NovelToon NovelToon

Pesona Saraswati

1

Langkah Saraswati begitu cepat. Kedua kakinya sudah gemetar dan tak mampu lagi menopang tubuhnya yang langsing karena ototnya kelelahan. Ia terus berlari hanya dengan berbekal uang seadanya melewati sawah, dan hutan menuju kota besar.

Napasnya sudah terengah -engah, rasanya ingin tubuh itu beristirahat dan terbaring di tanah kering tanpa alas. Mungkin cukup bisa membuatnya lebih tenang dan melepas rasa capeknya.

"Uh uh uh ... Semoga anak buah Tuan Takur tidak lagi mengejar Saras," ucap Saras lirih sambil sesekali melihat ke belakang untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang mengejar dirinya.

Saraswati nampak menunduk dan mengatur napasnya agar lebih terkontrol. Ia mencari -cari tempat yang bisa ia gunakan untuk bersembunyi sejenak melepas semua rasa lelah ini atau mungkin bermalam dan Saras akan melanjutkan perjalanannya esok pagi.

Tak jauh dari sana, ada pohon beringin yang sangat besar dan rindang. Mungkin tubuh langsingnya bisa tertutup dengan batang pohon yang cukup besar.

Saras berjalan menuju pohon beringn itu dan mencari tempat yang nyaman untuk duduk dan bersandar. Ia duduk di antara akar pohon yang muncul ke permukaan tanah dan cukup besar serta kuat. Tubuhnya bersandar pada batang pohon beringin dan memeluk kedua kakinya yang ia rapatkan ke dada agar tubuhnya sedikit terasa hangat.

Tadi siang adalah hari terburuk bagi Saraswati. Ia di panggil Tuan Takur untuk di janjikan sebuah pekerjaan. saraswati menyanggupinya dan memperbolehkan Tuan Takur memotong sebagian gaji Saras untuk membayar hutang kedua orang tuanya yang telah meninggal. Tanpa punya perasaan tidak baik kepada Tuan Takur, Saras pun memenuhi panggilan Tuan Takur untuk datang ke rumah besarnya.

Disana, Tuan Takur meyampaikan keinginannya untuk menikahi Saraswati untuk di jadikan istri keempat dan tinggal bersamanya di rumah besarnya ini. Ketiga istri Tuan Takur juga ada di sana dan menatap kasihan kepada Saraswati. Dengan tegas dan suara lantang, saraswati menolak permintaan Tuan Takur, dan itu membuat Tuan Takur marah dan murka seketika.

Tuan Takur bagai orang yang kerasukan setan. Ia menyeret tubuh mungil Saras dan di masukkan ke dalam kamar pribadinya. Di dalam kamar kedap suara itu, Saraswati akan di perkosa, agar ia menerima lamaran Tuan Takur.

Saraswati berteriak sekeras -kerasnya dan nahasnya suara keras itu tak ada yang mendengarnya. Saraswati meronta dan memberontak berusaha melepaskan diri dari kungkungan tubuh tua bangka bau tanah itu.

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara keras ketukan kamar dari arah luar membuyarkan konsentrasi Tuan Takur yang sudah mulai bergairah.

"Arghhh!! Brengsek!!" teriak Tuan Takur yang memukul keras kepalan tangannya ke kasur. Padahal ia sudah bersiap melepas pakaian saraswati.

Tatapan Tuan Takur begitu tajam dan sinis kepada Saraswati.

"Diam!! Saya akan kembali dalam waktu yang singkat. Persiapkan dirimu!! Atau ... Krek!!" ucap Tuan Takur dengan sangat tegas sambil menunjukkan tangannya yang ingin membunuh Saras jika tak menuruti keinginannya.

Saraswati hanya diam dan menangis, air matanya terus luruh dan mengingat kedua orang tuanya yang meninggal secara tak wajar juga. Apa yang sebenarnya terjadi, aku harus tahu.

Tak terasa waktu sudah pagi, matahari menyorot ke arah dua mata saraswati yang tertidur pulas di bawah pohon beringin besar itu. Entah seberapa jauh, ia sudah berlari dan melepaskan langkahnya meninggakan kampung halamannya menuju kota besar. Ia bertekad untuk mencari pekerjaan dan membawa uang banyak saat kembali ke kampung halaman lalu membayar lunas semua hutang kedua orang tuanya.

Saraswati bangun dan berjalan, mencari sesuatu yang bisa di makan. Perutnya sudah sangat lapar. Ia hanya membawa uang sedikit yang memang ia selipkan di saku bajunya. Sambil berjalan, ia merapikan pakaiannya dan mengikat rapi rambutnya ke atas.

Langkahnya pelan sambil mencari arah yang benar agar ia tidak tersesat.

"Heiii ... Kamu?" teriak seorang laki -laki pada Saras dengan suara lantang dengan jarak yang agak jauh.

saras pun menoleh ke arah asal suara. Ya, seorang laki -laki dengan helm proyek berwarna kuning. Di tanah seluas itu ia tidak sendiri banyak orang yang baru datang untuk bekerja. Beberapa mesin belco sudah menyala dan mulai bergerak mengeruk tanah.

"Saya? Anda memanggil saya, Tuan?" tanya Saras berjalan menuju ke arah lelaki yang memanggilnya.

Lelaki tampan itu mengangguk sempurna dengan senyuman manis dikedua pipinya yang berlesung.

"Ya ... Kamu, memang ada orang lain lagi, selain kita di sini?" tanya lelaki itu dnegan suara lembut.

Saraswati melirik ke arah kiri dan kanan. memang di sekitarnya tidak ada orang lain, tapi di jarak yang agak jauh, banyak orang yang bekerja di tanah proyek tersebut.

"Ekhemm ... Tidak ada. Ada apa Tuan memanggil saya?" tanya Saraswati pada lelaki tampan yang terus tersenyum itu.

"Aemmm ... Saya baru lihat kamu setelah beberapa bulan disini. Memangnya di dekat sini ada desa atau kampung?" tanya lelaki itu pelan ingin tahu.

Saraswati menggelengkan kepalanya pelan. Di dekat sini memang tidak ada desa. Kampung halamannya juga cukup jauh dari sini, mungkin kalau di suruh kembali lagi lewat jalan lain. Ia tidak bisa kembali lagi.

"Ekhemmm ... Tidak ada. Kebetulan saya sedang berjalan -jalan, mau cari makanan. Lapar," ucap Saraswati lembut sambil meringis.

"Ohh gitu. Kenalkan, nama saya, Mario, kamu siapa?" tanya Mario lembut.

"Saya Saraswati, panggil saja Saras," jawab Saras sambil berjabat tangan dengan Mario sebagai tanda perkenalan.

"Oke Saras. Wajah kamu, mengingatkan saya pada almarhum Ibu saya, ia bernama Larasati, gak jauh beda ya, namanya. Saras dan Laras," ucap Mario pelan.

"Ohh ya, Maaf kalau anda jadi mengingat hal yang kurang berkenan, Tuan," ucap Saras pelan.

"Tidak apa. Mau cari makanan, di dekat sini ada bebearapa warung, mungkin kamu bisa pilih untuk sarapan? Atau kita sarapan bersama? Kebetulan saya baru selesai absensi karyawan, dan perut saya tidak bisa di kondisikan lagi minta di isi. Yuk?" ajak mario denganlembut.

Saraswati terdiam. Jujur, ia takut mengenal orang baru. Baru juga ia memikirkan mau menerima atau menolak ajakan Mario. Dari jauh ada suara teriakan beberapa orang yang jelas itu suara anak buah Tuan Takur.

Saras langsung memeluk Mario dengan erat.

"Tolong saya, Tuan Mario. Saya di kejar oleh orang jahat yang memperkosa saya," ucap Saras ketakutan.

Pandangan Mario tertuju pada beberapa orang yang belum terlihat. mario melepaskan jaket dan topinya untuk di pakai oleh Saras. Hanya itu satu -satunya cara menghindari dari beberapa preman yang sedang mencari keberadaan Saraswati.

"Pakai ini, cepat!! Saya akan membantu kamu," titah Mario dnegan suara keras.

Saraswati segera memakai jaket milik Mario dan memakai helm proyek itu dan Mario menggandengnya berbalik ke arah proyek untuk mengelabui beberap preman yang mungkin akan menanyainya.

"Kalau memamnggil, kamu jangan menengok tetaplah jalan kesana lurus saja, saya akan menghampiri kamu," titah Mario dengan tegas.

Saras mengangguk paham. Ia berjalan lurus dengan tennag. Tepat sekali, salah satu preman itu memnaggilnya dengan keras.

"Heii ... Kamu!! Lihat wanita dengan rambut panjang lewat sekitar sini?" teriak satu preman kepada Mario.

Mario membalikkan badannya dan menatap beberapa preman berwajah garang.

"Anda bicara pada saya, Tuan?" tanya Mario dengan suara pelan.

"Ya kamu!! Lihat gak!!" tanya preman itu semakin kesal. Sudah lelah semalaman mengejar Saras dan kini harus berbasa -basi dengan orang lain, itu sangat menyebalkan sekali.

"Saya tidak lihat Tuan. Mungkin saja tidak lewat sini, atau ke arah lain? Maaf Tuan, Saya masih banyak pekerjaan, sedang mengukur batas," ucap Mario pelan dengan sopan.

Beberapa preman itu percaya dan pergi mencari jalan lain yang sekiranya di lewati oleh Saras.

2

Mario mengajak Saras menuju salah satu warung makan yang ada di dekat proyek. Tempat biasa dimana Mario sering makan di sana selama tinggal di bedeng proyek.

"Mau makan apa? Pilih saja. Di sini memang kebanyakan lelaki, namanya juga proyek pembuatan gedung," ucap Mario dengan suara pelan menjelaskan.

"Ekhemm ... Nasi putih saja sama telur dadar," jawab Saras memilih menu makanan favoritnya. Sederhana memang apa yang menjadi kesukaan Saras.

Mario mengajak Saras duduk di belakang warung makana itu. Di sana ada amben yang terbuat dari bambu sambil menikmati pemandangan sawah yang mulai menguning dan bersiap untuk di panen.

Saras sudah duduk dan menatap makanan yang ia pesan. Perutnya sudah sangat lapar dan sesegera mungkin Saras makanan yang telah di pesannya denagn sanagt cepat. Mario menatap Saras denagn terkekeh.

"Kamu lapar banget ya? Sampai bersih gitu makannya," tanya Mario pelan.

Saras mengangguk sempurna. Selesai makan Saras langsung menyeruput air teh manis panas yang sangat nikmat sebagai penutup.

"Bukan lagi, lapernya. Dari kemarin belum makan," jawab Saras singkat.

Mario menganggukkan kepalanya pelan. Ia penasaran pada beberapa preman tadi yang mengejar Saras.

"Terus? Preman tadi kenapa? Ekhemm ... Maksud aku, punya masalah apa dengan preman tadi? Sampai di kejar sebanyak itu? Gak mungkin ka, kalau cuma ingin di perkosa saja, pasti ada sebab akibatnya," tanya Mario dengan suara pelan tanpa menyinggung perasaan Saras.

"Oke. Saras di kear, karena ingin di nikahkan oelh Tuan Takur, tuan tanah di kampung X. Saras mau di jadikan istri keempat. Untung saja, tadi beliau ada tamu, dan Saras bisa melarikan diri lewat jendela kamar," jelas Saras dengan sangat jujur.

"Hanya itu? Kurang meyakinkan dan gak logis," ucap Mario tak percaya. Mario juga sudah menghabiskan sarapan paginya.

"Gak logis gimana? Memang ucapan Saras gak bisa di percaya gitu?" tanya Saras kesal.

"Bukan gak bisa di percaya. Aku lihat kamu masih baik -baik saja, tidakada tindak kekerasan, gitu maksudnya. Jangan salah paham," ucap Mario pelan.

Saras tertawa sinis. Bisa -bisanya Mario tidak percaya dengan ucapannya. Aneh sekali. Sara menyesal meminta bantuan pada Mario. Lbeih baik, tadi Sara mengurus diri Saras sendiri.

"Saras mau pergi. Terima kasih, sudah membantu Saras tadi," ucap Sara tegas dan ketus.

Baru berjalan beberapa langkah. Tubuh mungil Sara harus menabrak dada seorang laki -laki. Dada yang begitu keras seperti beton.

"Ekhemmm ... Maaf Tuan. Saya gak sengaja," ucap Saras pelan.

"Kamu? Bukannya gadis yang tadi ada di Tuan Takur?" tanya lelaki itu dengan suara lantang sambil berusaha mengingat.

Saras langsung mengangkat wajahnya dan memangbenar sekali, lelaki itu adalah lelaki yang tidak sengaja menangkap tubuh mungilnya dari jendela dan terjatuh berdua di kebun bunga samping bangunan rumah besar Tuan Takur.

"Ekhemmm ... Betul sekali Tuan. Maafkan saya, tolong jangan beritahu Tuan Takur atas keberadaan saya saat ini di isni," pinta Saras dengan suara lantang.

"Ya. Baiklah. Rahasia kamu aman. Saya Sadewo, panggil saja Dewo. Kamu siapa?" tanya Dewo pelan.

"Ekhemm ... Saya Saras," jawab Saras semangat.

"Owh ... Nama yang bagus sekali. Habis sarapan? Kamu dengan siapa di sini?" tanay Sadewo mulai penasaran dan ingin melancarkan aksinya.

Saras yang polos dan jujur pun menoleh dan menatap ke arah mario yang kaget melihat Sadewo.

Sadewo mengedipkan satu matanya pada Mario. Mario paham dengan semua kode yang di tunjukkan oleh Sadewo.

3

Satu minggu kemudian ...

Saras sudah berada di Kota besar, ia akhirnya ikut dengan Sadewo, lelaki yang di anggap dewa karena telah membantunya kleuar dari neraka Tuan Takur.

Saras di janjikan sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang tapi bisa memiliki uang banyak. Saras yang merasa bahagia karena semua janji Sadewo pun menuruti semua perintah Sadewo.

Sudah satu minggu ini, Saras tinggal di rumah Sadewo. Saras mulai terbiasa tinggal di rumah mewah itu sambil ikut membantu membersihkan dan melayani Sadewo. Satu hal yang tidak pernah di ketahui Saras adalah, apa pekerjaan Dewo sebenarnya.

Selama ini Dewo hanya menyuruh Saras berlatih bernyanyi dengan memberikan semua fasilitas yang maksimal untuk Saras.

Malam ini seperti biasa, Saras sedang berlatih nyanyi di ruang tengah. Berkali -kali memutar musik dan berkaraoke sendiri.

"Wah ... Makin bagus aja suaranya. Seminggu ini, Mas lihat, kamu makin oke. Sudah berani tampil dong?" tanya Dewo kemudian sambil mengangkat satu alisnya ke arah Saras.

Saras menoleh ke arah Dewo dan mematikan musik lalu mematikan miknya dan duduk di smaping Dewo. Jujur saja, saras kagum pada Dewo. Rumah ini juga sepi, hanya ada Dewo, Saras dan enam asisten, dua asisten rumah tangga, satu tukang kebun, dua satpam dan satu sebagai kepala asisiten.

Dewo menyeruput cangkir kopi yang di bawanya dari dapur.

"Mas Dewo sudah datang?" tanya Saras pelan.

Dewo hanya mengangguk kecil.

"Kamu sudah siap? Menjadi seorang penyanyi?" tanya Dewo mengerlingkan satu matanya pada Saras.

"Siap, Mas. Terima kasih ya, Mas. Sudah ngasih aku jalan keluar dari masalah aku, dan aku di kasih tempat tinggal cuma -cuma dan kini di kasih kerjaan juga," ucap Saras pelan pada Dewo.

"Sama -sama. Setelah ini, mungkin akan ada job -job lain yang bisa kamu terima, bisa lewat aku atau kamu bisa terima sendiri," ucap Dewo pelan.

"Ekhemmm ... Memang pekerjaan apa? Terus Saras bakal nyanyi dimana?" tanya Saras menatap lekat ke arah Dewo.

"Ohhh ... Rahasia, besok Mas akan kasih gaun khusus untuk kamu, Saras. Mas mau bikin pesona kamu makin berkharisma," goda Dewo pada Saras.

Deg ...

Seketika Saras tersadar dengan cara tertawa Dewo yang terlihat senang dan gembira.

"Mas gak lagi menyembunyikan sesuatu dari Saras kan?" tanya Saras mulai curiga.

Dewo langsung terdiam dan menatap lekat ke arah Saras yang tajam menatapnya.

"Kamu curiga sama Mas? Mas ini susah payah lho orbitin kamu, jadi jangan sampai kamu mengecewakan Mas," ucap Dewo dengan tetap tenang.

Dewo menarik napas dalam. Dewo sedang terlilit hutang yang besar. Mau tidak mau, ini adalah peluang besar untuknya dari Mario, untuk menjual Saras secara terselubung.

Jujur, Dewo tidak yakin usahanya berhasil. Ia takut Saras marah besar, tapi hanya ini jalan satu -satunya. Ia harus berani dan tegas agar Saras takut padanya.

"Saras gak curiga lho Mas. Tapi, hari ini banyak orang datang mencari keberadaan Mas dan menitipkan beberapa surat ini untuk di berikan untuk Mas," ucap Saras sambil emmeberikan beberapa surat yang tertitup amplop putih panjang. Entah isinya apa itu, Saras tidaj mau tahu soal itu, dan Saras menjaga penuh kepercayaan Dewo untuk tetap menghargai privasinya.

Dewo menatap dan menerima lima surat tersebut dari tangan Saras dan menggenggamnya erat.

"Ini pasti surat panggilan kerja yang baru," kilah Dewo dengan senyum terpaksa.

Dewo bergegas pergi dari hadapan Saras dan masuk ke dalam kamarnya. Lalu membuka satu per satu surat yang kini sudah di letakkan di meja kerjanya. Semua surat itu berisi surat peringatan tagihan hutang yang sudah jatuh tempo dan harus di bayarkan secepatnya dan dalam tempo yang seingkat -singkatnya.

Dewo membuka semua isi surat tersebut dan semuanya sama, darI Bank A, B, C, D dan dari finance juga.

Dewo meremas semua surat -surat itu dan melemparnya dnegan kasar menuju tong sampah yang ada di pojokkan dinding.

"Argghhh sial. Mana gaji asisten belum di bayar. Kenapa sih, proyek itu harus gagal!! Brengsek!!" teriak Dewo kasar.

Dewo menjatuhkan tubuhnya di kasur yang empuk miliknya. Tubuhnya sudah terlentang dengan kedua tangan yang di rentangkan. Dewo memejamkan kedua matanya dan menarik napas dalam hingga masuk ke rongga paru. Dewo hanya ingin pikirannya tenang kembali dan smeua tagihan ini bisa di selesaikan dengan cepat.

"Sepertinya, aku harus pindah dari sini, dan membawa Saras ke tempat yang lebih kecil. Mengeluarkan semua asistennya dan hidup lebih sederhana. Masa iya aku tega menjual Saras pada lelaki hidung belang. Itu sama saja, gue kayak mucikari dong," batinnya melemah. Awalnya ia berapi -api dan paling semangat saat Mario memberikan usul itu. Tapi, melihat Saras yang masih terlalu muda, niat itupun masih menjadi keputusan yang ragu bagi Dewo.

Rencananya memang Saras di orbitkan menjadi seoarng penyanyi di sebuah Kafe. Suaranya tidak terlalu jelek kallau hanya mengiringio sebuah band, hanya saja, Dewo memastikan Sara emmiliki pesona yang bisa membuat banyak lelaki hidung belang itu termehek -mehek pada Saras dan mau memakai jasa Saras untuk memuasakan seluruh birahi mereka.

"Gue kejam kalau begini. Sama aja gue malah bikin Saras terperosok pada dunia esek -esek. Gue harus gimana kalau begini," ucap Dewo bingung.

***

Saras menatap wajahnya di depan cermin. Satu minggu ini, memang ia tak pernah tahu apa yang terjadi pada Dewo. Saras hanya tahu, smeua kebutuhannya tercukupi. Tapi, menurut Mia, ketua asisten di rumah ini. Dewo itu adalah lelaki baik yang memiliki kekayaan cukup banyak. Hanya saja, ia tertipu dan di tipu secara telak oleh temannya sendiri yang bernama Mario. Ya, Mario yang sempat Saras kenal.

"Aku harus bantu Dewo. Eitsss ... AKu harus tahu dulu. Kerjaku itu apa? Jangan -jangan aku bakal di jual sama Dewo," curiga Saras yang saat ini terpikir di otaknya. Saras hanya takut, jika ia hanya di manfaatkan oleh kaum minoritas yang memiliki kekuasaan penuh dan tak terbantahkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!