NovelToon NovelToon

Baby Boy Twins Persembahan

Bab. 1

Air matanya sedari tadi menetes membasahi pipinya dalam sujudnya. Seorang perempuan yang berstatus seorang istri itu tersedu-sedu meratapi nasibnya yang begitu malang.

Air matanya tak henti-hentinya menetes membasahi pipinya itu dia meremas mukenanya yang masih dipakainya.

Dia tidak menyangka jika,mama mertuanya tak pernah lelah dan capek untuk terus mendesak suaminya untuk menikahi perempuan lain agar suaminya memiliki keturunan.

"Mas Ibra andaikan aku bisa lebih adil jika suatu saat ada perempuan lain hadir di tengah-tengah rumah tangga kita, aku dari dunia yang sungguh kejam dan lebih baik mati dan pergi selama-lamanya daripada aku harus berbagi suami dengan perempuan lain, aku hanya insan biasa yang tak mungkin mampu untuk berbagi hati dengan perempuan lain, biarkan kali ini aku egois Mas Ibrahim," lirihnya Ayunda Atifa.

Sudah hampir sepuluh tahun pernikahannya, tapi sekalipun belum dikaruniai seorang anak. Dinyatakan positif saja ia belum pernah,apalagi hamil yang hanya beberapa bulan juga belum pernah sama sekali dia rasakan.

"Apa yang akan aku lakukan jika, kelak suamiku memintaku untuk mengikhlaskannya menikah lagi, karena saya tidak kunjung hamil juga buah hati kami sedangkan semua saudaranya sudah memiliki dua atau tiga anak," cicitnya Ayunda Oktavia Hasyim Asy'ari.

Perempuan yang berusia dua puluh delapan tahun itu terpuruk dalam kesedihannya malam itu. Seorang pria berjas lengkap membuka pintu kamarnya. Hatinya terenyuh melihat kondisi dari istrinya itu. Tanpa melepas sepatunya dan hanya melempar tas kerjanya ke atas sofa, ia langsung memeluk tubuh istrinya itu yang sudah bergetar hebat dalam tangisannya.

Ibrahim Arbani Asy'ari pria tiga puluh dua 32 tahun itu sama sekali tidak pernah menuntut kepada istrinya tentang keturunan. Bahkan menurutnya kesempurnaan, kebahagiaan berumah tangga itu bukan hanya ditentukan dari segi ada tidaknya banak dan keturunan di dalam rumah tangga seseorang tergantung bagaimana menyikapi keadaan itu.

"Sayang, apa yang terjadi padamu kenapa kamu bersedih apa ada yang menyakitimu?" Tanyanya Ibra yang masih memeluk tubuh istrinya itu.

Bukannya tenang dan berhenti menangis malahan semakin mengeraskan suara tangisannya itu.

"Hiks... Mama akan datang ke rumah dan katanya jika aku tidak hamil dalam waktu sebulan, Mama akan mencarikan istri baru untuk Mas," ujarnya Ayun yang semakin meneteskan air mata dukanya itu yang masih memakai mukenah lengkapnya malam itu.

Ibra menangkupkan kedua tangannya di dagunya Ayun istrinya itu, "Jangan kamu permasalahkan dengan hal tersebut, lupakan semua perkataannya Mama, gimana kalau besok kita ke Korea Selatan untuk liburan, agar hatimu menjadi tenang," usulnya Ibra sambil mengecup kedua pasang mata istrinya itu secara bergantian.

Ayunda segera menghapus jejak air matanya itu dan langsung tersenyum bahagia mendengar perkataan dari suaminya itu, "Aku mau banget Mas, semoga setelah dari sana kita bisa memiliki seorang bayi,"

"Amin ya rabbal alamin, berdoa lah terus kepada Allah SWT jangan pernah berputus asa dengan rahmat-Nya dan karunia-Nya,"

Mereka saling berpelukan satu sama lain untuk menyalurkan rasa sayang keduanya. Pernikahan keduanya awalnya terjadi karena, perjodohan dari kedua belah pihak keluarga mereka masing-masing tanpa ada rasa cinta sebelumnya. Tetapi, hubungan pernikahan mereka mampu bertahan hingga masuk ke usia sepuluh tahun, walaupun tanpa kehadiran buah cinta mereka.

Keesokan harinya, mereka berangkat ke Seoul Korea Selatan. Dengan perasaan yang bahagia, tapi mereka baru saja hendak naik ke atas mobil tiba-tiba saja muncul mamanya Ibra ibu Widyawati dengan tampangnya yang tidak seperti biasanya yang ramah kepada kedua anaknya itu.

"Enak yah kalian akan berangkat ke Korsel, dalam rangka bulan madu yang keberapa? Sudah sering kali kalian pergi berbulan madu, tapi hasilnya nihil masih tidak bunting juga," ketusnya Bu Widya.

Ayunda memegang tangan suaminya untuk mencegah suaminya membalas semua perkataan dari mamanya sendiri sembari menggelengkan kepalanya itu.

"Doakan kami saja Mama semoga sepulang kami dari Korea Selatan saya bisa hamil, lagian sudah hampir dua bulan saya belum datang tamu bulanan," imbuhnya Ayunda yang mengatakan hal itu padahal memang sejak dari dulu, haidnya memang siklusnya tidak teratur.

Bu Widya berjalan mengelilingi anak menantunya itu," woo itu bagus, kalau seperti itu sesampai kalian di Seoul carilah dokter kandungan terbaik untuk memeriksa kondisi kesehatan istrimu Ibra semoga pemeriksaan kali ini positif hamil," terangnya Bu Widya.

"Amin ya rabbal alamin, insya Allah Mama," sahutnya Ibra.

"Kalau begitu cepatlah berangkat sebelum kalian ketinggalan pesawat lagi," ucapnya Bu Widya yang tersenyum penuh bahagia mendengar perkataan dari anak menantunya itu sembari mendorong tubuhnya Ibra ke dalam mobilnya.

"Kami pamit Mama, assalamualaikum," ucap pamitnya Ayunda Oktavia Hasyim Asy'ari sambil mencium punggung tangan mama mertuanya itu bergantian dengan suaminya Ibrahim Arbani Asy'ari.

Pemandangan kota Seoul mampu mengobati berbagai macam perasaan sedihnya Ayun, ia ingin melupakan sejenak perasaan sedihnya itu.

"Sayang, sepertinya makan di dalam resto itu enak apalagi siang begini," imbuhnya Ayun sambil mengalungkan tangannya ke lengannya Ibra.

"Sepertinya itu ide yang bagus,ayuk sayang kamu harus makan yang banyak," timpalnya Ibra seraya mengecup sekilas keningnya Ayun yang tertutup topi kupluk agar tidak terlalu dingin cuaca Korea Selatan yang cukup dingin siang itu.

Baru saja hendak menyebrang jalan, sekitar tiga orang anak kecil berlarian ke arahnya hingga menabrak tubuhnya Ibra.

"Auhh sakit!!" Teriaknya salah seorang dari bocah kecil itu yang terduduk ke atas aspal bersalju.

Bab. 2

Auhh sakit!!" Teriaknya salah seorang dari bocah kecil itu yang terduduk ke atas aspal bersalju.

Ayun segera melepas tangannya dari lengannya Ibrahim untuk membantu anak kecil itu. Ayun mengulurkan tangannya ke depannya anak kecil itu yang nampak ketakutan. Naluri keibuannya menyeruak seketika dari dalam lubuk hatinya yang terdalam. Ayun terpukau dan takjub melihat wajah ketiga anak kecil itu yang seperti keturunan Indonesia.

"Sini kakak bantuin kamu berdiri,apa enggak dingin duduk seperti itu terus?" Tanyanya Ayunda dalam bahasa Indonesia karena, anak itu tadi berteriak menggunakan bahasa Indonesia juga.

Anak yang berkepang dua itu segera menyambut tangannya Ayun dengan senyuman lebarnya.

"Makasih banyak kakak cantik," ujarnya gadis cilik itu.

Ayunda tersenyum karena feelingnya benar dan tepat sekali, jika mereka berasal dari Indonesia.

"Apa kalian dari Jawa atau Bandung?" tanyanya Ayun kepada Hana.

"Mama kami asli orang Sumatera sedangkan ayah dari Jakarta," jawabnya Hana.

Sedangkan kedua adiknya yang satunya anak laki-laki yang berpegang erat di kaki kanannya sedangkan yang satunya yang perempuan yang mengikat rambutnya seperti ekor kuda itu seperti ingin menangis saja. Mereka ketakutan jika Ayunda adalah orang yang berniat jahat padanya.

Ibra berjongkok di depan ketiga anak kecil itu, "Kenapa gemetaran? Kalian tidak perlu takut seperti itu dengan kakak, kami enggak makan anak kecil kok," tuturnya Ibra.

"Ka-mi ti-dak takut tapi kami lapar kakak belum makan seharian," ucapnya gadis yang paling tinggi dari yang lain.

Ibrahim Ibrani Hasyim Asy'ari dan Ayunda Oktavia Hasyim Asy'ari saling bertatapan satu dengan yang lainnya itu," kalau lapar apa kalian mau temani kakak makan di dalam kebetulan kakak sama suaminya kakak juga belum makan," timpal Ayun sambil mengelus perutnya Itu dengan senyuman termanisnya.

"Tapi, ka-kak kami tidak punya uang," ucapnya sendu anak berambut ikat satu itu lagi.

"Kalian tidak perlu khawatir untuk bayar makanannya, semuanya kakak yang akan bayar kok, jadi kalian hanya duduk dengan  tenang sembari menikmati makanan yang kakak pesankan, gimana kalian setuju?" Tanyanya Ibra.

"Hore! Kami akhirnya bisa makan," sorak ketiganya bersamaan sembari melompat-lompat di tempatnya itu.

Berselang beberapa menit kemudian, mereka sudah duduk di salah satu meja yang cukup panjang yang memuat tubuh mereka berlima. Mereka melanjutkan percakapan hingga pesanan mereka sudah tersaji di hadapannya dengan aroma makanan yang langsung menyeruak hingga menusuk Indra penciuman mereka.

Ayun mengelus rambutnya salah satu dari mereka yang tubuhnya paling kecil dari ketiganya itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Kalian harus makan yang banyak yah," pintanya Ayun penuh kelembutan dan kasih sayang.

Anak laki-laki itu terdiam saja tidak seperti saudarinya yang lainnya, ia sedih dan air matanya menetes membasahi pipinya itu.

"Kok kamu enggak makan? Kenapa apa makanannya gak kamu suka?" Tanyanya Ayun penuh penasaran.

"Mama belum makan apapun di rumah sendirian, karena papa balik ke Indonesia tidak mengajak kami dengan mama," jawabnya anak yang dipanggil Aeri Astuty itu.

Ibra dan Ayun saling melempar pandangan matanya," MasyaAllah… anak-anak kecil seusia empat tahun itu sungguh mulia hatinya karena mengingat kondisi mamanya," pujinya Ayunda.

"Kalau gitu kamu makan saja dulu, setelah kita selesai makan baru beliin untuk mamanya gimana? Setuju gak dengan usulannya kakak Aeri?" tanyanya Ibra.

Aeri Asmirah itu mengangguk sambil tersenyum lebar dan seketika itu raut wajah kesedihannya hilang seketika. Mereka segera makan dan menghabiskan makanannya yang tersedia di depan mereka semua.

Mereka berangkat berjalan kaki saja ke rumahnya Hana, Gun dan Aeri dengan berjalan kaki, karena jarak dari tempat restoran itu cukup dekat. Ayun terkejut melihat pemandangan rumahnya Hana dengan kedua adiknya itu yang sama sekali tidak layak huni.

"Kalian tinggal di rumah ini?" Tanyanya Ibra yang memastikan apa mereka benar atau salah.

Mereka menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan perkataan dari Ibra. Mereka menutup mulut mereka saking terkejutnya melihat kondisi rumah yang hampir rubuh itu. Dengan hanya dua ruangan yang tersedia mereka pakai sebagai kamar tidur sekaligus.

"Mama!" Teriaknya Aeri yang berlari kencang ke arah dalam rumahnya.

Mamanya yang baru bangun dari tidurnya terkejut mendengar teriakannya dari anak keduanya itu.

"Aeri apa yang terjadi padamu Nak?" Tanyanya dengan suara lemah tak bertenaga.

Bab. 3

Mamanya yang baru bangun dari tidurnya terkejut mendengar teriakannya dari anak keduanya itu.

"Aeri apa yang terjadi padamu Nak?" Tanyanya dengan suara lemah tak bertenaga.

Anna Jamilah nama Ibu dari ketiga anak itu yang keheranan melihat kedatangan tiga orang yang sama sekali mereka tidak kenali.

"Maaf Anda cari siapa?" Tanyanya Anna Jamilah sambil menatap intens satu persatu ke arahnya Ayun dan Ibra yang pertama kali dia lihat seperti tatapan penuh kewaspadaan dan ada kecurigaan dan ketakutan yang tersirat diraut wajahnya Mbak Anna.

Ayunda tersenyum ramah kepada Mbak Anna agar kewaspadaannya terhadap kedatangannya di rumah yang sama sekali tidak layak huni, gubuk yang sudah reok hampir roboh hanya menunggu waktu yang tepat.

Ayun dan Ibra sudah duduk tepat di depan Mbak Anna yang segera bangun dari baringnya, "Kami ingin bertemu dengan Nyonya, apakah Anda sedang hamil dan ngomong-ngomong sudah berapa bulan?" Tanyanya Ibra dengan penuh selidik.

Ayun menyentuh dengan lembut punggung tangan suaminya itu, "Sayang ijinkan mamanya Aeri makan dulu setelah itu barulah kita berbincang-bincang santai kasihan seperti nya belum makan apalagi sedang hamil," ucapnya Ayun sambil memegang tangannya Ibra.

Anna awalnya ragu dan enggan untuk menyentuh beberapa makanan yang khusus dipesankan untuknya itu.

"Mbak makan saja, insha Allah… itu aman kok dan juga bebas dari racun dan kotoran apapun, kamu tidak perlu takut dengan kami,"

"Iya Mama, mereka orang yang baik sekali karena mentraktir kami makan makanan yang sungguh lezat," sahutnya Hana.

Anna pun tanpa ragu dan bimbang segera menyantap makanannya dengan lahap hingga dua mangkuk makanan mampu dia habiskan dalam waktu yang singkat. Bu Hana pun menjelaskan seluruh keadaannya itu tanpa ada yang ditutupi olehnya.

"Saya hamil baru jalan dua bulan, sedangkan suamiku pulang ke Jakarta dengan seorang perempuan yang menjadi selingkuhannya dan meninggalkan kami tanpa sepeserpun uang. Padahal rencananya kami akan balik ke Indonesia bulan ini," ungkap Hana.

Tanpa terduga Ibra segera berlutut sambil membungkukkan tubuhnya di depan Bu Anna," apakah kami boleh meminta anak ibu jika kelak lahir ke dunia ini, kamu tidak perlu khawatir masalah kehitung kalian berempat, saya akan menjamin semua anak ibu hingga kuliah nanti asalkan menyerahkan anak yang ada di dalam kandungannya ibu," ucapnya Ibra yang sudah bersimpuh di hadapan Anna.

"Apa aku bisa percaya dengan perkataan kalian?"

"Kami bisa dipercaya asalkan Mbak juga bekerja sama dengan kami, yaitu merahasiakan dari siapapun perjanjian kesepakatan kita ini, sebelum Mbak melahirkan kalian berempat akan tinggal bersama kami, hingga anak Mbak lahir ke dunia ini, gimana apa Mbak setuju bahkan Mbak mau tidak perlu repot-repot untuk bekerja membiayai ketiga anak Mbak asalkan bisa diajak bekerjasama dan membantu istriku untuk memiliki anak tanpa harus hamil karena, istriku sudah divonis oleh dokter tidak ada kesepakatan sekecil apapun untuk bisa hamil dengan cara apapun misalnya bayi tabung pun tidak akan berguna, karena aku tidak mungkin menduakan dan mengkhianati istriku hanya karena demi anak sedangkan kedua orang tuaku mendesakku terus-menerus agar aku menikahi wanita lain," ungkapnya Ibrahim Abrani Asy'ari

Ayunda Oktavia Hasyim Asy'ari semakin mengeraskan suara tangisannya itu. Semakin menbuatnya sedih jika harus kembali mengingat perjalanan rumah tangganya itu.

"Mbak sudah memiliki tiga anak, sedangkan Istriku sekalipun belum pernah hamil, jadi aku mohon kabulkan lah permintaanku ini Mbak," harapnya Ibra yang sudah mengemis belas kasihnya Anna Jamilah.

"Baiklah demi kebahagiaan kalian aku akan persembahkan calon anak keempatku untuk kalian berdua menjadi kelak anak kandung kalian," ucapnya mantap.

Anna Jamilah adalah seorang perempuan singel awalnya ketika baru saja menginjakkan kakinya di Korsel yang berusia 32 tahun itu. Tapi, sekitar tujuh tahun yang lalu, ia memilih menerima lamaran dari seorang pemuda yang berasal dari Jakarta yang kebetulan juga menjadi tenaga kerja Indonesia TKI di Korea Selatan.

Tetapi, sekitar sebulan lebih yang lalu bapak dari ketiga anak itu kabur dari rumah sambil membawa kabur semua barang-barang penting mereka hingga beberapa ratus juta uangnya hingga sama sekali tidak tersisa. Hingga mereka harus hidup di dalam rumah yang sama sekali tidak layak huni itu.

Bu Anna Jamilah menjelaskan semua masalah dan kemelut dalam hubungan rumah tangganya bersama dengan mantan suaminya itu yang sudah menceraikannya tanpa ada rasa iba sedikitpun hingga sepeser uang pun dia tidak sisakan untuk anak dan istrinya sebelum kembali ke tanah air Indonesia tercinta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!