Di sebuah rumah yang jauh dari kata mewah, seorang pasangan suami istri yang nggak mempunyai anak di usia pernikahan yang menginjak 10 tahun keduanya belum juga di karuniai momongan, segala usaha untuk mendapatkan seorang anak sudah mereka lakukan, tapi tuhan sama sekali belum mempercayai mereka untuk menjadi seorang ibu dan bapak.
Mereka tinggal di rumah hanya berduaan saja, pekerjaan mereka hanya menjadi tukang sapu jalanan yang ada di komplek perumahan elit, walaupun keduanya belum di percaya memiliki keturunan tetapi mereka berdua berusaha untuk menerima takdir yang tuhan berikan, Walaupun terbesit ke inginan yang sangat besar berharap tuhan memberikan mereka momongan.
Malam hari mereka masih ada di sebuah komplek perumahan elit dimana mereka bekerja sebagai tukang sapu di komplek, padahal teman-temannya sudah pada pulang tapi mereka berdua masih duduk di sebuah taman yang ada di komplek.
\*\*\*\*
Di rumah yang sangat mewah pasangan suami istri sedang duduk di ruang tivi dan mengobrol tentang masa depan putri mereka satunya, siapa lagi kalau bukan Mahlini Putri Yoko anak yang kini ber usia lima tahun anak semata wayang mereka setelah nyonya Renata di angkat rahimnya karena penyakit kista yang di deritanya.
"Yah, sebentar lagi putri kita akan ber usia 6 tahun, dia minta sekolah di SD favorit katanya biar bisa menjadi anak yang pintar." Ujar nyonya Renata tersenyum.
Pak Yoko tersenyum mendengar ucapan istrinya, beliau mengusap-usap kepala istrinya dan menyenderkan kepala istrinya di pundaknya, mereka lagi menunggu kepulangan Mahlini yang lagi bermain bersama temannya padahal ini sudah jan 7 tapi anaknya belum juga pulang.
"Kalau Ayah terserah putri kita saja bun, dia mau sekolah dimana saja, yang penting dia bisa menjadi anak yang pintar, dan patuh sama kedua orang tuanya dan nggak pernah bikin susah orang lain di luar sana." Pak Yoko menjawab ucapan istrinya.
"Iya Yah, bunda juga berharap begitu." Sahut nyonya Renata.
Saat keduanya lagi asik bercengkrama tiba-tiba pintu rumah di di dobrak dari depan dengan sangat kencang, membuat pak Yoko dan nyonya Renata terkejut.
Brak!
Brak!
Brak!
Pak Yoko dan nyonya Renata terbangun dari duduknya, mereka sangat terkejut saat pintu rumahnya ada yang mendobrak nyonya dengan begitu kencang! Nyonya Renata sudah ketakutan mendengar suara pintu yang di di dobrak dengan begitu keras.
"Yah, itu siapa yah? Bunda takut," Ucap nyonya Renata ketakutan.
"Sudah bunda nggak usah takut, biar Ayah buka." Ujarnya.
"Yah, jangan yah bunda takut kalau mereka orang jahat." Bu Renata bener-bener ketakutan.
"Bunda nggak usah takut, ada ayah." Jawab pak Yoko lagi.
Saat pak Yoko mau menghampiri pintu yang sedari tadi di dobrak dari luar, pintu sudah terbuka dan membuat pasangan suami istri itu terkejut.
Brak!
Seseorang masuk kedalam di ikuti beberapa anak buahnya, dia tersenyum sinis melihat adik dan adik iparnya, pak Yoko dan nyonya Renata terkejut melihat siapa yang datang dia adalah adik kandung pak Yoko yaitu Bima Yoko Kusuma.
Pak Yoko menghampiri adik kandungnya yang datang secara tiba-tiba dan dengan nggak sopannya adiknya malah mendobrak pintu rumahnya, Bima terbahak-bahak melihat kakanya yang sedang melototkan matanya.
"Apa yang kamu lakukan Bima? Kamu datang di rumah mas nggak sopan santun kaya begini ada perlu apa kamu datang kemari?" Pak Yoko langsung bertanya sama adiknya.
"Nggak usah sok baik kamu Yoko!" Teriaknya.
Pak Yoko sungguh sangat terkejut mendengar teriakan adiknya apalagi memanggilnya dengan sebutan nama saja tanpa embel-embel mas seperti biasanya, nyonya Renata menggelengkan kepalanya pela saat suaminya di bentak memangnya kurang apa suaminya yang sudah baik sama adiknya dan juga kakanya? Kenapa sekarang Bima malah membentak suaminya.
"Bima cukup kamu membuat keributan di rumah mas, sekarang katakan kamu ada perlu apa datang ke sini pagi-pagi buta seperti ini?" Pak Yoko kembali bertanya sama adiknya.
Bima Lagi-lagi terbahak di ikuti sama semua anak buahnya, Bima menghentikan tawanya dan langsung menatap tajam kakaknya, nyonya Renata langsung memegang lengan suaminya Firasatnya sudah nggak enak beliau takut terjadi sesuatu sama keluarganya.
"Aku mau kalian mati. Bunuh mereka berdua!" Teriak Bima menyuruh anak buahnya untuk menghabisi pasangan suami istri yang ada di depannya.
Pak Yoko dan nyonya Renata membulatkan matanya saat mendengar ucapan Bima yang menyuruh anak buahnya untuk menghabisi mereka berdua, anak buah Pak Bima langsung menghampiri mereka berdua pak Yoko menyingkirkan istrinya.
Perkelahian yang nggak seimbang 1orang melawan 5 orang, Bima tersenyum sinis saat Yoko sudah kewalahan melawan orang-orang suruhannya, nyonya Renata menggeleng dan menatap tajam Bima.
"Hentikan Bima, mba mohon hentikan kasian mas Yoko Bima, dia kakak kamu!" Teriaknya.
"Ha berisik." Ujar Bima.
Bima mendorong nyonya Renata sampai terjatuh, pak Yoko yang melihat istrinya terjatuh langsung menghampirinya, Bima terbahak-bahak saat melihat kakaknya sudah nggak berdaya.
"Bun bangun bun, ayo kita minta bantuan para tetangga," Ucap pak Yoko membangunkan istrinya.
Saat pak Yoko lagi membangunkan istrinya, nyonya Renata melihat Bima yang mau menusuk suaminya, beliau langsung terbangun dan mendorong suaminya.
"Ayah awas!" Teriaknya.
Jleb!
Akh!
"Bundaaa!" Teriak pak Yoko saat istrinya tertusuk.
Bima tersenyum sinis saat melihat nyonya Renata tertusuk, pak Yoko menepuk-nepuk pipi istrinya dan menangis.
"Bunda bangun bun, ayah mohon bangun bun," Pak Yoko terus membangunkan istrinya.
"Ayah lari yah, tinggalkan bunda sendiri yah, jaga putri kita satu-satunya yah," Ucapnya pelan.
Nyonya Renata tergeletak begitu saja, entah pingsan atau sudah meninggal, Bima terbahak-bahak beliau menganggap kalau nyonya Renata sudah meninggal.
"Bunda!" Teriak pak Yoko memeluk istrinya.
Pak Yoko mengepalkan tangannya saat melihat istrinya yang terletak di pangkuannya, beliau langsung berdiri dan menghampiri Bima yang sudah menusuk istrinya.
"Bima, bedebah kamu!" Teriaknya.
Pak Yoko menghajar adiknya membabi buta, beliau nggak terima Bima sudah menusuk istrinya, Bima kewalahan menghadapi kakaknya yang sedang kesetanan, tanpa pikir panjang Bima juga langsung kembali menusuk kakaknya yang di gunakan untuk menusuk nyonya Renata barusan.
Jleb!
Akh!
Setelah menusuk nyonya Renata, pak Bima kini bergantian menusuk kakak kandungannya sendiri, bukannya merasa bersalah beliau malah terbahak-bahak Mahlini yang habis bermain kini dia kembali pulang, dia melihat kedua orang tuanya tergeletak bersimbah darah air matanya berhamburan di kedua pipinya, saat dia mau berteriak dan mau menghampiri kedua orang tuanya seseorang membekap mulutnya, Mahlini melihat seseorang yang sedang membekap mulutnya dan menggeleng pelan, air matanya masih berhamburan di kedua pipinya, seseorang langsung menyembunyikan Mahlini dia tau nyawa anak kecil yang lagi di gendong lagi dalam bahaya.
Mereka masih melihat kejadian yang ada di rumah mewah itu, saking paniknya takut ada yang melihat Bima sampai nggak ingat dengan keponakannya, dia langsung menyuruh anak buahnya untuk membawa jasad kakak dan juga kakak iparnya ke sungai dan membuangnya.
Bima dan anak buahnya pergi meninggalkan rumah orang tua Mahlini, dan dia langsung menelepon polisi dengan menggunakan nomor yang baru dia beli, supaya kejadian ini di anggap korban perampokan setelah menelpon nomernya langsung di buang.
"Kedua pasangan suami istri langsung membawa Mahlini pergi dari rumah yang sudah nggak aman lagi, tapi sebelum itu laki-laki yang menyelamatkan Mahlini masuk kedalam untuk mengambil surat-surat yang menurutnya penting, serasa nasib baik masih ada untuk seorang anak kecil yang dia tolong dia menemukan sesuatu yang sangat berharga dan langsung membawanya pergi.
"Ayo bu kita, pergi dari sini kita bawa anak ini pergi jauh dari kota ini, nyawa dia lagi dalam bahaya.
"Iya, pak." Jawab sang istri.
"Ayah, bunda." Mahlini kecil terus menangis memanggil ayah dan bundanya.
"Sabar yah, sayang kita harus segera pergi dari sini." Ucapan perempuan yang menggendongnya mereka meninggalkan kediaman rumah pak Yoko.
Bersambung..
Mahlini kecil masih terus menangis memanggil ayah dan bundanya yang nggak tau selamat atau sudah meninggal, sepasang suami istri itu meninggalkan kampungnya yang jau dari kota dimana tempat Mahlini tinggi bersama ayah dan bundanya.
"Mas kita mau pergi kemana?" Tanya istrinya.
"Mas juga belum tau sayang, kita pikirkan sambil jalan." Jawab sant suami.
Mereka adalah pasangan suami istri yang belum mempunyai anak di pernikahan sudah memasuki angka 10 tahun siapa lagi kalau bukan Regina dan Aidan, tanpa sngaja mereka melihat ada sebuah mobil warna hitam dan keluar beberapa orang yang berbadan kekar langsung menggedor-gedor pintu rumah seseorang.
pasangan suami isteri itu memutuskan untuk membuntuti mereka semua untuk melihat apa yang sebenrnya terjadi, untungnya saat mereka menutup pintu nggak terlalu kencang sehingga mereka masih bisa mengintip pintu yang sedikit terbuka, mereka membulatkan matanya hampir saja Regina berteriak melihat kejadian yang ada di depannya.
Aidan langsung menutup mulutnya agar istrinya nggak berteriak bisa-bisa mereka ketahuan bisa bahaya nanti, mereka terkejut saat melihat anak perempuan yang berusia 5 tahun mau berteriak memanggil ayah dan bundanya, dengan cepat Regina langsung menutup mulut anak perempuan yang berusia 5 tahun dan menyembunyikanya.
Setelah para penjahat membawa kedu korban yang telah mereka bantai, Aidan buru-buru mauk dan mengambil barang yang sekiranya berharga untuk masadepan anak perempuan yang mereka tolong, dan mereka pergi meninggalkan kota dimana nyawa anak yang mereka tolong dalam bahaya.
"Ya Allah mas, mereka siapa? kenapa sampai tega membantai mereka berdua, kasian anak ini mas," Ucap Regina.
"Mas juga nggak tau sayang, makanya kita harus cepet-cepet bawa anak ini pergi." Jawabannya.
Setelah kepergian Regina dan Aidan para polisi datang di kediaman rumah Yoko dan Renata, nggak ada siapa-siapa hanya ada barang-barang yang terlihat berantakan dan ada darah yang berceceran di lantai, ada sebuah ponsel yang tergeletak di lantai polisi langsung menghampiri nomor yang ada di dalam ponsel itu.
Nggak lama Bima dan anggota keluarga yang lain datang setelah polisi menelponnya, mereka berpura-pura nggak tau padahal mereka yang sudah merencanakan ini semua, Bima san istri pura-pura menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, polisi menjelaskan kalau ada seseorang yang menelponnya dan mengatakan ada korban perampokan.
"Pak, dimana anak kaka saya? Apa bapak menemukan anak perempuan kaka saya yang berumur 5 tahun? Dan dimana kakak dan kakak ipar saya?" Tanya Bima pura-pura panik.
"Mohon maaf pak, kami tidak menemukan siapapun di sini, saat team polisi datang rumah sudah sepi bahkan kita nggak menemukan anak kecil yang bapak sebutkan tadi, dan kami team polisi nggak menemukan dua orang yang anda maksud." Jawab polisi menerangkan.
"Permisi pak, saya mau masuk kedalam siapa tau anak kaka saya ada di dalam kamarnya." Bima berpamitan sama semua orang.
"Silakan pak." Jawab polisi.
Bima dan isterinya masuk kedalam mereka berdua mencari berkas-berkas penting milik Yoko dan Renata tapi nggak ada, Bima menggenggam kesal dimana kira-kira Yoko menyimpan semua berkas-berkas penting perusahaannya, gara-gara panik Bima sampai lupa mengambil berkas-berkas penting milik kakaknya dan Bima dan juga istrinya Klaudiya juga mencari Mahlini tapi nggak ada.
"Papah ini gimana sih, kenapa sampai lupa mengambil semua berkas-berkas penting itu dan dimana Mahlini sekarang hanya dia harta kita satu-satunya." Ujar Klaudiya.
"Yah gimana mah, papah bener-bener lupa, nggak papah yang terpenting kita masih ada perusahaan milik mas Yoko pasti kita yang melanjutkannya, karena Mahlini juga kan masih kecil, nanti kita cari Mahlini." Ujar Bima.
"Terserah papah deh, mamah ngikut saja." Jawab Klaudiya kesel.
Mereka kembali turun kebawah dengan wajah yang pura-pura sedih, beberapa anggota polisi langsung menanyakan keberadaan anak yang mereka maksud.
"Gimana pak Bima, bu Klaudiya apa ponakan kalian ketemu?" Tanyanya.
"Mereka nggak ada pak, tolong cari keponakan saya sampai ketemu pak dan tolong cari kedua kaka kami pak, kami mohon." Bima pura-pura merasa kehilangan.
"Bapak, ibu, tenang saja kami team polisi akan mencari kedua kakak kalian dan ponakan kalian." Polisi kembali menjawab ucapan Bima.
*****
Tiga belas tahun kemudian, di rumah yang nggak terlalu mewah dan besar dia pasangan paru baya dan satu remaja perempuan yang terlihat begitu cantik lagi sarapan pagi dengan nikmat, walaupun dengan lau sederhana mereka begitu menikmati makanan mereka.
"Lini kamu berangkat sekolah hati-hati, dan inget jangan bikin masalah di sekolah, kalau ibu atau bapak masih di panggil ke sekolah kamu ibu kirim ke pesantren." Ujar bu Regina.
"Iya bu, ih, ibu bawel banget Lini nggak pernah cari gara-gara sama mereka, mereka yang selalu menganggu Lini." Jawabnya.
"Lini," Ucap pak Aidan melihat Lini.
"Maaf." Sahut Lini menggaruk kepalanya yang nggak gatel.
Setelah Mahlini berangkat sekolah bu Regina dan suaminya duduk di ruang tamu, mereka lagi ngomongin masalah Mahlini yang sampai sekarang belum mengetahui orang tua kandungnya, mereka berdua juga nggak tau apa kedua orang tua Mahlini masih hidup atau sudah meninggal.
"Pak, nggak terasa kita mengasuh Mahlini sudah 13 tahun, ibu takut saat dia tau kalau kita bukan orang tua kandung dia, ibu takut dia marah dan kecewa." Bu Regina menyampaikan ke khawatirannya.
Pak Aidan menghela nafasnya pelan mendengar ucapan isterinya, beliau juga sebenarnya takut kalau Mahlini yang sudah si anggap sebagai anak kandungnya sendiri merasa kecewa, beliau berniat mau memberi tau setelah Mahlini lulus sekolah yang akan menginjak umur 19 tahun.
"Nanti kita kasih tau pelan-pelan bu, sudah sekarang ibu nggak usah khawatir, dia anak yang cerdas pasti tau kalau niat kita baik." Jawab pak Aidan.
"Iya baiklah pak." Sahutnya.
Mahlini sudah sampai di sekolahnya, tinggal beberapa bulan lagi dia akan masuk kuliah, sebenarnya dia ingin bekerja untuk membantu ibu dan bapaknya tapi mereka malah meminta dia untuk melanjutkan pendidikannya.
"Lini." Indah temen Mahlini memanggilnya.
Mahlini nggak menjawab jangankan menjawab menengok pun nggak, Indah mendengus dan berlari mau menghampiri temennya karena nggak melihat jalan dengan baik Indah menabrak seseorang.
Brug!
"Hai, kamu buta yah? Kamu pikir ini jalan lapangan bola, larih nggak lihat-lihat hah!" Teriak seseorang yang Indah tabrak.
Indah mendongak melihat seseorang yang mengatakan dirinya buta, dia melihat Sisil sedang menatapnya tajam, Indah memutar bola matanya malas melihat cewe yang ada di depannya.
"Kamu yang jalannya nggak lihat-lihat, sudah tau aku lagi lari kamu malah menabrak ku." Jawab Indah.
"Kamu!" Teriak Sisil mengangkat tangannya.
Bersambung..
Saat Sisil mau melayangkan tangannya di pipi Indah, Lini langsung menangkap tangan Sisil dan langsung berdiri di hadapannya, Sisil langsung melepaskan tangannya dari pegangan tangan Lini dia sedikit kesal karena Lini selalu saja ikut campur urusannya.
Indah tersenyum meledek melihat Sisil yang sedang kesal dia langsung berdiri di sebelah sahabatnya, Sisi meliha Lini dengan pandangan sinis membuat Indah memutar bola matanya malas, Lini tersenyum kecut melihat temen satu sekolahnya itu walaupun mereka nggak sekelas tapi Sisil suka bikin masalah di kelas mereka berdua.
"Kenapa kamu selalu saja ikut campur urusan aku? Bisa enggak sekali saja kemu ngilang dari pandangan aku? Aku jadi sial setiap melihatmu." Sisil menyilangkan tangannya di depan dada.
"Maaf Sisil kalau aku harus ikut campur, aku nggak mungkin ikut campur kalau kamu nggak mengganggu Inda dia sahabat aku otomatis aku harus membela kalau ada orang yang mau menyakitinya." Jawab Lini tersenyum.
"Dasar cewe miskin, bisanya ganggu urusan orang saja." Ujar Sisil menggeram marah.
"Sudahlah Lin nggak usa ladenin dia, kita bisa pusing ngadepin cewe kaya dia lebih baik kita masuk kelas saja." Indah menarik tangan Lini untuk masuk kedalam kelas.
Mendengar ucapan Indah rasanya ingin sekali Sisil menjanbak rambut panjang Indah cewe itu selalu saja bikin moodnya hancur, seandainya Lini nggak datang sudah dia layangkan tangannya di pipi Indah, mereka berdua saling berpandangan melihat Sisil.
"Ih, dasar yah kalian berdua awas kalian."
Sisil menunjuk wajah Indah dan Lini dia pergi meninggalkan mereka berdua dan berjalan ke arah kantin, mereka berdua hanya menggelengkan kepala pelan dan berjalan mau masuk kelas.
"Memang aneh itu anak sukanya bikin ribut saja masih pagi loh ini," Ucap Indah menggeleng.
"Nggak usah ngomongin dia terus kaya nggak ada topik lain saja." Jawab Lini cuek.
Saat mereka berdua mau masuk kedalam kelasnya dengan sengaja seseorang menabrak Lini sampai membuatnya terjatuh, Indah membulatkan matanya melihat Niko yang dengan sengaja menabrak sahabatnya.
Lini melihat kebelakang dia mengepalkan tangannya melihat cowo yang selalu cari gara-gara dengannya dia langsung berdiri dan melayangka pukulan ke perut Niko, dengan gerakan cepat Niko menangkap tangannya enggak hilang akal Lini langsung melayangkan kakinya menendangnya.
Bugh!
Lini tersenyum saat dia berhasil menendang perut Niko membuat dia mundur beberapa langka, Lini kembali melayangkan tangannya kali ini Niko berhasil menghindarinya, dia langsung mendorong Lini sampai dia membentur meja mengenai perutnya.
Niko tersenyum sinis saat Lini menabrak meja dan mengenai perutnya, Lini menatapnya tajam dia langsung bangun dan langsung memberi pukulan tepat di wajah Niko sampai dia terjatuh di lantai, Indah menggeleng dia harus segera memisahkan mereka berdua dia melihat temen-temen sekelasnya yang lagi pada nonton perkelahian Lini dan Niko, dia berteriak meminta temannya untuk memisahkan Lini dan Niko tapi nggak ada yang mau karena mereka nggak ada yang berani.
"Hiya!" Tariak Lini mau kembali mengajar Niko.
Seseorang langsung menangkap tangan Lini, dan menggenggamnya erat Indah bernafas dengan lega saat melihat Bagast datang tepat waktu, untung saja dia datang kalau nggak bisa bahaya, Lini menatap tajam cowo yang ada di depannya Bagast juga nggak kalah dia menatap Lini dengan tatapan setajam belati.
Lini langsung menghempaskan tangan Bagast dengan begitu kuat sampai terlepas, Bagast mendekati Lini dan langsung menarik tangannya saat cewe yang ada di depannya mau meninggalkan dirinya, Bagast adalah ketua osis jadi kalau ada murid yang bikin keributan dia akan langsung membawanya ke ruangan kepala sekolah dan Lini adalah salah satu murid yang suka bikin ulah.
"Mau kemana kamu? Ikut aku keruangan kepala sekolah." Ujarnya.
"Lepaskan tangan ku, nggak usah tarik-tarik aku bisa jalan sendiri."
Lini meninggalkan Bagast dan Niko Bagast juga menyuruh Niko untuk ikut bersamanya, Lini mengumpati kaka kelasnya sekaligus ketua osis dua periode, entah kenapa dia selalu datang di waktu yang kurang tepat kalau ibunya tau bisa kena marah dia. Apalagi pagi tadi pagi ibunya sudah berpesan untuk tidak membuat keributan tapi sekarang apa.
Bagast berdiri di belakang mereka berdua, mereka kini sudah sampai di ruangan kepala sekolah dan duduk di hadapannya, beliau bosen lagi-lagi melihat Mahlini bikin keributan ternyata nggak ada kapoknya siswi yang sudah duduk di depannya selalu berurusan dengannya, beliau menghela nafasnya kasar.
"Apa yang dia lakukan Gas?" Tanya kepala sekolah.
"Mereka berdua berkelahi di dalam kelas pak." Bagast menjawab ucapan pak kepala sekolah.
Lini melihat Bagast yang sedang berdiri di belakangnya, sedangkan Niko hanya dian saja dia melihat Lini yang sedang menatapnya dengan sinis, tapi dia sama sekali nggak peduli sama cewe yang ada di sebelahnya.
Pak kepala sekolah menggela nafasnya pelan lagi-lagi murid perempuannya itu selalu bikin keributan, padahal sudah sering di hukum tapi nggak pernah kapok dan selalu bikin ulah sekarang sama siapa dan besoknya juga sama siapa, pak kepala sekolah nggak tau harus kasih hukuman apa buat dua murid yang ada di depannya.
Sama seperti Lini begitu juga Niko anak pentolan sekolah yang papahnya sebagai donatur tetap di sekolahnya dia belajar sehingga dia bisa berbuat semena-mena, untung cuma punya dua murid yang berandal coba kalau lebih dari dua, cuma yah terkadang pusing juga sama kedua temen Niko.
"Bagast kamu suruh mereka berdua keliling lapangan sebanyak 10 kali, habis itu suruh mereka membersihkan toilet sekolah, Niko bagian toilet cowo Lini toilet cewe." Ujar pak kepala sekolah.
Brak!
Mendengar hukum yang di berikan pak kepala sekolah Niko nggak terima kepala sekolah menyuruhnya untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali sudah gitu di suruh bersihin toilet segala, apa orang yang ada di depannya nggak tau siapa dirinya, apa orang yang ada di depannya lupa siapa Niko Afrat Wijaya.
Bagast yang melihat Niko berdiri dan menggebrak meja di depan pak kepala sekolah langsung menarik tangannya dan menyuruhnya untuk kembali duduk, Lini hanya menatap malas cowo yang ada di sebelahnya mentang-mentang anak donatur di sekolah dia belajar seenaknya nggak mau di hukum.
"Yang sopan Niko, orang yang ada di depan kamu itu adalah orang tua, kenapa? Apa karena kamu nggak mau di hukum mengitari lapangan sekolah dan bersihkan toilet? Jangan mentang-mentang kamu anak donatur di sekolahan ini sehingga kamu nggak terima, hukuman tetap hukuman itu sudah menjadi peraturan sekolah jangan sangkut pautkan sama masalah urusan pribadi." Ujar Bagast melihat Niko.
Lini tersenyum tumben ternyata cowo yang ada di belakangnya berani juga melawan Niko si pentolan sekolah, Niko mengepalkan tangannya dia nggak terima dengan perkataan Bagas yang sudah berani bicara seperti itu di depan orang banyak dirinya merasa di permalukan, dia berdiri mau meninggalkan ruang kepala sekolah tetapi langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Bagast.
"Cowo gantle nggak akan lari dari tanggung jawabnya."
"Kau, beraninya!" Niko menggeram marah."
Niko ingin melayangkan pukulan di wajah Bagast tapi seseorang menahannya.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!