebalkan bagi Elsa.

"Kenapa sih, sejak ada dia di kelas ini, aku selalu saja sial?" Elsa membatin dalam hati. Kemudian pergi ke toilet putri yang jorok dan bau. Mau tidak mau, dia harus membersihkannya sendiri, karena sudah tidak ada lagi Ana yang bisa dia suruh-suruh.

"Rasain, El. Itu pembalasan dari Ana! Tunggu pembalasan-pembalasan selanjutnya! Darah dibayar darah, nyawa dibayar nyawa!" Batin Nadia tersenyum puas.

Ingatannya kembali menerawang ke masa lalu, di mana Ana mengalami hal yang sama seperti Elsa. Dia harus membersihkan kamar mandi sendirian, untuk kesalahan yang sebenarnya tidak diperbuatnya.

Duk! Duk!

Ana menoleh ke belakang, saat kursinya ditendang oleh Elsa, anak paling populer di kelasnya.

"Heh, anak udik! Nomer dua apa jawabannya? Coba lihat jawaban kamu!" Elsa berbisik pada Ana, berusaha mencari tahu jawaban dari ulangan sejarah yang sedang berlangsung saat itu.

Ana kembali menoleh, kali ini dia melihat ke depan, memastikan guru sejarah yang terkenal killer itu tidak mengawasinya. Setelah memastikan semuanya aman, Ana menggeser kertas jawaban ke sebelah kirinya, kemudian menurunkan kertas jawabannya itu, sampai bisa dilihat oleh Elsa. Meskipun tau kalau memberikan contekan tidak diperbolehkan, tapi Ana tidak bisa menolak permintaan Elsa. Dia takut kalau menolak permintaan Elsa, dia akan mendapatkan perlakuan tidak baik lagi saat jam istirahat nanti.

Ana terus menerus melirik ke arah kertas jawabannya, sambil menggigit pulpennya. Dia benar-benar cemas, Elsa tidak selesai-selesai. Jawaban uraian yang panjang membuat Elsa lama sekali menyalin jawaban miliknya.

Tanpa disadari oleh Ana dan juga Elsa, ternyata Bu Beti, sudah berada di depan meja Ana. Semua mata anak kelas X IPS 2 juga ikut tertuju pada Ana dan Elsa.

Duk! Duk!

Kursi bagian belakang Elsa ditendang-tendang oleh Linda yang mencoba memberi tanda bahaya pada teman baiknya itu.

"Apaan sih? Mau nyontek jawabannya juga?Bentar, nanti aku kasih tau ke kamu apa jawabannya!" Elsa masih terus saja asyik menyalin jawaban yang panjang itu, mengira bahwa temannya juga mau melihat jawabannya.

"Ehm ehm!" Bu Beti berdehem, membuat Ana dan Elsa sama-sama melihat ke sumber suara.

Ternyata Bu Beti sudah berada di depan meja Ana dengan mensedekapkan tangan di depan dadanya. Ana dan Elsa mendadak jadi pucat. Mereka tidak siap dengan kondisi yang tiba-tiba terjadi ini.

"Apa yang kalian lakukan, hah? Sudah tau ini ulangan! Ulangan itu harus ngerjain sendiri! Nggak boleh nyontek! Kenapa kalian masih contek-contekan?" Bu Beti langsung saja mengomeli Ana dan Elsa di dalam ruangan itu juga. Membiarkan anak lain melihatnya, supaya tidak meniru perbuatan keduanya.

"I - itu, Bu! Si Ana, tiba-tiba aja lihatin jawabannya sama aku!" Elsa membela diri, seperti manusia pada umumnya, yang mempunyai naluri untuk membela diri. Elsa juga melakukan hal yang serupa, meskipun sebenarnya dia tau bahwa dia salah.

"Oh, jadi Ana yang tiba-tiba lihatin jawabannya sama kamu?" Bu Beti meladeni jawaban Elsa yang terdengar aneh.

"Iya, Bu. Nggak tau kenapa, dia tiba-tiba aja lihatin jawabannya sama aku! Padahal aku nggak minta!" Elsa masih kekeuh tidak mau kalau disalahkan.

"Trus kamu salin jawaban dari dia?" Bu Beti tidak kehilangan akal, untuk menyudutkan Elsa.

"Eh, emm. Enggak kok, Bu!" Wajah Elsa kini sudah memerah, antara takut, juga malu.

"Coba sini lihat jawaban kalian!" Bu Beti menarik kertas jawaban Ana dengan kasar. Ana hanya bisa terdiam, dia tidak berniat untuk membela diri. Karena dia tahu, apapun yang dia lakukan saat ini, hanya akan menambah keruh suasana saja.

Bu Beti membaca lembar jawaban Ana yang sudah selesai dikerjakan sampai nomer lima.

"Mana punya kamu?" Giliran Elsa yang dimintai kertas jawabannya.

"Jangan, Bu! Belum selesai." Elsa tidak langsung menyerahkan kertas jawabannya.

"Sini!" Bu Beti berjalan dua langkah, dan langsung mengambil kertas jawaban milik Elsa.

"Aduh! Mati aku!" Elsa mengusap wajahnya kasar.

"Kamu sih, aku kasih kode dari tadi nggak ngerti-ngerti!" Linda kembali berbisik pada Elsa.

"Kamu nggak bilang kalau Bu Beti lihatin aku! Cuma nendang-nendang kursi doang. Ya aku mana paham!" Elsa bertambah kesal saja, sahabatnya ikut menyalahkan dirinya.

"Ini jawaban kamu dari nomer dua sampai nomer tiga sama persis dengan punya Ana. Bagaimana bisa, jawaban uraian kata-katanya bisa sama persis seperti ini? Nggak akan mungkin! Kecuali kalau kamu emang lihat jawaban punya Ana. Toh ini juga bukan soal teori ataupun tanggal-tanggal bersejarah yang bisa dihafalkan dan mengharuskan semua murid menghafal kata-kata yang sama. Masih nggak mau ngaku kamu, Elsa?" Bu Beti memberikan analisa yang sangat masuk akal dan tidak mungkin bisa dibantah lagi oleh Elsa.

"Ana! Ibu tau kamu anak yang pintar, tapi bukan seperti itu caranya kalau mau membuat teman kamu dapat nilai bagus! Memberi contekan saat ujian adalah hal yang salah dan tidak pernah dinenarkan oleh siapapun yang punya hati nurani. Kamu tau itu kan? Atau kamu memang sengaja, mau membuat Elsa jadi anak yang bodoh? Kamu membiarkan dia tidak mau berusaha berpikir sendiri, hah?" Bukan hanya Elsa yang mendapat omelan dari Bu Beti, Ana pun mendapatkan hal yang sama. Karena memang anak yang mencontek dan pemberi contekan sama-sama salah.

"Maaf, Bu!" Ana menunduk. Dia pasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh Bu Beti padanya.

"Sekarang, kalian berdua Ibu hukum! Tidak usah melanjutkan ulangan! Silahkan bersihkan toilet putri di sebelah kelas ini! Dan kalian tidak akan mendapat nilai sama sekali di ulangan hari ini." Bu Beti langsung memberikan hukuman tegas pada Ana dan Elsa.

"Tapi, Bu?" Elsa hendak protes, tapi langsung dijawab lagi oleh Bu Beti.

"Tapi apa? Tidak terima? Mau saya kasih hukuman lebih berat lagi? Atau mau saya laporkan sama orang tua kamu?"

"Enggak, Bu! Jangan kasih tau orang tua saya tentang hal ini, Bu!" Elsa langsung mengkerut saat akan diadukan pada orang tuanya.

Biarpun dia sering bersikap seenaknya saat di sekolah, tapi nyatanya dia tidak berani dengan orang tuanya. Dia selalu dianggap anak yang manis dan pintar, dia tidak mau orang tuanya tau kalau ternyata selama ini dia mendapat nilai bagus, karena hasil dari mencontek.

"Kalau begitu, silahkan keluar dari kelas Ibu sekarang juga! Dan jangan kembali kalau kamar mandi belum bersih! Nanti akan Ibu cek ke sana! Jangan coba-coba lari dari tugas!" Ucap Bu Beti dengan tegas, sambil menunjuk pintu keluar yang ada di bagian depan kelas.

"Kalian semua, kalau ada yang ketahuan mencontek atau memberikan contekan sama temannya, kalian akan bernasib sama seperti dua teman kalian itu. Paham?" Bu Beti memberikan pesan pada anak-anak kelas X IPS 2.

"Paham, Bu!" Anak-anak yang mayoritas perempuan itu menjawab dengan kompak.

"Ana, Elsa, silahkan keluar! Atau akan saya tambah hukuman kalian!" Bu Beti sekali lagi memberi perintah pada Ana dan Elsa.

"Baik, Bu." Ana bangkit dari duduknya, dia segera keluar kelas.

"Elsa? Kamu nunggu apa lagi? Silahkan keluar!" Ucap Bu Beti yang melihat Elsa masih menggerak-gerakkan bibirnya, tanda tidak suka dengan hukuman yang akan diterimanya.

Elsa dengan malas bangun dari tempat duduknya. Membayangkan kamar mandi yang kotor dan bau saja sudah membuatnya mual. Apalagi harus membersihkannya. Padahal dia tidak pernah bebersih sama sekali. Bahkan piket kelas saja dia menyuruh Ana untuk melakukan tugasnya. Dan sekarang, dia terpaksa harus membersihkan kamar mandi.

Tiba-tiba saja Elsa terpikirkan sesuatu yang bagus, dia tersenyum licik, dia tau harus berbuat apa sekarang.

Bab 2

Elsa keluar dari kelas dan berjalan cepat menuju ke toilet yang berada tepat di samping ruang kelasnya.

Brak!

Elsa mendorong pintu luar kamar mandi dengan kasar. Dia tidak melihat Ana di dalam sana. Elsa membuka pintu bilik kamar mandi satu per satu, di kanan dan kiri lorong secara bergantian. Ternyata Ana sedang berada di salah satu bilik kamar mandi paling ujung, sebelah kanan.

"Heh! Anak panti!" Elsa berjalan mendekati Ana yang tengah menyikat closed, kemudian menarik rambut panjangnya yang dikuncir satu.

"Aaa, aduh! Sakit!" Ana memegangi kulit kepalanya yang terasa sakit, dia berusaha menahan agar tarikan Elsa tidak terlalu terasa di kulit kepalanya.

"Sakit, hah? Rasain!" Bukannya melepaskan jambakannya, Elsa justru semakin kuat menarik rambut Ana.

"Tolong lepaskan! Apa salahku? Kenapa kamu suka sekali menyiksaku seperti ini?" Ana masih tidak habis pikir, dia sudah membantu Elsa mengerjakan ulangannya, tapi kenapa dia tetap mendapat perlakuan buruk seperti itu.

"Kamu mau tau apa salah kamu? Salah kamu karena ada di sini! Hidupku jadi sial gara-gara kamu! Aku jadi dapat hukuman juga gara-gara kamu!" Elsa bertambah kuat menarik rambut Ana, meluapkan rasa marahnya.

"Tolong lepaskan aku! Toloong! Ku mohon, El!" Ana meringis kesakitan, air mata mulai keluar dari sudut matanya, menahan pedihnya kulit rambut yang ditarik-tarik dengan kasar. Tapi dia tidak bisa melawan, hanya memohon yang bisa ia lakukan, berharap Elsa akan segera melepaskan jambakannya.

Tiba-tiba saja salah satu pintu bilik kamar mandi dibuka oleh seseorang yang sedari tadi ada di dalam, tanpa diketahui oleh Ana maupun Elsa.

"Lepaskan dia, Kak! Atau akan aku laporkan sama guru!" Ucap gadis berkacamata bulat itu pada Elsa.

Kini Elsa beralih, dia melepaskan jambakan pada rambut Ana, kemudian berjalan beberapa langkah, menuju ke sumber suara. Dengan tatapan yang mengintimidasi, Elsa mencengkeram kerah seragam gadis itu.

"Tolong lepaskan, Kak!" Seketika gadis itu mengkerut. Dia tidak punya cukup nyali untuk melawan Elsa.

"Elsa! Jangan!" Ana ingin menahan Elsa, tapi dia sendiri masih kesakitan akibat jambakan yang tidak berkesudahan tadi. Elsa tidak menggubris apa yang diucapka oleh Ana.

"Mau sok jadi pahlawan kamu, hah? Nggak usah ikut campur, kalau kamu nggak mau bernasib sama seperti dia!" Elsa semakin erat mencengkeram kerah seragam gadis itu.

"Ma - maaf, Kak! To - tolong lepaskan aku!" Ucap gadis itu terbata.

Elsa melepaskan kerah gadis itu.

"Jangan bilang sama siapapun tentang kejadian ini! Atau kamu akan mendapat perlakuan yang lebih buruk dari pada ini!" Elsa kembali memberikan ancaman peringatan pada gadis tersebut.

"Sekarang lebih baik kamu pergi dari sini!" Elsa kembali membentak gadis yang entah dari kelas apa.

Daripada mendapat perlakuan lebih buruk, gadis tersebut akhirnya memilih untuk pergi dari kamar mandi.

"Dasar! Cupu aja mau sok-sokan ngelawan aku!" Elsa tersenyum puas, dia merasa tidak terkalahkan. Tak lama kemudian, dia kembali pada Ana.

"Ingat ya! Kalau sampai kamu mengadu, nasib kamu akan lebih buruk dari pada tadi. Dan nggak bakalan ada yang mau nolongin kamu, karena dia juga pasti bakalan aku perlakukan dengan hal yang sama! Jadi, lebih baik kamu pikirkan itu!" Giliran Ana yang mendapat ancaman dari Elsa.

"Sekarang, kamu bersihkan semua area kamar mandi ini! Dan jangan bilang sama Bu Beti, kalau aku nggak ikut bersih-bersih!" Lanjut Elsa lagi.

"Ba - baik." Ana hanya bisa pasrah. Melawan sudah tidak ada gunanya. Minta tolong juga percuma.

Ana segera membersihkan lagi semua area kamar mandi putri itu. Sedangkan Elsa hanya berdiri di depan kaca, sambil memainkan gawainya. Dia tidak berniat untuk pergi dari kamar mandi, sebelum Bu Beti datang untuk menilai. Daripada nanti ketahuan kalau dia kabur, lebih baik dia menahan diri tetap berada di dalam kamar mandi itu.

Setelah cukup lama, akhirnya pintu luar kamar mandi dibuka. Langsung saja Elsa menyambar sapu yang ada di dekatnya, kemudian pura-pura menyapu lorong kamar mandi.

Benar saja, Bu Beti yang datang untuk melihat hasil pekerjaan Ana dan Elsa.

"Sudah selesai belum?" Ucap Bu Beti saat melihat Ana dan Elsa masih sibuk membersihkan kamar mandi.

"Sebentar lagi, Bu!" Jawab Elsa sekenanya, padahal dia tidak tau pekerjaan Ana sudah selesai atau belum.

"Oke, bagus! Selesaikan! Kalau sudah, segera kembali ke kelas!" Ucap Bu Beti, kemudian pergi meninggalkan kamar mandi putri itu.

"Siap, Bu!" Lagi-lagi Elsa yang menyahut, karena Ana masih sibuk menyikat bilik-bilik kamar mandi, dan belum ada tanda-tandanya selesai.

Setelah kepergian Bu Beti, Elsa melempar sapu lantai itu asal. Dia berjalan mendekati bilik kamar mandi yang sedang dibersihkan Ana.

"Heh, anak udik! Udah mau selesai belum? Jangan lama-lama, dong! Aku udah nggak betah di sini!" Ucap Elsa pada Ana.

"Ini bentar lagi selesai, kok." Ana mengusap dahinya yang berkeringat. Menyikat delapan bilik kamar mandi siang-siang begini bemar-benar menguras keringatnya.

"Oke, aku tunggu!" Elsa kembali meninggalkan Ana ke depan cermin yang ada di bagian depan ruang kamar mandi itu.

Ana kembali menyiramkan air, memastikan semua kotoran bersih, terbawa oleh air.

"Udah selesai, El." Ana melapor pada Elsa.

"Oke, bagus deh!" Elsa segera melenggang pergi, meninggalkan Ana yang kelelahan.

Ana membasuh wajahnya di wastafel, berusaha membuat tenaganya pulih kembali. Setelah merasa segar, dia kembali ke kelas. Ternyata jam pelajaran selanjutnya sudah di mulai.

Tok tok tok!

Ana mengetuk pintu kelas, meminta ijin pada Pak Saher yang sedang mengajar matematika di kelasnya.

"Ijin masuk kelas, Pak." Ucap Ana sopan.

"Darimana aja kamu? Kenapa telat masuk? Kenapa wajah kamu basah begitu?" Pak Saher memberondong Ana dengan banyak pertanyaan.

"Habis dihukum, Pak! Bersihin kamar mandi! Gara-gara nyontek pas ulangan tadi!" Ucap Linda, teman baik Elsa. Mengatakan hal kebalikannya, supaya citra Ana menjadi buruk di mata guru matematika yang masih muda dan tampan itu.

"Lain kali, kalau lagi ulangan jangan nyontek! Kan jadi repot sendiri?" Pak Saher dengan mudahnya mempercayai perkataan dari Linda.

Ana mengangguk, kemudian masuk ke kelas. Ia hanya bisa tersenyum kecut. Benar-benar tidak ada tempat untuknya berlindung, saat sedang berada di sekolah.

Saat sedang berjalan menuju mejanya yang berada di sebelah kiri ruang kelas itu, Ana kembali merasa tidak nyaman. Teman-temannya menutup hidung mereka masing-masing.

"Bau banget, deh!" Salah satu teman Ana menyeletuk.

"Pake deodorant dong, An! Biar nggak bau ketek kaya gini!" Sahut teman yang lain.

"Ya ampun, gaes. Kalian kaya nggak tau aja. Ana kan cuma anak panti, kali aja dia beneran nggak mampu buat beli deodorant!" Elsa ikut menyahuti. Dia benar-benar merasa senang, karena Ana dipelakukan tidak baik oleh teman-teman kelasnya.

Ana tidak membalas ledekan dari teman-temannya. Dia memilih untuk diam dan terus berjalan ke mejanya yang ada di depan Elsa.

'Apakah nasibku akan seperti ini terus selamanya?'

Bab 3

"Beneran deh, kamu emang bau banget, An!" Elsa ikut mengibas-ngibaskan tangannya di depan hidung, saat Ana sudah duduk di depannya.

"Mending tadi mandi sekalian di kamar mandi, jadi nggak bikin polusi di kelas ini!" Dewi yang duduk di bangku sebelah Ana ikut menimpali.

Ana hanya bisa diam, tidak menanggapi cemoohan teman-teman sekelasnya. Entah kenapa, dulu dia memilih untuk duduk di bangku itu, dikelilingi oleh geng centil tapi kejam di kelasnya. Ana juga tidak tau, apa yang menyebabkan mereka jadi sangat membencinya, sejak pertama kali dia memperkenalkan diri sebagai yatim piatu yang tinggal di panti, langsung saja dia mendapatkan perlakuan tidak baik dari teman-temannya.

"Sudah! Sudah! Kembali fokus! Kita lanjutkan pelajaran hari ini!" Pak Maher menghentikan kegaduhan di kelasnya.

Untuk sementara, Ana bisa sedikit tenang. Setidaknya dia tidak akan diganggu, atau dicemooh oleh teman-temannya lagi.

***

Sepulang sekolah, Ana pulang ke panti dengan berjalan kaki. Letak panti dengan sekolah Ana memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 500 meter saja. Tidak terlalu capek meskipun berjalan kaki. Sebenarnya bukan hanya dirinya saja, anak panti yang sekolah di SMA itu. Tapi entah kenapa, sepertinya hanya Ana saja yang bernasib kurang baik. Sedangkan teman-temannya, tidak ada yang mengeluh, mendapat perlakuan tidak baik dari teman-teman di kelasnya.

"Kami pulang!" Ana melepaskan sepatu dan menyimpan di rak sepatu yang ada di depan asrama. Kemudian masuk ke dalam asrama panti itu.

"Selamat sore! Gimana sekolah kalian? Lancar?" Bu Sinta dengan ramah menyambut kedatangan anak-anak asuhnya itu.

"Lancar, Bu!" Ana dan kedua temannya yang sama-sama sekolah di SMA segera menyalami Bu Sinta, sebagai tanda hormat mereka, kepada orang yang sudah mengasuh mereka sejak kecil.

"Syukurlah! Silahkan istirahat dulu! Makan siang. Makanannya ada di ruang makan. Nanti sore kita bersih-bersih, ya? Bantu adik-adik kalian juga." Bu Sinta berpesan pada Ana dan kedua temannya.

"Baik, Bu!"

Ana dan kedua temannya meninggalkan Bu Sinta. Mereka menuju ke kamar masing-masing. Di panti itu, ada beberapa kamar. Masing-masing kamar ditempati oleh anak usia SD sampai SMA. Mereka dibagi sama rata, supaya anak yang besar, bisa membantu anak yang masih kecil. Jadi mereka bisa sangat akrab dengan teman sekamarnya, meskipun berbeda usia.

Sedangkan kamar untuk bayi, dibedakan. Para balita ikut di kamar pengasuh, supaya tidak mengganggu belajar anak-anak yang sudah sekolah. Saat masih balita, tidak dibedakan antara kamar laki-laki dan perempuan. Baru setelah sekolah, anak laki-laki akan dipisahkan asramanya, bersama pengasuh khusus laki-laki juga. Jadi tidak akan terjadi hal-hal yanh dikhawatirkan, jika mereka sudah menginjak usia remaja.

"Halo, Kak Ana! Baru pulang?" Anak-anak yang sekamar dengan Ana menyambut gembira kedatangan Ana.

"Halo! Iya, baru pulang. Kalian udah pulang dari tadi?" Ana tersenyum ramah, di sini dia benar-benar dihargai dan disayangi. Berbeda dengan saat di sekolah.

"Udah, Kak! Kak Ana udah makan belum? Bu Dapur masak enak hari ini! Kak Ana mendingan makan dulu deh!" Lisa, anak yang sudah kelas 2 SMP memberitahukan berita gembira pada Ana. Memang, tidak setiap hari anak-anak panti bisa makan dengan enak. Karena semua tergantung dari donatur yang memberikan mereka biaya untuk menyambung hidup anak-anak panti ini. Bisa makan teratur saja sudah sangat beruntung, jadi mereka tidak pernah mengeluhkan soal makanan.

"Iya, nanti aku makan. Sekarang mau istirahat dulu, sebentar." Ana meletakkan tas sekolahnya di pojok ruangan.

Di kamar yang tidak terlalu luas itu, Ana tidur bersama ketiga adik pantinya, dengan menggunakan dua buah kasur lantai tipis yang mereka satukan jadi satu, supaya muat untuk berempat. Kasur biasa digulung saat pagi, dan di gelar lagi saat malam hari. Di siang hari seperti ini, mereka duduk atau berbaring di atas karpet.

Tidak ada meja belajar ataupun kursi. Mereka biasa belajar lesehan di lantai. Di dalam kamar itu ada sebuah lemari besar, yang sudah dibagi kepemilikannya, untuk menyimpan pakaian mereka. Buku-buku pelajaran, mereka simpan di rak berbahan plastik. Jadi mereka tetap mempunyai tempat sendiri-sendiri untuk menyimpan barang-barangnya. Hanya itu fasilitas di dalam setiap kamar.

Tidak ada alat elektronik di dalam kamar, kecuali lampu penerangan saja. Sedangkan fasilitas lain, ditempatkan di luar kamar, bisa digunakan oleh siapa saja. Seperti kipas angin, ataupun alat setrika yang ada di ruangan tanpa pintu, yang lebih luar daripada kamar tidur. Ruangan itu bahkan cukup untuk berkumpul anak-anak panti.

"Oke deh! Kak, kita mau ke ruang tengah ya! Mau ngadem." Lisa meminta ijin pada Ana.

"Oh, oke. Nanti aku nyusul deh." Ana juga merasa sangat gerah, tapi dia harus ganti baju dulu.

"Oke, Kak. Yuk!" Lisa mengajak kedua temannya untuk ke ruang tengah, satu-satunya ruangan yang ada kipas anginnya di asrama putri itu.

Ana sekarang di kamar sendirian. Dia memutuskan untuk segera berganti baju dan mencucinya langsung. Meskipun besok akan menggunakan seragam yang sama, tapi dia tidak mau kalau bajunya yang bau keringat menjadi bahan ejekan teman kelasnya lagi.

Setelah mencuci baju, Ana kembali ke kamar, dan ternyata adik-adiknya masih ada di ruang tengah. Ana memutuskan untuk mengambil buku diary-nya. Buku yang tidak ada bedanya dengan buku pelajaran lain, tidak akan ada yang menyadari kalau itu adalah buku diary. Meskipun Ana mengkhususkan buku itu untuk menuliskan semua yang dia rasakan dan dia keluhkan. Dia tidak cukup berani untuk bercerita dengan orang lain, karena tidak mau kalau sampai berakibat fatal nantinya.

Ana mengambil pulpen dari dalam tas sekolahnya. Kemudian di berbaring tertelungkup, dan menuliskan apa yang dia alami hari ini.

[Senin, 2 Maret

Hari ini aku kembali mendapatkan perlakuan tidak baik dari Elsa. Aku sudah berusaha menuruti apa kemauannya, aku memberikan jawaban ulanganku kepadanya, supaya dia tidak menyakitiku lagi. Tapi saat kami berdua sama-sama dihukum, dia mulai lagi dengan tingkahnya.

Dia menjambakku dengan kasar. Dia mengata-ngataiku dengan kata-kata yang menyakitkan. Saat ada seorang teman yang tidak ku kenal, ingin menolongku, dia justru kena amukan juga dari Elsa.

Aku jadi takut untuk meminta bantuan pada siapapun. Aku tidak mau membuat orang lain kena imbas kebencian Elsa padaku. Elsa benar-benar menginginkanku menjadi budak yang bisa dia perlakukan seenaknya.

Mungkin memang tidak akan ada yang bisa melepaskanku dari jeratan Elsa. Sampai kapanpun. Aku benar-benar merasa sendiri.]

Ana menutup buku diary-nya, tanpa terasa, air matanya mulai menetes.

"Tenang saja, An. Aku, Nadia, akan membalaskan dendammu! Elsa akan mendapatkan apa yang pernah kamu alami dulu. Kamu bisa tenang!" Nadia kembali tersenyum. Dia fokus mengerjakan ulangan harian.

Sampai akhirnya jam pelajaran Bu Beti berakhir, Elsa belum juga kembali. Ada dua kemungkinan, Elsa kabur, atau Elsa benar-benar membersihkan kamar mandi dengan serius. Nadia tidak peduli, kalau memang dia kabur, pasti akan dapat hukuman yang lebih berat dari Bu Beti nanti.

Saat jam pelajaran selanjutnya sudah hampir berakhir, Elsa baru kembali. Dia meminta ijin pada guru pelajaran untuk diperbolehkan masuk kelas, setelah menjelaskan apa yang terjadi.

"Lain kali, jangan nyontek lagi! Harus percaya pada diri sendiri! Nilai dikertas tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan nilai kejujuran. Ini tidak hanya untuk Elsa, untuk semuanya saja. Paham ya?"

"Paham, Bu!"

"Silahkan kembali ke tempat dudukmu, Elsa!" Bu Guru Bahasa Indonesia mempersilahkan Elsa.

"Trimakasih, Bu." Elsa tertunduk, dia terlihat kecapean.

"Baik, pelajaran saya cukupkan sekian. Terimakasih atas perhatian kalian." Bu Guru Bahasa Indonesia meninggalkan kelas. Membuat suasana kelas menjadi gaduh.

Elsa kembali ke tempat duduknya, di depan Nadia.

"Astaga! Bau banget!" Nadia menutup hidungnya rapat-rapat. Meskipun sebenarnya hanya untuk membuat Elsa malu di depan teman-temannya saja.

"Apaan sih kamu?" Elsa tidak terima, dikatakan bau.

"Emang nyatanya kamu bau! Udah kaya kecoa aja! Bau kamar mandi. Hoek." Nadia menjulurkan lidahnya, pura-pura mual.

"Ini semua gara-gara kamu! Kalau kamu nggak ngaduin aku sama Bu Beti, aku nggak bakalan dihukum bersihin kamar mandi!" Elsa semakin brutal, dia menghampiri Nadia, mendorong pundaknya.

"Terus aja salahin orang lain! Kalau kamu nggak nyontek, aku juga nggak bakalan aduin kamu! Makanya, jadi orang itu sering-sering ngaca! Sendirinya yang salah, sukanya nyalahin orang lain. Itu kan, yang sering kamu lakukan sama Ana dulu?" Nadia tersenyum sinis. Dia ingin tau, apa reaksi Elsa, saat disebut nama Ana yang sudah meninggal karena bunuh diri dengan cara melompat ke sungai besar. Meskipun jasadnya tidak ditemukan sampai saat ini.

Wajah Elsa seketika pucat pasi.

"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu tau masalahku dengan Ana? Padahal, kamu belum ada di sini saat itu?" Elsa nampak ketakutan.

"Kamu tidak perlu tau siapa aku! Yang jelas, aku bukan Ana yang bisa kamu injak-injak seenak jidat kamu!" Nadia melepas paksa tangan Elsa dari pundaknya. Ia tersenyum puas, ia berhasil membuat Elsa dihantui rasa bersalah, dan itu akan terus ia lakukan, sampai Elsa mendapatkan balasan yang setimpal.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!