"Drtttt....! Drtttt....! Drtttt....!"
Handphone Elena terus bergetar, muncul notifikasi pesan masuk di depan layar. Dia mengambil handphonenya dan melihat dari siapa pesan yang masuk itu.
Tidak ada nama yang muncul di nomor tersebut, yang berarti pesan itu di kirim oleh orang yang tidak dia kenal. Elena membuka pesan dan melihat isi dari pesan tersebut. Foto seorang pria dan wanita yang sangat dia kenal muncul di layar handphone. Dari pemandangan di dalam foto, sangat jelas jika mereka menuju ke sebuah apartemen yang tidak asing bagi Elena.
Elena segera membereskan barang barangnya dan bergegas untuk pulang, dia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Ting!
Bunyi tanda pintu lift telah terbuka. Elena segera masuk ke dalam lift. Dia menekan tombol angka 8, sebab Apartemen Elena berada di lantai 8. Tak lama kemudian, pintu lift terbuka. Dengan buru-buru, dia berjalan menuju ke pintu yang bernomor 88 A.
Begitu Elena membuka pintu, detak jantungnya seakan berhenti ketika dia melihat sepasang sepatu perempuan yang bukan miliknya di samping sepatu milik Steven, tunangannya.
Dengan firasat yang semakin buruk dan hati yang gelisah, Elena berjalan masuk ke dalam ruangan. Terdengar suara-suara yang membuat hati Elena semakin gusar, suara seorang perempuan dan laki-laki yang sedang melakukan olah raga di dalam kamarnya.
Elena membuka pintu kamar secara perlahan, sesuatu begitu mengejutkan hati dan pikirannya. Elena tidak menyangka akan melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, Steven, kekasih Elena. Laki-laki itu sedang asik bergoyang di atas tubuh seorang perempuan yang tidak mengenakan pakaian apapun di tubuhnya. Perempuan yang di kenal oleh Elena, Angel, nama wanita yang merupakan teman satu kantornya.
Steven tanpa sengaja menoleh dan melihat ke arah pintu. Dia terkejut begitu menyadari keberadaan Elena yang sedang berdiri di depan pintu kamar, pria itu langsung menghampiri Elena. Dia mencari berbagai macam alasan untuk menahan kepergian wanita itu.
Steven menarik lengan Elena yang hendak beranjak, namun Elena menghempas kuat tangan Steven yang menggenggam lengannya. Dia segera membalikkan badan dan pergi dari tempat itu.
Steven kembali mengejar dan hendak menahan Elena, namun pria itu malah tanpa sengaja mendorong Elena sehingga wanita itu terjatuh. Saat Elena terjatuh, kepalanya terbentur sudut meja yang terbuat dari kaca. Luka di kepalanya mengeluarkan darah yang sangat banyak, wanita itu pun pingsan seketika.
Melihat kejadian tersebut, Steven bukannya membawa Elena ke rumah sakit, dia malah menarik tangan Angel dan pergi meninggalkan Elena sendiri di apartemen.
Ryuga, teman masa kecil Elena yang ingin menjumpainya, tanpa sengaja melihat Steven berlari tergesa gesa dengan seorang perempuan yang asing baginya. Karena merasa penasaran, Ryuga berlari kencang ke apartemen Elena untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Ryuga terkejut melihat Elena yang tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir sangat banyak. Laki-laki itu bergegas membawa Elena untuk pergi ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, Ryuga meminta dokter untuk mengobati Elena yang merupakan teman masa kecilnya.
Dokter yang bertugas di rumah sakit menyarankan agar Elena segera di operasi. Menurut Dokter, luka di kepala Elena cukup dalam dan berbahaya. Ryuga yang masih dalam kondisi panik hanya bisa menyetujui pendapat Dokter, dia berharap agar Dokter memberikan pengobatan yang terbaik untuk Elena.
Elena di bawa ke dalam ruang operasi, Ryuga terus mendampingi hingga wanita itu masuk ke dalam ruang bedah. Pria itu lalu di minta untuk menunggu di luar.
Sambil memohon dan berdoa, Ryuga menunggu dengan perasaan cemas dan gelisah. Rasa panik dan ketakutan masih tersirat di wajahnya yang terlihat sedikit pucat.
Beberapa jam menunggu, Ryuga mulai tak sabar. Dia bertanya kepada suster perawat yang keluar dari ruang bedah, "Bagaimana kondisi teman saya? Apakah dia baik-baik saja? Berapa lama lagi operasi ini baru akan selesai?" pertanyaan bertubi-tubi di lontarkan oleh pria itu.
Perawat menjawab dengan singkat, "Maaf, kami sedang berusaha. Tolong tunggu sampai operasi selesai!"
Ryuga terdiam, tak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu di ruang yang dingin itu. Beberapa jam kemudian, lampu di depan ruang operasi telah mati, pertanda operasi telah selesai. Melihat Dokter keluar dari ruang operasi, Ryuga segera menghampiri. "Dok, teman saya! Bagaimana keadaan Elena?"
"Operasi berjalan dengan lancar, kita hanya perlu menunggu pasien untuk sadar dan memeriksa lebih lanjut perkembangan pasien." ucap Dokter.
Hati Ryuga lega seketika, berulang kali pria itu mengucapkan kata "Terima Kasih" kepada Dokter.
Beberapa menit kemudian Elena keluar dari kamar operasi, Ryuga yang melihat keadaan Elena tanpa sadar meneteskan air mata. Dalam benak Ryuga, “Segeralah sadar Elena, Aku tidak akan membiarkan kamu mengalami hal seperti ini lagi! Aku akan membalas perbuatan Steven yang telah membuatmu seperti ini! Elena, cepatlah sadar, aku mohon!”
Perkenalan Tokoh
Elena : 22 tahun, Berkulit putih, tinggi sekitar 155 cm, memiliki rambut berwarna cokelat yang panjang sepinggang. Bola mata yang berwarna kecoklatan dan memiliki hidung kecil dan mancung.
Ryuga (Teman masa kecil Elena / Tokoh utama): 25 tahun, berwajah tampan, dengan badan yang tegap, tinggi 185 cm memiliki bola mata kebiru biruan, rambut coklat-kehitaman, hidung yang tinggi dan mancung.
Steven (Mantan pacar Elena / Tokoh pendamping): 23 tahun, memiliki rambut kepirangan, tinggi 170cm, memiliki bola mata kecoklatan.
Angel (Teman kantor Elena, selingkuhan Steven): 23 tahun, memiliki rambut pendek yang di warnai pirang. Wajah cantik dan tubuh yang sexy. Tinggi badan 165 cm.
BERSAMBUNG...
Setiap hari Ryuga menjaga Elena di Rumah Sakit, dia menceritakan hal-hal kecil yang terjadi di perusahaannya. Setiap hari, dia selalu berdoa agar Elena segera sadar. Ryuga sudah sangat merindukan canda dan tawa wanita yang tengah berbaring di depannya.
Satu minggu kemudian
“Di mana ini? Ini... Rumah Sakit? Kenapa aku bisa berada di Rumah Sakit. Apa yang terjadi?"
Elena merasakan sesuatu yang berat sedang menimpa lengannya. Dia menoleh ke samping, letak tangannya berada. Wajah seorang pria yang sangat di kenalnya berada di sana.
"Kenapa Ryuga bisa ada di sini?"
Elena menggerakan jari-jarinya, membuat pria di samping terganggu. Perlahan, dia membuka mata. Begitu menyadari bahwa Elena telah sadar, pria itu melemparkan pertanyaan yang bertubi-tubi kepada wanita itu.
“Elena, kamu sudah sadar?! Apa ada yang sakit? Ada yang tidak enak? Biar aku panggilkan Dokter dulu!" Ryuga yang hendak pergi memanggil dokter ditahan oleh Elena.
“Gak usah panggil dokter, aku gak apa apa. Tapi... Kenapa aku bisa ada di sini, Ga?”
Ryuga menatap Elena, dengan perasaan khawatir dia lalu bertanya, “Kamu gak ingat kenapa kamu bisa ada di sini?”
Elena tampak berpikir, ia lalu menggeleng dan menjawab, “Aku hanya ingat saat itu aku kembali ke apartement. Lalu aku melihat Steven, lalu...!"
Ryuga langsung memotong ucapan Elena. “Kamu terjatuh, kepala mu terluka dan berdarah. Kamu gak ingat semua itu?”
Elena berpikir sambil bergumam dengan suara kecil “Oh iya, aku ingat! Saat itu aku di dorong oleh Steven lalu jatuh dan kepala ku membentur sesuatu."
Ryuga yang mendengar kata di dorong, seketika itu langsung menanyakan kepada Elena, "Apa kamu bilang? Steven yang membuat kamu terluka seperti itu?" dengan suara tinggi dan wajah yang terlihat sangat marah.
Mendengar suara tinggi Ryuga, Elena tertegun. Dengan segera dia meralat ucapannya. "Tidak, bukan begitu, Ga! Steven awalnya hanya mau menahan kepergian ku. Tetapi, karena aku memaksa untuk pergi, tanpa sengaja tubuh ku jadi terdorong oleh tangan Steven.”
Ryuga yang merasa penasaran kembali bertanya, "Kalau boleh tau, kenapa kamu memaksa untuk pergi dari Steven?"
Elena terdiam sesaat, raut wajahnya berubah sedih hingga kedua matanya kini berkaca-kaca.
Melihat air mata Elena yang hampir tumpah, Ryuga tiba-tiba saja berkata, "Akan ku buat dia menyesal telah memperlakukan mu seperti ini! Lihat saja, akan ku cari pria brengsek itu di mana pun dia berada, akan ku suruh dia bersujud di hadapan mu dan meminta ampun atas segalanya!”
Elena pun tertawa mendengar ocehan Ryuga. "Hahahaha...!" hingga tak terlihat lagi kesedihan di wajah wanita itu.
“Jangan tertawa Elena, aku serius dengan ucapan ku!” seru Ryuga dengan wajah serius.
"Iya, iya, aku percaya! Hahaha...” timpal Elena yang masih juga belum menghentikan tawanya.
Beberapa hari kemudian Elena sudah diberi izin untuk keluar dari rumah sakit, Ryuga yang masih mengkhawatirkan Elena segera menggandeng tangannya dengan perlahan lahan, sambil berjalan menuju ke mobil.
"Len, bagaimana kalau kamu tinggal dulu di rumah ku, sampai kamu benar benar sembuh total?" tanya Ryuga dengan harapan tinggi.
Elena langsung menoleh ke arah Ryuga. Pria itu pun langsung menambah, “Keadaan mu begini, nanti kalau kamu ada apa apa dan tidak ada yang tau gimana? Jadi lebih bagus untuk sementara, kamu tinggal di rumah ku dulu. Kalau ada sesuatu yang terjadi, kamu bisa langsung minta bantuan ku. Lagi pula, di rumah aku kan ada dua kamar. Jadi kamu jangan berpikiran yang aneh aneh!"
Elena hanya menganggukkan kepalanya saja, tiba tiba Elena teringat belum memberitahukan kondisinya kepada orang tuanya. Dia langsung merogoh tas nya untuk mencari ponsel nya.
Ryuga yang melihat wajah panik Elena lalu bertanya kepadanya, “Apa yang kamu cari Len?”
"Aku lagi nyari ponsel, aku kan belum memberitahukan ke Mama Papa”. Jawab Elena masih sambil mengobrak-abrik isi di dalam tas.
Ryuga menahan tangannya, "Aku sudah kabari Om dan Tante, aku juga sudah bilang tidak usah khawatir karena aku yang akan menjaga kamu selama di rumah sakit. Aku tadi juga sudah kabari kondisi kamu yang sudah boleh keluar dari rumah sakit dan sekalian minta izin ke Om dan Tante, biar kamu bisa tinggal bersama ku dulu untuk sementara waktu. Ada lagi yang perlu kamu beritahukan ke Om dan Tante?”
"Hahahaha...!" terdengar tawaan Elena. Ryuga merasa heran, dia lalu bertanya, “Kenapa kamu tertawa?”
"Tidak apa apa!” jawab Elena sambil senyam senyum sendiri. Meski tidak tahu alasannya, Elena merasa senang karena laki-laki itu berada di sampingnya di saat dia membutuhkan kehadiran seseorang.
Mereka pun naik ke mobil dan melaju ke rumah Ryuga. Di dalam mobil, Elena beberapa kali merasakan lirikan dari laki-laki di sampingnya. Karena canggung, Elena menoleh ke arah Ryuga dan bertanya kepadanya, "Kamu ngapain lihatin aku mulu?"
"Karena kamu cantik!" jawab Ryuga seadanya namun itulah yang di rasakan oleh hati dan pikiran laki-laki itu.
Mendengar jawaban dari Ryuga jantung Elena berdebar semakin keras dan semakin kencang. Wajahnya merona malu karena kata-kata itu. Meski usia pertemanan mereka sudah terbilang lama, Elena masih merasa malu jika mendengar pujian dari Ryuga. Laki-laki yang lembut dan selalu mengkhawatirkan dirinya.
Deg Deg Deg!
"Hei jantung, tenanglah sedikit. Aku tidak ingin ketahuan oleh Ryuga jika jantungku sedang berdebar kencang." pinta Elena dalam hati.
BERSAMBUNG...
"Tit Tit Tit Tit Tit Tit Tit!"
Ryuga menekan kode kunci pintunya. “Silahkan masuk!” ajak Ryuga begitu pintu terbuka.
Elena masih termenung mengingat angka yang di tekan oleh Ryuga, kode pintu Ryuga sama dengan tanggal ulang tahun Elena.
"Pokkk!"
Ryuga yang melihat Elena sedang melamun, dia pun menepuk tangannya di depan wajah Elena. Mambuat wanita itu melompat, kaget dan terkejut dengan suara tepukan tangan yang tiba-tiba.
“Oi... Kenapa Len? Ada masalah sama rumah ku?” tanya Ryuga, penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan oleh Elena.
Elena tersentak, dia segera menggeleng-geleng kepala sambil tersenyum dengan wajah yang terlihat bodoh.
Elena melepaskan sepatu, Ryuga menyodorkan sandal rumahan untuk Elena. "Pakai ini, Len!”
Elena langsung mengambil dan memakainya. "Terima kasih!”. Dia menatap sekeliling rumah.Ruangan itu terlihat rapi dan bersih, tidak berserakan seperti rumah Elena.
Rak buku tersusun rapi, ada sofa dan juga TV yang besar di ruang tamu. Kemudian mata Elena tertuju ke sebuah pintu yang mengarah ke dapur.
“Wow, dapurnya luas sekali.” kata Elena begitu dia masuk ke dalam pintu.
Ryuga berdiri diam sambil melihat Elena berjalan ke arah dapur. “Kamu boleh memasak apapun yang kamu suka di dapur ini. Asal... Siap masak, jangan lupa bersihkan!” ucap Ryuga sambil meledek Elena yang punya kebiasaan malas bersih bersih.
“Ini kamar kamu!” Ryuga membawa Elena ke kamarnya.
"Gimana?” Ryuga bertanya ke Elena tentang ruangan luas yang berisi perabotan mewah di dalam.
Elena melihat seluruh isi kamar yang di siapkan oleh Ryuga, kemudian dia bertanya kepada laki-laki itu, “Ga, ini semua, kamu yang siapin?”
Ryuga hanya mengangguk-angguk.
"Kok bisa kamu beli semua barang warna pink?” tanya Elena sambil tersenyam-senyum.
"Karena kamu suka warna pink!" jawab Ryuga.
Elena berdiam diri sesaat, dia memikirkan banyak hal di dalam kepalanya yang kecil. "Terima kasih, Ga! Untuk semua yang telah kamu lakukan.” ucapnya dalam hati.
"Triingg... Triinggg...!" bunyi ponsel Ryuga.
Ryuga bergegas keluar untuk menjawab telepon. Elena yang melihat Ryuga keluar, ikut melangkah ke luar sambil bertanya “Siapa Ga?”
Ryuga menjawab dengan suara kecil, "Dari orang kantor!"
Elena yang percaya dengan Ryuga, dia meninggalkan laki-laki itu untuk mengurus pekerjaannya.
“Len, aku keluar sebentar ya! Kamu anggap saja ini sebagai rumahmu sendiri. Kamu mau ngapaen aja terserah kamu, nanti malam kita baru makan bersama yah!”. ucap Ryuga sambil bergegas keluar rumah.
Elena mendengar semua ocehan itu dari ruang tamu, dia duduk di atas sofa panjang sambil menonton film yang baru saja di putar olehnya. Tak lama kemudian, Elena memejamkan mata lalu tertidur di atas sofa.
Hari sudah sore, Elena terbangun dari tidurnya. “Sudah jam berapa ini?” tanya Elena dalam benaknya sambil melihat ke arah jam. “Wah, sudah jam 5!” teriaknya sambil melompat dari sofa.
"Tadi Ryuga bilang mau makan malam bersama, aku harus siapkan makan malamnya!" ucap Elena kepada diri sendiri.
Elena berjalan ke arah kulkas, dia melihat ada bahan apa yang bisa dia gunakan untuk bahan masakan. Begitu di buka, kulkasnya ternyata kosong. Hanya ada puluhan botol air mineral dan lusinan kaleng bir di dalam rak kulkas.
Dalam benak Elena, “Apa yang Ryuga makan selama ini? Apa dia tiap hari makan di luar? Sebaiknya aku ke supermarket dulu untuk beli bahan masakan!”
Elena mengambil dompet kecil dan juga ponselnya, dia lalu berjalan keluar dan menunggu di depan lift. Lift terbuka, Elena masuk ke dalam lift yang tidak berisi satu orang pun manusia di dalamnya, tapi mungkin ada semut dan rayap yang berkeliaran.
Ketika Elena keluar dari lift, dia berjumpa dengan Ryuga yang hendak naik lift.
“Mau ke mana kamu, Len? Kamu kan belum sehat, seharusnya kamu istirahat di rumah aja, jangan sembarangan keluar!" kata Ryuga dengan wajah khawatir.
"Aku cuma mau pergi beli bahan untuk di masak, di kulkasmu tidak ada bahan apapun untuk di masak!" jawab Elena.
“kamu bilang saja ke aku, mau beli bahan apa? Biar aku beliin!” kata Ryuga lagi.
“Gak pa-pa, aku beli sendiri aja. Kamu kan gak bisa pilih sayur-sayuran yang masih segar!” kekeh Elena yang tetap ingin pergi berbelanja.
“Ya udah, sini! Biar aku temenin ke supermarket." ucap Ryuga yang akhirnya mengalah.
Sesampainya di supermarket, Elena mengambil stroller yang berada di samping pintu masuk. Naluri wanita Elena membuatnya tidak tahan, ingin segera memborong semua barang yang ada di sana.
“Ga, Ga, yuk ke sana dulu!" di tariknya tangan Ryuga untuk mengikuti langkahnya.
Ryuga hanya bisa mengikuti keinginan dari wanita yang hanya setinggi bahu nya itu. Sesekali dia tersenyum melihat keceriaan di wajah Elena.
“Aku mau beli brokoli, daging sapi, wortel, ayam, bawang bombay juga! Oh ya, di rumah mu ada bumbu dapur, Ga? Garam, kecap asin, kecap manis gitu, ada?" ucap Elena dengan keseruannya sendiri.
Ryuga hanya tersenyum melihat tingkah Elena yang seakan baru keluar dari gua hantu. "Sebegitu senangnya dia, padahal kita hanya belanja di supermarket. Sifat sederhananya benar-benar gak berubah ya dari dulu!" benak Ryuga.
"Di rumah mu ada alat masak gak yah?” tanya Elena.
Ryuga berpikir keras, "Ada gak ya? Aku gak pernah masak, mana aku tau ada apa gak." ucapnya yang membuat Elena berdecak kesal.
"Sepertinya gak ada!" jawab Ryuga.
"Kalau gitu, kita beli aja di sini!" kata Elena dengan penuh semangat.
“Elena stop!” Ryuga mencoba menghentikan kebiasaan buruk Elena yang suka membeli semua barang tanpa batasan. "Ini sudah kebanyakan lo Len, kita hanya berdua. Kamu beli sebanyak ini, gimana habisinnya?”
Elena melihat ke stroller belanjaannya. "Ini gak banyak lo, Ga! Biasa kalau aku sendirian juga beli lebih banyak dari ini." jawab Elena.
Ryuga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Beberapa jam kemudian
"Akhirnya sampai rumah juga.” keluh Ryuga yang merasa lelah mengikuti Elena ke sana sini untuk membeli peralatan memasak dan bahan makanan.
“Siapa suruh tadi mau temenin!” sindir Elena.
“untung aku temenin, kalau tidak, bisa bisa semua barang di sana kamu bawa pulang semua!” jawab Ryuga.
"Hahaha..."
Elena hanya tertawa melihat wajah lelah Ryuga.
“Sudah, kamu istirahat sana! Biar aku aja yang beres beresin barang ini!" ucap Ryuga.
“Aku udah tidur seharian lho Ga, ini aku mau masak dulu buat makan malam kita.” jawab Elena.
Elena bergegas ke dapur dengan membawa barang belanjaan di tangan. Ryuga membantu membawa sebagian belanjaan yang jumlahnya hingga 8 kantong plastik besar.
"Udah, kamu siapin aja barang yang mau di masak, sisa nya biar aku yang rapiin di kulkas!” ucap Ryuga.
"Oke, Thank you, Ga!” jawab Elena.
Elena mengeluarkan bahan-bahan yang mau dia pakai untuk makan malam hari ini, sisa nya di masukin ke kulkas oleh Ryuga.
20 menit kemudian
“Ga, sini coba cicipin rasanya!” ucap Elena.
ryuga segera menghampiri Elena yang sedang memegang sendok untuk menyuapinya.
"Aaaammmm!" Ryuga membuat suara ketika memasukkan sendok ke dalam mulutnya. Dia melakukan itu agar Elena tertawa melihat sikap konyolnya.
"Hahaha...! Kamu ini udah tua loh Ga!" ujar Elena sambil tertawa, lucu melihat temannya itu.
“Hmmmm… Enak!” puji Ryuga.
"Gitu aja? Gak ada komentar apapun?” tanya Elena penasaran.
“Enak ya enak, emangnya mau komentar apa? Aku kan bukan koki, jadi gak tau apa-apa komentar tentang masakan. Cuma tau makanan enak dan gak enak doang!” jawab Ryuga.
“Ya, oke lah kalau begitu.” sahut Elena dengan wajah kesal.
Ryuga mempersiapkan alat-alat makan di meja makan, semuanya masih terlihat baru karena memang tidak pernah digunakan sama sekali.
“Awas, Ga! Awas, ini panas!" ucap Elena sambil membawa semangkuk sup panas.
Ryuga menyingkir dari jalan, dia lalu membantu Elena untuk memindahkan makanan yang ada di dapur ke meja makan.
"Yuk makan!” ajak Elena.
“Len, kamu selamanya aja tinggal di sini, biar aku bisa makan enak terus setiap hari!” kata Ryuga sambil menikmati makanannya.
“Kalau gitu, kamu nikahi aku aja Ga! Biar ada alasan buat aku tetap tinggal di sini!” ejek Elena.
"Uhukkkkk Uhukkkkk!" Ryuga tersedak karena kata-kata yang dia harapkan, keluar dari mulut Elena.
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!