NovelToon NovelToon

I Love You, Mr. CEO!

Gadis Beruntung

"Daaaan pemenang undian utama  berlayar selama 3 hari 2 malam di kapal pesiar Royal Caribbean adalaaaah ...."

Suasana mendadak tegang, Pak Hendru, selaku Direktur Utama di perusahaan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ratusan karyawan menatap tajam ke arahnya sembari menggenggam kertas undian masing-masing dengan erat.

"Bersiaplah berangkat pemilik undian nomor empat ..." Pak Hendru berhenti sejenak. "Kosong ..."

Hening, bahkan mungkin suara hembusan napas tiap manusia yang memenuhi ruangan lobi, bisa terdengar satu sama lain.

"Dua!!"

Semua mata menunduk dan menatap barusan nomor di kertas undian masing-masing. Ada yang menggerutu kecewa, ada yang mendessah sedih, ada yang menepuk keningnya kesal, namun hanya ada satu orang yang tertawa bahagia diantara ratusan karyawan itu.

"Siapakah yang beruntung diantara kalian?" teriak Pak Hendru antusias.

Sebuah tangan mungil terangkat, tubuh yang sedari tadi duduk dengan tenang itu berdiri dengan penuh semangat. Semua mata yang sejak tadi saling tatap ke teman di samping kanan-kiri, sontak mengarahkan pandangannya ke belakang. Suara berisik mulai terdengar saling  berkasak-kusuk.

"Yes! Mari kita cek apakah nomornya sama! Silahkan kemari, Kyra!" perintah Pak Hendru sembari mempersilahkan Kyra untuk maju.

Dengan langkah ragu-ragu, Kyra menghampiri Boss-nya itu. Kacamata tebalnya melorot ketika Kyra mengayunkan kaki jenjangnya yang tertutupi rok sepanjang bawah lutut. Dengan  grogi yang tak bisa ia sembunyikan, Kyra menyerahkan kertas di tangannya pada Pak Hendru.

Suara berisik yang menggema di belakangnya membuat Kyra semakin gugup untuk menengok. Ia hanya melirik sesekali, sembari menahan degup jantungnya yang bergemuruh.

Pak Hendru terlihat memeriksa nomor yang Kyra berikan dan mencocokkan dengan kertas yang tadi ia ambil dari dalam toples kaca.

"Selamat, Kyra! Kamu berhak berangkat hari jumat besok!"

"Yeayyy!!" teriak Kyra dengan binar penuh semangat.

Karyawan-karyawan yang lain mulai bertepuk tangan dengan riuh. Memberi selamat pada sang pemenang hadiah utama yang sangat beruntung karena telah memenangkan hadiah liburan di kapal pesiar mewah.

Siangnya, usai makan siang di kantor.

"Jadi kamu mau mengajak Keanu?"

Bola mata indah Zeline terbelalak ketika Kyra baru saja memberitahunya, bila sahabatnya itu akan mengajak Keanu, kekasihnya, untuk berlibur di kapal pesiar. Tiket yang diberi oleh kantor memang berjumlah dua, tadinya Zeline berpikir Kyra akan mengajaknya turut serta, mengingat Kyra sangatlah polos dan tak pernah neko-neko dalam berpacaran. Namun ternyata dugaannya meleset. Kyra justru akan mengajak Keanu untuk berlibur bersama.

Dengan anggukan kepala malu-malu, Kyra memastikan jawabannya atas pertanyaan Zeline. Ia mendorong kacamatanya yang melorot dengan gerakan keki.

"Serius? Bukannya kamu nggak pernah mau liburan berdua sama dia? Kok tiba-tiba jadi berubah begini?"

"Aku cuma pengin Keanu semakin cinta sama aku, Lin. Kalo aku liburan sama dia, pasti Keanu akan merasa spesial."

"Bulshit, Ra! Jangan merubah prinsipmu hanya demi cowok kaya dia! Tunjukin dong kalo kamu wanita yang punya standart tinggi dan nggak akan mudah terhasut sama nafsu biadabnya si Keanu!" tukas Zeline gemas.

Terbiasa melihat Kyra yang sangat polos, entah mengapa membuat hati Zeline tiba-tiba terbakar ketika sahabatnya itu memutuskan untuk berubah demi Keanu. Zeline merasa sangat marah.

"Kamu sudah bilang sama dia?" lanjut Zeline penasaran.

Hening, Kyra mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Ra, kamu udah bilang sama si Keanu itu?" desak si ratu pesta itu kepo.

Kyra menggeleng, rencananya ia akan memberitahu Keanu besok saja. Hari ini kekasihnya itu terlihat sangat sibuk karena perusahaan sedang melaunching model pakaian terbaru. Keanu yang menjabat sebagai manajer pemasaran, tentulah menjadi orang yang paling sibuk tiap kali ada produk baru yang diluncurkan.

"Ya sudah, kalo gitu kamu pikirkan dulu baik-baik semalaman ini. Jangan gegabah, Ra!" saran Zeline seraya menepuk pundak sahabatnya dengan hangat.

Namun nyatanya, tak harus menunggu sampai malam untuk memikirkan semuanya. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba saja ia kebelet BAK semenjak keluar dari lift. Karena jarak rumahnya masih jauh, dan Kyra harus naik bus transjakarta cukup lama, ia lantas memutuskan untuk berbelok sebentar ke toilet di lantai 1.

Tepat di saat Kyra akan masuk ke dalam toilet wanita dan membuka pintu di bilik pertama, seluruh impiannya untuk mengajak Keanu liburan pudar sudah. Sepasang manusia yang tengah berciuman dengan panas itu membuat tubuh Kyra ingin lenyap saat itu juga. Keanu dan  ... Zeline!

"K-kalian ...."

Tak sanggup melanjutkan kata-katanya, Kyra hanya bisa menahan napas ketika menyaksikan pengkhianatan kekasih dan sahabatnya. Sakit, seluruh sendi-sendi di tubuhnya terasa lemah tak bertenaga. Ratusan jarum seolah menusuk hatinya tanpa ampun.

Zeline mendorong tubuh Keanu sedikit menjauh. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, ia menatap Kyra dengan sinis.

"Lin, kenapa kamu melakukan ini?" desis Kyra diantara rasa sesak yang menghimpit di dalam dada. Ia beralih menatap Keanu yang sama sekali tak berbalik dan tetap memunggungi Kyra. "Ken, jelaskan sama aku, kenapa kalian berdua tega melakukan ini?"

"Hentikan tangisanmu, Ra. Nggak usah lebay. Toh kamu dan Keanu masih pacaran, kan! Kalian bukan suami istri!" bentak Zeline.

Kyra menunduk untuk meredam gemuruh di dalam dadanya yang semakin meletup-letup tak terkendali. Tangannya yang gemetar, ia kepalkan dengan tenaga yang tersisa. Ia tak boleh terlihat lemah.

"Aku bosan sama kamu, Ra. Aku jenuh sama hubungan kita yang gaya pacarannya aja kaya anak SMP!" Keanu mulai bersuara, ia menatap Kyra dari ujung rambut sampai ujung sepatunya. "Aku butuh sesuatu yang menantang, dan aku nggak akan pernah mendapatkan semua itu dari kamu--"

Plak.

Sebuah tamparan mendarat di pipi Keanu sebelum ia sempat melanjutkan kata-katanya. Tangan Kyra yang mungil berhasil melampiaskan kekesalan dalam hatinya dengan menampar kekasih yang telah 3 tahun ini membersamainya.

"Kamu!!" Keanu maju dan mencengkram erat pundak Kyra dengan penuh amarah.

Merasa terancam, Kyra mengangkat lututnya yang berada tepat di antara dua kaki Keanu hingga membuat lelaki itu mengaduh kesakitan karena lato-latonya berhasil tersundul oleh lutut Kyra.  Tangan yang tadinya mencengkram erat tubuh mungil Kyra kini berganti menutupi kemaluuannya yang berdenyut-denyut nyeri.

"Beb, kamu nggak apa-apa?" Zeline menahan tubuh Keanu yang oleng karena kesakitan.

"Aku benci kalian berdua!" jerit Kyra sebelum kemudian ia berbalik dan pergi meninggalkan dua makhluk pengkhianat itu.

Air mata yang sedari tadi berusaha untuk Kyra tahan, kini menerobos keluar tanpa permisi. Rasa sakit di dadanya membuat Kyra ingin berteriak, apadaya semua mata kini tertuju padanya. Beberapa teman sekantornya mengawasi Kyra dengan pandangan heran bercampur penasaran.

Dengan berlari kecil, Kyra menerobos kerumunan teman-temannya yang bergerombol di pintu masuk lobi. Ia ingin cepat pulang, Kyra ingin cepat sampai di rumah dan menumpahkan rasa kecewanya dengan menangis semalaman. Bila tadi pagi Kyra sangat bahagia karena telah mendapat rejeki nomplok, kini malamnya Kyra menjadi wanita paling mengenaskan di dunia karena telah dikhianati oleh kekasih dan sahabat baiknya.

Pintu kamar yang sejak sore tadi tertutup rapat, membuat Roni, ayah Kyra, menghentikan aktifitasnya melatih Gio, sang burung beo. Kyra bahkan tak keluar untuk makan malam, membuat sang ayah semakin kepo.

Tok tok tok.

Roni mengetuk pintu kamar Kyra tiga kali dengan khawatir.

"Ky, kamu sakit?" tanya lelaki berusia 50 tahun itu dengan cemas.

Tak ada sahutan. Di dalam kamarnya, Kyra tetap bergeming menatap pigura kecil yang memamerkan fotonya dan Keanu. Hatinya masih saja sakit, sekelebat ingatan tentang ciuman panas tadi sore membuatnya merasa jadi perempuan bodoh. Sejak kapan tepatnya Zeline dan Keanu menjalin hubungan di belakang Kyra?

"Ky."

Panggilan dari sang ayah membuat tatapan Kyra beralih ke pintu.

"Kalo nggak dibuka, Ayah dobrak nih pintunya!" ancam Roni seperti biasa.

Mau tak mau, Kyra pun berdiri dengan sangat terpaksa. Ayahnya selalu bisa membuat Kyra menyerah karena ancaman. Dengan sekali gerakan memutar kunci, pintu itupun terbuka.

Roni mengawasi putrinya yang masih mengenakan pakaian kerja dan berjalan lemah ke ranjang. Ia pernah muda, ia paham bila Kyra pasti sedang tidak baik-baik saja.

"Kamu sakit?" tanya Roni sembari membuka pintu kamar dengan lebar.

Kyra menggeleng, ia meletakkan pigura foto itu di meja nakas. Dengan langkah penasaran, Roni pun mendekat ke meja kerja putrinya dan menarik kursi yang terselip di bawah kolongnya. Tanpa sengaja, tatapan Roni terhenti di sebuah kertas yang nampak seperti sebuah tiket. Ia meraih kertas itu dan membacanya. Sebuah tiket kapal pesiar.

"Kamu dapat tiket ini dari mana, Ky?" tanya Roni heran. "Ini tiket kapal pesiar mahal! Kamu--"

"Aku menang undian di kantor, Yah. Hadiah utamanya tiket kapal pesiar untuk dua orang." Kyra memotong dengan cepat sebelum ayahnya salah paham.

Roni menelisik ekspresi putrinya yang tak banyak berubah. Bila Kyra berbohong, biasanya ia akan menggaruk hidungnya yang tiba-tiba gatal. Namun, sampai 10 detik Roni menunggu, Kyra tak sekalipun menyentuh hidungnya.

"Kamu serius?" ulang Roni memastikan, ia masih tak percaya.

"Kalo Ayah nggak percaya, biar besok aku kembalikan tiketnya ke kantor. Lagian aku udah nggak minat berangkat."

"Kenapa memangnya? Kan sayang kalo kamu nggak berangkat!"

Kyra menghembuskan napasnya yang masih terasa sesak. Tak mungkin Kyra mengaku bila ia tak jadi berangkat hanya karena ia melihat  Keanu berkhianat. Alasannya tak logis untuk ayahnya yang idealis.

"Males aja! Aku males ketemu orang asing!"

Roni terbelalak, ia tahu bila Kyra adalah gadis yang introvert dan sangat polos. Namun, menolak rejeki sebesar ini sungguh amat sangat keterlaluan!

"Kamu harus berangkat, Ky. Jangan sia-siakan rejeki dan kesempatan yang  sudah Tuhan kasih sama kamu!"

"Tapi aku males, Yah. Apalagi kalo berangkatnya sendirian!"

"Kenapa nggak ngajak Zeline?"

Mendengar nama itu disebut membuat hati Kyra tertusuk satu jarum lagi. Sakit.

"Zeline sibuk. Dia lagi kejar target penjualan!"

Roni berpikir sejenak, ia mencoba mengingat-ingat siapa saja teman putrinya. Namun, tak ada siapapun yang berhasil ia sebut selain Zeline. Kyra sangat pemilih, dan menyarankan untuk liburan bersama Keanu bukanlah ide yang bagus, mengingat mereka berdua hanyalah sepasang kekasih, bukan suami istri.

"Gimana kalo berangkat sama Ayah?" usul Kyra berbinar, ia menatap sang ayah penuh harap.

"Nggak. Terus Gio mau dititipkan di mana? Kasihan dia kalo ditinggal tiga hari!" tolak Roni mentah-mentah.

"Ahhh, Ayah! Anak Ayah sebenarnya aku atau Gio, sih! Kenapa tega banget milih Gio daripada aku!"

"Kamu anak pertama, Gio anak kedua!"

"Ih, Ayah kok gitu." Kurang mencebik sedih.

Roni tertawa mendengar protes keras putrinya. Kyra selalu cemburu bila ia lebih perhatian pada Gio.

"Berangkatlah, Nak. Bersenang-senanglah. Kamu nggak akan  pernah tahu pengalaman apa yang akan kamu dapatkan selama berlibur. Demi Ayah, hiduplah dengan bahagia."

...****************...

...Hola, Bestie!...

...Kita berjumpa lagi di karya otor yang terbaru. Seperti biasa jangan lupa klik favorit, jempol, komen dan vote-nya, ya! ...

...Semoga betah membaca ❤...

Kejutan Tak Terduga

"Kamu sudah menyiapkan semuanya?" Seorang pria berusia 26 tahun yang tengah memperhatikan layar ponselnya itu, beralih mengawasi Sekretaris yang duduk di depan bersama supir.

"Sudah, Pak. Lusa jam 8 pagi, anda sudah bisa berangkat menuju airport. Jam 3 sore, sudah bisa check in di kapal." Pria lain yang telah menjadi Sekretaris sejak 3 tahun yang lalu itu menengok ke belakang.

"Aku tidak mau ada yang kacau, Morgan. Persiapkan segalanya dengan baik," titah sang Boss penuh percaya diri.

Morgan mengangguk. "Baik, Pak Bara. Semua sudah beres. Anda dan Nona Vale bisa menikmati waktu berlibur tanpa gangguan kali ini."

Bara Ellard Lazuardi. Putra tunggal keluarga konglo Lazuardi yang sukses dengan bisnis garmen dan bisnis properti nomor satu di Indonesia. Sebagai seorang CEO di perusahaan yang menaungi semua bidang usaha milik keluarganya, Bara terkenal sebagai pemimpin yang sukses namun sangat ketus,  bertangan dingin dan egois. Tak jarang semua bawahannya di kantor selalu menghindar untuk berurusan dengan Bara.

Sebagai seorang pria normal, Bara tentu telah memiliki seorang kekasih yang berprofesi sebagai model dan aktris. Ia telah menjalin hubungan selama 2 tahun dengan perempuan bernama Valeria. Perempuan yang sangat cantik, seksi dan memukau. Bara sangat mencintai Valeria hingga ia selalu menuruti apapun yang Valeria inginkan. Apartemen, mobil, perhiasan dan barang-barang mewah yang dimiliki oleh Valeria, sebagian besar merupakan pemberian Bara. Sebagai timbal baliknya, Valeria akan memuaskan nafsu liar Bara di ranjang dan menjadi kekasih yang bisa dipamerkan di acara-acara besar serta pesta para koleganya.

Beberapa hari lagi, Bara akan melamar Valeria di kapal pesiar mewah. Dilamar di kapal pesiar merupakan impian Valeria sejak dulu, dan bagi seorang  Bara, tentu saja impian kekasihnya itu sangat mudah untuk diwujudkan. Bara sudah mantap untuk menikah dan berkeluarga dengan Valeria mengingat usianya sudah tak lagi muda.

"Kita ke tempat Valeria, Morgan. Aku akan mengabarinya hari ini agar besok ia bisa siap-siap untuk berangkat." Bara memberi perintah seraya tetap fokus menatap layar tablet di tangannya.

"Tapi kita masih harus menghadiri satu meeting lagi, Pak."

Bara menatap lurus ke kursi Morgan, ia tak suka dibantah. Menyadari bila Bosnya marah dan sedang menatapnya tajam dari spion tengah, Morgan memberi kode pada Pak Tino -si driver- agar putar balik. Mobil sedan hitam itupun menuruti kemauan sang CEO tanpa ada lagi interupsi.

Tiba di apartemen, dengan tak sabar Bara memencet kode sandi di handle pintu hingga tak lama kemudian pintu itu pun terbuka. Sepertinya sudah seminggu berlalu sejak terakhir kali Bara mengunjungi tempat ini dan bercumbu hingga pagi bersama Vale. Senyum tipis Bara tersungging, ia rindu pada Vale.

"Val--" panggilan Bara terhenti ketika ia melihat sepasang sepatu lelaki tergeletak di tempat sepatu.

Dengan perasaan yang mulai curiga, Bara berjalan memasuki ruangan apartemen mewah itu. Kamar Valeria berada di lantai atas, ruangan yang cukup luas membuat suara Bara tertelan udara dan lenyap begitu saja. Debaran di dalam dada Bara semakin berdetak kencang seiring dengan langkah kakinya yang semakin dekat dengan kamar Vale.

Tiba di depan pintu kamar, Bara masih memastikan telinganya tak salah mendengar suara desa-han dan jeritan singkat yang ia tangkap dari dalam sana. Suara desa-han Vale yang kemarin-kemarin selalu berhasil membangkitkan libidonya, kini terdengar sangat menjijikkan di telinga Bara. Dengan tangan gemetar, Bara menekan handle pintu dan mendorongnya. Pemandangan menyakitkan antara sepasang manusia tanpa busana yang sedang menikmati nafsu duniawi itu membuat bola mata Bara membesar.

"Val," desis Bara dengan perasaan hancur.

Tubuh Valeria yang tengah berada di atas tubuh lelaki itu sontak menegang, ia berbalik dan terbelalak syok melihat Bara sedang berdiri di pintu memperhatikannya.

"Teganya kamu melakukan ini di belakangku!" sentak Bara murka, ia mengayunkan kaki mendekat ke ranjang dan menarik tubuh Valeria.

"Bara, aku--"

"Edy?!" Bara semakin terkejut tatkala melihat pria yang sejak tadi menikmati tubuh kekasihnya itu adalah sepupunya sendiri.

"Kaliaaaan!!" geram Bara emosi sembari menarik tubuh Edy dari ranjang dan mendorongnya ke dinding.

Tanpa ampun, Bara memukuli tubuh Edy hingga babak belur. Meski telah menangkis pukulan demi pukulan yang mendarat di wajahnya, nyatanya Edy masih kewalahan melawan Bara yang sedang berang. Tenaga Edy sudah habis usai bertempur di ranjang bersama Vale sejak tadi pagi.

"Hentikan, Bara! Kamu menyakiti Edy!" teriak Vale sembari menarik tubuh Bara yang menaiki tubuh Edy yang telah terkapar tak berdaya.

Bara menahan pukulannya, ia menoleh pada Valeria dengan cepat. Tubuh yang sangat ia puja itu kini tertutupi selimut tipis, Bara semakin jijik melihatnya. Dengan satu gerakan cepat, Bara bangkit dan menepis tangan Vale yang masih menahan lengannya.

"Lepaskan!" hardik Bara dengan wajah nanar. "Mulai detik ini, pertunangan kita batal. Kita putus!"

"Bara, tunggu. Aku bisa jelaskan!"

"Apa lagi yang mau dijelaskan, huh?! Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian saling  ... Kalian ..." Bara kehilangan kata-kata, hatinya sakit melihat tatapan Vale yang seolah bukan lagi untuknya seorang. "Aku benci kamu, Vale. Aku sangat membencimu!"

Tanpa menunggu lebih lama, Bara meninggalkan kamar bernuansa biru itu dan melangkah pergi dari apartemen mewah pemberiannya. Bara tak mempedulikan Valeria yang berlari mengejarnya, ia merasa sakit di sekujur tubuh dan hatinya.

Di dalam  lift, Bara mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi nomor Morgan.

"Ya, Pak?"

"Jemput aku di apartemen Vale. Sekarang!"

.

.

Mobil yang membawa Morgan belum pergi terlalu jauh, ketika Bara tiba-tiba menelepon dan minta dijemput, Driver dan sekretaris itu saling pandang dengan bingung. Pasti telah terjadi sesuatu di apartemen mewah di tengah kota itu.

Dan dugaan Morgan benar adanya, saat ini tepat di depan matanya, seorang Bara Ellard Lazuardi tengah teler karena menenggak beberapa gelas whisky di Club malam. Ini kali kedua Bosnya itu mabuk berat dan sepertinya latar belakang mabuk yang kali ini amat menyakitkan untuknya.

Dengan sabar namun sedikit risih, Morgan membiarkan Bara bertingkah semaunya. Mengecup leher jenjang wanita malam yang menggodanya, membiarkan Boss-nya melakukan apapun yang ia mau pada wanita bayaran itu. Setelah dirasa Bara tak bisa bergerak karena terlalu mabuk, Morgan memberikan sejumlah uang pada perempuan itu agar segera pergi.

"Begini saja?" tanya wanita itu dengan binar mata bahagia karena ia tak harus bekerja keras untuk mendapatkan cuan.

Morgan mengangguk. "Pergilah."

Tanpa menunggu terlalu lama, wanita itu segera berlalu dan bergabung dengan teman-teman seperjuangannya.

Morgan menghela napas berat, ia menatap Bara dengan iba. Lelaki yang hobi mencaci, memerintah dan menindas orang itu nampak sangat tak berdaya, bahkan menyangga kepalanya saja ia tak bisa. Tak ingin diganggu oleh lebih banyak wanita malam, Morgan mengangkat tubuh Bara dan membawanya pergi dari Club malam itu.

"Kita bawa dia ke penthouse saja, Pak Tino!" perintah Morgan, begitu ia berhasil membawa Bara masuk ke dalam mobil.

Pak Tino mengangguk cepat. "Baik!"

.

.

Suara gemericik air yang berisik, suhu ruangan yang tiba-tiba terasa engap dan panas serta bias sinar matahari yang menyilaukan mata, membuat Bara terpaksa membuka mata sambil berdecak kesal. Ia berbalik dan mengawasi seseorang yang sedang menyibak tirai kamarnya.

Tunggu, tunggu dulu. Ini bukan di kamarnya. Bara menajamkan penglihatannya dan mengawasi sekelilingnya. Interior serba gold serta lukisan mahal yang terpampang di tengah dinding kamar membuat kesadarannya kembali utuh seperti semula. Ia sedang berada di penthouse.

"Kenapa kamu membawaku ke sini, Morgan?" tanya Bara sembari mengangkat tubuhnya ke atas dan bersandar di head board ranjang.

Rasa pening karena hang over membuat Bara sensitif terhadap sinar matahari yang memenuhi seisi kamar. Ia memberi kode pada Morgan agar menutup lagi tirai itu menggunakan gerakan tangan. Dengan gesit, Morgan kembali menutup tirai jendela kaca lantas kembali berdiri di samping ranjang Boss-nya.

"Tadi malam anda mabuk berat, Pak. Tidak mungkin mengantarkan anda pulang dalam keadaan seperti itu. Pak Friz bisa marah besar nanti," terang Morgan.

Bara mengangguk lemah, sekelebat ingatan tentang kejadian kemarin sore membuat rahangnya mengeras. Untuk kali kedua, ia melampiaskan rasa kesalnya pada Vale dengan menenggak minuman memabukkan itu.

"Apa anda baik-baik saja, Pak?"

"Tidak. Aku tidak sedang baik-baik saja, Morgan. Aku melihatnya, aku melihat Vale berkhianat di apartemen pemberianku." Bara mengepalkan tangannya dengan berang.

Bola mata Morgan membulat sempurna, selama ini Bara terlihat sangat bahagia bersama Valeria, Bara selalu memberi apapun yang wanita itu inginkan. Mendengar kata berkhianat, tentu saja membuatnya sangat syok! Apa kurangnya Bara hingga Vale tega mengkhianatinya?

"Anda yakin, Pak?" Morgan masih tak percaya.

Bara menoleh pada Sekretaris andalannya itu dengan sinis. "Tidak pernah seyakin itu. Aku bahkan melihat mereka tidur bersama, tubuh Vale berada tepat di atas tubuh pria itu. Dan bodohnya, pria itu adalah orang yang selalu aku perlakukan dengan baik."

Edy Edward Lazuardi, sepupu Bara yang tinggal bersamanya sejak mereka masih SMP. Orang tua Edy meninggal karena kecelakaan pesawat. Edy tinggal sendirian di Amerika setelah keduanya orang tuanya pergi. Friz yang tak tega, lantas meminta Edy untuk tinggal bersamanya di Indonesia. Bersama keluarga Friz di Indonesia, Edy dan Bara tumbuh menjadi lelaki yang tangguh. Mereka mendapatkan segala hal dengan porsi yang sama, pendidikan, perhatian, bahkan kasih sayang. Mungkin itulah sebabnya akhirnya Edy menganggap Vale juga miliknya. Karena apapun yang dimiliki Bara, Edy juga memilikinya.

"Saya masih belum paham, Pak."

"Edy." Bara menatap Morgan dengan tajam. "Edy yang melakukannya, Morgan!"

Kali ini bukan hanya mata Morgan saja yang terbelalak, mulutnya pun sontak menganga tak percaya.

"Jadi Pak Edy yang tidur dengan Nona Vale?" tanya Morgan memastikan.

Bara mengangguk tanpa keraguan. "Aku memutuskan pertunangan kami. Aku tidak bisa hidup dengan pengkhianat."

"Lalu acara lamaran itu?"

"Batalkan. Aku tidak jadi pergi, Morgan!" putus Bara sembari menurunkan kakinya dan beringsut ke kamar mandi.

...****************...

...Jangan lupa like, vote dan favoritnya, Bestie! ...

Royal Cruise

Setelah melalui perdebatan yang panjang dengan batinnya, akhirnya Kyra memutuskan untuk tetap berangkat dan berlibur di kapal pesiar mewah itu. Benar yang dikatakan oleh ayahnya, kesempatan tak akan datang dua kali. Ia membiarkan satu tiket hangus begitu saja karena tak ada siapapun yang bisa diajak untuk turut serta. Kyra ingin liburannya kali ini benar-benar berkualitas.

Setelah naik pesawat ke Singapura, Kyra menuju ke pelabuhan di mana kapal pesiar itu berada. Sebelum naik, ia diharuskan melewati serangkaian pengecekan yang cukup panjang. Bagi Kyra yang hanya penumpang biasa, tentu hal semacam ini cukup menguji kesabaran dan emosinya.

Setelah dinyatakan sehat melalui pengecekan kesehatan, Kyra sudah diperbolehkan cek in ke petugas Cruise. Sembari menarik kopernya, Kyra menatap takjub pada kapal mewah yang selama 3 hari ke depan akan menjadi tempatnya berlibur dan bersenang-senang.

Dinnn dinnn!!

Suara klakson mobil yang tiba-tiba berbunyi nyaring, mengagetkan Kyra yang sedang asyik berdiri di tengah jalan sambil menatap kapal Royal Cruise. Ia sontak menepi ke pinggir dan menarik kopernya lebih dekat.

Dinn!

Klakson itu berbunyi sekali lagi. Kyra yang tak paham mengapa mobil itu tak bergerak, menoleh pada jalanan di sampingnya. Ketika melihat travel bag berwarna kuning miliknya masih teronggok di tengah jalan, barulah Kyra sadar bila barangnya terjatuh. Buru-buru Kyra berlari untuk menyelamatkan travel bag miliknya sebelum mobil itu memprotes lagi.

"Kalo mau ngelamun jangan di tengah jalan! Stupid!" protes pria di belakang  kemudi itu sembari mengacungkan jari tengahnya pada Kyra.

Setelah melewati hari yang melelahkan, menjalani serangkaian pengecekan kesehatan yang menguji iman, dan sekarang dihadapkan dengan pria asing yang mengumpat hanya karena hal sepele, mau tak mau membuat Kyra menggeram frustasi. Dasar, Driver tak tahu sopan santun! Beginikah etika menyapa orang asing di tempat ini??

Masih dengan perasaan dongkol, Kyra menarik koper dan travel bag-nya menuju entrance kapal. Mobil tadi sudah menghilang di pintu masuk khusus kendaraan. Dalam hati Kyra membatin, semoga saja selama liburan tiga hari kedepan, ia tak harus berurusan dengan pria pemarah tadi! Mengingat mereka berada di kapal pesiar yang sama, bukan tak mungkin nantinya ia akan bertemu dengan pria itu lagi.

Sementara itu, di dalam kapal pesiar. Bara menutup pintu mobil dengan kasar dan menurunkan koper miliknya di bagasi belakang. Tadinya, Bara sudah berniat untuk membuang tiket kapal pesiar mewah itu, ia sudah tak bersemangat untuk pergi. Namun, ketika Morgan membeberkan sejumlah uang yang telah ia habiskan untuk liburan konyol ini, mau tak mau akhirnya Bara berangkat dengan berat hati. Bahkan biaya yang telah ia habiskan hampir setara dengan harga mobil yang ia kendarai. Hanya untuk liburan, memboking satu restoran untuk acara melamar Vale, dan memboking satu lantai dengan puluhan kamar mewah agar ia dan Vale bisa bebas bermesraan tanpa didengar oleh penumpang lain. Bodoh! Rutuk Bara pada dirinya sendiri.

"Ini kamar anda, Tuan. Bila membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk menghubungi kami. Makan malam akan tersedia mulai pukul 6 sore nanti di Restoran di lantai 3. Semoga liburan anda menyenangkan!" Petugas Cruise meletakkan koper milik Bara di dalam lemari dan membungkuk sopan.

"Thanks!" ucap Bara acuh sembari memeriksa seluruh isi kamar dengan perasaan campur aduk.

Harusnya ia berada di kamar ini berdua dengan Vale, bahkan kelopak bunga mawar di ranjang dan bathtub sudah siap menyambut tunangannya itu. Sayangnya, hanya Bara seorang diri yang akhirnya berada di kamar ini, meratapi nasib buruknya karena telah dikhianati oleh tunangan yang ia cintai sepenuh hati.

Di kamar berbeda, Kyra baru saja bisa bernapas lega dan menghempaskan tubuh mungilnya ke ranjang. Meski kamarnya tak cukup luas, namun Kyra sangat bahagia bisa berada di tempat ini sekarang. Rasa kecewa dan patah hatinya cukup terobati hanya dengan berada di kapal pesiar mewah ini.

"Hentikan, Kyra! Jangan  lagi memikirkan duo racun pengkhianat itu! Tujuanmu ke sini untuk berlibur, lupakan mereka!" rutuk Kyra sembari menepuk keningnya sendiri beberapa kali.

Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Kyra tertidur dengan pulas. Masih dengan mengenakan sepatu dan pakaian yang ia kenakan sejak pagi, ia terbuai dalam dunia mimpi.

Jam 6 petang, kapal pun mulai berlayar. Terjangan ombak menyapa badan kapal yang mulai bergerak ke tengah lautan. Saking mewah dan besarnya, kapal pesiar ini diklaim sebagai kapal surga di mana semua kemewahan dan kebahagiaan bisa diciptakan di kapal ini.

Entah sudah berapa lama Kyra terlelap, ia membuka mata ketika perutnya mulai protes minta diisi makanan. Mau tak mau, Kyra akhirnya membersihkan diri di kamar mandi dan bergegas keluar dari kamar. Sambil menjinjing tas ransel di punggungnya, Kyra berjalan menyusuri lorong menuju restoran di lantai 3. Sambil bersenandung riang, ia masuk ke dalam lift dan memencet angka 3. Dinding lift yang terbuat dari kaca membuat Kyra mematut penampilannya malam ini, tak begitu buruk dan tak terlalu mencolok seperti biasanya.

Ting.

Perlahan pintu lift pun terbuka. Kyra menatap takjub pada ruangan mewah yang terhampar di hadapannya. Interior serba gold dipadu dengan warna maroon menambah kesan elegan di sepanjang lorong menuju restoran. Untuk pertama kali setelah serangkaian kejadian memilukan hati, Kyra bersyukur bisa berada di tempat ini.

"Selamat malam, Nona!" sapa seorang kru kapal yang berjaga di pintu masuk.

Kyra tersenyum dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran. Puluhan meja bundar dengan kursi yang mengelilinginya juga puluhan meja panjang dengan beraneka ragam menu masakan yang menggugah selera. Kyra mendekat ke meja panjang yang menyajikan menu Asia. Ia masih belum berani mencoba menu western mengingat ini adalah hari pertamanya di kapal. Kyra tak ingin perutnya yang sensitif memprotes dan membuat liburannya jadi berantakan.

Sambil menikmati makan malamnya, Kyra memperhatikan ratusan manusia yang berada di ruangan yang sama dengannya. Dari sekian banyaknya penumpang, tak ada satu pun yang membuat Kyra tertarik untuk memperhatikan mereka. Dalam hening, Kyra menyantap makanannya dengan nikmat. Ahh, bila sedang makan enak begini ia jadi merindukan ayahnya di rumah! Andai ayahnya mau ikut, mungkin kebahagiaan Kyra akan semakin lengkap.

Usai menghabiskan makan malamnya, Kyra memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi kapal. Suasana yang masih saja ramai meskipun jam sudah menunjuk angka 11, semakin membuat Kyra bersemangat untuk mengeksplor seisi kapal.

Di deck paling  atas, ada kolam renang luas yang menyambut pandangannya. Juga ada beberapa spot lucu, arena panjat tebing, flying fox bahkan selancar.

"Ahh, sepertinya seru mencoba semua wahana ini besok!" janji Kyra sembari tetap mengamati setiap sudut di deck teratas kapal.

Setelah cukup lelah berkeliling, Kyra memutuskan berhenti sejenak di deck anjungan. Dari deck itu, Kyra bisa melihat lautan lepas yang terhampar luas di hadapannya. Sangat menenangkan melihat lautan di malam hari, angin yang berhembus cukup kencang membuat rambut Kyra terurai bebas.

Masih tak lepas memandang lautan di sekeliling, perhatian Kyra beralih pada sosok lelaki yang nampak sedang mabuk dan berada dua lantai di bawahnya. Tubuh lelaki itu nampak oleng ke kanan dan ke kiri dengan begitu ringannya. Perasaan Kyra yang tajam, mulai merasa tak nyaman dengan pemandangan di bawahnya ini. Dan benar saja, tak lama kemudian pria itu jatuh dari balkon di kamarnya.

Kyra menahan napas dengan syok, beruntung tubuh pria itu kemudian jatuh di sekoci yang berada tepat di bawah lantai balkon kamarnya. Dengan terburu-buru, Kyra kemudian turun dari deck komando kapal untuk menyelamatkan lelaki tadi. Suasana yang mulai sepi di sepanjang deck anjungan membuat Kyra kesulitan meminta bantuan. Sekoci tadi berada di deck lantai 5, Kyra buru-buru menuruni tangga alih-alih menggunakan lift.

Tiba di deck yang dituju, Kyra berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang mulai naik turun. Ia merogoh inhaler yang selalu ia simpan di tas ransel dan menghirup benda itu sejenak. Saat dirasa sesak napasnya telah kembali normal, Kyra kembali melanjutkan langkahnya menuju jejeran sekoci.

"Valeee ..."

Suara teriakan lemah dari sekoci yang berada di paling ujung membuat Kyra mengayunkan kaki menuju ke sana. Benar saja, pria yang nampak tak asing tergeletak tak berdaya di atas sekoci yang terbuka itu.

"Hmm, beruntung sekali nasibmu, Tuan! Coba kau jatuh di sekoci yang tertutup di sebelahmu, pasti tubuhmu sudah dimakan hiu di bawah sana!" gumam Kyra sembari mengawasi ombak yang menghempas badan kapal dengan begitu kerasnya.

Kyra menarik lengan lelaki itu untuk membangunkannya. Namun karena tubuhnya kalah besar, tarikan Kyra tak berarti apa-apa bagi tubuh kekar itu. Tak ingin membuang waktu, Kyra menaiki pagar besi dan turun ke sekoci itu. Tangannya yang sejak tadi menggenggam erat pagar besi, kini beralih menggengam panel di ujung sekoci.

Klik.

Srett srett srett. Byur.

Secepat kilat, dalam gerakan yang sangat sekejab, sekoci itu terjun ke bawah dan lepas dari badan kapal. Kyra yang masih tertegun, hanya bisa menahan napasnya ketakutan. Terlebih setelah sekoci yang ia naiki kini terpisah dari kapal pesiar dan mengapung semakin menjauhinya.

"Tolonggg!" teriakan histeris Kyra lenyap begitu saja tertelan angin laut yang sangat kencang. "Help me!!"

Tak ada siapapun yang mendengar ataupun peduli. Kapal sekoci itu bergerak ke arah yang berlawanan dari kapal pesiar, membawa Kyra dan pria asing itu berlayar semakin jauh.

Paginya, sinar matahari yang sangat terik membuat Bara membuka mata sambil berdecak marah seperti biasa. Hamparan langit biru yang sangat indah adalah pemandangan pertama yang ia lihat pagi ini, awan seputih kapas, sinar hangat mentari  .... Tunggu, tunggu dulu! Bara sontak bangkit dan terbelalak melihat keadaan di sekitarnya.

"Arrrrrrgggg!! Di mana aku!!"

...****************...

...Ayooo, ayoo, jangan lupa selalu tinggalkan like dan vote-nya, Bestie!...

...Agar otor semakin semangat berkarya❤️...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!