NovelToon NovelToon

Kiarra Sang Dewi Kematian

Negeri Kaa*

Gelap, hampa dan rasa dingin menjalar di punggung Kiarra. Wanita cantik itu merasakan tubuhnya sakit di segala bagian. Bahkan, ada rasa perih seperti luka sayatan yang sudah lama sekali tak ia rasakan. Hingga tiba-tiba, ia mendengar suara seseorang bicara. Suaranya sayup-sayup dan hampir tak terdengar seperti orang berbisik.

"Kia! Kia! Le kara-kara meya riguna!"

"Ha?" jawab Kiarra saat mendengar suara orang bicara yang cukup dekat di telinganya. Matanya terasa berat hanya sekadar untuk dibuka.

"Meguna! Samalo! Nge gumaname leola sekago!"

PLAK!

"Aw!" jerit Kiarra saat ia merasakan tamparan kuat di salah satu pipinya. Seketika, matanya melebar. Ia melihat sebuah tangan melayang seperti siap untuk menamparnya lagi.

GRAB!

"Hah!" kejut wanita itu saat pergelangan tangannya ditangkap oleh wanita di hadapan.

"Cari mati? Beraninya kau menampar wajahku! Parasku ini sangat mahal dan bernilai puluhan juta!" teriaknya marah dengan mata melotot.

Namun, wanita berpakaian aneh seperti suatu suku karena banyak bulu di kepala dan pakaiannya malah bergembira. Kedua tangannya menengadah lalu bersujud. Kiarra bingung dan menatap sosok tak dikenalnya dengan kening berkerut.

"Kia! Lelaoto me gibuna sega! Sorake! Sorake!" serunya seraya menunjuk ke suatu tempat terlihat panik.

"Kau bicara apa? Dasar orang aneh," ujar Kiarra mengabaikan sosok tak dikenalnya itu.

Saat ia mencoba untuk bangun dengan memiringkan tubuhnya karena terasa sakit di beberapa bagian, tiba-tiba ....

DUNGG!!

"Oh!" kejutnya karena tanah yang menjadi alas tubuhnya bergetar.

Kiarra tertegun dan melihat langit-langit seperti gua itu menjatuhkan serpihan debu. Kiarra diam sejenak dan melihat sekitar di mana ia baru menyadari jika berada di suatu tempat tak dikenal. Bahkan, terdapat banyak nyala api, tetapi berwarna ungu mengelilinginya. Kiarra menatap sosok tak dikenalnya yang terlihat panik sedang menyeret sebuah pedang seperti sangat berat.

"Aku memanggilmu untuk menggantikan kakakku yang telah tewas! Kau seorang Jenderal Perang! Pergilah keluar sana dan balaskan dendam atas kematianmu!" teriak wanita itu dengan mata berlinang yang membuat Kiarra membisu seketika.

"Aku ... apa!" tanyanya memekik karena bingung dengan kondisi ini.

Namun, pertanyaannya tak dijawab. Tubuhnya ditarik dengan paksa yang membuatnya meringis kesakitan. Kiarra melihat pedang di tangan kirinya lalu melirik lengan kanannya yang berlapis besi pelindung seperti baju perang. Kiarra diam sejenak dan berpikir serius. Hingga ia tiba-tiba disiram air oleh wanita yang dipenuhi bulu binatang itu dan membuatnya basah kuyup.

"Dasar gila!" teriak Kiarra marah dengan mata terbelalak lebar.

"Bunuh mereka, atau kita akan mati di sini. Ramuan itu hanya bisa bertahan selama 1000 kedipan. Setelahnya, kau akan merasakan sakit yang teramat sangat. Kau terluka parah, dan aku minta maaf karena memanggil arwahmu dari dunia lain untuk memintamu bertarung lagi," ucapnya penuh harap dengan suara bergetar seperti ketakutan.

"Aku sungguh tak mengerti dengan yang kau ucapkan, Wanita aneh," jawab Kiarra menatap wanita di depannya tajam.

Wanita itu tersenyum. "Aku akan melindungimu, meski kecil kemungkinan bisa selamat. Jika kau ingin tahu apa yang terjadi, menanglah. Hanya itu yang bisa aku katakan," ucapnya serius.

Kiarra menyipitkan mata. Ia memejamkan mata sejenak. Namun, ia akui jika rasa sakit di tubuhnya menghilang dalam sekejap usai disiram air aneh itu. Kiarra melangkah dengan pedang di tangan kirinya. Ia merasa aneh karena seperti kidal.

Selama ini, ia selalu memegang benda di sebelah kanan. Semua hal yang dilakukan selalu diawali dengan tangan kanan, tetapi kenapa hasratnya ingin ia melakukannya dengan tangan kiri? Kiarra memilih untuk mengesampingkan hal itu dan fokus dengan apa yang terjadi di luar sana. Seketika ....

"What the ...," ucapnya saat keluar dari mulut gua dan mendapati sekumpulan makhluk mengerikan seperti alien.

"Hiikkkk!"

"AAAA!" teriak Kiarra ngeri saat melihat seekor makhluk tiba-tiba membuka mulutnya dan menyuarakan lengkingan dengan beberapa benang layaknya liur dari mulut merekah seperti bunga tersebut.

Pergerakan Kiarra terlihat oleh makhluk-makhluk mengerikan itu dan menjadikannya incaran. Kiarra dengan sigap berbalik untuk kembali masuk dalam gua, tetapi tiba-tiba, wanita aneh berbulu itu muncul dari dalam gua seraya merentangkan kedua tangan tampak serius melafalkan sebuah mantra yang aneh.

"Geaga! Geaga! Heraaa!" serunya lantang dan seketika ....

"Oh!" kejut Kiarra ketika melihat bulu-bulu yang membungkus tubuh wanita itu meruncing layaknya jarum.

Benda-benda itu terlepas dari lapisan pakaian layaknya jubah dan melayang. Mata Kiarra melotot saat bulu-bulu tajam seperti unggas tersebut melesat cepat dan menusuk tubuh para makhluk seram itu.

JLEB! JLEB! JLEB!

"Heekkk!" lengking para monster merintih kesakitan.

"Jangan diam saja! Bunuh mereka dan pergi dari sini!" seru wanita yang masih merentangkan tangan, tetapi matanya berubah ungu dan menyala terang.

Kiarra bingung, tetapi melihat banyaknya jumlah musuh dan tak terlihat manusia di antara mereka—selain dia dan wanita aneh—membuat Kiarra terpaksa kembali bertempur.

"Hargghhh!" serunya lantang dan bergegas berlari kencang dengan menggenggam pedang dengan tangan kiri. Kiarra membidik salah satu di antara kumpulan musuh yang sedang sekarat karena tusukan mematikan itu.

KRASS!!

"Heekkk!"

"Heh, rasakan!" serunya dengan seringai terpancar saat berhasil menebas dada makhluk di depannya dan membuat luka robek di sana.

Namun, seketika ....

"Benar begitu, genggaman harus kuat agar benda dalam tanganmu tak terlepas, Ara," ujar sosok pria dalam kenangan yang muncul begitu saja di kepalanya.

"Dexter ...," ucapnya lirih dengan tubuh mematung dan pedang dalam genggaman.

"Kia!" panggil seseorang yang suaranya ia kenal dan membuat wanita cantik itu langsung menoleh seketika.

Tiba-tiba, KRAUK!!

"Aggg!" erangnya saat pergelangan tangannya digigit oleh mulut bergigi tajam layaknya kelopak bunga sedang mekar itu.

Mata Kiarra melebar. Ia melihat tangannya seperti akan dimakan. Sekejap, ia kembali teringat akan serangan wabah monster yang menerjang Bumi beberapa tahun silam dan membuatnya bersama saudara serta saudari terjun langsung untuk ikut menumpas.

"Haarghhh!" teriaknya lantang dengan mata melotot lebar dan tangan mengepal.

BUKK!

Mata wanita yang tubuhnya tertutupi jubah bulu terbelalak saat melihat pukulan wanita bernama Kia mampu menghancurkan tengkorak lawan. Kiarra membiarkan tangannya tetap digigit, tetapi tangan kanannya yang terbebas terus menghajar tubuh monster itu hingga akhirnya lawan terjatuh dan mati.

"Heahhh!"

KRAKK!!

Kiarra menuntaskan aksinya dengan menginjak kepala monster itu dengan satu kaki dan meremukkannya. Matanya langsung bergerak ke monster lainnya yang sedang menyerang segerombolan hewan aneh seperti kuda, tetapi memiliki wujud lain.

"Aku pasti bermimpi buruk dan harus segera bangun. Namun, bagaimana caranya?" tanyanya bingung dan melihat tangannya yang digigit meninggalkan bekas.

Hingga ia menyadari jika darahnya berwarna ungu. Kiarra mengedipkan mata terlihat mencoba untuk memahami situasi, tetapi waktu tak mengizinkannya untuk beristirahat dalam kurun lama.

"Hikkk!!"

Kiarra mendapati dua makhluk seram lainnya berlari mendatangi. Ia melihat bangkai monster yang dikalahkannya tadi lalu ditariknya kuat. Kiarra baru menyadari jika kemampuannya cukup hebat dan sangat kuat karena makhluk itu terasa ringan.

"Heahhh!" teriaknya lantang seraya melemparkan bangkai lawan ke arah para alien yang ingin menyerangnya.

Namun seketika, "Hek! Hek!" seru makhluk-makhluk itu menghindar dan terlihat takut.

Kening Kiarra berkerut saat melihat lawannya menjauh dari bangkai-bangkai jenisnya seperti ketakutan.

"Heh, aku tahu kelemahan kalian," kekehnya memancarkan kemenangan.

Kiarra menyarungkan pedangnya ke pinggang karena melihat ada sebuah sarung pengikat di sana. Kini, dua tangan Kiarra terbebas tanpa beban. Ia mengambil sebuah bangkai dan kembali dilemparkan kuat ke arah para musuh. Siapa sangka, usahanya berhasil. Lawannya bergerak menjauh seperti tak berani mendekati bangkai kawannya. Kiarra melihat peluang.

"Hei, kau! Kemari cepat!" teriaknya menunjuk wanita yang ditemukannya dalam gua.

Wanita itu mengangguk dan berlari dengan tergesa ke arah Kiarra, tetapi ....

BRUKK!!

"Ha?" kejut Kiarra karena baru menyadari jika fisik wanita itu lemah.

Wanita seperti penyihir dengan pakaian serba hijau dan mirip gaun zaman kuno tersandung begitu saja, padahal tak ada benda apa pun yang menghalangi langkahnya. Kiarra mengembuskan napas panjang dan bersabar menunggu.

"Hah, hah," engahnya dengan wajah pucat dan keringat bercucuran sembari mengangkat rok gaunnya dengan dua tangan.

"Ke mana kita harus pergi? Aku akan membuatkan jalan untuk pelarian kita!" tanya Kiarra dengan dua buah bangkai monster dalam tiap genggaman.

"Kau lihat pohon itu?" tanya wanita berbulu tersebut seraya menunjuk. Kiarra mengangguk.

"Jangan sampai terpisah dariku dan perhatikan langkahmu! Kita bergerak cepat, ayo!" ajak Kiarra lantang.

Wanita itu mengangguk siap dan berlari mengikuti Kiarra. Kiarra melemparkan bangkai-bangkai monster ke arah lawan yang ingin mendekat ke arahnya. Ia terus mengambil dan melempar. Ternyata, usahanya membuahkan hasil. Kiarra berhasil membawa dirinya dan wanita tak dikenal tiba di pohon berdaun biru yang bersinar tanpa diserang oleh kumpulan monster mengerikan layaknya kumpulan predator.

"Pegang pohon ini!" pinta wanita itu.

Kiarra segera melakukannya, dan seketika ....

"Oh!" kejutnya saat menyadari jika dirinya kini berada di tempat lain dengan pohon biru yang sama, tetapi suasana berbeda seperti teleportasi.

"Hah, hah, aku lelah sekali," ucap wanita itu langsung roboh di samping pohon.

Mata Kiarra memindai sekitar dan berjalan menjauh dari pohon. "Di mana kita?" tanyanya bingung.

"Kaa. Kau berada di Negeri Kaa," jawab wanita itu duduk dengan lesu.

***

ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE

Makasih ya dukungannya. Lele padamu💋 Ikuti terus kisah Kiarra ya😘

Dra*

Mereka bicara dalam bahasa Negeri Kaa. Terjemahan.

Kiarra mengedipkan mata terlihat bingung. Ia diam seraya melihat sekitar. Memang sangat aneh dunia tempatnya berada. Logika dan pengalaman hidup Kiarra saling berbenturan saat ini. Langit di sekitarnya berwarna ungu dan bulan terlihat begitu besar seakan ingin menelannya. Kiarra sampai menelan ludah dan jantungnya tak berhenti berdebar kencang meski ia kini sudah lolos dari maut. Beberapa tanaman menjadi bersinar layaknya memiliki cahaya sendiri yang menerangi kawasan. Wanita cantik itu lalu mendatangi sosok tak dikenalnya karena dirasa ia tahu banyak hal.

"Hei, kau. Siapa namamu?" tanya Kiarra menatap tajam seraya berjongkok.

"Dra."

"Dra? Nama panggilan atau ... jangan bilang jika namamu hanya sebatas Dra," tebak Kiarra. Tanpa diduga, wanita itu mengangguk. "Lalu namaku?"

"Kia. Kau Jenderal Perang di sebuah kerajaan bernama Vom. Tempat itu masih sangat jauh dari sini. Harus melewati 7 pohon jembatan untuk pulang," jawabnya yang membuat Kiarra mengedipkan mata lagi. Hal itu menjadi kebiasaannya saat bingung dalam mencerna sesuatu.

"Kau berjanji padaku untuk menjelaskan semuanya. Jadi, katakan apa yang tidak kutahu. Semuanya, jangan ada yang ditutupi," pintanya tegas.

"Tubuh yang kau gunakan saat ini adalah milik seorang Jenderal Perang bernama Kia. Dia tewas saat pertempuran tadi. Aku membawa tubuhnya saat dia telah meninggal. Hanya saja, para kesatria yang menjaga kami tewas terbunuh di luar gua. Aku masih memiliki kewajiban atas nama Kerajaan Vom, jadi ... tak boleh mati. Oleh karena itu, aku memanggil arwah gentayangan dari dunia lain untuk menggantikan kakakku," jawabnya tenang meski wajahnya sedih.

"Tunggu. Kau bilang kakak? Maksudmu ... si Kia ini kakakmu? Kalian bersaudara?" Wanita bernama Dra mengangguk pelan.

Kiarra memijat pangkal hidung yang mendadak terasa berat dan udara sulit untuk dihirup.

"Tunggu. Kau bilang arwah gentayangan? Maksudmu ... aku ... aku mati? Aku ... a-aku ...." Kiarra sampai tergagap membayangkan dirinya sudah menjadi mayat.

Dra mengangguk pelan dengan wajah lugu. "Aku tak tahu penyebab kematianmu atau asal duniamu. Namun, arwahmu bisa menembus pusaran bintang itu sudah sangat luar biasa. Lalu ... kumohon jangan katakan pada siapa pun siapa dirimu sebenarnya. Itu karena ... aku menggunakan mantra terlarang. Ada konsekuensi yang harus kutanggung," jawabnya dengan pandangan tertunduk kemudian.

"Konsekuensi?" tanya Kiarra ikut lemas usai mengetahui dirinya telah tewas meski belum mengingat kejadian yang menimpa kala itu.

"Aku kehilangan umur 1 bintangku."

"Umur 1 bintang itu apa? Kau bicara hal-hal aneh. Seperti saat aku bangun, kau mengatakan sebuah mantra yang tak kupahami," ujar Kiarra yang kini duduk lesu di samping Dra.

"Aku sangat lelah dan sulit untuk berpikir. Sebaiknya kau simpan pertanyaan saat kita berada di tempat aman. Kita harus segera pergi karena wilayah ini milik Kerajaan Tur dan sangat berbahaya jika sampai tertangkap," ucapnya seraya melihat sekitar dengan waspada.

Kiarra yang shock dengan hal yang menimpa padanya, malah membuat ia seperti orang linglung.

Mati? Arwah gentayangan? Jenderal Perang? Negeri Kaa? Ya Tuhan, apakah ini mimpi buruk karena aku selalu membangkang perintah ibu? batin Kiarra bergejolak.

Saat Kiarra kembali berdiri untuk memastikan tempatnya berada, tiba-tiba Dra berlari ke suatu tempat dengan tergesa.

"Hei, tunggu!" teriak Kiarra panik dan bergegas mengikuti wanita aneh itu.

Terdengar suara raungan seperti seekor hewan di balik bukit. Kiarra melihat jika Dra cukup mampu berlari meski tak secepat dirinya. Hingga akhirnya, mereka tiba di bukit yang dituju. Mata Dra kembali menyala ungu saat memasuki kawasan seperti hutan yang bersinar. Kiarra yang merasa jika wanita itu akan melakukan sesuatu, memilih bersembunyi dan mengamati dari balik pohon besar.

"Hee ... sasake, sasake, Ooo!" ucap Dra seraya berjalan mendekati seekor hewan berbentuk aneh seperti campuran spesies.

"Oh, hewan itu seperti serigala, tapi ... bersinar! Ia juga ... oh, cantik sekali!" pekik Kiarra sampai matanya berbinar saat melihat wujud hewan itu ketika berdiri yang ternyata memiliki sayap bercahaya, berekor panjang tergerai, tetapi bertubuh layaknya kuda dan berwarna ungu kebiruan.

"Kita beruntung. Ada Ooo yang bisa membawa kita sampai ke jembatan selanjutnya. Kita harus bergegas sebelum bulan menjadi merah. Cepat!" serunya seraya berlari mendatangi hewan aneh yang dipanggil Ooo itu.

"Oke," jawab Kiarra menurut dan segera berlari mendatangi Dra yang berdiri di samping hewan campuran spesies itu.

Kiarra mengamati makhluk bercahaya yang menatapnya lekat tanpa berkedip. Kiarra yang gugup memilih untuk memalingkan wajah, tetapi tiba-tiba ....

SLUP!

"Iyuh ...."

"Oh! Kau diberkati, Kia! Kau diberkati!" seru Dra histeris, tetapi Kiarra tidak merasa demikian.

Ia menghapus lendir yang menggenangi wajah karena terasa lengket, tetapi tiba-tiba tangan Dra menahannya.

"Biarkan, jangan dihapus! Percayalah, lendir Ooo sangat berkhasiat!" seru Dra yang membuat Kiarra mematung.

"Aku tak bisa melihat! Lendir ini menutup mataku!" serunya kesal dengan telapak tangan tergenang lendir Ooo.

Namun, hanya terdengar suara tawa geli dari wanita bernama Dra. Kiarra memasang wajah masam.

"Mungkin lebih baik jika kau memejamkan mata. Aku khawatir kau akan menimbun banyak pertanyaan jika melihat banyak hal," ucap Dra seraya menuntun Kiarra untuk naik ke punggung makhluk itu.

Kiarra akhirnya mengoleskan lendir tersebut di badannya dengan asal karena lendir Ooo terasa dingin.

"Oh! Oh!" pekiknya terkejut dan langsung menahan langkah.

"Jangan melawan. Ooo makhluk yang sangat sensitif. Jangan membuatnya kesal," ucap Dra berbisik seraya memegangi pundak sang Jenderal.

"Hempf ... oke," jawab Kiarra yang akhirnya pasrah dituntun seperti diminta untuk naik ke punggung hewan itu.

Kiarra terlihat tegang dan gugup. Terlebih, makhluk itu sangat berbulu. Namun, perlahan Kiarra merasa nyaman saat tangannya menyentuh punggung Ooo. Bulu hewan itu sangat lembut seperti boneka. Senyum Kiarra terpancar dengan sendirinya dan Dra menyadari hal itu.

"Kulihat kau tak terkejut dengan dunia barumu. Jika boleh kutahu, siapa namamu?" tanya Dra yang suaranya terdengar di hadapan.

"Kiarra."

"Oh, Naga! Kau benar-benar seperti sudah ditakdirkan untuk berada di dunia ini! Namamu hampir sama dengan kakakku!" pekiknya terdengar gembira.

Kiarra hanya tersenyum sebagai jawaban dengan mata tetap tertutup. Dra menatap Kiarra saksama yang berada dalam raga sang kakak.

"Aku merasa kau memperhatikanku. Jangan bohong," ucap Kiarra yang membuat Dra tertegun.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Dra karena ia duduk menghadap Kiarra, memunggungi jalanan.

"Percaya atau tidak, mungkin karena aku masih suci." Dra diam sejenak mencoba menelaah. "Aku masih perawan."

"Sungguh!" pekik Dra yang membuat Kiarra sampai tersentak karena kaget.

"Kata ibu, hal itu yang membuatku peka dan inderaku tajam. Sebenarnya aku tak percaya, tapi banyak hal sudah kubuktikan. Oleh karenanya, aku ingin menjaga hal itu. Siapa sangka, aku bisa menjaganya hingga saat ini. Malah aku merasa beruntung karena tak jadi menikah dengan Jasper keparatt itu," ucap Kiarra yang tiba-tiba menggerutu.

"Jas-per? Siapa dia? Pasanganmu?"

"Calon suamiku. Namun, itu sudah menjadi masa lalu. Mungkin aku akan berada di tempat ini sementara. Biarlah, aku tak peduli dengan apa yang dikatakan keluargaku. Meski aku merasa berdosa karena meninggalkan tugasku untuk mengelola perusahaan. Jadwalku juga sangat padat sampai akhir bulan. Ya, Tuhan," keluh Kiarra saat teringat akan meeting penting dan juga jadwal sebagai seorang supermodel.

"Ceritakan padaku tentang kehidupanmu. Sepertinya seru," pinta Dra dengan suara manja.

"Percayalah, kau akan tertidur saat mendengarnya," jawab Kiarra meremehkan.

"Coba saja," tantang Dra.

"Oke. Kau yang minta," sahut Kiarra dengan posisi duduk tegak seraya mencengkeram kuat bulu makhluk tersebut sebagai pegangannya.

Ooo berjalan santai dengan empat kakinya. Sesekali terasa udara sejuk menerpa tubuh Kiarra. Sayap makhluk itu dilipat seperti enggan untuk terbang. Benar saja, saat Kiarra sibuk bercerita, tak lama terdengar suara dengkuran. Kiarra terkekeh pelan karena tak menyangka jika ucapannya terbukti. Kiarra membiarkan Dra tidur karena ia ingin menikmati kesendiriannya. Terkadang, ia merasa nyaman sendiri tanpa ada orang lain yang menanyainya banyak hal atau menceritakan kisah hidup padanya.

Hingga entah sudah berapa lama perjalanan itu dilakukan, tiba-tiba, BRUKK!!

"Agh!" rintih Kiarra yang jatuh terjungkal dari punggung makhluk berbulu itu dan membuatnya kesakitan sekaligus kaget.

Kiarra berusaha membuka mata dengan melepaskan lendir yang mengeras layaknya masker wajah. Saat ia berhasil membuka mata, kakinya berdiri dengan sendirinya karena kagum melihat pemandangan spektakuler di depan mata.

"Aku pasti sudah mati," ucapnya dengan mata melotot saat menyadari jika ia memang sudah tak berada di Bumi lagi.

***

ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE

Kwkwkw lagi semangat pengen up. Dukung terus ya💋 Lele padamu❤️

Bulan Merah*

Mereka bicara bahasa Negeri Kaa. Terjemahan.

"Woah ... wahhh!" seru Kiarra sampai tubuhnya berputar karena baru pertama kali melihat fenomena alam yang ajaib ini. "Dra! Lihat i— eh?" kejutnya saat mendapati Dra masih tertidur lelap dengan punggung Ooo sebagai sandarannya.

Kiarra heran dengan makhluk aneh bernama Ooo karena ikut tertidur bahkan mendengkur. Kiarra tak bisa berbuat banyak karena tak tahu di mana dirinya berada saat ini. Melihat sekitarnya sepi, wanita itu memilih untuk tetap berdekatan dengan Dra karena merasa, wanita aneh itu bisa melindunginya.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" tanya Kiarra seraya melihat dua tangannya yang penuh luka, tetapi tak terasa sakit.

Ia juga bisa merasakan tubuhnya padat dan ototnya keras seperti petarung. Kiarra yang terjaga karena kantuk tak menerjangnya, mencoba mengingat kejadian silam sebelum berada di Negeri Kaa.

Di Bumi, tempat Kiarra tinggal sebelumnya.

Mereka berbicara dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta, Indonesia.

DRETT! DRETT!

"Hah, hah. Halo?" jawab seorang wanita yang tengah berlari mengitari kawasan Stadion Gelora Bung Karno.

"Maaf, Nona Ara. Hanya saja, tamu Anda memaksa. Mereka sudah menunggu di ruangan."

"What! Siapa yang berani masuk ke ruangan tanpa izin dariku?" tanya wanita bernama Kiarra memekik sampai menghentikan laju larinya.

"Ibu Anda, berikut saudara dan saudari. Maaf, saya tidak berani melarang. Sebaiknya Anda segera kembali," jawab seorang perempuan yang tak lain adalah sekretaris wanita cantik berambut hitam panjang itu.

"Hah, pemaksa!" gerutunya yang langsung mematikan sambungan telepon.

Wanita cantik dengan rambut kuncir kuda itu bergegas meninggalkan kawasan olah raga yang sedang ramai dikunjungi saat akhir pekan. Sayangnya, Kiarra harus segera kembali ke kantor di mana ia memang berencana untuk berkunjung karena harus mempersiapkan meeting esok Senin dengan kolega baru yang ingin menjalin kerjasama dengan perusahaannya. Hanya saja, jadwal yang sudah diatur rapi olehnya kini menjadi berantakan karena kedatangan keluarga.

"Apa mau mereka? Jangan bilang jika alasannya sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dasar kuno," gerutu Kiarra sembari melaju mobil sedannya meninggalkan kawasan Gelora Bung Karno menuju SCBD.

Usai wabah yang menimpa Bumi beberapa tahun silam, banyak peraturan baru diterapkan. Jumlah manusia yang awalnya terancam punah kini melonjak dan mulai stabil karena bantuan para ilmuwan jenius dalam menyuburkan rahim serta menaikkan frekuensi angka kelahiran di seluruh dunia. Dunia yang ditinggali wanita bernama Kiarra kini sudah berada di tahun 2085. Tak semua kota dan negara pulih, tetapi Jakarta, cukup berkembang dengan baik setelah dikelola oleh orang-orang yang dipercaya untuk mengembalikan perekonomian.

"Nona," sapa seorang wanita muda dengan rambut sebahu menunjukkan wajah tegang.

"Mereka tak akan lama di sini. Tak usah memanjakan tamu," ujar Kiarra seraya berjalan dengan langkah lebar menyusuri koridor sepi menuju ruangannya.

"Sepertinya tamu Anda tahu jika tak disambut dengan baik. Mereka sudah memanjakan diri sendiri," jawab wanita itu yang membuat langkah Kiarra terhenti seketika.

"Kiarra!" panggil seseorang dari balik pintu yang terbuka sedikit, tetapi tak menunjukkan siapa orang di dalamnya.

Kiarra mengembuskan napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Ia lalu kembali melangkah dan masuk ke dalam ruangan dengan wajah malas.

"Baguslah. Kalian bukan tamu yang merepotkan," ucapnya kesal seraya menutup pintu ruangan.

"Kami tahu jika kau tak akan menyambut dengan baik. Oleh karena itu, kami sudah mempersiapkan diri," jawab seorang pria dengan pakaian serba hitam tampak maskulin sedang duduk di sebuah sofa seraya menikmati camilan biskuit almond.

Kiarra melirik malas ke arah lain di mana matanya mendapati sosok lain yang dikenal sedang duduk di sofa menikmati jus buah dalam kemasan.

"Langsung saja, apa mau kalian?" tanyanya garang dan masih berdiri di depan pintu.

"Jangan pura-pura bodoh. Kami tahu kau sama bosannya dengan kita semua. Oleh karena itu, akhiri semua sebelum hal buruk menimpamu," ucap seorang wanita yang suaranya terdengar dari balik kursi kerja Kiarra dengan posisi memunggungi.

Kiarra tersenyum kecut. "Kau mengancamku, Mom?"

"Ya."

Kiarra memijat pangkal hidungnya dengan mata terpejam lalu kembali berdiri tegap. "Harus kukatakan berapa kali agar kalian paham? Aku, tidak, mau."

"Harus. Jika tidak, kau akan kehilangan segalanya di tempat ini. Nyonya Naomi sudah menyetujuinya. Kau akan jadi gelandangan jika nekat bertahan di negara ini. Tahu 'kan apa yang terjadi pada gelandangan? Peraturan Era Evolusi, semua gelandangan akan bermukim di negara yang belum tersentuh untuk dimajukan. Berhasil, akan diberikan jabatan tertinggi dalam pemerintahan negara tersebut. Gagal, akan dipekerjakan sebagai sipil sampai dinyatakan mampu untuk naik ke level berikutnya," tegas seorang wanita dengan rambut digelung mulai menunjukkan sosoknya.

Kiarra terdiam saat mendapati ibunya memutar kursi kerja dan kini duduk dengan angkuh menatap tajam.

"Sudahlah, Kak. Aku bosan dengan semua penolakan ini. Lama-lama, spesies lelaki akan habis di muka Bumi," keluh seorang wanita muda yang tak lain adalah adik perempuan Kiarra.

"Ini hidupku dan tak ada satu pun yang bisa mengaturku!" tegasnya menunjuk lantai.

"Dan kau anakku! Sudah tugasku menikahkan putrinya kepada seorang pria bermatabat untuk meneruskan keturunan keluarga!" jawab Ibu Kiarra garang melotot tajam.

"Aku tidak mau!" jawab Kiarra lantang yang membuat pria dan gadis muda di ruangan itu memejamkan mata sejenak karena kaget.

"Hem, baiklah. Kau yang meminta," jawab sang ibu yang dengan sigap mengeluarkan ponsel lalu menghubungi seseorang. Mata Kiarra menyipit saat melihat ponsel itu diletakkan di atas meja lalu diperdengarkan suaranya.

"Halo?"

"Maaf, Naomi-sama. Kiarra menolak. Dia tahu konsekuensinya. Jadi, silakan ambil yang seharusnya menjadi milik Anda. Putriku tak pantas mendapatkannya," ujar Rui⁠—sang ibu.

"Aku mengerti, baiklah," jawab Naomi pelan.

Praktis, ucapan Naomi membuat mata Kiarra melebar.

"Tunggu! Aku mau, aku mau!" jawabnya panik yang membuat semua orang langsung menoleh ke arahnya.

"Wah, dia tak mau kehilangan ketenaran dan posisi CEO di perusahaan ini," ledek Chiko⁠ Kazuo—saudara lelaki Kiarra.

"Tentu saja aku tidak mau! Susah payah aku sampai di posisi ini. Dipercaya Nyonya Naomi untuk mengurus perusahaan dari 0 hingga populer sampai ke Jepang! Aku bahkan menjabat CEO sekaligus supermodel. Hidupku sempurna, aku sempurna, dan hanya karena pernikahan bodoh aku harus merelakan kesuksesanku? Lebih baik aku mati saja," umpatnya.

"Hei, jaga bicaramu. Ucapanmu mengerikan jika sedang marah," ujar Rein Mikha⁠—adik perempuan Kiarra.

"Jadi, kau ingin tetap bertahan dengan posisimu?" tanya wanita yang diyakini adalah Naomi, sang pemilik perusahaan.

"Ya. Saya tak ingin kehilangannya, Naomi-sama," jawabnya dengan wajah tertunduk.

"Baiklah. Ibumu akan memberikan detailnya. Aku ucapkan selamat karena akhirnya kau akan menikah. Sampai bertemu di Jepang," ucap Naomi lalu memutus panggilan.

Kiarra terlihat tertekan. Wajahnya masam saat sang ibu menampilkan data dari calon suami pada LCD di ruangan tersebut. Kiarra melirik lalu terkekeh geli seperti mengetahui sesuatu.

"Kau mengenalnya?" tanya Rui.

"Tentu saja. Siapa yang tak mengenal playboy tengik bernama Jasper? Kalian memintaku menikah dengannya? Heh, lebih baik aku mati saja," ucapnya sinis.

"Kau sudah mengatakan mati dua kali, Kiarra. Hati-hati. Jaga bicaramu," ucap Mikha terlihat cemas.

Kiarra masa bodoh dengan hal itu. Ia melenggang menuju kamar mandi yang berada di ruangannya.

"Vera!" panggilnya lantang saat membuka pintu kamar mandi.

CEKLEK!

"Ya, Nona?"

"Persiapkan semua. Aku akan mendatangi malam perjodohan. Pastikan aku tampil menawan dihadapan keluarga, khususnya keluarga Jasper keparatt itu," titahnya memunggungi sang sekretaris.

"Saya mengerti. Saya juga akan melakukan penjadwalan ulang dengan kolega baru karena urusan mendesak Anda," jawab Vera yang masih berdiri di celah pintu, tapi setelahnya wanita muda itu pergi usai mendapatkan tugas dari tuannya.

Kiarra masuk ke kamar mandi dan tak lama, terdengar suara guyuran air. Rui, Chiko dan Rein menghela napas panjang. Mereka tahu jika Kiarra belum siap menikah karena fokus dengan karirnya sebagai supermodel dan CEO di perusahaan kosmetik yang sedang dijalaninya. Namun, undang-undang baru dalam Era Evolusi mengharuskan bagi semua wanita yang menginjak umur 30 tahun untuk segera menikah. Jika menolak, sanksi tegas diberlakukan tanpa terkecuali meski anak Presiden sekalipun. Ingin rasanya Kiarra kabur dari perjodohan itu di mana ia sudah tahu watak dari sang calon suami.

"Awas saja kau, Jasper. Jika benar aku akan menikah denganmu, kupastikan hidupmu bagai di neraka. Lihat saja. Ini sumpahku," ujar Kiarra di bawah guyuran shower yang membasahi tubuhnya.

***

ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE

Uhuy makasih dukungannya💋Jangan lupa untuk selalu kasih like di tiap epsnya ya biar lele terus semangat!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!