NovelToon NovelToon

Tawanan Hati Sang Musuh

Bab 1 Kejamnya Ibu Tiri

Plak

Satu tamparan panas kembali mendarat di pipi Prillya Sofyan. Gadis berusia 18 tahun itu meringis sakit. Akan tetapi ia tidak berani mengeluh.

Satu kali ia mengeluh atau menangis maka bukan cuma pipinya yang akan sakit atau nyeri. Anggota tubuhnya yang lain pun akan merasakan hal yang sama.

"Udah berapa kali kamu pulang telat seperti ini anak sialan!" Asna bertanya dengan tangan mencengkram erat lengan gadis muda yang tampak sangat kurus itu.

Tulangnya begitu menonjol dibagian pergelangan tangannya. Sedangkan kulitnya yang kecoklatan semakin menambah penampilannya yang begitu menyedihkan.

"Kenapa kamu tidak menjawab Prilly?!" Asna semakin emosi. Sekarang tangannya berpindah ke dagu gadis itu. Ia mencengkeramnya keras sampai Prilly meringis sakit.

"Maafkan saya Bu. Saya tadi ketinggalan angkot satu-satunya jalur ke rumah ini. Jadi saya jalan kaki." Prilly tak bisa lagi menahan rasa sedih yang ia rasakan. Air matanya menetes satu-satu dari kelopak matanya.

"Hah? Alasan macam apa itu? Memangnya apa saja yang kamu lakukan di Sekolah sampai ketinggalan seperti itu anak sialan! Pacaran ya!?"

Prilya semakin sedih dengan tuduhan tak beralasan itu. Dadanya sesak. Airmatanya semakin luruh membasahi pipinya. Asna melepaskan tangannya pada dagu anak tirinya itu seraya mencibir.

"Ah iya, Saya baru sadar kalau kamu pasti tidak mungkin mempunyai seorang pacar. Kamu kan sangat jelek dan juga bulukan, hahahaha. Mendingan juga Ardina putriku yang cantik. Pasti jadi rebutan di sekolah."

"Sekarang kamu ke dapur! Cuci piring dan bersihkan rumah!"

"Iya Bu." Gadis itu langsung menuju kamarnya tetapi tas punggung tuanya ditarik paksa oleh Asna hingga terdengar bunyi krek karena robek. Maklumlah usia yang sudah tua dengan beban yang tidak seimbang dengan kemampuannya membuat tas itu rusak. Ia memuntahkan semua isinya.

"Astaghfirullah," gumam gadis menyedihkan itu dengan tarikan nafas yang semakin sesak.

"Ibu, ini tas saya satu-satunya, hiks." Prilya berjongkok untuk mengambil buku dan pulpennya yang jatuh ke lantai.

"Itu artinya mulai saat ini kamu sudah tidak perlu ke sekolah lagi. Kerjamu itu di rumah saja menjadi pelayan!" Asna mencibir kemudian meninggalkan gadis itu mengumpulkan buku-bukunya.

"Ya Allah, maafkan saya kalau sudah tidak sanggup menerima ini semua. Biarlah saya diculik saja oleh siapapun yang mau, asalkan tidak lagi tinggal di rumah bagai neraka ini," ujarnya dengan tangis sesenggukan.

Bertahun-tahun ia hidup menderita sejak Ayahnya menikah lagi. Usianya 10 tahun waktu itu. Dan sejak itu ia tak pernah lagi merasakan yang namanya bahagia.

Perlahan ia menyusut airmatanya yang anehnya selalu saja bisa keluar meskipun ia telah menghabiskannya setiap saat. Gadis itu pun berdiri setelah buku dan pulpennya terkumpul di tangannya. Ia memasuki kamarnya di belakang berdampingan dengan dapur. Sebuah kamar kecil yang lebih layak disebut sebagai gudang.

Setelah sholat dhuhur diakhir waktu ia pun memasuki dapur untuk makan siang. Mengisi perutnya yang sejak tadi keroncongan karena tidak membawa bekal ke sekolah.

Mencuci piring dan membersihkan dapur. Setelah itu ia kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Rasa lelah semakin terasa setelah berjalan kaki pulang dengan jarak 4 kilometer.

Tubuhnya ia baringkan seraya menatap langit-langit kamar. Ia mulai berharap ada yang membawanya keluar dari rumah bagai neraka itu agar ia bisa merasakan sedikit saja rasa senang dan lega didalam hatinya yang sumpek.

🌻🌻🌻

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?

Ini karya yang kesekian, semoga bisa menghibur ya😍, kita berhalusinasi bersama dengan Prilya Sofyan.

Nikmati alurnya dan happy reading 😍

Bab 2 Gara-gara Kopi

"Hey! Bangun kamu anak sialan! Enak saja tiduran padahal pekerjaan lagi banyak-banyaknya!" Asna tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamar kecil itu. Prilya Sofyan langsung bangun dengan cepat karena kaget. Dadanya sampai terasa ingin meledak dengan suara besar perempuan itu.

"Hey kok bengong!" Asna kembali menghardik dengan suara kerasnya.

"Ah iya Bu. Ada apa?" Antara sadar dan tidak sadar. Gadis itu bertanya karena belum juga berhasil mengumpulkan nyawanya.

"Ya ampun! Kamu masih bertanya ada apa?!" Asna langsung menarik rambut gadis itu agar segera bangun.

"Ampun Bu," ringis Prilya yang merasakan kulit kepalanya terasa tercabut dari batoknya.

"Ampun? Kamu bilang ampun? Tukang yang sedang mengecat rumah di luar sudah haus dan minta dibikinin minum. Kamu malah enak-enakan tidur ngorok di sini!" Asna melepaskan jambakan tangannya pada rambut Prilya kemudian mendorong gadis itu untuk keluar dari kamar.

"Awwww! Dasar tak punya mata! Kamu nabrak Aku tahu gak?!" Ardina yang sedang lewat di depan kamar itu malah terjatuh karena ditubruk paksa oleh Prilya Sofyan sang saudara tiri.

"Maaf Din. Saya tidak sengaja. Kamu tidak apa-apa kan?!" Gadis itu menghampiri adik tirinya yang sedang terduduk di lantai.

"Gimana gak apa-apa? Badanku sakit semua nih. Itu tubuh atau tulang semua sih?" Ardina menggerutu kesal dengan tangan mengelus pelan pantatnya. Prilya merasa bersalah. Akan tetapi dalam hati ia berkata kalau itu bukanlah salahnya seutuhnya.

"Eh udah! Prilya, cepat ke dapur!" Asna yang baru keluar dari kamar langsung membantu putrinya untuk berdiri dan melanjutkan perintahnya pada anak tirinya.

"Baik Bu," ucap gadis kurus itu dan segera melanjutkan langkahnya ke dapur. Perintah perempuan itu harus selalu dilaksanakan atau ia akan mendapatkan teriakan yang disertai dengan pukulan.

"Ibu gimana sih, kan Aku mau suruh orang itu membelikan Aku sesuatu di Indo May di depan sana," gerutu Ardina bersungut-sungut. Ia sedang sangat butuh dengan gadis itu untuk disuruh-suruh.

"Tunggu aja dulu, biarkan dia bikin kopi untuk tukang. Setelah itu kamu bisa menyuruhnya kemana saja yang kamu inginkan."

"Iya deh Bu. Aku mau duduk di depan saja kalau begitu. Sekalian melihat-lihat cowok ganteng yang sedang lewat." Ardina pun melangkahkan kakinya ke arah depan rumah sederhana itu. Asna tersenyum saja. Dalam hati ia berdoa agar putrinya yang cantik itu mendapatkan jodoh orang kaya agar kehidupan mereka bisa lebih baik lagi.

Sesungguhnya ia sudah bosan menjadi orang miskin. Penghasilan suaminya yang hanya karyawan biasa tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan juga putrinya.

Setelah puluhan menit berlalu, Prilya pun muncul dihadapan ibu tirinya itu. Ia membawa nampan berisi beberapa gelas kopi dan juga sepiring pisang goreng.

"Ayo cepat bawa keluar! Gak usah melapor kesini!' Asna kembali membentak. Sedangkan Prilya hanya tersenyum meringis. Rasanya ia tidak pernah melakukan hal yang benar di mata ibu tirinya itu.

"Iya Bu." Gadis itu dengan cepat melangkahkan kakinya ke beranda depan. Dan sebuah kecelakaan pun terjadi. Ardina yang tiba-tiba lari ke dalam rumah karena kedatangan tamu istimewa tanpa sengaja menabrak Prilya.

Prang

Semua gelas yang berisi kopi panas itu jatuh di lantai dan tumpah, pecah, dan berhamburan. Ardina berteriak karena terkena kopi panas sedangkan Prilya tidak tahu harus mengatakan apa. Bayangan hukuman baru akan segera ia dapatkan.

"Dasar ceroboh! Kenapa kamu tidak melihat jalan kalau sedang berjalan hah?!" Asna sudah berteriak seraya menjambak rambut panjang anak tirinya dengan emosi didadanya.

"Ampun Bu, bukan salah saya." Prilya memohon ampun dengan air mata pilunya. Ia berusaha melepaskan tangan perempuan paruh baya itu.

"Sudah ibu. Ada tamu di luar. " Ardina cepat melerai dan berusaha tampak baik-baik saja karena ada Praja Wijaya sedang berdiri di depan pintu.

Pria itu datang bertamu disaat yang tidak tepat. Asna yang tersadar dengan apa yang terjadi langsung melepaskan tangannya dari rambut Prilya. Ia juga membantu gadis itu mengumpulkan pecahan gelas yang ada dihadapannya. Ia harus tampak baik di depan pria tampan dan kaya itu.

Sedangkan Praja Wijaya yang terlanjur melihat yang terjadi di depan matanya, merasakan dadanya sangat sakit. Rasa empatinya menyeruak melihat salah satu putri di rumah itu diperlakukan dengan sangat kejam hanya karena sebuah kesalahan kecil.

"Mari silahkan masuk nak Praja, maaf lagi berantakan rumahnya." Asna tersenyum dengan sangat ramah. Ia mempersilahkan pria itu untuk masuk.

"Iya Bibi terimakasih banyak." Praja melangkahkan kakinya masuk ke dalam Rumah itu. Ekor matanya terus melihat gadis manis dan kurus yang sedang membersihkan pecahan kaca dan tumpahan kopi di atas lantai.

"Kakak datang kenapa tidak bilang-bilang sih?" tanya Ardina berusaha mengalihkan tatapan pria itu dari Prilya. Praja hanya tersenyum. Sebenarnya ia hanya kebetulan lewat dan singgah karena ada keperluan dengan Sofyan orang tua dari gadis itu.

"Saya hanya kebetulan saja lewat sini dan teringat kalau ada perlu dengan Paman Sofyan. Jadi kamu santai saja."

"Mana bisa santai Kak. Kalau tahu gitu, saya kan bisa berdandan cantik." Ardina terus berbicara dengan senyum diwajahnya. Ia terlalu senang kedatangan pria istimewa yang sudah lama disukainya. Akan tetapi entah kenapa ia merasa khawatir karena sedari tadi perhatian pria itu selalu saja berada pada Prilya yang sedang sibuk keluar masuk membersihkan. Ia langsung memberi kodenya pada ibunya agar Prilya tidak lagi muncul di sekitar mereka. Asna paham. Ia segera menyuruh gadis itu untuk membuat minuman dan biar ia saja yang membersihkan.

"Kakak, mau minum apa?" tanya Ardina saat perhatian Praja sudah berada padanya.

"Tidak perlu repot-repot. Saya hanya ingin bertemu dengan paman Sofyan. Apa.dia ada?"

"Oh, ayah sedang berada di luar kota. Katanya ada pekerjaan penting." Ardina menjawab dengan perasaan sedikit kecewa. Ia pikir pria itu datang untuknya.

"Kalau begitu saya permisi. Saya juga ada keperluan lain." Praja berdiri dari duduknya tetapi tangannya ditarik oleh Ardina. Gadis itu belum rela kalau pria yang sudah lama dinantikannya langsung pergi seperti itu.

"Saya ambilkan minum dulu Kak. Jangan kemana-mana, Okey?"

"Dina, sudah jangan repot-repot. Itu saja, kopi buatan Prilya," ujar Praja dengan tangan mengambil satu gelas kopi yang sedang dibawa gadis itu untuk tukang cat di depan rumah.

"Maaf Kak, itu bukan untuk kakak," cicit Prilya dengan wajah tak nyaman.

"Eh kenapa? Saya kan ingin minum kopi buatanmu." Praja Wijaya langsung menyeruput cairan hitam beraroma khas itu dengan senyum diwajahnya.

Ardina dan Asna saling berpandangan.

Mendung hitam langsung nampak diwajah mereka berdua. Sedangkan Prilya hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Ia yakin sebentar lagi ia pasti akan mendapatkan hal yang buruk hanya karena kopi ini.

Dan Betul adanya, Ardina langsung menunjukkan wajah tak senang ketika Praja malah mengajaknya keluar untuk jalan.

"Kak Praja gimana sih? Masak ngajak Prilya daripada saya?"

"Maaf ya Din. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Prilya. Dan ini karena perintah paman Sofyan. Jadi maaf ya," Praja memberi alasan agar Ardina dan Asna tidak banyak bertanya.

"Baiklah kak." Ardina tidak bisa lagi membantah.

Meskipun ia sangat kesal tapi ia tidak punya pilihan lain. Dengan perasaan yang sangat jengkel ia pun memandang kepergian dua orang itu keluar dari rumah.

🌻🌻🌻

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?

Nikmati alurnya dan happy reading ya gaess 😍

Bab 3 Keinginan Terkabul

"Apa sih yang kamu punya sampai Kak Praja suka sama kamu?!" Ardina menyambut kedatangan Prilya didepan pintu dengan tangan bertolak pinggang.

Hati gadis itu sejak tadi mendongkol karena pria yang sangat ia sukai mengajak Prilya keluar rumah dan meninggalkan dirinya. Alasan pria itu membawa Prilya karena permintaan dari Sofyan sang ayah.

"Kamu dibawa kemana saja hah?!" Ardina mencebikkan bibirnya kesal.

"Gak Din. Kak Praja cuma mau traktir aku bakso kok di ujung jalan. Kami tidak kemana-mana." Prilya menjawab pertanyaan tersebut dengan menundukkan wajahnya.

"Halah! Saya tidak percaya. Kamu itu tak tahu malu. Udah tahu kalau saya suka sama Kak Praja kenapa kamu mau diajak jalan hah! Harusnya kamu menolak!"

"Atau kamu sengaja ya, ingin membalas sakit hatimu padaku selama ini, iyya?!" Prilya meringis. Meskipun ia tidak kena pukul tapi ia tetap sakit dengan perkataan saudara tirinya itu.

Sungguh ia tidak pernah ingin membalas rasa sakit hatinya selama ini Ia hanya ingin pergi jauh dan tidak lagi bertemu dengan mereka semua, meskipun itu ayahnya sendiri.

"Kenapa kamu diam Hah?!" Ardina melangkah mendekat dan segera menarik tangan Prilya dan mendorongnya sampai terjatuh dilantai.

"Astaga Din! Ada apa denganmu. Apa salahku padamu? Kenapa kamu selalu saja membuatku menderita." Untuk pertama kalinya Prilya menanyakan apa salahnya hingga selalu mendapatkan perlakuan yang sangat buruk seperti itu. Ia pun berusaha untuk bangun tapi tubuhnya kembali didorong ke lantai.

"Apa kamu tahu Prilya, saya sangat membenci dirimu. Jadi nikmati saja penderitaanmu disini. Dan ingat satu hal, saya tidak perlu punya alasan kenapa." Ardina langsung berlalu dari hadapan Prilya dengan senyum mencibir diwajahnya.

Prilya bangkit dan berlari mendahului langkah Ardina. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Tangannya langsung menarik rambut pendek Ardina dengan keras.

"Aaaargh!" Gadis itu berteriak keras karena kesakitan.

"Lepaskan saya sialan!"

"Kalau saya tidak mau?" Prilya melawan. Sejak makan bersama dengan Praja tadi. Ia sudah mendapatkan wejangan agar tidak boleh kalah dan terinjak-injak terus.

"Melawan lah sekali-kali kalau kamu sudah tidak menahannya," begitu kata pria itu padanya. Dan sekarang ia ingin membuktikannya.

"Ibu! Tolong saya Bu. Prilya ingin membunuhku!" Ardina berteriak-teriak meminta tolong agar ibunya segera datang untuk melepaskannya. Ia tidak menyangka tubuh kurus dihadapannya ini mempunyai kekuatan yang sangat besar seperti ini.

"Berteriaklah! Karena ibumu tidak berada disini!" Gadis itu merasakan hatinya sangat senang. Rupanya membalas adalah hal yang sangat menyenangkan.

"Prilya!" sebuah suara melengking keras dari arah belakangnya membuatnya melepaskan jambakannya pada rambut Ardina.

"Ayah! Lihat apa yang dilakukan oleh Prilya padaku, hikss." Ardina langsung berlari ke pelukan sang ayah yang baru saja datang dari luar kota.

"Prilya, kamu cuci mobil ayah sebagai hukuman!"

"Apa?! Ayah tidak menanyakan kenapa saya menarik rambutnya seperti tadi?!" Sekali lagi Prilya berani bertanya pada ayahnya akan ketidakadilan yang ia dapatkan ini.

"Tidak perlu Prilya. Kamu tetap salah. Kamu seorang kakak. Dan kamu tega melakukan ini semua pada adikmu?!" Pria itu menatap tajam pada putrinya dengan wajah yang sangat marah.

"Ayah!"

"Berani kamu melawan ayahmu?!" Sofyan menghardik gadis itu dengan tangan siap melayang ke wajah Priya. Akan tetapi tangannya menggantung di udara karena teringat akan mendiang istrinya.

"Sudahlah! Cuci cepat mobilnya dengan sangat bersih. Saya masih ada urusan di luar!" Prilya tak bisa lagi berkata-kata. Ia pun keluar untuk mencuci mobil itu.

"Rasakan!" Ardina berteriak disertai dengan tawanya yang sangat menyebalkan. Prilya menyiram kendaraan roda empat itu dengan air dari dalam slang. Air matanya ikut membanjiri pipinya dengan dada yang terasa sangat sesak.

Adakah yang mau membawaku pergi dari neraka ini Tuhan?

🌻

"Brengsek!" Samuel Richard mencengkram kuat pegangan kursinya saat mendengar laporan dari orang kepercayaannya tentang Sofyan. Pria keturunan Inggris Indonesia itu tampak sangat marah.

Sofyan sekali lagi menipunya dan berakhir dengan kerugian yang sangat banyak. Orang yang ia percaya mengembangkan bisnisnya di luar kota malah mencuri darinya dengan sangat banyak. Dan sekarang ia sudah tidak ingin memberinya lagi kesempatan kedua.

"Ambil apa saja yang ada di rumahnya!" titah pimpinan dunia hitam itu dengan rahang mengeras. Orang-orang kepercayaannya tidak menunggu perintah dua kali.

Mereka langsung pergi ke rumah si brengsek Sofyan untuk melaksanakan tugas mereka.

Dua jam perjalanan mereka gunakan untuk sampai di rumah pria tua itu. Pria yang dulunya adalah orang kepercayaan pria berdarah dingin itu. Dan kini sudah berubah status menjadi musuh seorang Samuel Richard.

"Apa benar ini rumahnya?!" tanya Black dari balik jendela mobilnya. Ia memandang rumah berwarna pastel itu dengan tatapan tajam.

"Iya Tuan. Tadinya warna catnya biru, tapi sekarang pastel." Terdengar suara kurang yakin dari sopir yang masih duduk dibelakang kemudinya itu.

"Kamu meragukan. Jangan sampai kita salah masuk Rumah. Bisa-bisa kita dapat masalah." Black berucap dengan pandangan tetap mengawasi rumah itu.

"Lihat Tuan. Ada seorang gadis yang sedang keluar dari rumah itu Tuan. Kita bisa bertanya padanya." Sang sopir menunjuk seorang gadis manis sedang membawa tempat sampah ditangannya. Ia berjalan keluar menuju pagar depan untuk membuang sampah yang ada di dalamnya.

Black tersenyum samar. Gadis itu sekilas mirip dengan Sofyan. Dan sekarang ia sangat yakin kalau Rumah itu adalah milik Sofyan. Pria itu pun turun dari mobil dan menghampiri gadis manis berkuncir kuda itu.

"Kamu putrinya Pak Sofyan?" tanyanya pada gadis itu. Prilya tersenyum dengan ramah. Ia mengangguk dan menjawab," Iya." Black tanpa mengambil waktu langsung mengangkat tubuh kurus dan sangat ringan itu kedalam mobil.

"Hey! Lepaskan Aku! Siapa kamu?! Hey Hmmmpt!" Prilya tak lagi bisa bersuara apalagi berteriak. Mulutnya sudah dibungkam dengan sebuah sapu tangan yang berisi cairan anestesi.

"Jalan!" titah Black pada sang sopir dengan seringai diwajahnya. Ia yakin Samuel Richard pasti sangat senang dengan apa yang sudah dilakukannya saat ini. Ia yakin di dalam rumah sederhana itu ia tidak akan mendapatkan apa yang pimpinannya inginkan.

"Apa yang bisa diambil dari dalam rumah itu untuk membuat Sofyan menderita. Kecuali anaknya tentunya." Black semakin senang dengan apa yang didapatkannya.

Matanya melirik ke samping melihat gadis muda dan manis yang sangat kurus itu. Tiba-tiba saja rasa ragu muncul di dalam hatinya. Ia takut kalau Samuel Richard yang merupakan seorang cassanova kelas kakap akan kecewa dengan gadis itu. Gadis itu sangat tidak memenuhi syarat untuk memuaskan ranjang pria pengembara itu.

Ah sudahlah, mungkin gadis ini hanya akan dijadikan sebagai seorang pelayan atau Upik abu. bisik pria itu dalam hati.

Setidaknya ia tidak perlu membayar pelayan seumur hidup. Hahahaha.

🌻🌻🌻

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?

Nikmati alurnya dan happy reading ya gaess 😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!