NovelToon NovelToon

Belenggu Cinta Dan Dendam Mr. Dacosta

Bab 1. Mimpi buruk Aiden

Assalamualaikum Readers yang baru mampir ke novel ini, ada baiknya membaca dulu novel author yang lain. One Night Stand With My Uncle, soalnya ceritanya masih nyambung🥰tapi gak baca juga gak apa-apa kok...hehe

...***...

Seorang anak laki-laki terlihat sedang berlari tanpa alas kaki, wajah dan beberapa bagian tubuhnya terluka seperti habis di pukuli. Nafasnya terengah-engah, dia berusaha menahan takutnya akan kegelapan dan mencari sedikit cahaya.

Dibelakangnya terlihat tiga orang pria bertubuh besar dengan memegang senjata tajam, juga senjata api, mengejar anak laki-laki itu. Beruntung, anak laki-laki itu berlari cukup cepat, namun sayang kaki kecilnya yang berdarah-darah tidak bisa menahan lagi tubuhnya yang sakit. Beberapa kali anak laki-laki itu roboh, belum lagi ada ada darah di lantai yang menjadi jejak kakinya. Tubuhnya berkeringat dingin, wajahnya pucat pasi. Dia berusaha menahan isak tangisnya, tak mau terlihat lemah dan takut.

"A-aku tidak bisa tertangkap, aku harus sembunyi sampai mommy dan Daddy datang." gumam anak laki-laki itu yang dengan cepat memutar otak untuk bersembunyi dari tiga orang pria yang mengejarnya itu.

Anak laki-laki itu pun bersembunyi pada salah satu drum yang ada di sana, tubuh kecilnya masuk ke dalam drum. Tak lama kemudian, anak laki-laki itu mendengar beberapa suara langkah kaki mendekat ke arahnya, dia yakin mereka adalah ketiga pria dewasa yang mengejarnya.

"Sial! Kemana anak itu? Jangan sampai dia lolos, atau bos tidak akan membayar kita!" ucap salah seorang pria dengan gusar.

"Dia pasti belum jauh dari sini." kata salah seorang temannya. Wajahnya tak kalah menyeramkan dengan pria yang mengumpat barusan. Matanya menelisik ruangan yang berisi drum drum tidak terpakai itu, berusaha mencari sosok seseorang disana.

Jantung anak laki-laki bernama Aiden Addison Dacosta itu berdebar-debar saat salah seorang dari mereka mulai mendekat ke arah tempat persembunyiannya.

"Tuhan...tolong...aku ingin mommy dan Daddy. Tolong..." bisik anak laki-laki itu dengan tubuh yang gemetar hebat. Ekor matanya melihat ada 3 pasang kaki disana.

Saat seorang pria akan mendekati drum itu, tiba-tiba saja terdengar suara gaduh di luar. Terdengar pekikan ketiga pria itu merintih kesakitan.

"Hey! Kau siapa?!" hardik salah seorang pria itu pada seorang wanita yang menerobos masuk ke dalam gudang. Wanita asing yang tidak mereka kenal dan membawa pistol.

"Dimana anak-anakku? KATAKAN, atau aku akan membunuh kalian disini sekarang juga!" ancam wanita itu seraya menodongkan senjata apinya pada ketiga pria itu.

Mommy? Itu mommy? Batin Aiden lega mendengar suara Mommynya di luar sana.

"Kenapa aku harus mengatakan dimana anakmu, nona?" tanya seorang pria dengan tawanya yang membuat si wanita itu muak.

"Hahaha..." tawa lainnya terdengar mengejek Zeevana.

Dor!

Zeevana menarik pelatuknya dan melepaskan timah panas itu tepat ke kaki salah satu si penculik yang sudah menculik putranya.

"Ack!"

"Tidak baik mengejek seorang ibu yang sedang mencari anak-anaknya." ucap Zeevana dengan dingin, tanpa peduli salah satu pria itu merintih kesakitan.

"Mom! Aku disini..." Aiden akhirnya bersuara, ia tenang setelah ada Mommynya disana. Zeevana menoleh ke arah seorang anak laki-laki yang keluar dari sebuah drum minyak.

"Aiden, sayang!" Zeevana memeluk erat putranya, Zeevana sangat lega karena bisa melihat putranya lagi. "Kau baik-baik saja nak?"

"Iya mom, tapi Ivana...dia..." belum sempat Aiden menjelaskan lebih detail, suara seseorang tiba-tiba membuat atensinya teralihkan.

"Zeevana, ternyata kau datang sendiri." kata seorang wanita yang tiba-tiba datang dari arah belakang sambil menggendong bayi ditangannya. Bayi itu menangis keras seakan tau ada bahaya disana.

Zeevana khawatir melihat bayinya berada di tangan wanita berambut panjang berwarna merah itu. "Lepaskan anakku! Aku sudah janji akan datang sendiri disini, jadi kau juga tepati janjimu!"

"Letakkan pistol itu dan angkat tanganmu!" ujar wanita itu seraya tersenyum menyeringai. Dia adalah Tessa, wanita yang selalu menginginkan kehancuran Zeevana.

"Serahkan dulu anakku!" seru Zeevana.

"Oh--jadi kau tidak mau? Baik!" Tessa mengeluarkan belati lalu menggores tangan kecil bayi itu dengan belatinya sampai berdarah.

"OWA...OWAA..." bayi itu menangis kesakitan.

Sontak saja Zeevana dan Aiden terbelalak melihatnya. Mereka tidak percaya bahwa Tessa segila itu. "Kau sudah gila TESSA!" hardik Zeevana tidak tahan lagi dengan kelakuan Tessa.

"Lakukan, atau bayimu mati!" Tessa tertawa sarkas bak psikopat. Suara tangisan bayi itu bagaikan musik yang indah untuknya. Ketiga pria yang menjadi suruhannya juga terdiam melihat kegilaan bosnya.

"Baik, akan ku lakukan...tapi biarkan putraku pergi dari sini lebih dulu." ucap Zeevana dengan wajah pasrah, entah apa yang dipikirkannya saat ini.

"Ya, aku akan biarkan dia pergi." Lagipula aku hanya ingin kau yang ada disini. Batin Tessa.

"Mom, aku tidak akan meninggalkan mommy!" Aiden memegang tangan Mommynya dengan erat. Dia tidak mau meninggalkan ibunya disana bersama wanita gila dan para penjahat itu.

Zeevana mendekati Aiden, dia duduk jongkok didepan anaknya itu. Diusapnya wajah Aiden dengan lembut penuh kasih sayang. "Daddy, pasti akan menyelamatkan kita. Jadi kau harus pergi duluan, mommy akan menyelamatkan adikmu dulu. Tolong dengarkan mommy, sayang. Mommy mencintaimu, mommy sayang padamu. Setelah ini kau harus menjaga adikmu dengan baik."

"Mom..."

"Pergilah sayang, mommy akan baik-baik saja. Daddymu pasti akan segera datang, kau hanya perlu pergi lebih dulu." Zeevana mengecup kening putranya, bibirnya gemetar.

"Mom, mommy harus janji...mommy akan baik-baik saja." pinta Aiden dengan lirih, entah kenapa hatinya merasa berdebar dan berat meninggalkan ibu dan adiknya disana. Tapi jika dia berada disini, dia hanya akan menjadi bahan ancaman dan beban untuk Mommynya.

"Ya, mommy janji." Zeevana tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, dia berjanji tapi hatinya tidak. Namun Aiden tidak melihat kebohongan itu dengan jelas.

"Pergi! Pergi dan cari bantuan!" ujar Zeevana seraya mendorong tubuh Aiden untuk segera pergi dari sana. Aiden pun melepaskan genggaman tangan Zeevana, dia berlari keluar dari ruangan gelap itu dan menuju cahaya meski perasaannya campur aduk saat ini. Aiden berlari tanpa hambatan apapun, tidak ada yang menghalanginya. Lalu dia pun melihat ayahnya berada disana bersama beberapa pria berseragam polisi.

"Aiden, kau tidak apa-apa sayang? Kau tidak terluka?" tanya Xander pada putranya, dia melihat beberapa luka di wajah Aiden dan giginya gemerutuk kesal menahan marah. Dia sudah bisa menduga pasti si gila itu yang melakukannya.

"Aku baik-baik saja, Dad...tolong mommy...kumohon tolong mommy dan Ivana." pinta Aiden dengan bulir air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Dimana mommymu?" tanya Xander pada putranya.

"Di dalam sana." tunjuk Aiden pada sebuah gudang tua didekat dermaga.

"Kau tunggu disini, Daddy akan pergi kesana menyelamatkan mommy dan adikmu." Xander langsung berlari menuju ke gudang itu bersama beberapa tugas polisi. Aiden juga mengikuti mereka karena dia tidak mau tinggal diam saja.

Sesampainya didalam sana, Xander dan Aiden melihat Tessa menusuk perut istrinya berkali-kali yang sudah berlumuran darah. Tepat saat itu, tubuh Zeevana yang memegang bayinya roboh seketika.

"MOMMY!!" teriak Aiden histeris melihat ibunya terjatuh sambil menggendong adiknya yang menangis. Sementara wanita gila yang memegang pisau berlumuran darah itu malah tertawa-tawa dengan bahagia.

Xander dan Aiden menghampiri Zeevana dan Ivana. Zeevana terlihat lemah, namun ia masih bisa menggendong Ivana bayi kecilnya.

"Mati...haha...Zeevana mati dan Xander menangis. Hahahaha....sudah kubilang kau tidak akan pernah bahagia, sudah kubilang kan untuk meninggalkannya! Kau terlalu keras kepala Xander Dacosta!" teriak Tessa yang puas melihat Zeevana yang lemah.

"KAU!" bentak Xander dengan penuh kemarahan pada Tessa. Percayalah saat ini pria itu ingin membunuhnya, tapi kondisi Zeevana tidak membuatnya berpaling.

Beberapa polisi datang dan meringkus Tessa juga anak buahnya, mereka tak segan-segan memborgol bahkan memperlakukannya dengan kasar.

"MOMMY!" Aiden memegang tangan ibunya yang berlumuran darah. Zeevana melihatnya dengan tatapan sayu.

"Anak...kita... Ivana...menangis..." ucap Zeevana pada suaminya. Xander menggendong Ivana lalu ia menyerahkan bayi itu pada salah satu anggota kepolisian terlebih dahulu.

"Sayang, bertahanlah...kau akan baik-baik saja. Mari kita ke rumah sakit sekarang." ucap Xander sambil menahan tangis, dia sungguh tidak tega melihat keadaan istrinya saat ini. Perutnya berlumuran darah dan bahkan sudah tidak berbentuk lagi.

"Ma-af... tidak bisa menua bersamamu...maaf..." lirih wanita itu dengan terbata, air matanya mengalir melihat Aiden dan Xander.

"Jangan katakan apapun! Kau akan baik-baik saja."

"Tolong...jaga kedua anak kita..." nafas Zeevana tersengal-sengal, dia menggenggam tangan suaminya, tak lama kemudian tangannya terkulai lemah bersamaan dengan matanya yang terpejam untuk selamanya.

Sontak saja Aiden dan Xander berteriak memanggil Zeevana. Namun wanita itu tidak kunjung membuka matanya. "Mommy! Mommy pembohong! Mommy sudah janji akan baik-baik saja, mommy bangun!" Aiden menangis histeris melihat mommynya.

"Aaaaaarghhhhhh!!!!" teriak Xander sambil memeluk istrinya dengan penuh kesedihan. "TIDAK!!"

*****

Disebuah kamar mewah, terlihat seorang gadis cantik sedang menepuk-nepuk pipi seorang pria dewasa berwajah tampan yang matanya masih terpejam walau hari sudah siang.

"Tidak! Mom...mommy..." pria itu meracau dengan mata terpejam dan membuat gadis cantik itu cemas padanya.

"Kakak! Kakak bangunlah!" seorang gadis cantik menepuk pipi pria itu.

"KAKAK!" teriak gadis itu yang akhirnya membuat si empunya terbangun. Kondisi pria itu tidak terlalu baik, wajahnya berkeringat dingin dan nafasnya terengah-engah.

"Ivana?" sontak Aiden mengambil posisi duduk di ranjangnya.

"Kak, apa kakak memimpikan mommy lagi?" tanya Ivana cemas pada Aiden.

"Tidak." jawab Aiden bohong.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada mommy kak? Apa benar mommy meninggal karena kecelakaan?" tanya Ivana penasaran, dari yang ia tau Mommynya meninggal karena mengalami kecelakaan dan Daddynya meninggal karena sakit.

Aiden tidak menjawab, ia berdiri dari ranjangnya dan malah menyuruh adiknya untuk turun ke lantai bawah. "Kak, kenapa tidak jawab?"

"Ivana pergilah!" ujar Aiden.

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi untuk sekarang. Tapi kak Nath ada di bawah, dia sudah menunggumu dari tadi." jelas Ivana.

"Suruh saja dia menunggu." tukas pria itu datar.

"Kak, aku tidak tahu kakak ada masalah apa dengan kak Natasha. Tapi bisakah kakak bersikap baik padanya? Dia selalu baik pada kakak, tapi Kakak selalu kasar padanya...aku tidak mengerti." ucap Ivana sebelum gadis itu pergi meninggalkan kamar kakaknya dengan banyak pertanyaan didalam hatinya. Kenapa kakaknya selalu bersikap jahat pada Natasha dan tentang kematian Mommynya?

Mendengar nama Nath alias Natasha disebut, raut wajah Aiden langsung berubah menjadi dingin. Kemudian pria itu pun masuk ke dalam kamar mandi, lantas membersihkan tubuhnya dibawah guyuran shower.

...*****...

Hai Readers, jangan lupa dukungan kalian ya...☺️☺️kasih bintangnya juga dong

Bab 2. Siksaan untuk Natasha

Maaf author lupa menjelaskan umur...

Aiden saat ini 27 tahun, Natasha 27, Raphael 27 tahun, Ivana 20 tahun...untuk pemeran lain nanti dijelaskan ya...

...🍀🍀🍀...

Mimpi itu terkadang selalu terbayang di dalam tidur Aiden, kadang tidurnya tak nyenyak karena mimpi itu. Dia ingat jelas bagaimana ibunya meninggal ditangan Tessa dengan sadis, Tessa sendiri adalah ibu dari sahabatnya Natasha.

Setelah kepergian ibunya, 2 bulan kemudian ayahnya juga menyusul ibunya ke alam lain karena sakit jantung yang dideritanya. Sakit yang diderita karena terlalu mencintai istrinya dan membuatnya ia pergi meninggalkan Aiden dan Ivana tanpa orang tua. Tak lama setelah Xander meninggal, Javier dan Savana juga meninggal karena penyakit yang sama. Hal ini membuat Aiden sangat terluka, dia kehilangan ayah, ibu, kakek dan nenek yang sangat ia cintai. Sejak saat itu Aiden berubah menjadi orang yang dingin dan apatis, kecuali pada adiknya Ivana.

Aiden merahasiakan kematian Zeevana yang dibunuh oleh Tessa dari adiknya. Dia tidak mau Ivana memiliki perasaan benci sama seperti dirinya dan ia ingin Ivana yang polos ceria, bahagia, tanpa memikirkan hal berat apapun. Natasha dan teman-temannya yang lain juga merahasiakan hal ini dari Ivana.

Usai dengan ritual mandinya, Aiden keluar dengan memakai bathrobe yang menunjukkan perut kotak-kotaknya yang masih basah terkena cucuran air. Terlihat kucuran air juga berjatuhan dari rambutnya. Pria bernama Aiden Addison Dacosta ini bagaikan Mahakarya tuhan yang indah.

Saat Aiden akan mengambil bajunya di lemari, ia melihat seorang gadis berambut panjang tengah memilihkan baju untuknya.

"Natasha." panggil Aiden pada wanita itu.

Sontak saja Natasha membalikkan badannya, ia melihat Aiden yang hanya memakai bathrobe. Netranya yang berwarna abu-abu itu sempat melihat Aiden, ia jadi salah tingkah dan memalingkan wajahnya.

"Aku tidak ingat, kalau aku pernah mengizinkanmu masuk ke dalam ranah pribadiku." ucap pria itu dingin.

"Ma-mafkan aku Aiden, tadi Ivana yang memintaku untuk--"

Tiba-tiba saja Natasha terdiam saat tubuh Aiden sudah berjarak sekitar 2 cm dari tubuhnya. Natasha berdebar melihat tubuh pria itu, terutama wajah mereka yang saat ini berdekatan. Natasha berjalan mundur, hingga gadis itu tidak sadar bahwa tubuhnya sudah bersandar tanpa sengaja di lemari kamar Aiden.

"Aiden...kau mau apa?" tanya Natasha saat menyadari bahwa Aiden menatapnya dengan begitu dingin.

"Ack! Aiden, sakit..." rintih Natasha saat tangan kekar Aiden mengapit dagu gadis itu dengan kasar.

"Apa kau kesini mau menggodaku? Sama seperti ibumu yang jalangg itu?" tanya Aiden dengan tatapan merendahkan pada Natasha. Tangan yang satunya mulai melepaskan kancing kemeja yang dipakai Natasha.

Setiap kali Aiden mengaitkan antara dirinya dan ibunya, setiap itu juga Natasha sakit hati. Natasha tau bahwa ibunya sudah berdosa membunuh ibu Aiden dan membuat Aiden kehilangan kedua orang tuanya dari kecil. Hingga Natasha selalu diam bila diperlakukan kasar dan dingin oleh pria itu, dia bertahan disisi Aiden demi menebus dosa ibunya dan rasa bersalahnya.

"Jangan samakan aku dengan ibuku." Natasha menatap pria itu dengan tatapan berkaca-kaca.

Aiden hentikan, kumohon...aku tidak sanggup melihat tatapanmu yang begitu penuh kebencian terhadapku. Natasha membatin perih, melihat tatapan Aiden kepadanya saat ini

"Oh ya? Apakah kau berbeda dari ibumu?" tangan Aiden dengan berani meraba-raba tengkuk Natasha, hingga akhirnya gadis itu tidak tahan dan melayangkan tamparan pada Aiden.

Plakk!

"Sshh..." Aiden meringis, merasakan tamparan Natasha di pipi kirinya. Kemudian dia menatap sinis kepada wanita yang ada dihadapannya ini.

Natasha terlihat marah, ia segera mengancingkan kembali kemejanya yang dilepas oleh Aiden. "Kau sangat keterlaluan Aiden!" serka gadis itu marah karena Aiden berani melecehkannya seperti ini. Aiden memang selalu berlaku kasar dan dingin kepadanya, tapi dia tidak pernah sampai melecehkannya seperti ini.

Daripada bertengkar dengan Aiden yang selalu tidak ada ujungnya, Natasha memilih pergi dari sini. Itupun setelah ia menyiapkan pakaian kerja Aiden di atas ranjangnya.

Natasha berjalan menuruni tangga dengan buru-buru, matanya merah dan wajahnya murung. Ivana yang berada di bawah tangga melihat Natasha.

"Kak, kau mau kemana?" tanya Ivana dengan wajah cemas.

"Ivana, tolong bilang pada kakakmu bahwa aku pergi ke kantor duluan. Bilang juga untuk cepat datang karena ada rapat penting dengan klien pagi ini!" pesannya pada Ivana, lalu gadis itu berlari pergi keluar rumah dengan buru-buru.

"Kak! Kak Nath tunggu!" teriak Ivana memanggil Natasha, namun gadis itu sudah menaiki taksi lebih dulu.

"Lagi-lagi kak Aiden membuatnya menangis. Kenapa kak Aiden tidak gentleman seperti itu?" Ivana menggerutu, ia heran kenapa Aiden bersikap seperti itu pada Natasha yang selalu bisa menghadapi sikap buruk kakaknya itu.

Tak lama kemudian, Aiden turun dari tangga dengan setelan kerjanya yang rapi dan dia terlihat semakin gagah nan tampan mengenakan jas itu. Mirip seperti mendiang ayahnya, Xander Dacosta. Aiden tersenyum dari kejauhan saat melihat adiknya berdiri dibawah tangga, namun senyumnya menghilang tatkala ia melihat tatapan Ivana kepadanya.

"Kenapa kau melihat kakak seperti itu Ivana?" tanya Aiden pada adiknya.

"Kenapa kakak selalu seperti itu pada kak Natasha? Kakak baik pada kak Luna, tapi tidak kepadanya. Padahal aku lebih suka kak Natasha daripada kak Luna. Aku heran, bukankah kalian bersahabat?"

"Berbeda bagaimana? Kurasa sama saja." tukas Aiden cuek.

"Kak, kalau kakak mencintai kak Natasha...jangan begini. Jangan bersikap buruk pada gadis yang kakak cintai." jelas Ivana.

"Cinta? Kau ini bicara apa? Aku? Mencintainya?" Aiden melotot pada Ivana, dia tidak terima dibilang mencintai Natasha. Sumpah demi apapun dia tidak suka dibilang begitu oleh adiknya. Mana mungkin dia mencintai wanita yang ibunya sudah menjadikannya yatim piatu.

"Ya, Kakak mencintainya. Kalau kakak tidak mencintainya, tidak mungkin kakak men--" Ivana menggantung ucapannya disana, seolah ragu melanjutkannya.

"Men apa, Ivana?" tanya Aiden.

"Sudahlah! Dasar kakak bodoh!" tukas gadis berusia 20 tahun itu kesal. Dia pun pergi meninggalkan Aiden seorang diri. Aiden bingung dengan apa yang dikatakan oleh Ivana, dia penasaran.

****

Disebuah gedung kantor mewah berlantaikan 20, Natasha berada disalah satu ruangan di lantai paling atas. Gadis itu terlihat sedang mengetik sesuatu di komputernya. Tak lama kemudian seorang wanita dengan pakaian kurang bahan mengganggu pekerjaannya. Sedangkan Presdirnya sedang berada di dalam ruangan, rapat bersama beberapa staf kerjanya.

"Hey! Dimana sayangku, Aiden?" tanya wanita itu sambil menggebrak meja kerja Natasha.

"Maaf, pak CEO sedang ada rapat." jawab Natasha formal. Dia menatap tajam wanita dihadapannya ini, ia tau mungkin wanita ini adalah salah satu wanita yang di kencani oleh Aiden. Natasha sudah terbiasa dengan semua ini, termasuk menghadapi para wanita yang mendekati Aiden.

Wanita itu tidak mendengarkan Natasha, dia berjalan untuk menerobos masuk ke dalam ruangan Aiden, ruang Presdir Dacosta grup. Natasha dengan cepat menghadang jalannya.

"Maaf nona! Presdir sedang rapat, kau tidak boleh masuk ke dalam ruangannya!" ujar Natasha pada wanita itu dengan tegas.

"Minggir kau sekretaris rendahan!" wanita itu mendorong Natasha, sampai gadis itu terjatuh dan keningnya terantuk ujung meja kerjanya sendiri. Natasha kembali bangkit dan berusaha menghentikan wanita itu agar tidak masuk ke ruang rapat, tanpa mempedulikan keningnya yang berdarah.

"Nona, anda tidak boleh masuk!"

"Kau sangat tidak tahu diri ya, padahal kau hanya seorang sektretaris. Aku kekasih Aiden, kau tau?"

"Saya tau, tapi anda tidak bisa masuk untuk menemui pak presdir sekarang. Tunggu saja di luar." Natasha menarik tangan wanita keras kepala itu. Wanita itu tak tinggal diam dan melawan Natasha, bahkan sampai menamparnya.

Tak lama setelah Natasha ditampar oleh wanita yang tidak diketahui namanya itu, pintu ruang Presdir terbuka lebar. Aiden dan 3 staff dari kantornya keluar dari sana. Aiden dan tiga orang itu melihat keadaan Natasha yang terluka.

"Sektretaris Natasha? Apa kau terluka?" tanya seorang pria di bagian staff bagian pemasaran pada Natasha.

"Saya tidak apa-apa." jawab Natasha seraya menundukkan kepalanya. Namun darah di keningnya masih bisa terlihat oleh Aiden dan ketiga pria itu.

Aiden mengisyaratkan pada ketiga pria itu untuk pergi dari sana. Mereka pun menurut dan melangkah pergi meninggalkan kantor presdir. Tinggallah Natasha, Aiden dan wanita berambut merah itu di sana. Dengan genit si wanita berambut merah menggamit tangan Aiden, membusungkan dada pada pria itu.

Hati Natasha tersayat sayat saat melihatnya, walau dia sudah pernah melihat ini sebelumnya. "Kenapa Aiden...kau tau perasaanku padamu tapi kau sengaja menyiksaku begini? Aku tau kau dendam pada ibuku, tapi aku tidak sama dengannya."

"Sayang, lihatlah sektretarismu melarangku masuk. Kurang ajar sekali dia!" wanita itu melirik sinis Natasha dan merengek pada Aiden.

"Sepertinya dia memang harus diajari sopan santun. Ya sudah sayang, ayo kita masuk." ucap Aiden lembut pada wanita berambut merah itu. "Dan kau Natasha! Jangan biarkan siapapun masuk ke dalam ruanganku untuk satu jam ke depan!" ujar Aiden pada Natasha, tanpa peduli luka di kening dan di pipi gadis itu.

"Baik pak." sahut Natasha tanpa mengatakan apapun lagi.

Terakhir Natasha melihat pintu ruang Presdir tertutup rapat, Aiden dan wanita itu masuk ke dalam sana. Mereka menciptakan suara-suara dessahan didalam sana, desahann yang menyakiti hati Natasha. Ini adalah siksaan untuk gadis itu yang sudah mencintai Aiden sejak lama.

Natasha kembali ke mejanya dengan mata berkaca-kaca. Ia melihat surat pengunduran diri di atas mejanya. "Apa aku harus melakukan ini?"

****

Bab 3. Menyewa wanita panggilan

Natasha berada di luar ruangan Presdir yang terkunci dan tertutup rapat itu, dia melihat surat pengunduran diri yang sudah ia buat 1 minggu yang lalu. Ya, Natasha mempunyai niat untuk berhenti dari pekerjaannya disana. Namun Natasha masih ragu untuk berhenti dari sana, ia masih tidak rela meninggalkan Aiden. Tak peduli pria itu memperlakukan dengan baik ataupun tidak.

Selagi menunggu Aiden selesai dengan urusannya bersama wanita berambut merah itu, Natasha mengobati luka di pipi dan keningnya saat ia menyadari bahwa wajahnya terluka.

"Ish...aku pikir aku tidak terluka. Ternyata aku terluka." gadis itu meringis memegangi keningnya yang basah karena darah. "Semangat Natasha! Semangat!" Natasha berusaha tersenyum meski hatinya menangis.

Aku harus ingat dengan alasanku bertahan disini. Aku harus berada di sisimu, untuk menebus rasa bersalahku padamu Aiden. Natasha membatin. Natasha ingat percakapannya dengan Aiden beberapa tahun yang lalu.

Aiden maafkan aku, maafkan ibuku...apa yang harus aku lakukan agar kau memaafkanku? Apa yang harus aku lakukan agar kau merasa lebih baik?

Kau mau tau? Berada disisiku dan jangan pernah kabur!

Kata-kata itu selalu Natasha ingat untuk mengurangi rasa bersalahnya pada Aiden.

Dan kini gadis itu sendirian berada di meja kerjanya, dimana ia harus mendengar suara-suara percintaan yang dilakukan Aiden dengan wanita didalam sana. "Ya Tuhan...hatiku sakit sekali..." Natasha memegang dadanya yang terasa sesak mendengar suara-suara laknat itu di telinganya.

"Ahh....tuan lebih cepat...tuan... ahhhh!!" jerit wanita itu dari dalam ruangan Aiden. Natasha mendengarnya dengan jelas, dia berharap tuli saja saat ini.

****

Sementara itu di dalam ruangan Aiden, wanita berambut merah terlihat hanya memakai pakaian dalamm saja. Tubuhnya meliuk-liuk di depan Aiden dengan bibir yang terus mendesah dan menjerit seolah sedang keenakan akan sesuatu. Padahal Aiden sama sekali tidak menyentuhnya.

"Ayolah sentuh saya tuan...kumohon...aahhh...tuan...apa kau tidak tergoda melihat saya?" pinta wanita berambut merah itu sembari memainkan miliknya sendiri. Ia ingin Aiden menyentuhnya, tapi mendekatinya pun tidak mau. Aiden tetap dingin dan acuh, tapi saat didepan Natasha. Pria itu bersikap seolah-olah dia menikmati kebersamaan bersama dengan wanita-wanita yang selalu disewanya itu.

Wanita itu membayangkan Aiden menjamah tubuhnya, tapi sayang Aiden tidak menyentuhnya sama sekali. "Teruslah menjerit seperti itu! Aku akan membayar setiap jeritan dan desahaan yang keluar dari bibirmu." bisik Aiden pada wanita itu seraya menyesap rokok yang ada di tangannya. Dia duduk di kursi, sementara wanita itu asyik dengan dirinya sendiri.

Sial! Aku adalah pelacur kelas atas dan pria ini membayarku kemari bukan untuk menyentuhku? Hanya disuruh ini saja? Wanita berambut merah itu memaki dirinya sendiri dalam hati. Amber, adalah pelacur terbaik dan kelas atas, tidak pernah ada klien yang tidak tergoda kepadanya. Dan Aiden adalah satu-satunya pria yang menyewa dirinya tapi tidak menyentuhnya. Oh betapa sucinya pria ini! pikir Amber dalam hatinya. Jujur saja harga diri Amber terluka karena Aiden tidak menjamahnya. Pria didepan Amber ini, berhasil membuat Amber kesal.

"Tuan, anda akan menyesal karena tidak menyentuh saya. Saya adalah yang terbaik tuan, apa kata teman-teman saya, bila saya tidak berhasil naik ke ranjang tuan?" kata Amber seraya berjalan mendekati Aiden, bermaksud menggoda pria tampan itu.

"Kalau kau berani mendekat selangkah lagi, aku akan membunuhmu. Aku serius." tatapan Aiden dan ancamannya, membuat wanita itu urung untuk mendekatinya lagi.

"****!" umpat Amber pelan.

"Lakukan tugasmu, menjerit lagi, CEPAT!" sentak Aiden pada wanita itu dengan mata menatap tajam.

Amber berdecak pelan mengumpat Aiden, dia tidak percaya bahwa ada pria yang tidak tergoda dengannya. Bahkan kini ia sudah tanpa sehelai benang didepan pria itu, apa pria itu impoten? Entahlah apa tujuan Aiden memintanya begini? Amber tidak tahu.

Sial! Ini adalah penghinaan terburuk karirku sebagai pelacur terbaik. Brengsek! Tidak boleh ada yang tau kalau aku tidak disentuh olehnya.

Amber kembali menjerit, mendesah dan bermain sendiri dengan tubuhnya. Sedangkan Aiden asik menyesap rokoknya, tanpa melihat Amber sama sekali.

Seandainya kau seperti jalangg didepanku ini, Nath. Tapi kau tidak. Kata Aiden didalam hatinya.

****

1 jam berlalu, pintu ruang Presdir pun terbuka. Natasha segera berangkat dari tempat duduknya, ia buru-buru menyeka air matanya. Natasha menundukkan kepalanya, namun ia sempat melihat beberapa tanda merah di tubuh wanita seksi itu. Tangannya terkepal erat, ia sadar tak boleh cemburu.

Diam-diam Aiden melirik sekretarisnya itu, dia tersenyum puas melihat Natasha habis menangis. Dia suka melihat gadis itu menangisinya, ataupun terluka karenanya.

"Terimakasih atas pelayananmu." ucap Aiden pada Amber dengan lembut.

Amber melirik sekilas pada Natasha dan melihat raut wajahnya, ia sepertinya paham kenapa Aiden seperti ini. Amber berpikir ini gila, mana ada pria yang tega membuat orang yang dia cintai cemburu. "Oh, jadi gadis ini yang membuat harga diriku terluka?"

"Iya tuan, kapanpun kau membutuhkanku. Kau bisa menghubungiku. Aku juga sangat puas berada di bawah tubuhmu." Amber mencerna dengan sangat baik akting Aiden, dia meraba-raba tangan Aiden dibalik jas hitamnya itu.

Natasha menahan air matanya, dia tetap menundukkan kepalanya. Tak berani melihat Aiden dan wanita itu.

"Ya,kau sangat memuaskan." jawab Aiden seraya tersenyum palsu pada wanita itu. "Natasha, antarkan Amber sampai ke lift!" titah Aiden pada gadis itu dengan suara datarnya.

"I-iya baik pak..." jawab Natasha dengan suara gemetar menahan tangis.

Natasha kembali mengangkat wajahnya, dia berusaha tersenyum profesional. Lalu dia pun mengantar Amber sampai ke lift. "Kau mencintainya bukan?"

"A-apa?" Natasha tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Amber. Kenapa tiba-tiba Amber bertanya begitu?

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi semangatlah." kata Amber lalu dia berjalan memasuki lift, lift itu membawanya ke lantai bawah. Sementara Natasha tertegun mendengar apa yang dikatakan Amber padanya.

****

Di tempat lain, kampus bergengsi di London, Inggris. Ivana terlihat sedang berkumpul dengan teman-temannya, setelah ia menyelesaikan kelas desainnya. Ivana mengambil jurusan yang sama seperti jurusan mendiang ibunya dulu, yaitu jurusan desain.

"Bye Ivana, aku sudah dijemput oleh pacarku." kata Evelyn, teman baik Ivana.

"Aku juga." pamit Erika, salah satu teman baik Ivana juga.

"Baiklah, hati-hati." Ivana melambaikan tangannya pada kedua temannya yang sudah dijemput oleh pacarnya masing-masing. Sementara ia masih menunggu jemputan supirnya di dekat tangga kampus.

"Ivana!" panggil seorang pria yang membuat Ivana berdiri dari duduknya.

"Kak Raphael? Sedang apa kau disini?" tanya Ivana terkejut melihat seorang pria tampan membawa buket bunga mawar merah muda dan berdiri didepannya.

"Tentu saja untuk bertemu denganmu, baby." pria itu mengerlingkan sebelah matanya, sementara Ivana terdiam bingung.

...****...

Wah wah...apakah si Raphael pacarnya Ivana? 😂gimana dong ini...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!