Seorang gadis muda tengah duduk di kursi meja makan untuk sarapan bersama dengan Ibunya.
Gadis berusia 18 tahun itu bernama Lusiana, Lusiana yang biasa disapa Lusi berparas cantik layaknya bidadari. Sayangnya, kisah hidupnya sangat tragis, ia tak seberuntung gadis lainnya yang di usianya itu bisa bercerita dan berteman dengan Sang Mama.
Justru, Adele, Mama Lusiana itu adalah wanita gila, ia seorang janda yang takut miskin sehingga ia terus mencari pria kaya untuk menghidupinya dan Lusi.
Adele yang memikirkan biaya hidupnya itu sampai lupa pada Lusi, ia sibuk mencari cintanya yang baru dan baru selalu baru sampai Lusi merasa bosan saat Adele harus membawa pria yang berbeda ke rumahnya yang mewah.
"Mah, mau sampai kapan?" tanya Lusi yang sedang menatap piring makannya, gadis berambut panjang itu seolah enggan untuk menyantap makanan itu yang Adele dapatkan dari hasil yang tak benar.
"Mamah minta, kamu cukup melihat hasilnya saja, Lusi. Tanpa banyak bicara dan meminta!" ucap Adele yang merasa bosan dengan pertanyaan itu.
Mendengar itu, Lusi menangis, ia ingin sekali di dengar oleh Ibunya. Satu-satunya yang ia sayangi dan hargai di dunia ini, tetapi, justru Adele membuat Lusi terlihat buruk di mata semua orang karena memiliki Adele yang berimage buruk di mata semua orang.
Lusi yang merasa kecewa itu pun menyibakkan piring yang ada di depannya.
Crah... suara piring dan gelas yang pecah.
Dan Adele yang melihat itu terdiam, Adele sudah tidak lagi heran dengan Lusi yang akan mengamuk.
Kali ini, Adele meminta pada Lusi untuk percaya padanya. "Lusi, dengarkan Mama, dia pria kaya dan dia akan menikahi Mamah, ini semua untuk hidup kita."
Tetapi, Lusi yang tak mau mendengar itu justru meninggalkan Adele yang menatap kepergiannya.
Dan setiap malam, itulah yang Adele mimpikan, Adele yang tengah berbaring di ranjangnya itu bangun, ia menangis terus memanggil nama anaknya.
"Lusiana!" teriak Adele yang kini berada di rumah sakit jiwa setelah kepergian Lusi.
Bayangan Lusi yang terjun bebas dari jendela kamarnya itu terus menghantui, Adele terus menangis dan meraung meminta maaf, tetapi, semua itu telah terlambat.
Tiga tahun kemudian..
Di sebuah rumah sederhana di Kota Jakarta, hidup seorang janda bernama Laila, Laila tidaklah seperti janda pada umumnya atau seperti janda yang genit seolah kurang belaian dan kasih sayang.
Laila memiliki anak gadis berusia 19 tahun, Karin namanya.
Laila harus menjadi janda karena berpisah dengan suaminya yang gila, tak pernah menafkahi, tetapi, justru bermain tangan, Laila memutuskan untuk mengakhiri kisahnya yang kelam bersama pria yang pernah ia cintai.
Karin menerima keputusan Laila, demi kebahagiaan Laila, wanita yang sangat ia cintai.
Sekarang, pagi pukul 07.00 wib. Karin sedang menyiapkan sarapan untuk Laila yang sedang bersiap untuk berangkat bekerja.
Karin memanggang roti untuk Laila dan gadis bermata sipit, rambut hitam bergelombang itu juga membuatkan kopi, supaya Laila bersemangat bekerja.
Laila yang bekerja di salah satu bank swasta itu sudah rapi dengan seragam kerjanya, lalu, Laila menarik kursi meja makan, tidak lupa Laila mengucapkan terima kasih.
"Karin, terima kasih, Nak," ucap Laila seraya membelai pipi chubby anaknya.
"Sama-sama," jawab Karin seraya tersenyum manis pada Laila.
Keduanya sarapan bersama dengan saling bercerita, setelah itu, Laila pergi bekerja dengan mengendarai sepeda motornya.
"Jangan bolos kuliah!" seru Laila yang sudah duduk di jok motornya dan Karin yang berdiri di pintu itu mengiyakan.
"Semangat, Mah!" balas Karin dan Laila tersenyum, setelah itu Laila segera menarik gas, sebelum ia telat kesiangan.
Setelah itu, Karin yang kembali ke kamarnya segera mengambil ponsel, Karin menerima pesan dari ayahnya yang meminta uang untuk membeli dan makan rokok.
Karin yang sedikit memiliki rasa kasihan itu pun mentransfer sedikit uangnya untuk Hendri, Ayahnya.
Setelah menerima itu, Hendri mengucapkan terima kasihnya.
Karin tak membalas pesan itu lagi dan Karin segera menghapus laporan transfer tersebut sebelum Laila mengetahuinya.
Laila akan memarahi Karin dan juga Hendri yang tak tau malu harus meminta uang pada anaknya. Laila berpikir kalau seharusnya Hendri lah yang memberikan uangnya.
****
Karin yang harus mengerjakan tugas itu harus pulang sedikit malam dan sesampainya di rumah, Karin tidak mendapati Laila.
Karin mencoba menghubunginya dan Laila yang sedang makan malam bersama teman prianya itu tak segera menerima panggilan itu.
"Kenapa?" tanya teman pria Laila yang bernama Bram. Bram memiliki hati pada Laila dan juga sebaliknya.
"Aku masih bingung, Mas. Dia tidak akan menyukaiku jika aku menikah lagi, tetapi, aku sendiri sudah jatuh hati padamu," kata Laila seraya menatap Bram yang juga sedang menatapnya.
"Begitu juga dengan Alexia, dia tidak akan pernah merestuiku jika dia tau aku akan menikah lagi," jawab Bram terdengar pasrah.
Tetapi, Bram yang menghargai cintanya itu tak pernah mengajak Laila untuk berbuat di luar batas, Bram ingin melakukan itu secara halal.
"Urusan anak-anak memang sulit, apalagi di umurnya yang sedang tanggung," kata Laila dan Bram pun mengiyakan.
"Bagaimana kalau kita menikah diam-diam, aku yakin, lama-lama anak-anak kita akan setuju, La," ajak Bram pada kekasihnya itu.
****
Satu minggu berlalu, di kampus, Karin mendengar gosip tentangnya, gosip itu dari Alexia yang mengatakan kalau Laila telah menjual dirinya pada Bram.
Bahkan, Alexia juga membagikan foto keduanya yang tengah masuk dan keluar dari kamar hotel.
Karin yang mengetahui itu pun segera mencari Alexia yang sedang duduk di kantin dengan gengnya.
Brak! Karin menggebrak meja dan Alexia memutar matanya malas.
Alexia yang merasa tertantang itu segera bangun dari duduk. Alexia menampar Karin yang telah berani mengganggu kenyamanannya.
Tetapi, tamparan itu tak berhasil mengenai wajah Karin karena Karin menahan tangan Alexia.
"Apa yang kamu sebarkan itu tidak benar!" ucap Karin seraya melepaskan tangan Alexia dengan kasar.
"Ibuku, walau janda, dia bukan wanita murahan!" bentak Karin pada Alexia tepat di depan wajahnya dan Alexia menyentuh rambut gelombang Karin.
"Sayangnya, aku melihat sendri, dengan kepala mataku, kalau tidak percaya, nanti malam, lihatlah, di hotel Papi aku, anak jablai!" ucap Alexia yang terdengar sangat meremehkan dan merendahkan Karin.
Seketika, air mata Karin menetes, ia merasa malu dan setelah itu, Karin pergi dari kantin, ia menerobos para gerombolan yang sedang menonton.
Karin yang berlari itu berpapasan dengan Andre, kekasihnya, Karin segera memeluk Andre dan menangis, Karin yang berada di pelukan Andre itu segera menceritakan apa yang didengar.
"Sabarlah, kamu harus membuktikan sendiri kalau gosip itu tidak benar," kata Andre seraya melepaskan pelukan Karin setelah melihat Alexia yang berjalan melewati keduanya.
Dan benar saja, Karin yang ingin memastikan itu berulang kali mengikuti Laila sampai tertangkap basah, setelah pulang bekerja, Karin merasa berdebar, terkejut saat melihat Laila ke hotel Papi Alexia.
Karin yang masih diam-diam membuntuti itu menangis saat melihat Laila di sambut oleh Bram.
Setelah itu, Karin tidak ingin tau lebih jauh lagi.
Karin yang sekarang sudah keluar dari hotel itu menangis, ia pergi ke taman di malam hari.
Dan Karin yang sedang menangis itu menghentikan tangisnya saat melihat boneka yang terlihat lusuh dan tak terawat.
Apakah boneka yang karin temukan adalah boneka Lusiana?
Karin mengambil boneka itu dan membawanya pulang.
Di rumah, Karin segera memasukkan boneka itu ke mesin cuci, ia mencuci Lusiana supaya terlihat bersih dan wangi. Setelah bersih, Karin meletakkan boneka itu di depan kipas yang ada kamarnya.
Sementara itu, Lusiana yang berada di dalam boneka merasa bersih dan senang pada Karin.
Setelah kering, Karin yang tengah bersedih itu memeluk Lusiana.
Karin mulai bercerita kesedihannya.
"Aku sedih, Mamaku, dia tidak berterus terang padaku, aku harus bagaimana?" tanya Karin yang masih memeluk.
"Karena itu, semua menggosipkan ku di kampus, aku membencinya," tangis Karin seraya mengeratkan pelukannya.
Lusiana yang dalam pelukan Karin itu mengerti kesedihannya, Lusiana pun teringat dengan masa hidupnya yang kelam.
Lusiana masih diam, ia belum menunjukkan apapun tentang siapa dirinya yang sebenarnya.
Setelah lelah menangis, Karin mengambil ponselnya, ia tak menemukan pesan dari Andre, kekasihnya.
"Kenapa dia tidak ada kabar, seharusnya dia menghiburku!" kata Karin, setelah itu, Karin yang sedang merasa bosan itu membuka sosial medianya.
Ia melihat berita yang mengatakan kalau seorang gadis telah menghabisi nyawa Ibunya sendiri.
Karin menggelengkan kepalanya, Karin berkata, "Tidak seharusnya dia melakukan itu, apapun kesalahan Ibunya, dia sudah mengandung selama 9 bulan. Akhir zaman, ada-ada saja berita yang tidak benar."
Setelah itu, Karin kembali ke aplikasi chat yang berwarna hijau, ia mencari nama Andre yang seharian ini tidak mengiriminya pesan.
Karin melakukan panggilan video dan Andre yang sedang berada di kamar bersama Alexia itu mengabaikan Karin.
"Kenapa? Dia kan pacar kamu, sedangkan aku, hanya selingan kamu," ucap Alexia seraya menatap Andre yang sedang merapikan kembali pakaiannya.
"Aku tidak mau ketahuan," jawab Andre. Setelah rapi, Andre mencium bibir Alexia, gadis berambut lurus dan panjang itu sedang duduk di sofa.
Alexia membalas ciuman itu dan Andre segera melepaskan, ia harus segera pergi untuk menemui Karin.
"Aku harus pergi, terima kasih, sayang!" ucap Andre yang setelah itu mengambil tas kuliahnya yang tergeletak di lantai.
Alexia tak menjawab, justru ia mengambil rokoknya yang ada di depannya.
****
Setibanya Andre di rumah Karin, Andre mendengar Karin yang sedang bertengkar dengan Laila.
Andre yang masih duduk di atas motornya itu merasa ragu antara mengetuk pintu atau tidak.
Andre yang tengah berpikir itu pun memutuskan untuk mengirim pesan pada kekasihnya.
"Karin, aku di depan rumah dan tak sengaja mendengar kalian sedang bertengkar. Maaf, aku tidak mau mengganggu, jaga kesehatan, jangan sampai masalah ini membuat kalian saling jauh." Isi pesan dari Andre dan benar saja, setelah itu Andre pergi dari halaman rumah Karin.
****
Setelah itu, Karin keluar dari rumah, ia menutup pintu itu dengan membanting, Karin yang ingin pergi ke rumah ayahnya itu mengurungkan niatnya.
Dan Laila yang duduk di sofa ruang tamu itu mengangkat kepalanya saat pintu itu kembali terbuka dari luar.
Laila yang melihat Karin kembali itu mengira kalau Karin telah setuju dan memaafkannya. Sayangnya, justru Laila harus menerima kalau Karin tengah menghukumnya dengan caranya.
Karin menyingkirkan tangan Laila dari wajahnya, setelah itu, Karin meninggalkan Laila yang masi menangis.
Laila tak berhenti menangis saat ingat apa yang Karin katakan tentangnya yaitu pergi dari ayah Karin untuk pria lain.
Karin tak mau mendengarkan walau Laila sudah bersumpah. Laila yang sedih itu memilih untuk ke kamar, ia menceritakan semuanya pada Bram.
Dan Bram juga menceritakan hal yang sama yaitu Alexia tak menyetujui pernikahan itu.
Laila bertanya, "Apakah kita harus menyerah?"
Tentu saja Bram sangat tidak setuju, tujuan Bram setelah ini adalah membawa Laila untuk tinggal bersama.
Laila menjawab kalau dirinya akan memikirkannya.
****
Karin yang tengah berbaring itu membuka matanya, tanpa sadar ia turun dari ranjang, Karin berjalan ke dapur dan Karin mengambil pisau dapur.
Karin yang masih berdiri di dapur dengan menatap pisau itu terkejut saat mendengar suara Laila yang memanggilnya.
Karin tersadar dan tanpa sengaja menjatuhkan pisau yang sedang ia pegang.
Pisau yang jatuh itu mengenai kakinya sendiri dan Karin yang terluka itu menolak pertolongan Laila.
Karin yang berdarah itu kembali ke kamar dan di sana Karin melihat bonekanya sudah berbaring di ranjang.
Lalu, Karin kembali memindahkan boneka itu ke meja belajarnya.
"Bukankah, tadi kamu di sini?" tanya Karin yang meletakkan bonekanya di meja dan entah mengapa, malam ini tiba-tiba saja Karin merasa takut berada di kamarnya sendiri, Karin melihat ke arah jendela dan tidak ada apa-apa di sana.
Karin merasa kalau dirinya sedang diperhatikan.
Karin mengusap lehernya, setelah itu Karin kembali ke ranjang, ia menarik selimut, menutupi tubuhnya sampai ke ujung kepala.
Tanpa karin sadari kalau ternyata boneka yang ia temukan bisa bergerak dan sekarang boneka itu sedang memperhatikannya.
****
Laila yang melihat Karin menatap pisau dengan tatapan kosong seperti itu menjadi khawatir. Laila takut kalau Karin akan melukainya.
Dan Laila yang sedang duduk di ranjang itu melihat bayangan dari bawah pintunya, Laila melihat bayangan seperti anak kecil yang sedang berjalan, Laila yang merasa penasaran pun keluar, ia membuka pintu dan kembali menyalakan lampu ruang tengah yang sudah ia matikan sebelum ke kamar.
Laila memanggil Karin, "Karin... Karin.'
Dan Laila yang tak mendapatkan jawaban itu berjalan kerah kamar Karin yang berada di seberang kamarnya, kamar Karin masih terkunci dan Laila yang mendapati Karin tak mau membuka pintu berbalik badan, Laila terkejut bukan main saat melihat boneka kecil yang sedang memegang pisau dapur, boneka itu berjalan kearahnya dengan mengacungkan pisau tersebut.
"Aaaaaa!" teriak Laila yang ternyata sedang bermimpi, Laila melihat jam di dinding dan waktu menunjukkan pukul sebelas malam.
Laila ingin melihat anaknya dan ia pun keluar dari kamar, tanpa sengaja, Laila menendang boneka yang baru pertama kali ini ia lihat.
Laila mengambil boneka yang bermata bulat, rambutnya pirangnya dan sekelebat Laila melihat kalau boneka itu tersenyum.
Laila segera melempar boneka menyeramkan itu.
"Astaga, boneka siapa itu, kenapa sangat menyeramkan!" Laila memperhatikan boneka yang sudah berada di kolong sofa ruang tengah.
Lalu, Laila melangkahkan kakinya menuju kamar Karin, wanita berdaster itu mengetuk pintu kamar Karin dan Laila seolah mengalami dejavu.
Laila pun melihat ke belakang, ia mengira kalau akan seperti dengan mimpi buruknya.
Dan ternyata Boneka yang ia lempar sedang berdiri di belakangnya dengan menatapnya tajam.
Laila yang sedang lelah itu pingsan dan Laila terbangun di pagi hari setelah Karin membuka pintu kamarnya.
Apakah Laila akan menceritakan apa yang ia lihat semalam pada Karin?
Bersambung.
Jangan lupa like dan komen setelah membaca,ya, all.
Vote dan giftnya untuk mendukung karya ini. Terima kasih. Mohon maaf untuk typonya.
Flashback, tiga tahun lalu, Lusiana yang sedang menunggu Adele pulang itu harus membuka pintu rumahnya.
Lusiana mendapati pacar ibunya yang datang dengan membawakan berbagai macam keperluan, serta membawa uang yang cukup banyak.
Itu semua ia perlihatkan pada Lusiana yang tengah berdiri di belakang sofa ruang tengah dan pacar ibunya itu duduk di sofa.
"Lihatlah, ini semua untukmu dan ibumu," katanya seraya menatap Lusiana.
"Mama sedang keluar, bisakah anda menunggu Mama di luar?" tanya Lusiana, ia merasa tidak enak hati saat melihat tatapan pria berbadan sedikit gendut itu.
"Kenapa? Aku tau ibuku sedang keluar karena aku yang menyuruhnya," kata si pria gendut yang sedang sudah berdiri seraya mengendurkan gespernya.
Melihat itu, Lusiana segera pergi, ia pergi ke kamar dan belum sempat pintu itu terkunci dari dalam, si pria gendut sudah mendorongnya dengan kencang sehingga membuat Lusiana terjatuh.
Melihat itu, Lusiana tersadar kalau dirinya sedang dalam bahaya.
"Tolong, anda cepat keluar dari kamar saya!" perintah Lusiana dan pria itu yang tak mau mendengarkan pun memperkosa Lusiana yang masih suci.
Lusiana menangis, ia menceritakan semua pada Adele, tetapi, Adele tak mempercayainya.
"Lusi, kamu sudah dewasa, kalau kamu memilih untuk bebas seperti itu terserah kamu, asal jangan sampai kebobolan dan siapa pacar kamu, bawalah untuk menemuiku," jawab Adele yang sedang mengupas apel.
Tidak lama kemudian, bel rumah Adele berbunyi dan Adele membukanya, Adele menyambut si pria gendut yang baru saja menggagahi putrinya. Liciknya pria itu yang dibuat seolah baru saja datang.
"Sayang, tadi aku datang tapi rumah ini sepi ketika tidak ada kamu," kata si pria gendut yang kemudian mencium kening Adele. Adele pun mengajak kekasihnya itu untuk masuk.
Melihat wajah pria itu, Lusiana pun menjadi takut, ia memilih untuk masuk ke kamar dan Lusiana tidak lupa mengunci.
Lusiana menangis saat mendengar suara erangan dari Adele dan si gendut, Lusiana pun menutup telinganya.
Flashback off.
****
Laila yang melihat Karin sedang berdiri itu pun segera bangun, ia melihat kanan dan kirinya, tetapi, Laila tidak melihat apapun, justru Laila melihat boneka yang semalam itu sudah berada di dalam kamar Karin, boneka Lusiana itu tengah berbaring di ranjang Karin dan Laila yang terus menatap boneka itu membuat Karin mengikuti ke mana arah mata Laila melihat.
Lalu, Laila pun bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan boneka itu?"
"Kenapa? Apa Mama menyukainya?" tanya Karin yang kemudian pergi dari hadapan Laila yang mematung.
Dan Laila yang masih berdiri di depan pintu kamar Karin itu melihat boneka yang menyeramkan itu jatuh dari ranjang, Laila sedikit terkejut saat boneka itu melihat ke arahnya.
Laila yang terkejut itu hampir jatuh jika tidak berpegangan dengan sofa.
Laila yang merasa takut itu segera pergi dan meminta pada Karin untuk membuang boneka menyeramkan tersebut.
Karin yang sedang membuat susu coklat itu mengabaikan Laila dan karena Laila yang terus mengoceh tentang boneka yang tidak masuk akal itu membuat Karin menatapnya datar.
"Apa karena kita bertengkar dan itu membuat Mama berhalusinasi?" tanya Karin yang kemudian menarik kursinya, ia duduk dan mengambil roti tawar yang ada di meja makan.
Karin makan tanpa mengajak Laila, Karin yang sedang merasa kecewa itu ingin menghukumnya dengan sikapnya.
Laila yang mengerti Karin sedang marah itu tak mengambil pusing, bagi Laila, ia hanya perlu bersabar dan berharap Karin akan menerima keputusannya.
****
Setelah dipermalukan, Karin tidak ingin lagi untuk kuliah, ia yang bolos itu memilih untuk tetap berada di rumah dan karena persediaan makannya sudah habis, Karin pun mengambil ATM yang sudah Laila siapkan ketika Karin akan berbelanja dan sangat berbeda dengan biasanya, Karin yang sekarang tidak menghemat.
"Sekarang Mama tidak kekurangan uang lagi, dia istri orang kaya sekarang!" kata Karin yang sedang menatap kartu ATM tersebut.
Baru saja Karin keluar dari rumah, ia melihat ayahnya yang sedang berdiri di depan pintu.
Karin dan Hendru duduk bersama di teras, keduanya duduk di lantai bersama, Karin juga membuatkan kopi, bukan tanpa tujuan, kedatangan pria malas itu bertujuan untuk menghasut Karin setelah mendengar pernikahan Laila.
"Kamu lihat, Mamamu, dia menikah lagi, apa yang Papa katakan adalah benar, kalau Mama kamu berpisah dengan Papa itu karena ada pria lain, semoga, setelah ini kamu dapat melihat siapa yang tersakiti!"
Setelah mengucapkan kalimat itu, Hendru menyeruput kopi hitam buatan Karin dan Karin yang sedang bimbang antara percaya siapa itu hanya bisa diam saja.
Siang telah berlalu dan karena keadaan sedang tidak baik, Laila dan juga Bram hanya bertemu untuk makan sore, setelah itu kembali ke rumah masing-masing.
Laila yang diantarkan oleh Bram itu melihat ke arah jendela kamar Karin, Laila melihat boneka yang baginya menyeramkan itu sedang menatapnya.
Bram yang melihat Laila seperti ketakutan itu menyentuh tangannya.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Bram dan Laila segera tersadar, ternyata di jendela itu tidak ada apapun.
Laila sendiri merasa tidak mungkin untuk bercerita karena Bram mungkin saja akan menertawakannya.
Stelah itu, Laila memberikan senyumnya sebelum turun dari mobil dan Bram pun mengecup kening istrinya itu.
"Jangan lupa berdoa, supaya hati anak-anak kita menjadi lembut dan menerima keputusan kita," kata Bram dan Laila pun mengangguk.
****
Setelah itu, Bram memilih kembali ke hotel dan tanpa Bram sadari kalau di bangku belakang mobilnya itu ada boneka.
Boneka yang akan meneror Bram, bagi Lusiana, Bram adalah penyebab dari kesedihan Karin.
Dan Bram yang sekarang sudah berada di ruangannya itu mendengar suara air dari kamar mandi, Bram pergi untuk melihatnya dengan melongok, tidak ada apapun dan Bram harus menjerit kesakitan saat pintu itu tertutup dengan kencang.
Tentu saja apa yang Bram alami itu membuat lehernya patah dan harus menggunakan penyangga leher.
Apa yang Lusi lakukan itu membuatnya senang dan ingin terus melukai Bram sampai akhirnya pria itu tak tertolong.
Dan benar saja, Lusiana tak berhenti mengikuti Bram.
Bram yang sekarang sedang ada di rumahnya itu mendapatkan pertanyaan dari Alexia yang melihat boneka ada di depan pintu kamarnya.
"Pi? Ini punya siapa? Alexia menyukainya, bolehkan ini untuk Lexia?" tanya Alexia yang kemudian masuk ke kamar Bram.
Bram yang merasa tidak membeli itu pun bertanya-tanya dari mana asalnya boneka itu dan Bram berpikir kalau itu adalah boneka milik Laila yang ia belikan untuk Karin.
"Jangan, itu bukan punya Papi," kata Bram dan Bram menyuruh Alexia untuk mengembalikan boneka itu ke mobil.
"Apakah ini punya Laila?" tanya Alexia seraya menunjukkan boneka yang ia pegang.
Bram ingin menjawab iya, tetapi tak tega pada Alexia.
Apakah Bram dan Alexia akan selamat dari dendam Lusiana?
Jangan lupa like dan komen, ya, all.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!