"Adik mu menderita penyakit paru obstruktif kronik nona Naila" ucap dokter memberi tahu Naila setelah memeriksa kondisi adiknya. Saat ini Roman masih terbaring di atas brankar dan tidak sadarkan diri.
Tadi Naila membawa Roman ke rumah sakit saat melihat adiknya itu mengalami sesak napas.
"Penyakit apa itu dok ?" tanya Naila dengan detak jantung yang begitu kencang, ia takut terjadi hal buruk pada saudaranya itu.
"Penyakit Paru Obstrukrif Kronik, atau yang biasa disingkat dengan PPOK,adalah penyakit yang menyerang paru-paru seseorang untuk jangka waktu yang panjang" dokter kembali menjelaskan.
Naila menghela napas panjang setelah mendengar penjelasan dokter, ketakutan itu semakin besar sekarang.
"Tapi itu bisa di obati kan ?" tanya Naila, dan ia berharap dokter akan mengatakan 'Iya'.
"Kami tim dokter akan berusaha untuk melakukan pengobatan supaya pasien bisa beraktivitas secara normal, tapi___" dokter itu sengaja menjeda ucapannya, ia menatap wajah cantik Naila yang di selimuti dengan ketakutan.
"Tapi apa dok ?" desak Naila kemudian.
"Sampai saat ini penyakit tersebut tidak bisa di sembuhkan sepenuhnya"
"Tolong lakukan apa saja dok ! untuk menyembuhkan adikku, rumah sakit ini pasti menyimpan obat terbaik kan ?"
Dokter mengangguk dan tersenyum tulus pada Naila "Kami akan berusaha semaksimal mungkin Nona Naila, anda hanya perlu menyiapkan banyak uang untuk pengobatan nya" Dokter menepuk pundak Naila kemudian berlalu pergi.
Tubuh Naila seolah tidak punya tenaga untuk berdiri lagi, ia akhirnya terduduk di sebuah kursi panjang rumah sakit itu. Naila menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan ketika merasa pelupuk matanya sudah membentuk anak sungai. Perlahan namun pasti cairan bening itu menetes membasahi pipinya hingga membuat Naila terisak.
Naila tidak tahu harus berbuat apa, dan kemana ia harus mencari uang untuk pengobatan adiknya. Hidup nya sehari-hari sudah sangat susah, uang yang ia hasilnya perhari hanya cukup membeli makan sekali dan kini Naila harus mencari uang untuk pengobatan Roman adiknya.
Seandainya kedua orang tuanya masih hidup, mungkin ia dan Roman tidak akan mengalami hal ini, hidup mereka setidaknya tidak akan menderita seperti ini.
Lima tahun yang lalu ketika Naila berusia lima belas tahun dan Roman berusia 6 tahun kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Dan tidak ada satupun keluarganya yang lain datang untuk membantu atau membawa mereka tinggal bersama. Hingga membuat Naila harus berjuang untuk mencari nafkah. Karena umur Naila masih terlalu mudah jadi sulit baginya untuk menemukan pekerjaan yang pas.
Bahkan tempat tinggal saja Naila tidak punya semenjak pihak bank mengambil rumah mereka karena hutang Ayahnya. Terkadang demi bisa makan Naila rela menunggu sebuah restoran membuang sisa makanan. Sungguh begitu sulit kehidupan nya.
Awalnya semua nya terasa sulit, namun lama kelamaan Naila mulai terbiasa untuk hal itu. Baginya hidup harus terus berjalan apapun rintangannya.
Naila mengambil napas dalam-dalam kemudian menghapus air matanya, dia harus kuat demi Roman. Tidak seharunya ia menunjukan kelemahan pada adiknya itu.
Naila berdiri dari duduknya, dan hendak memasuki ruangan adiknya, namun langka kaki Naila terhenti saat melihat seorang pria yang menjadi perhatiannya.
Pria itu terus menatapnya seolah Naila adalah objek paling menarik, membuat Naila merinding. Detak jantung Naila semakin kencang saat melihat pria asing itu berjalan mendekatinya.
Naila ingin memalingkan wajahnya dan hendak memasuki ruangan Roman, namun entah kenapa kakinya terasa sangat sulit untuk di gerakkan. Hingga akhirnya pria itu berdiri di hadapan Naila.
Naila menelan ludah saat melihat pria itu menyeringai ke arahnya.
"Tadi aku mendengar penjelasan dokter tentang keadaan adik mu"
Kening Naila mengkerut dalam saat mendengar ucapan pria asing itu, menurut Naila pria itu begitu lancang karena menguping pembicaraannya dengan dokter tadi. Mereka tidak saling mengenal bahkan bertemu pun baru kali ini.
"Saya bisa membantu anda untuk menyelamatkan adik anda" ucap Pria itu lagi.
"Kakak, apa kamu baik-baik saja ?".
Kepala Naila yang sejak tadi menunduk sekarang terangkat, saat mendengar suara adik laki-lakinya. Ia menatap Roman dengan senyum ragu-ragu di bibirnya.
"Kakak baik-baik saja sayang, kakak hanya khawatir dengan keadaan mu, kakak takut kamu juga meninggalkan ku seperti Ayah dan Ibu"
Suara Naila bergetar, memikirkan kalau ia akan kehilangan saudara satu-satunya membuatnya ingin menangis. Naila tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika Roman pergi, ia pasti akan sangat hancur dan tak ingin melanjutkan hidup.
Roman tersenyum, senyuman yang selalu Naila suka setiap hari. Senyuman yang selalu membuat Naila semangat bekerja walau ia sudah sangat lelah.
"Maafkan aku kak !, Karena sudah membuat kakak khawatir. Jika saja aku bisa menghilangkan rasa sakit ini, aku sudah melakukan nya" ucap Roman, ia merasa bersalah karena membuat sang Kakak sedih.
Naila mengambil salah satu tangan Roman, ia memegang tangan itu dengan erat sambil berkata "jangan berpikir macam-macam, sekarang yang terpenting adalah pengobatan kamu, supaya penyakit kamu tidak bertambah parah"
"Tapi kita tidak punya ua----"
"Aku akan berusaha mencarinya, kamu istirahat saja sesuai kata dokter" potong Naila dengan cepat membuat ucapan Roman menggantung di udara.
Roman menatap sang Kakak dengan intens, namun Naila tak lagi mengatakan apa-apa wanita itu memilih diam.
Beberapa saat keheningan melanda, hingga tatapan Roman beralih ke sesuatu yang di pegang Naila. Namun dengan cepat Naila memasukan benda itu ke saku celana nya.
"Sekarang waktunya kamu istirahat !, Dokter akan memeriksa mu nanti" ucap Naila dengan senyum manis, namun Roman tak membalas senyuman itu.
"Apa itu kak ? Apa yang sedang kakak rencanakan ?" Tanya Roman sambil menatap Naila dengan serius.
Naila menarik napas dalam-dalam, ia pun membalas menatap Roman "bukan apa-apa dek, sekarang kamu istirahat saja ! Kakak akan pergi sebentar" jawab Naila sambil mendaratkan ciuman di kening Roman.
Naila sudah melangkahkan kakinya hendak meninggalkan ruangan itu, namun ia harus berhenti saat mendengar Roman kembali berkata.
"Tolong jangan melakukan apapun yang akan membahayakan mu kak !" Suara Roman memohon, namun Naila sudah bertekad akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan nyawa adiknya.
"Semua yang kakak lakukan untuk kamu dek, kakak ingin kamu sembuh" setelah mengatakan itu Naila keluar dari ruangan. Ia tidak ingin Roman terus bertanya.
Setelah menutup pintu ruangan, Naila kembali mengeluarkan benda yang tadi ia masukkan ke saku celana, itu adalah kartu nama yang di berikan oleh pria asing kemaren.
"Aku harap kamu benar-benar bisa membantuku" batin Naila dan menatap nama yang tertera disana
Farel Artanegara.
*
*
*
Naila harus menganga saat melihat sebuah rumah mewah yang kini ada di hadapannya, ia kembali membaca alamat yang tertera di kartu nama itu dan memang ia tidak salah alamat.
Rumah itu sangat besar, dan setiap interiornya begitu mewah.
"Jadi pria asing itu adalah orang kaya" batin Naila.
Butuh beberapa menit bagi Naila sebelum akhirnya ia memencet bel rumah mewah itu.
Tidak berapa lama pintu terbuka, seorang wanita paruh baya keluar. Dan Naila menebak kalau wanita itu adalah pembantu di rumah ini.
Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah Naila dan di balas oleh Naila.
"Cari siapa ?" Tanya wanita paruh baya itu dengan lembut.
"Saya Naila, saya ingin bertemu dengan Tuan Farel, apakah dia ada di rumah ?" Dengan sopan Naila menjawab.
"Jadi kamu yang bernama Naila, mari silahkan masuk ! Tuan Farel sudah menunggumu"
Kening Naila mengkerut saat mendengar ucapan wanita paruh baya itu.
Farel sudah menunggunya ?.
Apa itu berarti pria itu sudah tau kalau ia tidak akan menolak ?.
Dengan ragu-ragu Naila memasuki rumah itu, ia menarik napas panjang sambil mengikuti wanita paruh baya itu.
Naila kembali di buat kagum saat sudah masuk kedalam, bukan hanya di luar yang mewah bagian dalam pun tak kalah mewah. Naila merasa saat ini ia berada di sebuah istana. Apalagi dengan lukisan-lukisan yang menggantung di dinding semakin membuat Naila terkagum.
Sejak kecil memang Naila Sudah tertarik dengan seni lukis, ia bahkan sudah bercita-cita untuk menjadi pelukis hebat suatu hari nanti. Tapi takdir mempermainkan hidupnya dan orang tuanya pergi begitu cepat, sehingga ia tak bisa mewujudkan impian itu.
Kini Naila dan wanita paruh baya itu berhenti di depan sebuah pintu ruangan yang masih tertutup. Kegugupan langsung Naila rasakan. Ia tidak mengenal pria itu, tapi Naila sudah putus asa untuk mendapatkan uang agar bisa menyelamatkan nyawa adiknya.
Wanita paruh baya itu mengetok pintu tiga kali sambil berkata "Tuan, tamu anda sudah datang"
Wanita itu menatap Naila, senyum hangat masih tersungging di bibirnya "masuklah !" Pintanya.
"Tapi dia belum memberi izin untuk masuk" jawab Naila.
Wanita itu memegang tangan Naila dan mendekatkan tubuh Naila ke pintu "Tidak perlu, tadi tuan Farel sudah memberi tahu seluruh pelayan disini, jika anda tiba maka kami harus membawa anda kesini dan membiarkan anda masuk"
Naila kembali menarik napas "Benarkah ?" Ia bertanya pada wanita itu dengan gugup.
Wanita itu mengangguk sebagai jawaban, "Jadi silahkan masuk ! Tuan Farel sudah menunggu" setelah mengatakan itu wanita paruh baya itu meninggalkan Naila tanpa mengucapkan selamat tinggal.
"Tu-nggu" Naila berusaha menghentikan langka kaki wanita itu, Namun wanita itu tak peduli dan terus berjalan sampai hilang dari pandangan Naila.
Naila kembali menatap pintu yang masih tertutup, detak jantungnya menjadi tiga kali lebih cepat. Tepat di hadapannya adalah kamar orang asing dan hanya tuhan yang tau apa yang terjadi di dalam.
Naila menggigit bibir bawahnya, ia berpikir dua kali untuk melanjutkan tujuannya. Namun saat akan mundur entah kenapa wajah sang adik terus terbayang.
Dan pada akhirnya, Naila memutuskan untuk melanjutkan rencananya. Ia melakukan ini untuk Roman, ia bersedia melakukan apa saja, bahkan nyawa nya sendiri akan ia taruhkan untuk menyembuhkan Roman.
Kalau saja ia bisa memindahkan rasa sakit itu, mungkin sudah Naila lakukan. Biar kan saja dia yang sakit lalu Roman hidup sehat.
Kembali menarik napas dalam-dalam, Naila akhirnya meletakkan tangan nya di gagang pintu. Detak jantungnya semakin cepat saat ia memutar kenop pintu untuk membukanya.
Perlahan pintu itu terbuka, Naila tidak bisa melihat apapun karena keadaan di dalam gelap gulita. Kepala Naila memanjang untuk melihat sekitar dan ia harus menjerit ketika lampu kamar di nyalakan.
Naila melihat sekeliling, dan kembali terkejut saat melihat pria yang mendekatinya di rumah sakit kemaren sedang menatapnya.
Mata Naila tertutup saat melihat pria itu berjalan mendekat dan bersandar di dinding. Aroma maskulin dapat Naila rasakan dan membuat ia menjadi nyaman. Tak bisa Naila pungkiri kalau pria itu tampan bahkan sangat tampan.
Mata Naila terbuka, dan tanpa di rasa ia menatap wajah pria itu.
"Apa kamu akan terus menatapku seperti ini ?"
Naila di buat terkejut atas ucapan tiba-tiba dari pria itu.
"Aku sudah menunggumu" ucap Farel, ia mendekatkan wajahnya pada Naila, hingga membuat detak jantung Naila semakin tak terkontrol.
Naila tidak bisa berkata apa-apa, tatapan Farel yang intens membuat perhatian Naila teralihkan.
"Ayo masuk gadis kecil ! Aku benci membuang-bung waktu" suara Farel yang dingin membuat Naila menggigil.
Meskipun gugup, Naila tetap memasuki ruangan kamar itu.
"Tutup pintunya dan kunci !" Pinta Farel dengan tegas.
Tangan Naila bergetar saat mengikuti keinginan Farel. Ia tidak bisa menghilangkan ketegangan saat Farel terus menatapnya.
Naila tidak bergerak dari tempatnya berdiri, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan sampai akhirnya Farel kembali mendekatinya. Naila memundurkan tubuhnya sampai akhirnya tubuhnya membentur pintu ruangan yang tertutup.
Kini Farel sudah berdiri di hadapannya, pria itu meletakkan sebelah telapak tangan nya di kepala Naila, sementara satunya mengelus pinggang Naila.
"A-ku mau pergi" ucap Naila dengan lembut.
Farel menjauhkan wajahnya, namun tangannya masih berada di pinggang Naila.
"Apa kau takut ?"
Bagaimana mungkin Farel masih menanyakan hal itu, padahal pria itu bisa melihat dari wajah pucat Naila.
Farel menatap wajah Naila untuk beberapa detik, sebelum akhirnya ia melepaskan tangannya yang ada di pinggang Naila. Pria itu kembali meninggalkan Naila dan menuju sebuah meja yang terletak di samping tempat tidurnya.
"Silahkan duduk nona Naila ! Dan mari kita bicarakan apa yang kau butuhkan untuk adik mu" ucap Farel yang saat ini sudah duduk di sebuah kursi. Naila bahkan tak menyadari sejak kapan pria itu duduk disana,mungkin karena kegugupan yang begitu besar ia rasakan.
Naila menelan ludah sebelum akhirnya mengikuti apa yang Farel perintahkan. Ia duduk di sofa berhadapan dengan Farel, kepalanya menunduk karena tidak tahan dengan tatapan dingin Farel.
"Lihat aku !, Aku ingin kamu melihatku saat kita bicara" ucap Farel menekankan ucapannya.
Lagi, Naila menggigit bibir bawahnya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap mata Farel yang kini menatap bibirnya. Naila dapat melihat naf_su pria itu saat menatap bibirnya. Membuat Naila merasa tidak nyaman.
"Tuan Farel" Ucap Naila mengawali pembicaraan, ia ingin segera tau apa yang akan pria itu berikan padanya.
"Aku datang kesini untuk menanyakan tentang ucapan tuan kemaren saat di rumah sakit. Apa tuan benar-benar akan membantuku ?"
Naila harus berterima kasih pada dirinya karena bisa bicara selancar itu walau dalam keadaan gugup.
"Ya-ya" balas Farel sambil menyesap anggur di gelasnya.
"Dan karena anda datang, saya menganggap kalau anda tertarik dengan tawaran saya" sambung Farel lagi sambil meletakkan gelas di tangannya ke atas meja.
Naila mengangguk sebagai jawaban atas apa yang Farel katakan.
Farel menyeringai "Bagus" ia menyandarkan punggungnya dan menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Ini yang akan saya tawarkan pada anda nona Naila, dan saya harap anda mendengarkan nya dengan jelas !" Sejenak Farel menatap wajah Naila yang masih di selimuti kegugupan.
"Saya akan menyediakan semua yang di butuhkan adikmu untuk pengobatannya, bahkan saya akan memindahkan nya kerumah sakit terkenal dan akan di tangani oleh dokter profesional"
Apa yang di katakan Farel akhirnya menarik perhatian Naila, ia mendengarkan penjelasan Farel dengan seksama.
"Saya juga akan memberikan kamu rumah karena saya tau rumah yang kamu tempati sudah tidak layak. Dan saya akan mendaftarkan anda ke universitas dan anda bisa memilih jurusan yang bisa mewujudkan impianmu"
"Satu lagi saya akan memberi anda jatah 30 juta setiap bulannya"
Tiba-tiba kepala Naila menjadi pusing mendengar penjelasan Farel, tawaran nya begitu menggoda sehingga Naila ingin mengatakan 'iya' dengan segera.
"Saya akan memberikan segalanya, dan hanya ada satu hal yang harus anda lakukan untuk mendapatkan nya" ucap Farel lagi.
Seperti yang sudah Naila duga semuanya pasti ada timbal baliknya, Farel tidak mungkin akan membantunya dengan cuma-cuma, pria itu pasti menginginkan sesuatu, namun sayangnya Naila tidak bisa menebak apa yang di inginkan Farel.
"Apa itu ?" Tanya Naila bergetar.
Farel memindahkan kursinya menjadi lebih dekat dengan Naila, pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Naila dan membuat Naila rasanya tercekik.
"Jadilah penghangat di tempat tidurku ! Dan jadilah kekasihku" ucap Farel yang membuat Naila terengah-engah .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!