Hosh... Hosh... Hosh...
Deru napas seorang pria berpakaian compang camping tidak karuan itu begitu terdengar, kedua matanya mengedar liar mencari buruannya yang berlari entah kemana.
Kedua tangannya menopang diarea pinggang, dadanya naik turun menandakan kalau paru parunya masih membutuhkan oksigen. Dia rehat sejenak, hingga tidak lama dua orang berpakaian layaknya tukang parkir dan tukang sate madura berlari ke arahnya dengan napas terengah.
"Dia hilang?" tanya salah satu dari mereka.
Pria berpakaian pemulung itu menoleh, dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun tapi memberi kode lewat gerakan tangan.
"Kan sudah saya kata, Ndan. Tuh orang pasti punya ilmu malih raga makanya dari kemaren kemaren susah sekali di tangkapnya."
Pria berpakaian khas tukang sate padang itu terus saja mengoceh, dadanya naik turun- kumis panjangnya bergerak saat sudut bibirnya berkedut. Kedua matanya mengedar, dia terlihat menghindari tatapan pria bertubuh tinggi di hadapannya saat ini.
Sementara didalam sebuah gentong air kumuh, tanpa ketiganya sadari seorang pria berambut gondrong dengan banyak tato di tangan serta kakinya terlihat menepuk dadanya bangga, bahkan raut wajahnya begitu angkuh saat merasa kalau ketiga orang pria yang dia ketahui bukan warga biasa itu tidak mampu menangkap dan menemukannya saat ini.
"Dasar petugas oon," gumamnya pelan.
Gigitan nyamuk yang menjadi penghuni gentong air itu tidak dia pedulikan, saat ini yang paling penting adalah bagaimana caranya agar bisa segera keluar dari tempat sempit ini.
"Kalian berpencar, aku akan kesana dan kalian berdua ke arah sana!"
Pria berpakaian pemulung itu memberikan perintah tegas, satu tangannya terlihat merogoh sesuatu dari balik kaos tak layak pakai yang melekat ditubuh atletis nya.
Sebuah pistol
Tanpa membantah kedua rekannya segera bergerak, kedua pria itu berlari cepat menuju arah yang di tunjuk oleh pria yang memimpin penggerebekan kali ini. Sementara pria berpenampilan pemulung itu perlahan melangkahkan kedua kakinya, dia menjauh dari tempat itu hingga suara derap kakinya tidak lagi terdengar.
Dan hal itu segera dimanfaatkan oleh orang yang tengah bersembunyi didalam gentong air. Orang itu memasang kedua telinganya baik baik, memastikan kalau diluar sana sudah tidak ada lagi ketiga manusia yang mengejarnya bagaikan penjahat kelas internasional.
Padahal kan dirinya hanya menjual beberapa gram ganja dan sabu, tidak sampai berkilo kilo. Lalu kenapa malah di buru seperti seorang mafia kelas megalodon seperti ini? Hanya untuk menyambung nyawa, membeli pulsa, dan sebuah istana ish ish ish.
Orang itu berdecak, dia perlahan keluar dari tempat persembunyiannya. Mulai dari ujung kepalanya yang terlihat, lalu kemudian kedua mata dan kini setengah tubuhnya sudah terlihat dengan jelas.
Orang itu hampir saja muntah saat mencium aroma tubuhnya saat ini, aromanya sangat tidak enak- asem dan berbau seperti kotoran kucing.
"Sialan, bekas apaan sih nih gentong?" rutuknya.
Perlahan dia keluar dari sana, kedua matanya masih mengedar memastikan kalau tempat ini benar benar sepi dan aman.
"Kayaknya mereka udah pergi. Cih, harusnya Komandan mereka itu ngirim orang yang lebih pinter. Ngejar satu orang aja gak bisa, dasar tukang makan gajih buta!" sungut nya lagi.
Senyuman sinis dan meremehkannya terbit, dia merasa lebih hebat dari ketiga orang yang mengejarnya tadi. Pria itu menepuk dada dan membersihkan pakaiannya dari kotoran sebelum berbalik ke arah lain dengan senyuman kemenangan yang terus saja mengembang.
Hingga akhirnya senyumannya perlahan surut, tubuhnya membatu, jakunnya naik turun, kedua matanya berkedip cepat saat melihat seorang pria tengah bersandar di gerobak tua sembari menatap tajam ke arahnya.
"Tikus got sudah keluar dari persembunyian, persiapkan semuanya." ucap pria yang tengah menyandar santai di sebuah gerobak usang sembari menekan sebuah alat kecil di salah satu telinganya. Satu tangannya menodongkan senjata api pada buruannya, terlihat dingin dan mematikan.
🕷
🕷
🕷
"Divta, kamu baru pulang?"
Seorang wanita paruh baya melangkah cepat menghampiri pria yang hendak masuk kedalam kamarnya. Pria berjaket hitam itu menipiskan bibirnya saat melihat wanita tua yang sudah merawatnya sejak kecil itu begitu antusias menyambut kepulangannya.
"Eyang belum tidur?" tanyanya, tangannya segera merangkul tubuh renta yang tidak sekuat dulu.
"Jangan bikin Eyang khawatir toh. Mbok yo kamu nelpon ke rumah kalo ada tugas yang gak bisa ditinggalkan. Eyang tiap malam gak bisa tidur gara gara mikirin cucu Eyang ini."
Senyuman pria itu kian melebar, pelukannya semakin mengerat bahkan tidak sungkan memberikan kecupan di pipi wanita tua itu.
"Lain kali aku bakalan ngabarin Eyang. Ya sudah Eyang istirahat, ini sudah malam nanti Eyang bisa masuk angin. Kata dokter angin malam gak baik buat orang tua," pria itu terkekeh.
Dia mengaduh saat mendapatkan cubitan keras di pinggangnya, entah kenapa dirinya sangat suka menggoda wanita yang sudah melahirkan mendiang Ayahnya ini. Walaupun dari kecil dirinya tidak pernah bertemu dengan Sang Ayah kecuali hanya fotonya.
"Kamu yang tidur sana! Inget besok pagi Eyang mau bawa kamu pergi jangan kabur. Eyang gak mau kamu jadi perjaka tua gara gara sibuk ngejar orang tapi gak pernah berhasil ngejar gadis biar bisa dijadiin cucu mantu Eyang."
Wanita itu kembali mencubit cucunya, dia gemas dengan sang cucu karena diusianya yang sudah menginjak umur 26 tahun belum berhasil mendapatkan satu orang gadis pun. Padahal wajah, tubuh, sikap sang cucu sangat sempurna menurutnya, punya pekerjaan tetap walaupun gajinya tidak sebesar para pengusaha.
Tapi soal peduli pada keluarga, wanita tua itu sama sekali tidak meragukan cucunya. Apa lagi semenjak suaminya meninggal, Pradivta lah yang menjadi tumpuan hidupnya. Sejak berusia 1 tahun dirinya dan mendiang suaminya yang mengasuh Pradivta Agas, terlebih saat putra bungsu dan menantunya meninggal dalam kecelakaan mobil.
Dirinya dan mendiang suaminya yang bertanggung jawab atas hidup Pradivta, dan sekarang Pradivta lah yang menjadi penanggung jawab sang Eyang, satu satunya orang yang peduli dan menyayanginya tanpa tapi. Padahal dirinya masih memiliki paman dari pihak ibu dan Ayahnya, tapi mereka sekalipun tidak pernah mau ikut campur- bahkan membantu membelikan susu untuknya saja tidak pernah.
Beruntung dirinya bisa hidup dari pensiunan sang kakek yang pernah menjadi anggota kepolisian.
"Gadis mana lagi yang mau Eyang kenalin. Dari kemaren kan udah, mereka gak ada yang mau sama Divta. Jaman sekarang bukan cuma tampang yang dicari Eyang, tapi juga uang. Mana mau mereka hidup pas pasan sama kita, gajih Divta gak bakalan cukup buat beli skincare mereka."
Pradivta berusaha menolak dengan halus, dia tidak mau lagi di cecar banyak pertanyaan oleh gadis yang akan dikenalkan Eyang nya nanti, seperti waktu yang sudah lewat.
Banyak yang menginginkannya, tapi tidak dengan pekerjaannya saat ini.
"Halah, itukan mereka yang ini beda lagi. Eyang jamin tanpa skincare yang harganya bisa dapat 4 karung beras super itu dia udah cantik. Cuma tinggal kamu rawat, perhatikan, kasih cinta sama sayang juga, dia cuci muka pake air beras aja udah glowing. Yowes tidur sana, inget pagi pagi bangun jangan kabur! Awas aja kalo kabur Eyang sunat kamu!"
Wanita tua itu berbalik setelah memberikan ancaman, kedua matanya memicing tajam pada sang cucu. Memberikan peringatan keras agar cucunya tidak kabur seperti waktu itu.
"Eyang ancamannya bikin ngilu," gumamnya pelan.
Dia pasrah dan tidak bisa membantah, okelah kali ini harus patuh- dia juga penasaran seperti apa gadis yang akan dikenalnya nanti.
"Semoga aja bukan putri keraton, kalo sampai putri keraton bisa ambyar." cetus nya lagi.
HOLLA SELAMAT DATANG DI CERITA BARUNYA MAK DUREN😘😘
KALAU LAPAKNYA RAME NANTI MAK DUREN UP LAGI, AYOOOOOO REMEIIIIIIINNNNN SAYANG😘😘😘😘😘
JANGAN LUPA LIKE FAVORIT KOMEN DAN VOTE NYA TERIMAKASIH😘😘
"Galexia, dengerin Papi!"
Langkah gadis berwajah bule itu terhenti sejenak, dia semakin kesal saat mendengar pria paruh baya yang tadi menahannya kembali bersuara, kali ini terdengar cukup serius- bahkan gadis itu dapat melihat tatapan tajam sang Ayah yang begitu menusuk.
Emang dasar galak!
"Lexi udah bilang gak mau ya gak mau, Pi! Kenapa harus maksa sih? Papi sama Mami kira aku gak laku apa ya, Pi aku tuh gak mau dikenalin sama- PAPI!"
"BANG!"
Gadis itu memekik keras saat melihat pria yang tadi melotot dan menatap tajam ke arahnya tiba tiba saha memegangi dadanya dan ambruk di lantai, membuat wanita yang duduk tidak jauh dari pria itu terlihat begitu panik saat melihat suaminya tiba tiba seperti ini.
"Apa yang sakit? Kita kerumah sakit sekar-, "
"Papi g-ak pernah ngela-rang apa pun ya-ng kamu mau, Xia. Mau kamu ikut balapan, tawuran, berantem, Papi gak pernah larang. Ta-pi buat kali ini aja, Pa-pi mohon," ujarnya terbata.
Kedua matanya menatap sendu pada anak semata wayangnya yang memang tidak suka dengan namanya aturan, dan rencananya dia serta Crystal istrinya akan mengenalkan sang anak pada orang yang memiliki banyak aturan dalam hidupnya.
Semoga saja anak perempuannya ini akan berubah walaupun sedikit. Galexia memang bukan gadis nakal yang suka keluyuran setiap malam dan keluar masuk klub, gadis itu lebih sering berdiam diri didalam kamar sembari mengotak atik sesuatu. Tapi jangan salah, sekalinya Galexia keluar dari rumah dia mampu membuat seorang Galaska Gavy Ranendra kalang kabut dibuatnya.
Rumah sakit atau kantor polisi? Hanya dua tempat itu yang akan Galaska dan Crystal datangi.
"Tapi-,"
"Papi cuma punya kamu Sayang, tolong." rayunya lagi.
Kali ini Galaska benar benar merendah, pria yang dulu selalu bersikap galak dan bermulut bak cabe setan harus takluk oleh anak gadisnya.
Mungkin karma?
"Oke fine! Kali ini aja. Kalo aku gak setuju Papi jangan maksa lagi, jam berapa?"
Perlahan senyuman Galaska terbit, tapi hanya sebentar karena dia kembali meringis sembari memegangi dadanya. Ekor matanya melirik Crystal yang masih terlihat khawatir, ibu dari satu orang anak itu terus saja memberikan usapan lembut di dadanya.
Astaga wanitanya memang begitu polos.
"Jam 7, kamu jangan kemana mana! Mereka bakalan datang ke rumah kita malam ini!"
Galexia mendengus, tidak ada jawaban YA keluar dari bibir sexy nya. Gadis itu hanya mengangguk dan perlahan membantu sang Ayah untuk kembali duduk di sofa. Jujur saat seperti ini raut wajah Galexia terlihat begitu sangar, mata bulat abu abu, berwajah bule, bibir tebal, body bak gitar Spanyol membuat banyak nilai plus plus plus di mata para pria. Tapi sayang gadis judes itu tidak mudah untuk di jinakan oleh mereka.
Walaupun memang wajahnya terlihat judes, tapi sebenarnya Galexia jinak saat bertemu dengan pawangnya nanti.
"Kamu makan dulu ya Sayang, Mami tadi udah bikinin makan siang kesukaan kalian," kali ini Crystal ikut berbicara. Suaranya begitu halus, sepertinya memang benar Gakexia adalah produk ciptaan Galaska seorang karena Crystal hanya menampung tanpa dizinkan untuk memberikan sedikit gen nya, bahkan golongan darah Gakexia sama dengan Galaska.
"Aku gak lapar, aku mau kekamar. Kalo mereka udah datang Mami panggil aja!"
Galexia berlalu, dia tidak menghiraukan kedua orang tuanya. Crystal juga sengaja membiarkan putrinya pergi dan menahan Galaska agar tidak kembali menghalangi sang putri.
Dia tahu kalau Galexia marah dan masih tidak menerima semua rencana ini, tapi mau bagaimana lagi suaminya mengatakan ini demi Galexia. Kebebasan gadis itu harus segera dikontrol, walaupun Galexia tidak nakal melebihi ambang batas tapi Galaska tetap saja khawatir. Ternyata anak perempuan juga bisa sebengal laki laki, bahkan mungkin lebih parah.
Dulu Galexia pernah ikut tawuran di kampusnya, dan membuat beberapa mahasiswa kampus lain mengalami cedera kepala akibat hantaman balik yang dilayangkan gadis itu, alhasil dirinya juga yang turun tangan.
Dan sekarang Galaska akan memaksa Galexia untuk menuruti keinginannya, di kenalkan, dijodohkan, dinikahkan dengan pria yang hidupnya banyak aturan.
Lihat saja nanti!
🦇
🦇
🦇
Pradivta sudah rapih dan bersiap untuk menemui gadis yang akan di kenalkan padanya. Pria berkemeja batik lengan panjang itu terlihat tampan, tidak seperti kemarin saat dia pulang ke rumah. Jaket kulit hitam, sepatu lusuh, celana jeans robek, wajah berjanggut membuat penampilannya sedikit mengerikan.
Tidak bukan hanya sedikit, tapi memang terlihat mengerikan. Divta terlihat seperti preman pasar yang sedang kejar setoran, mungkin kalau gadis yang akan dikenalkan padanya itu melihat penampilannya saat bertugas sang gadis akan menolak tanpa basa basi.
Lusuh dan terlihat miskin.
"Haaahh!" Pradivta menghela napasnya kasar. Dia merapihkan rambut pendeknya dan membenarkan kaca mata bening yang membingkai dikedua matanya.
Mau dipandang dari sudut mana pun dirinya memang tampan, tapi sayang isi dompet dan rekeningnya tidak setampan wajahnya, malang sekali.
"Divta, ayo berangkat!"
Suara panggilan Sang Eyang membuat Pradivta tersentak, dia buru buru menatap penampilannya kembali di kaca lalu setelah memastikan dirinya siap jiwa dan raga pria itu segera keluar.
Tidak lupa berdoa agar perjalanan dan rencana Eyang nya berjalan lancar sesuai dengan keinginan wanita tua itu.
Sepanjang perjalanan Eyang Sari terus saja memberikan wejangan untuk cucunya. Wanita tua itu berkali kali memukul lengan Pradivta saat pria dewasa itu tidak menyahut atau mengabaikannya.
Perjalanan mereka cukup memakan waktu, hingga akhirnya tidak lama sampai dialamat yang dituju. Keduanya turun dari taxi, Pradivta terlihat mengedarkan pandangannya ke arah rumah dua lantai yang tidak jauh darinya.
Suasana sepi, tapi area ini cukup aman. Tidak ada bau bau yang mencurigakan walaupun tidak ada penjaganya.
"Ayo! Kok malah ngelamun!" Eyang Sari menarik lengan Pradivta, wanita tua itu kembali gemas dengan cucunya yang malah memperhatikan area rumah calon mertuanya.
Eyang Sari menggelengkan kepalanya, dalam situasi seperti ini saja Pradivta masih berperan sebagai pengintai. Padahal malam ini dia akan menemui calon istrinya dan berencana meminangnya, tapi pria itu malah sibuk mengasah mata dan hidungnya.
"Nanti kalo udah didalam jangan terlalu memasang mata sama telinga kamu, Div. Inget kamu lagi mau kenalan sama calon istri bukan calon buruan kamu, tolong bedakan tugas negara sama urusan pribadi. Eyang gak mau kalau keluarga calon kamu tahu apa pekerjaan yang kamu miliki sekarang. Inget pesan Almarhum Eyangmu, rahasiakan- jangan sampai ada orang yang tahu demi kebaikan kita semua."
Pradivta mengangguk, pria itu menghirup napasnya dalam, kedua matanya menatap lurus ke arah rumah yang akan dimasukinya sebentar lagi. Dari arah luar suasana rumah sudah ramai, banyak mobil yang terparkir dihalaman dan Pradivta yakin kalau didalam rumah sana sudah banyak orang yang menunggu kedatangannya bersama Eyang Sari.
"Rileks Pradivta rileks." gumamnya pelan.
Jujur, entah kenapa kali ini lebih menegangkan dari pada pertemuan pertemuan sebelumnya, saat dirinya dikenalkan oleh Sang Eyang Putri dengan para gadis. Kalau bisa memilih, dirinya lebih baik mengintai dan memburu seorang penjahat kelas kakap di salah satu pulau terpencil, dari pada harus kembali menerima penolakan dari gadis yang akan dikenalnya nanti.
Sakitnya memang tidak seberapa, tapi malunya itu walaupun sudah melewati tiga kali puasa tiga kali lebaran pun masih terasa.
Semangat Pradivta!
MASIH GANTENG KOK MAS DIVTA😘😘😘😘
YA EMANG GINI BENTUKAN ANAK SI GALAK MAH JUDES🤣🤣🤣🤣🤣🙈🙈🙈
Kedua keluarga sudah bertemu malam ini, mereka terlihat mulai mengakrabkan diri dengan berbincang ringan, belum sampai ke intinya.
Eyang Sari terlihat terus saja menyunggingkan senyumannya saat melihat calon besannya menerima kedatangannya serta Sang Cucu. Sementara Pradivta, pria itu terus saja menunduk lugu, sesekali membenarkan letak kacamata bening yang membingkai kedua netranya. Jari jemarinya saling bertaut, saat ini Pradivta terlihat seperti pria kikuk dan terlihat culun di kedua mata seorang gadis berwajah bule dihadapannya.
Sedari tadi gadis itu terus saja menatapnya tanpa ingin memberi jeda, terlihat begitu tajam dan mengintimidasi. Bahkan sang gadis tidak segan segan menelisik Pradivta dari atas hingga bawah, sudut bibirnya terangkat tapi gadis itu sama sekali tidak bersuara apa pun.
Oke Pradivta seakan tengah menjadi mangsa saat ini, sorot mata abu abu itu begitu mampu membuatnya tertunduk cukup lama, walaupun sebenarnya dia hanya sedang bersandiwara menjadi pria culun yang baik tidak banyak tingkah dan bicara.
"Jadi kedatangan saya dan Pradivta cucu saya ini, ingin lebih mengenal keluarga calon besan dan Nak Xia tentunya. Maaf kalau kami cuma datang berdua, dan terimakasih atas sambutan dari keluarga Pak Galaska."
Eyang Sari mulai berbicara ke intinya, dia merasa perbincangan tadi sudah cukup untuk mengenal bagaimana karakter keluarga kenalan mendiang suaminya ini. Keluarga ini sangat ramah, mereka menyambut dengan tangan terbuka walaupun dirinya dan Pradivta hanya membawa beberapa buah tangan, tidak banyak dan berlebihan.
"Saya dan keluarga juga senang akhirnya Eyang Sari dan Nak Divta mau berkunjung ke rumah kami. Maaf kalau suasananya ramai jadi kurang nyaman untuk kalian berdua, ya beginilah keluarga kami- keluarga besar. Dan untuk Nak Divta, bagaimana, apa sudah puas melihat putri saya secara langsung? Dia tidak menggigitkan?" pria paruh baya yang saat ini tengah memperhatikan interaksi Pradivta dan putri semata wayangnya itu menipiskan bibir, bahkan terkekeh kecil saat melihat wajah pria muda itu memerah.
"Jangan ditatap kayak gitu Mas Divta nya dong Sayang! Lihat, dia sampai keringatan gitu gara gara kamu. Matanya jangan melotot kayak gitu, Mas Divta nya bisa sawan nanti!"
Sang gadis bergaun abu abu itu menoleh pada Papinya, kedua mata abu abunya kian membulat semakin lebar saat mendengar ucapan pria yang satu gen dengannya. Dengan tenang dia menghirup napas pelan, lalu menghembuskannya perlahan. Papinya benar benar membuat dirinya mati kutu, padahal hanya menatap tidak mungkin bisa membohongi kepala pria muda yang ada dihadapannya saat ini.
Pria berkaca mata, berpenampilan rapih, rambut klimis, wajah manis, berkulit bersih, terlihat seperti anak baik dan culun yang pastinya terlihat berseberangan dengan dirinya yang jauh dari kata diam.
Dia urakan dan tidak pernah mau diatur.
"Putri anda cantik, Pak." cetus Divta tanpa basa basi.
Pria itu menampilkan senyuman lebarnya saat melihat sang gadis menatap kearahnya, kedua matanya kian membulat dan terlihat seakan ingin menelannya hidup hidup.
Sementara Galaska dan yang lainnya malah di buat tertawa, tapi Eyang Sari terlihat mencoba menahan tangannya agar tidak mencubit sang cucu yang membuatnya terkejut.
Sejak kapan Pradivta pandai merayu?
"Namanya juga perempuan, ya pasti cantik. Tapi kamu jangan kaget, nanti kalo dia sudah berganti kostum kamu enggak bakalan melihat kecantikan itu, tapi kesangaran sama muka judesnya."
Pradivta tidak membalas, dia hanya menampilkan senyumannya pada gadis yang masih menatap dalam ke arahnya tanpa berkedip. Bukan tatapan terpesona atau pun mengagumi, melainkan tatapan penuh peringatan yang semakin membuat Pradivta dilanda rasa penasaran.
Baru kali ini dia mendapati gadis yang terang terangan menatap tidak suka ke arahnya, dan menyatakan perang dingin. Padahal dulu setiap gadis yang dikenalkan oleh Sang Eyang akan menunduk, mereka terlihat malu malu untuk menatap ke arahnya.
Tapi yang ini berbeda, bahkan dikedua mata Pradivta ada rasa tidak asing. Rasanya pernah melihat wajah judes, jutek dan galak itu, tapi dimana?
🦉
🦉
🦉
"Kalian ngobrol aja dulu, Mami mau kedepan nemuin Eyang Sari sama yang lain,"
Crystal menepuk pipi putrinya sebelum berlalu, dia juga memberikan senyuman ramahnya pada pria yang katanya akan menjadi menantunya itu.
Crystal mengakui kalau pria muda yang bernama Pradivta Atas itu memang baik, sopan, santun, bahkan tidak banyak bicara. Bahkan saat Galaska menanyakan apa kegiatannya setiap hari Pradivta hanya menjawab, KERJA SERABUTAN.
Dirinya dan yang lain termasuk anggota keluarga Prayoga dan Samudera dibuat terbatuk, bukan masalah pekerjaannya yang membuat mereka terkejut tapi ekspresi tenang yang di tunjukan Pradivta tadi.
Bahkan Galexia tidak henti hentinya mencubit pahanya saat mendengar itu, sang gadis berbisik dan mengatakan ' Papi gak salah milih dia? Maksudnya apa kerja serabutan?'
Tapi Crystal bersikap tenang, dia hanya menepuk paha putrinya agar kembali rileks dan mendengarkan apa yang akan Galaska katakan. Diluar nalar, Galaska malah tertawa dan menepuk akrab pundak Pradivta dan mengatakan ' Enggak apa apa, yang penting kerjaan kamu banyak dan halal. Tenang anak saya enggak suka shopping, dia sukanya makan.'
Dan itu kian membuat Galexia tercengang, dia tidak menyangka kalau sang Papi akan berbicara seperti itu. Apa Papinya benar benar ingin dia pergi secepatnya dari rumah ini, hingga mengiyakan apa pun yang dikatakan pria berkacamata yang saat ini tengah duduk bersamanya?
"Jadi, nama kamu Galexia?"
Pradivta memulai pembicaraan, dia menatap pada sang gadis tanpa ragu. Senyuman tipisnya mengembang saat kedua mata mereka bertemu, dan Pradivta dapat melihat netra abu abu itu lagi.
Cantik dan misterius
"Lo setuju sama perjodohan ini? Gue kasih tau ya, gue bukan gadis baik, gue suka kelayapan, tukang berantem, tukang balapan, tukang mukulin orang, gue bukan gadis anggun yang lo-,"
"Aku tau! Aku juga bukan pria sempurna." selanya cepat.
Senyuman Pradivta kian melebar kala melihat Galexia menarik napasnya cukup dalam, bahkan salah satu tangannya yang terkepal memukul udara dengan gemas seakan ingin melampiaskan kekesalannya pada virus yang berterbangan di udara.
"Lo terlalu baik buat gue!" cetus Galexia lagi.
Gadis itu seakan tengah mendoktrin Pradivta untuk tidak menyukainya dan membatalkan perkenalan juga perjodohan mereka. Karena dirinya sendiri tidak akan bisa menolaknya, sudah tahukan jawabannya karena apa.
"Aku bisa jadi penjahat kalau kamu mau,"
Galexia memijat dahinya, dia menunduk- menyumpah serapahi pria yang terlihat culun tapi entah kenapa selalu bisa menjawabnya.
"Lo bakalan nyesel kalo nikahin gue. Makan gue banyak, gue gak bisa masak, gak bisa nyapu, gak bisa nyuci, gak bisa ngepel beres beres rumah, lo pasti bakalan kere-,"
"Tenang aja, aku juga gak bisa nyari uang yang banyak, gak bisa ngasih kamu hidup yang enak, gak bisa bawa kamu shopping tiap minggu, beliin skincare mahal, cuma bisa ngasih uang belanja pas pasan sama makan seadanya."
Galexia menganga, kedua matanya berkedip pelan mendengar penuturan pria yang tengah melebarkan senyuman padanya. Kenapa mereka malah adu kekurangan seperti ini? Baru pertama kali ini Galexia melihat dan mendengar seorang pria merendahkan dirinya sendiri didepan gadis yang sedang di dekatinya.
Karena biasanya para pria akan berlomba lomba meninggikan dirinya walaupun itu bohong demi bisa membuat sang gadis terpesona dan terkagum kagum. Tapi untuk pria yang satu ini, kenapa bisa?
"Tau ah, lo ngomong aja sama Papi. Gue gak tau lagi kudu ngapain!" ucap Galexia frustasi dan memilih bangkit meninggalkan Pradivta yang masih duduk tenang di tempatnya.
"Iya, nanti aku bakalan bicara sama Pak Galaska kalau kamu setuju dan minta secepatnya di lamar." cetus nya, dan itu berhasil membuat langkah Galexia terhenti.
JANGAN BIKIN ANAK PERAWAN ORANG NGEREOG DONG MAS DIVTA🤣🤣🤣🙈🙈🙈🙈
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!