NovelToon NovelToon

ONE NIGHT STAND WITH DOCTOR

Vallencia Brown

Vallencia Brown begitu terpukul mendengar kabar kematian kakaknya, Paulo Victor Brown. Wanita yang sedang menempuh pendidikan di negeri orang itu langsung pulang ke Indonesia setelah mendapat kabar buruk jika sang kakak telah meninggal dunia. Vallen begitu hancur, dunianya seolah runtuh karena satu-satunya keluarga yang dia miliki kini telah meninggalkannya.

Vallen hanya bisa menangisi pusara kakaknya, gadis malang itu tak tau harus berbuat apa lagi, dia seolah kehilangan arah. Dia tak memiliki siapapun di dunia ini lagi. Di makam yang masih basah itu, Vallen di temani oleh sahabat kakaknya, Felisya. Wanita yang sudah Vallen anggap sebagai kakak itu tidak berkata banyak dan membiarkan Vallen melepaskan kesedihannya.

"Bagaimana kalau Vallen tinggal bersama kakak?" ajak Felisya seraya mengusap punggung Vallen, sebelum Victor meninggal, pria itu menitipkan amanah untuk menjaga adiknya.

"Tidak kak, aku akan tinggal di rumah saja," tolak Vallen dengan suara sesenggukan.

"Tapi Vall, kau yakin baik-baik saja tinggal sendiri?" tanya Felisya khawatir.

"Aku baik-baik saja kak!"

"Baiklah jika itu keputusanmu. Segera hubungi kakak kalau kau membutuhkan sesuatu!"

Dua hari setelah kepulangannya, Vallen mulai bingung karena uang tabungannya hampir habis, selama ini dia menggantungkan hidup dari kakaknya, dia tidak memiliki apa pun lagi. Vallen ingin mencari pekerjaan, namun hanya dengan ijazah SMA sepertinya dia akan kesulitan mendapat pekerjaan yang layak, sementara selama ini dia terbiasa hidup enak.

Vallen menggeledah isi kamar kakaknya, berharap dia bisa menemukan tabungan peninggalan sang kakak. Namun nihil, dia hanya menemukan sertifikat rumah dan surat-surat mobil milik sang kakak dan dia tidak mungkin menjualnya.

Di tengah keresahannya, Vallen mendapat telefon dari Kelly, salah satu sahabatnya. Kelly meminta Vallen datang ke bar karena Kelly sedang merayakan ulang tahun. Vallen menerima undangan Kelly, mungkin saja setelah itu dia akan mendapat jalan keluar.

Vallen datang dengan tangan kosong karena Kelly melarangnya membawakan hadiah, dia di sambut hangat oleh teman-temannya.

"Vall, gila loe makin cantik aja," puji Kelly seraya memeluk Vallen.

"Loe juga cantik banget sekarang, gue sampai pangling!" sahut Vallen senang, setidaknya dia bisa melupakan masalahnya untuk sesaat.

Setelah acara tiup lilin, Vallen dan Kelly duduk berdua sambil menikmati minuman keras mereka, keduanya memang kerap menghabiskan waktu bersama sebelum Vallen kuliah di luar negeri.

"Kenapa loe nggak ngabarin gue kalau loe pulang?" tanya Kelly.

"Sorry Kell, gue sibuk!"

"Gue udah denger semuanya, gue turut berduka ya. Terus gimana kuliah loe?"

Vallen menghela nafas berat, gadis itu lalu menenggak habis bir yang ada di gelasnya. "Gue juga bingung Kell, gue nggak punya apa-apa lagi buat nglanjutin kuliah gue, kakak gue juga nggak punya tabungan sepeserpun. Sepertinya gue bakal putus sekolah dan jadi gelandangan," ucap Vallen sedih, gadis itu mulai di pengaruhi oleh alkohol.

Tanpa Vallen sadari, Kelly mengangkat ujung bibirnya. "Loe butuh berapa Vall?" tanya Kelly seraya menatap sahabatnya.

Seperti mendapat angin segar, Vallen menoleh dan menatap sahabatnya penuh harap. "Sekitar lima ratus juta Kell, itu cuma buat uang kuliah aja, buat makan gue bisa cari kerjaan sampingan di sana!"

"Gue bakal bantu loe!"

"Loe serius Kell," Kelly mengangguk sambil tersenyum.

"Tapi nggak gratis Vall!"

Senyum Vallen meredup seketika, meski begitu dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang tersebut. "Apa yang harus gue lakuin?"

Kelly menatap sekeliling, netranya menangkap seorang pria yang sedang duduk seorang diri. "Kalau loe bisa ngajak cowok itu buat tidur bareng loe, gue bakal kasih loe lima ratus juta secara cuma-cuma!" ucap Kelly seraya menunjuk pria asing yang duduk tak jauh dari mereka.

Vallen mengikuti arah telunjuk Kelly, gadis itu lalu kembali menatap tajam sahabatnya. "Gila loe, sama aja gue jual diri!" teriak Vallen tak terima.

"Cuma ngajak tidur Vall nggak sampai bercinta!"

Vallen diam sejenak, dia kembali menatap pria asing yang duduk seorang diri. Vallen tak bisa berpikir jernih karena sudah terpengaruhi oleh alkohol. "Cuma ngajak tidur kan Kell?" tanyanya memastikan.

Kelly mengangguk dengan cepat. "Iya cuma ngajak tidur. Pikirin uang lima ratus juta yang loe butuhin Vall!"

"Oke gue setuju!"

One night stand

Setelah menerima tawaran gila dari sahabatnya, dengan langkah sempoyongan Vallen menghampiri pria asing yang menjadi target mereka. "Boleh aku duduk di sini?" tanya Vallen dengan suara parau karena kesadarannya hanya tersisa setengah saja.

"Hem," pria itu hanya bergumam dan kembali menenggak minumannya.

"Dunia sangat tidak adil," gumam Vallen dengan mata berkaca-kaca, tatapannya lurus ke arah gelas yang berisi cairan berwarna kecoklatan.

"Bukan dunia yang tidak adil, tapi kau yang kurang bersyukur," sahut pria asing itu tanpa menoleh sedikitpun.

"Ck, hidupmu pasti begitu lancar sampai kau bisa berkata begitu," Vallen menoleh dan menatap pria asing yang duduk di sampingnya, di saat yang bersamaan pria itu juga menoleh sehingga netra mereka saling beradu. Pria itu segera menarik pandangannya dan kembali memesan segelas alkohol, dan tanpa mereka sadari Kelly menaruh obat perangsang di minuman pria asing itu.

Kelly tersenyum miring menyaksikan Vallen yang semakin mabuk dan pria asing itu mulai bertingkah aneh. Kelly lalu menghampiri Vallen dan merangkulnya. "Ajak dia ke hotel Val," bisik Kelly.

Vallen mengangguk, gadis itu menoleh dan menatap pria asing itu. Di saat yang bersamaan pria itu berdiri dan keluar dari bar, Vallen mengikutinya dengan langkah gontai, demi uang lima ratus juta Vallen tidak memikirkan harga dirinya lagi. Vallen menahan tangan pria itu, saat pria itu menoleh Vallen tersenyum. "Apa kau mau tidur denganku?" tanyanya dengan suara menggoda.

"Dasar sampah," tolak pria itu seraya menepis tangan Vallen. Namun Vallen tak habis akal, dia menghadang langkah pria itu lalu dengan cepat mencium bibir sang pria. Awalnya pria itu menolak, namun pengaruh obat yang Kelly berikan membuat tubuhnya terbakar gairah, perlahan pria itu mulai membalas ciuman Vallen, keduanya bertukar saliva dengan penuh gairah.

Entah siapa yang memulai, keduanya sudah berada di sebuah kamar hotel yang tak jauh dari bar. Mereka kembali melanjutkan ciuman panas mereka, bahkan kini tangan di pria mulai menjelajahi tubuh Vallen.

Alkohol dan obat perangsang membuat pria itu benar-benar di luar kendali, dengan kasar dia merobek baju Vallen menyisakan sebuah braaa berwarna hitam dan under wear dengan warna senada. Dengan buasnya pria asing itu mulai mencumbu Vallen, wanita mabuk itu tak bisa menolak, setiap sentuhan sang pria menggetarkan tubuhnya. Dia menikmati cumbuan itu, sesekali Vallen mendesaaah saat pria itu bermain-main di bagian intinya.

Malam semakin larut, dua orang asing itu telah berhasil melakukan penyatuan, keduanya sama-sama mengerang menikmati permainan panas mereka. Entah berapa kali mereka melakukannya hingga keduanya terlelap karena kelelahan.

Matahari mulai terik, cahayanya menembus masuk melewati celah jendela. Vallen mulai terusik dengan silau cahaya, wanita itu mulai mengerjapkan matanya. Perlahan Vallen bangun sambil memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Gadis itu begitu terkejut melihat seorang pria tidur di sebelahnya dan yang membuat Vallen semakin terkejut mereka sama-sama dalam keadaan tanpa busana.

"Astaga, apa yang terjadi?" tanya Vallen pada dirinya sendiri, sekuat tenaga dia mengingat kejadian semalam. Terakhir yang dia ingat adalah Kelly menawarinya uang lima ratus juta dan dia setuju mengajak pria asing tidur dengannya. Tunggu, bukankah kata Kelly hanya mengajak tidur dan bukan tidur bersama sungguhan, tapi kenapa mereka malah berada di atas ranjang yang sama.

"Bodoh, kau benar-benar tidak berguna Vallencia!" maki Vallen pada dirinya sendiri, Vallen lalu bangun dan memunguti bajunya yang berserakan dan sialnya bajunya robek dan tidak bisa di pakai lagi. "Benar-benar sial," umpat Vallen frustrasi. Saat dia sedang mencari cara untuk menutupi tubuhnya tiba-tiba pria asing yang tidur dengannya terbangun, pria itu terlihat begitu terkejut melihat tubuhnya yang polos, apalagi setelah dia melihat Vallen yang hanya mengenakan pakaian dalam.

"Siapa kau? Apa yang sudah kita lakukan?" tanya pria itu seraya menatap tajam Vallencia.

"Mm, gue, oh tidak. Maksudnya aku, Vallen dan kita semalam..." Vallen tak melanjutkan kalimatnya, dia ragu untuk mengatakan jika semalam mereka bercinta.

"Semalam apa?"

"Semalam sepertinya kita melakukannya."

"What, aish," pria itu mendesis kesal, tanpa malu sedikitpun dia menyibak selimutnya dan memakai bajunya, Vallen yang melihat itu terpaksa menutup mata meski dia sedikit mengintip. Setelah berpakaian lengkap, pria itu menghampiri Vallen dan mengeluarkan dompetnya. Tanpa Vallen sangka pria itu mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada Vallen. "Jangan pernah temui aku lagi!" ucapnya dengan dingin, tanpa menunggu jawaban Vallen pria itu keluar dari kamar hotel.

Vallen menatap uang di tangannya, wanita itu tertawa hambar. Dia benar-benar tak memiliki harga diri lagi, dia bahkan di anggap pelacurrr oleh pria asing itu.

"Hancur sudah hidupmu Vallencia!"

Setelah menenangkan diri dan memesan pakaian, Vallen segera pergi dari hotel dan menemui Kelly do rumahnya. Dia ingin tau apa yang sebenarnya terjadi sehingga dia harus bercintaa dengan pria asing itu.

"Jelaskan apa yang terjadi semalam Kell?" tanya Vallen dengan dada naik turun karena menahan amarah.

"Loe nggak inget. Gue udah ngingetin loe buat berhenti tapi loe udah kebawa nafsu. Ya gue gak bisa apa-apa lagi selain bawa kalian ke hotel," jawab Kelly dengan santai.

"Kenapa loe nggak bawa gue pergi dari tempat itu Kell! Apa jangan-jangan loe sengaja ngejebak gue?" cecar Vallen yang mulai curiga.

"Gue nggak ngejebak loe. Jelas-jelas loe sendiri yang nerima tantangan gue. Kalau loe sampai melewati batas berarti bukan salah gue lah, loe nya aja yang nafsuan!"

Vallen mengacak rambutnya dengan kasar, melihat senyuman Kelly dia semakin yakin jika Kelly merencanakannya sejak awal.

"Loe tenang aja gue udah transfer uangnya ke rekening loe. Sekarang loe pergi dari rumah gue!"

"Anjiiing loe Kell!"

Kelly tertawa puas melihat Vallen sengsara, sejak mereka masih SMA Kelly memang sangat iri pada Vellen. Meski Vallen bukan dari keluarga kaya raya, namun Vallen memiliki kecantikan di atas rata-rata sehingga Vallen selalu menjadi idola di sekolah, tak sedikit cowok di sekolah mereka yang mengejar Vallen. Kelly semakin cemburu saat cowok yang dia sukai malah menyukai Vallen dan yang membuatnya membenci Vallen adalah Vallen dan cowok yang Kelly suka berpacaran.

"Kita impas Vall," gumam Kelly dengan seringai licik di wajahnya.

BERSAMBUNG...

Hamil

Satu bulan kemudian...

Dengan uang dari Kelly, Vallen memutuskan akan kembali ke luar negeri dan melanjutkan kuliahnya. Dia berencana akan menatap di luar negeri dan melupakan semua kenangan buruk selama dia di Indonesia. Vallen sedang memberesi beberapa bajunya karena dia hanya membawa beberapa barang saat pulang, rencananya dia akan pamit.pada Felisya sebelum berangkat ke luar negeri.

Setelah selesai mengemas barang-barangnya, Vallen bersiap untuk menemui Felisya di rumahnya. Namun Vallen merasa kepalanya sangat pusing dan perutnya terasa di aduk-aduk, Vallen segera berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya.

“Aku pasti masuk angin. Lebih baik aku ke rumah sakit, dua hari lagi aku harus pergi dan aku harus sehat!”

Vallen terus merasa mual selama perjalanan menuju rumah sakit, setelah mendaftar dia segera masuk ke dalam ruangan dokter dan di periksa. Vallen menjelaksan kondisinya kepada dokter, mulai dari pusing, mual dan muntah.

“Tolong berikan obat yang manjur dok, dua hari lagi saya harus ke luar negeri, saya harus sembuh,” pinta Vallen.

“Kapan terakhir anda mestruasi?” bukannya menjawab, dokter itu malah bertanya pada Vallen.

“Kenapa anda menanyakan hal itu dok?” tanya Vallen dengan cemas, karena dia baru ingat jika dia belum datang bulan sejak malam panas sebulan yang lalu.

“Tanda-tanda yang anda sebutkan sangat mirip dengan tanda-tanda ibu hamil!”

“Tidak mungkin dok, saya tidak mungkin hamil!”

“Kita bisa memastikannya setelah mengetes urin dan darah anda!”

Meski takut, namun akhirnya Vallen setuju untuk tes darah dan tes urin. Tak butuh waktu lama sampai tes urin keluar, Vallen begitu terkejut melihat dua garis merah di test packnya. Dengan tangan bergetar, Vallen memberikan test pack tersebut kepada dokter.

“Sesuai dugaan saya, anda memang sedang hamil. Selamat ya. Jika di hitung dari hari terakhir anda menstruasi, kandungan anda memasuki usia enam minggu,” jelas dokter itu sambil tersenyum.

Seolah batu besar menghantam kepalanya, Vallen terduduk lemas dengan tubuh yang bergetar hebat. Apakah belum cukup penderitaannya selama ini, kenapa dia harus hamil dan yang lebih menyedihkan lagi dia bahkan tak mengenali ayah dari bayi yang di kandungnya.

Vallen keluar dari ruangan dokter setelah hasil tes darah juga memastikan jika dia posisit hamil, Vallen berjalan seperti orang linglung, dia bahkan tak sadar telah menabrak seseorang hingga kertas hasil pemeriksaannya jatuh berantakan.

“Maafakan saya, anda baik-baik saja kan?” tanya seorang pria yang dia tabrak, Vallen tak menjawab dan hanya menunduk mengamati seorang pria yang mengenakan jas dokter sedang memunguti kertas hasil tesnya. Pria itu lalu kembali berdiri, sekilas pria itu membaca hasil tes milik Vallen. “Ini milik anda, anda yakin baik-baik saja kan?” tanyanya seraya menyodorkan kertas hasil tes kepada Vallen.

Vallen menerima kertas tersebut, wanita itu lalu mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih. “Terima ka....” Vallen tak melanjutkan kalimatnya, bola matanya membelalak sempurna melihat pria yang tak asing baginya. Sama halnya dengan Vallen, pria itu juga tampak begitu terkejut.

“Kau,” pekik pria itu tertahan. “Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah sudah aku katakan jangan sampai kita bertemu lagi!”

Vallen merapikan rambutnya ke belakang telinga, wanita itu tak tau harus berbuat apa sementara kini ayah dari bayinya berdiri tepat di hadapannya. “Saya tidak tau anda bekerja di sini. Saya datang kemari karena saya harus memeriksa sesuatu!”

“Memeriksakan sesuatu?”

“Saya hamil?” aku Vallen, biar bagaimanapun pria itu harus tau jika Vallen mengandung bayinya.

“Hamil?” ulang pria itu dengan wajah menegang.

“Saya hamil anak anda!”

Pria itu meraup wajahnya dengan frustrasi, bagaimana tidak, tiba-tiba seorang wanita asing datang dan mengaku hamil anaknya.

“Ikut aku!”

Pria itu menarik tangan Vallen dan membawanya ke sebuah ruangan. Pria itu segera melepaskan tangan Vallen begitu mereka tiba di ruangan tersebut. “Siapa namamu?” tanya pria itu dengan nada tak bersahabat.

“Vallen!”

“Dengar nona Vallen, apa kau memiliki bukti jika kau hamil anakku?”

Vallen menggelengkan kepalanya dengan lemah. “Tidak, tapi saya hanya melakukannya dengan anda!”

“Tidak mungkin!”

“Tidak masalah jika anda tidak percaya. Saya juga tidak menginginkan bayi ini. Karena kita berdua tidak menginginkannya lebih baik kita gugurkan bayi ini!” putus Vallen seraya meredam emosinya.

“Oke, kita gugurkan saja bayi itu!”

Brakk...

Kedua orang itu menoleh begitu mendengar pintu terbuka dengan keras, pria itu tampak terkejut melihat seorang wanita paruh baya sedang menatapnya dengan sorot amarah. Wanita paruh baya itu berjalan menghampiri pria itu.

“Apa maksudmu Rama? Siapa yang hamil dan kenapa bayinya harus di gugurkan?” cecar wanita paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca.

“Ma, dengar dulu penjelasan Rama!” ucap pria yang ternyata bernama Rama itu sambil memegang kedua tangan ibunya.

“Nona, apa benar anda hamil anak Rama?” tanya Indy, ibunda Rama yang kebetulan datang untuk mengajak putranya makan siang dan malah mendapati fakta yang mengejutkan.

“Benar tante,” jawab Vallen apa adanya, toh Indy sudah mendengar percakapannya bersama Rama, jadi Vallen tidak bisa berkilah lagi.

“Lalu kenapa kalian akan menggugurkan bayi tidak berdosa ini?” Indy menatap Rama dan Vallen secara bergantian.

“Rama tidak yakin kalau bayi itu milik Rama mah!”

Plak...

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Rama, sang ibu menatapnya dengan nanar dan nafas yang naik turun. “Apa mama pernah mengajarimu untuk tidak bertanggung jawab? Kau meragukan bayi itu sama saja kau merendahkan gadis yang kau hamili Rama! Mama tidak mau tau kalian harus bertanggung jawab, kalian harus menikah secepatnya!”

“Apa? Menikah?

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!