NovelToon NovelToon

Anak Sima

Penemuan Mayat

Di pagi itu seorang pemuda berlari tergesa-gesa menuju rumah kepala desa.

“Pak Basuki! Pak Basuki!” Pekik pemuda itu sembari mengetuk pintu rumah Basuki.

Basuki yang mendengar pintu rumahnya di ketuk seseorang pun membukanya.

“Ada apa Soleh?” tanya Basuki

“I-itu Pak, ada mayat lagi,” ucap Soleh dengan nafas yang tidak beraturan.

“Mayat di mana?” 

“Di hutan Pak, tadi saya sedang mencari kayu bakar dan tidak sengaja bertemu mayat nenek-nenek di hutan.

“Aku akan menelepon polisi dahulu Soleh, kita tunggu sampai polisi datang!” ujar Basuki.

“Ayo masuk dulu ke rumah, kita tunggu sampai polisi tiba,” sambung Basuki kembali.

Basuki mengajak Soleh masuk ke rumahnya.

Mereka berdua pun duduk di ruang tamu sembari bercerita.

“Bu! Bu!”

Sri yang mendengar suaminya memanggil mendatanginya.

“Ada apa Pak?” tanya Sri.

“Ini bikin kan minum untuk Soleh!” perintah Basuki.

“Iya Pak,” ujar Sri.

Sementara Sri membuatkan minum Basuki menanyakan perihal mayat yang Soleh temukan.

“Coba jelaskan secara rinci Soleh kamu menemukan mayat nenek itu?” tanya Basuki.

“Tadi kan saya mau mencari kayu bakar, terus masuk ke hutan di samping pohon besar ada seorang yang tergeletak, lalu saya hampiri pak ternyata setelah mendekatinya ternyata itu mayat Nenek Sumi, kalau saya gak salah lihat pak karena saya sangat panik dan takut jadi saya lari ke rumah bapak untuk memberitahukan,” ucap Soleh yang menjelaskan kepada Basuki.

“Lalu bagaimana kondisi mayat itu?” Basuki yang sangat antusias ingin mengetahuinya.

“Mayat nenek Sumi sangat mengenaskan Pak, dadanya bolong jantungnya hilang Pak.”

“Astagfirullah, sebulan ini sudah dua mayat yang di temukan seperti itu dengan kondisi dadanya bolong dan jantungnya tidak ada,” ucap Basuki yang sangat terkejut.

  Tidak berselang lama polisi pun datang ke rumah Basuki. 

Soleh, Basuki, polisi dan warga desa pun berbondong-bondong mendatangi TKP

Tidak butuh waktu lama untuk pergi ke hutan, karena desa kurangkit sendiri termasuk desa pedalaman yang berada di tengah hutan pedalaman 

Para Polisi sudah memasang garis kuning di sekitar jasad Nenek Sumi.

Kasus meninggalnya Nenek Sumi, mulai di usut hingga memakan waktu hingga 3 jam lebih.

Dugaan sementara dari pihak polisi kematian nenek Sumi akibat binatang buas, karena tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh nenek Sumi.

Polisi ingin memperdalam kasus ini dan menyarankan untuk tindakan autopsi, namun pihak keluar tidak ingin kasus kematian nenek Sumi di perpanjang.

Mereka menginginkan nenek Sumi di kubur secepatnya, atas permintaan keluarga nenek Sumi polisi pun tidak bisa berbuat apa-apa dan menutup kasus kematian nenek Sumi dengan dugaan sementara akibat dari binatang buas.

Oleh para warga jasad nenek Sumi pun di bawa ke rumahnya untuk di mandikan, di kafani dan di sholatkan.

Sesampainya di rumah nenek Sumi, jasad nenek Sumi segera di mandikan, setelah itu di kafani dan di sholatkan.

Setelah semua proses selesai jasad nenek Sumi segera di kuburkan di tempat pemakaman warga desa.

Basuki yang telah selesai mengantarkan jasad nenek Sumi ke tempat peristirahatan terakhirnya pun kembali pulang.

10 menit Basuki berjalan menuju rumahnya hingga akhirnya sampai. Basuki pun duduk di depan teras.

“Bu! Bu!” Pekik Basuki.

Sri yang sedang berada di dapur langsung menghampiri Basuki.

“Iya pak, bagaimana dengan mayat nenek Sumi, pak. Apa kata polisi?” tanya Sri yang sangat penasaran.

“Tolong buatkan Bapak kopi dulu Bu, nanti Bapak akan ceritakan,” ujar Basuki.

“Iya Pak,” ujar Sri pergi ke dapur membuatkan kopi untuk suaminya.

Selang beberapa menit Sri membawa segelas kopi lalu menyodorkan di meja Basuki, setelah itu Sri pun duduk di samping Basuki untuk mendengar cerita kematian nenek Sumi.

“Bagaimana Pak ceritanya?” tanya Sri.

“Menurut cerita dari anaknya nenek Sumi, nenek Sumi awalnya berpamitan mencari tumbuhan pakis ke hutan untuk di buat sayur, sampai akhirnya jasad nenek Sumi di temukan oleh Soleh. Lalu polisi sendiri menduka bahwa kematian nenek Sumi di sebabkan oleh hewan buas karena di tubuh nenek Sumi tidak ada tindakan kekerasan,” ujar Basuki yang menjelaskan kepada Sri.

“Ibu tidak percaya dengan dugaan polisi pak, karena warga desa sendiri tidak pernah menemukan hewan buas di hutan itu pak,” kata Sumi yang memberi penjelasan.

 “Aku juga tidak begitu yakin Bu, kematian nenek Sumi di sebabkan oleh binatang buas dan sudah sebulan terakhir ini di temukan dia mayat dengan kondisi yang sama, dada mereka bolong dan jantung mereka hilang Bu. Mungkin saja ini perbuatan dari Anak Sima,” pungkas Basuki kepada Sri.

“Anak Sima apa itu Pak?” 

“Mahluk yang suka memakan jantung manusia,” ucap Basuki kepada sang Istri.

“Bapak jangan mengada-ngada.”

“Soalnya aku pernah mendengar tentang anak Sima ini dari sang nenek Bu, tapi ini masih kecurigaanku karena belum ada warga satu pun yang melihat makhluk itu aku masih belum berani untuk memastikan ini perbuatan anak Sima.”

 “Iya Pak, semoga jasa bukan karena makhluk itu kematian nenek Sumi.”

“Coba ibu pikir masa binatang buas itu hanya memakan jantung korban seharusnya tubuh korban juga ada luka terkaman dari binatang buas itu, kenapa hanya dadanya yang bolong dan jantungnya tidak ada?” 

“Iya benar apa katamu Pak.” 

Basuki bercerita kepada sang istri bahwa kematian nenek Sumi, perbuatan Anak Sima yang sering mencari mangsa dengan mengambil jantung sang korban lalu di makan.

Legenda Anak Sima sendiri populer di kalangan masyarakat Kalimantan tepatnya di desa-desa pedalaman.

 

 

Tugas PKL

Tiga bulan kasus kematian Nenek Sumi mulai di lupa oleh warga Desa.

***

Di fakultas Harapan Bangsa jurusan perkebunan semester 3 Sari Angreani berserta teman-teman Yusuf, Andi, Dimas, serta Sinta ingin melakukan praktik Kerja Lapangan, mereka berlima sedang berdiskusi di kampus.

“Sari gimana kamu sudah dapat tempat untuk kita praktik?” tanya Yusuf.

“Belum Yusuf aku bingung, aku sudah mencari informasi di internet tapi belum dapat tempat yang cocok,” kata Sari.

“Woi, teman-teman aku dapat tempat yang cocok untuk praktik kita coba liat nih. desa Kuringkit sebuah desa di pedalaman hutan yang mempunya tanah yang sangat subur, cocok banget kan untuk praktik kita di sana,” kata Andi sembari memperlihatkan layar ponselnya kepada teman-temannya.

“Coba aku liat,” ucap Sari sembari mengambil ponsel dari tangan Andi.

Sari membaca sebuah artikel mengenai desa kurangkit dan setelah membaca Sari tertarik untuk melakukan tugas PKL di sana.

“Kaya desa itu cocok deh untuk kita,” ucap Sari.

“Jadi kita mau bagaimana yang lain setuju tidak kita pergi ke sana?”  tanya Dimas.

“Kalau aku sih terserah aja deh, ngikut aja,” kata Sinta.

“Kalau kamu Yusuf?” tanya Dimas.

“Oke dah aku ikut,” sahut Yusuf.

“Berti semua setuju ya, kita ke desa Kurangkit,” ucap Sari.

“Setuju,” sahut serentak mereka berempat.

Tidak berselang lama mereka berdiskusi dosen pun datang.

“Bagaimana kalian semua sudah menentukan tempat untuk PKL nanti?” tanya Gunawan dosen mereka.

“Sudah Pak,” Celetuk Sari.

“Ini PKL pertama kalian, Bapak harap kalian bisa menggunakan waktu kalian semaksimal mungkin, dan Bapak beri waktu 3 bulan untuk mengumpul tugas kalian,” ujar Gunawan.

“Baik Pak,” sahut serentak mereka semua.

Beberapa jam berlalu jam kuliah pun telah selesai.

Para mahasiswa bersiap-siap untuk pulang namun tidak dengan mereka berlima yang masih berdiskusi.

“Sari, kita kapan rencananya akan ke desa itu?” tanya Dimas.

“Rencananya sih besok, semakin cepat semakin baik biar tugas kita cepat selesai juga,” ucap Sari.

“Oke deh kalau begitu,” balas Dimas.

“Besok kita kumpul di rumah Sari saja jam 9 bagaimana kalian setuju,” Sinta yang memberi masukan.

“Iya benar kata Sinta kita kumpul di Sari aja, biar pakai mobilku saja kita berangkatnya,” kata Dimas.

“Oke deh,” celetuk Andi.

“Eh Yusuf diam aja bagaimana kamu setuju tidak?” tanya Andi.

“Iya, aku setuju kok,” sahut Yusuf.

Mereka berlima pun telah sepakat untuk melaksanakan tugas PKL di desa Kuringkit.

Setelah berdiskusi sebentar mereka berlima pun bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Di malam harinya Sari mempersiapkan perlengkapan yang akan di bawanya, sang ibu yang sedari tadi tidak melihat anaknya keluar kamar pun mencoba untuk masuk ke kamar Sari.

“Sibuk banget anak ibu hari ini sampai gak makan malam?” tanya Rini ibu dari Sari.

“Iya Bu, Sari lagi mempersiapkan perlengkapan untuk PKL, seperti Sari agak lama di sana,” sahut Sari yang menjelaskan kepada sang ibu.

“Berapa lama Nak? Dan di mana?” 

“Tiga bulan Bu, di desa Kuringkit.”

“Lama sekali Sari?” 

“Ya, gimana lagi Bu,” sahut Sari sembari mempersiapkan perlengkapannya.

“Ya sudah hati-hati, di desa orang jaga diri baik-baik dan perilaku ibu hanya bisa mendoakan dari sini semoga lancar dan tidak ada hal-hal yang aneh terjadi,” nasehat Rini.

“Ibu Bu, Sari bakal kangen masakan ibu ini.”

“Nanti kan kalau tugas kuliahmu sudah selesai kamu bisa pulang Sari, nanti ibu akan masakin makan kesukaanmu.”

“Iya Bu.”

“Ayo kita makan Ayah sudah menunggu mu dari tadi di meja makan lo, jangan lupa pamitan dengan Ayah,” nasehat Rini.

“Iya Bu.”

Sari berserta sang ibu pun keluar dari kamar menuju meja makan sesampainya di meja makan mereka bertiga menikmati makan malam bersama sembari berbincang santai.

Sari juga menjelaskan dirinya akan pergi selama tiga bulan untuk melaksanakan PKL, tidak lupa juga Sari meminta Ijin kepada sang Ayah.

“Jauh sekali Nak? Apa tidak ada tempat yang lebih dekat gitu?” kata Bondan Ayah Sari.

“Sari sih maunya juga yang dekat aja Yah, tapi Cuma di sana yang struktur tanahnya yang bagus. Soalnya saya jaga sudah cari informasi di internet mengenai struktur tanah di desa itu sangat bagus dan subuh yah,” ujar Sari menjelaskan kepada sang Ayah.

“Ya sudah hati-hati di tempat orang jaga sikap dan perilaku,” nasehat sang Ayah untuk Sari.

“Siap Yah, Sari akan selalu ingat pesan dari Ayah,” sahut Sari.

 Setelah selesai makan mereka bertiga pun berbincang santai di ruang keluarga.

Hingga tidak terasa malam mulai larut Sari yang sedari tadi telah menguap pun pamit kepada kedua orang tuanya untuk pergi tidur.

“Yah, Bu, Sari duluan ya. Sari ngantuk sekali,” kata Sari kepada kedua orang tuanya.

“Iya Nak, oh iya besok apa mau Ayah antar ke desa itu?” tanya Bondan.

“Tidak usah Yah, kita semua pakai mobil Yusuf dan kumpul nanti pagi jam sembilan di rumah Sari,” Sari yang menjelaskan kepada Ayahnya.

“Oh ya sudah kalau begitu,” ucap sang Ayah.

“Ya sudah Yah, Bu, Sari ke kamar dulu,” kata Sari berjalan menuju kamarnya meninggalkan kedua orang tuanya di ruang keluarga.

Sesampainya di kamar Sari mulai merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, sayup-sayup mata Sari mulai mengantuk sampai akhirnya Sari tertidur dengan lelap.

Menuju desa Kuringkit

Keesokan paginya Sinta, Dimas, dan Yusuf sudah tiba di rumah Sari.

“Sari ini tinggal Andi saja ya yang belum datang?” Tanya Dimas.

“Iya kita tunggu saja dulu tadi aku sudah meneleponnya katanya sih di jalan,” Sari yang menjelaskan kepada Dimas.

Mereka berempat duduk di pelataran rumah Sari sembari menunggu Andi yang masih di perjalanan.

“Oh iya Sari, aku dan Yusuf bawa mobil nih, kamu mau pakai mobil yang mana?” Tanya Dimas.

“Aduh Dimas terserah saja, pakai mobil truk juga gak apa-apa,” Sari yang mengajak Dimas bercanda.

“Udah pakai mobilku saja gak apa-apa,” kata Yusuf.

Tidak berselang lama Andi pun tiba.

“Woi lama ya nunggu?” celetuk Andi 

“Iya nungguin kamu sudah lima jam,” sahut Sinta yang terlihat kesal menunggu Andi.

“Ya Sudah kita berangkat pakai mobil Yusuf saja semua barang-barang masukkan mobil Yusuf,” ujar Sari.

Mereka berlima mulai mengemas barang bawaan mereka masing-masing ke dalam mobil Yusuf.

Setelah selesai mereka berlima pun berpamitan kepada kedua orang tua Sari.

“Kalian semua hati-hati ya, ingat di tempat orang jangan perilaku kalian,” nasehat Ibu Sari.

“Iya Bu,” sahut serentak merek berlima.

Setelah berpamitan kepada kedua orang tua Sari, merek berlima pun mulai masuk ke mobil Yusuf kali ini Yusuf yang bertugas untuk mengemudikan mobilnya.

Setelah semua telah siap, Yusuf pun mulai menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Sari menuju desa Kuringkit.

Jarak desa Kuringkit sendiri memakan waktu 6 jam untuk sampai di desa terpencil itu.

Untuk menghilangkan rasa jenuh di dalam perjalanan yang cukup memakan waktu yang sangat lama. Mereka berlima pun berbincang-bincang santi.

“Eh Andi, ini kira-kira berapa jam kita sampai di desa itu?” tanya Yusuf.

“Enam jam Yusuf, menurut peta digital yang ada di ponselku,” sahut Andi.

“Wah lumayan lama ya,” ujar Yusuf.

 “Ya sudahlah mendingan aku tidur aja dulu,” celetuk Sinta.

Saking asyiknya mengobrol tidak terasa perjalanan sudah separo jalan dan mereka mulai memasuki hutan-hutan di samping kanan kiri jalan.

“Eh Andi ini kita sudah masuk ke hutan sedari tadi tapi sedari tadi aku lihat tidak ada rumah penduduk satu pun, dan lagi mana di mana desa Kuringkit itu?” tanya Dimas yang mulai protes.

“Tunggu sebentar menurut peta digital di ponselku kita masuk memerlukan waktu dua jam lagi,” sahut Andi.

“Lama sekali, aku sudah kebelet pipis sedari tadi nih,” ujar Dimas yang menahan untuk buang air kecil.

“Kalian bertiga berisik banget sih, udah tenang nanti juga sampai,” kata Sari yang merasa terganggu dengan ucapan mereka.

Yusuf mempercepat laju mobilnya, sampai akhirnya Andi meminta untuk berhenti karena tidak kuasa lagi menahan ingin buang air kecil.

“Yusuf berhenti sebentar aku udah gak sanggup lagi menahan ingin buang air kecil,” pinta Dimas.

Yusuf pun mengikuti keinginan Dimas untuk berhenti.

Dimas pun segera keluar dari mobil dan berjalan menuju semak-semak pinggir jalan.

Selang beberapa menit Dimas telah selesai.

“Ah, lega akhirnya,” ujar Dimas yang menutup lesreting  celananya.

Setelah selesai Dimas mulai berjalan masuk kembali ke dalam mobil.

Namun secara tidak sadar ada sesosok makhluk hitam di belakang pohon besar sedang memperhatikan kehadiran mereka.

“Ayo Yusuf kita jalan lagi,” pinta Dimas.

Yusuf pun mulai kembali menjalankan mobilnya.

Dua jam telah berlalu mereka akhirnya telah sampai di desa Kuringkit yang berada di pedalaman hutan.

Mereka berlima pergi ke rumah kepala desa untuk meminta ijin tinggal di desa itu sampai tugas mereka selesai.

 Yusuf mulai memarkirkan mobilnya di rumah pak Basuki kepala desa di sana.

Setelah itu mereka berlima turun dari mobil Yusuf menuju rumah pak Basuki.

Tok ... Tok ...

Suara mengetuk pintu.

“Assalamualaikum,” ucap Yusuf sembari mengetuk pintu rumah pak Basuki.

Mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya Rini istri Basuki yang berada di dalam rumah pun membukakan pintu rumahnya.

“Permisi Bu,” Kata Sari.

“Ada apa ya Mas-Mas serta Mbak-Mbak ini ke rumah saya?” tanya Rini yang bingung 

“Begini Bu, maksud kedatangan kami berlima ingin melakukan praktik kerja lapangan untuk tugas kuliah, dan kami bisa tinggal  di tempat ibu sampai tugas kami telah selesai,” Sari yang mulai menjelaskan kepada bu Rini. 

“Silakan masuk dulu Mbak berserta Masnya, soalnya Bapaknya belum pulang dari balai desa, saya harus bilang dulu sama bapaknya,” kata Rini.

“Oh iya Bu tidak apa-apa biar kami tunggu saja di sini,” sahut Sari.

“Ya sudah kalau begitu, ibu tinggal ke belakang dulu ya untuk buatin minuman,” ujar Rini.

“Tidak usah repot-repot Bu,” sahut Sari.

“Ah tidak apa-apa mbak, tunggu sebentar Ya,” kata Rini.

Bu Rini pun pergi ke dapur untuk membuatkan mereka berlima minuman, sementara Sari, Sinta, Yusuf, Andi dan Dimas duduk di pelataran menunggu kedatangan Basuki.

  

  

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!