Cinta untuk Ayunda (1)
Seorang perempuan terlihat gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin membasahi keningnya. Rambutnya pun tampak sedikit basah saking banyaknya keringat.
" Astaghfirullah", ia akhirnya terbangun dari mimpi buruknya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Tangannya lalu mengusap dada demi nenetralkan debaran jantungnya. Air minum di atas nakas segera di raihnya untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Nafasnya masih tidak teratur saat air itu habis.
" Ya Allah, sampai kapan aku harus mengalami mimpi buruk ini", gumannya lirih.
Di lihatnya ke arah samping dimana terdapat sesosok mungil yang tertidur dengan damai. Tidak terganggu sedikitpun dengan pergerakannya.
Dialah satu-satunya penguat bagi Ayunda. Wanita yang baru terbangun dari mimpi buruknya itu.
" Apapun yang terjadi kedepannya, kamu akan tetap jadi prioritas bunda. Bunda sayang kamu", di usapnya kepala sang buah hati.
Ayunda Ayuningtyas adalah seorang ibu dari anak laki-laki berusia empat tahun yang bernama Alif Permana. Dia bukan seorang janda namun bukan pula seorang gadis.
Lima tahun yang lalu, seseorang menculiknya. Entah siapa dan dengan motif apa orang itu melakukannya.
Ayu di bius saat perjalanan pulang dari tempat kerja. Saat itu ia lembur dan tidak menemukan angkutan umum untuk pulang. Akhirnya, sambil menunggu ia berjalan menyusuri trotoar. Hingga seseorang membekap hidung dan mulutnya. Tak lama kemudian, Ayu merasakan pusing dan pandangan matanya kabur hingga akhirnya ia kehilangan kesadaran.
Ayu tersadar saat berada dalam Kungkungan seorang pria yang telah menyelesaikan h@sratnya. Kepalanya masih pusing, namun samar-samar mendengar pria itu berkata.
" Aku akan bertanggung jawab," ucapan lirih itu terdengar samar-samar di telinga Ayu.
Ayu tak ingat lagi apa yang terjadi. Saat ia benar-benar sadar, ia sudah ada di dalam sebuah mobil. Mobil milik sebuah keluarga yang sedang melakukan perjalanan ke kampung untuk menjenguk orang tuanya.
Mereka bilang, mereka menemukan Ayu tak sadarkan diri di pinggir jalan. Karena keluarga itu sedang terburu-buru, akhirnya mereka pun mengajak serta Ayu ke kampung.
Disinilah ayu berada sekarang. Ia tinggal bersama seorang perempuan paruh baya yang tidak lain adalah ibu dari orang yang menolongnya.
Ayu bersyukur, Bu Maryam mau menerima Ayu yang notabene hanyalah orang asing. Bu Maryam mengatakan ia teringat adiknya Tika yang mengalami nasib hampir mirip dengan Ayu. Di p3rkosa dan akhirnya depresi hingga membuatnya memilih mengakhiri hidupnya.
Bu Maryam tidak ingin Ayu bernasib seperti anaknya. Karena itulah ia bersedia menerima Ayu bahkan mengajak Ayu tinggal di rumahnya.
" Kamu masih mimpi buruk, nak?", tanya Bu Maryam yang melihat Ayu ke dapur membawa gelas kosong.
" Iya, Bu", jawabnya lesu.
Sebenarnya mimpi itu bukanlah sekedar mimpi. Ia adalah potongan rekaman ingatan Ayu saat seseorang mengambil mahkotanya. Entah kenapa, ia seperti kaset kusut yang terus berputar dan datang ke dalam mimpi Ayu.
Nenek Maryam hanya bisa mengusap pundak Ayu yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
" Kamu tidak ingin ke kota untuk mencari pria itu? Bukankah kamu bilang dia berjanji untuk bertanggung jawab?, Bu Maryam memberi nasihat.
" Aku tidak yakin, Bu. Aku takut kata-kata tanggung jawab tidak benar-benar pria itu katakan. Namun hanya halusinasiku saat setengah sadar", lirihnya.
Ayu yakin itu bisa saja halusinasi saja. Kalau pria itu memang berniat bertanggung jawab, pasti ia tidak mungkin di temukan pingsan di pinggir jalan. Karena yang ia ingat, ia ada di sebuah kamar yang bagus. Entah itu kamar di sebuah rumah atau sebuah hotel, ia tak tahu.
Di kota, di sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi, seorang pria sedang sibuk dengan Laptopnya. Berkas-berkas menumpuk di atas mejanya.
Suara gaduh membuat ia terganggu dan melihat ke arah pintu yang dibuka paksa.
" Maaf Pak, nona Jasmine memaksa masuk", Linda sang sekretaris menunduk meminta maaf atas ketidak mampuannya menahan Jasmine agar tidak masuk ke ruangan atasannya.
"Tidak apa-apa," jawab sang bos. " Jadi, ada perlu apa kau kemari?", tanya Arka ketus.
" Arka, tidak bisakah kau bersikap baik padaku? Setelah kau mengambil mahkota yang ku jaga, kau membuangku begitu saja?", ucap Jasmine berpura-pura sedih.
"Sudah ku bilang, kamu tak perlu berakting di depanku. Kamu bukan dia", geram Arkana.
" Bagaimana kau tahu sementara kau dalam pengaruh obat?", Arka terkekeh mendengar pertanyaan Jasmine.
" Darimana kamu tahu aku dalam pengaruh obat?", Arka balik bertanya.
" Itu,, itu aku tahu dari Bara asisten mu," jawabnya yakin.
" Jangan berbohong nona, saya tidak pernah mengatakan apapun pada anda. Jangan berpikir untuk mengdu domba kami", tiba-tiba seseorang masuk tanpa mengetuk pintu. Dialah Bara asisten pribadi Arkana.
" Dasar asisten tidak tahu sopan santun. Masuk tanpa mengetuk pintu dulu," geram Jasmine.
" Tuan Arka memang tak pernah meminta saya untuk mengetuk pintu kecuali dia sedang ada tamu penting. Sementara anda kan tamu tak di undang," ejeknya.
Jasmine semakin geram melihat sikap Bara yang berani padanya. Tapi, ia pun tak bisa melakukan apa-apa sebab Arka terlihat tak keberatan sama sekali.
" Aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah mengaku-ngaku. Aku tahu kartu As mu. Kau kira aku tak tahu bahwa kejadian itu adalah ulahmu? Kau memberikan ku obat itu dan kau pula yang mengumpankan seorang perempuan yang aku tak tahu keberadaannya saat ini" Arka melihat ke arah Jasmine dengan tatapan mengintimidasi.
" Lalu kau mengaku aku telah merenggut mahkota mu?", diam sejenak. " Cih, kau salah mengambil lawan, Jasmin!", bentak Arka.
" Bagaimana mungkin aku melakukan itu?", tanyanya memberanikan diri. Walaupun pada kenyataannya Jasmine takut setengah mati.
" Aku punya buktinya. Jangan kau pikir aku hanya menggertak ", Jasmin semakin takut.
" Pergilah dan temukan dia sebelum aku menemukannya lebih dulu. Karena jika itu sampai terjadi, kau tahu sendiri akibatnya ", Arka tersenyum sinis.
Jasmine yang ketakutan segera pergi dari sana. Ia melangkah dengan tergesa-gesa sambil mencoba menelpon seseorang.
" Kau baru berniat mencarinya sekarang?", Bara bertanya. "Apakah tidak terlambat?".
Arka diam. Dia berdiri ke arah jendela dan melihat ke luar dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celananya.
" Mungkin saja terlambat. Tapi, daripada tidak sama sekali," jelasnya. "Kau tahu Bara, aku selalu di datangi seorang anak laki-laki yang masih kecil. Dia marah padaku, dia bilang dia membenciku karena tidak mencarinya", ucapnya menghembuskan nafas dengan kasar.
" Mungkin itu hasil dari benih premium mu ", Bara malah menjawab dengan sedikit bercanda.
" Bagaimana kalau benar hari itu menghadirkan seorang anak di antara aku dan dia. Aku pikir dia selicik Jasmine yang ingin menjebakku demi harta. Namun ternyata, dia juga sama-sama korban seperti kiu", Arka kecewa pada dirinya sendiri yang terlalu cepat mengambil kesimpulan. Menganggap wanita pada malam itu berniat menjebaknya hanya karena Jasmine dalangnya.
" Dan kau baru sadar bahwa kau salah, bukan begitu? ", Arka hanya mengangguk membenarkan. " Itulah kenapa aku selalu memintamu membaca semua hasil penyelidikan yang dilakukan oleh orang kepercayaan kita", kesal Bara pada bos sekaligus sahabatnya itu.
Sakha kembali melihat map berisi hasil penyelidikan terhadap seorang perempuan yang bernama Ayunda Ayuningtyas.
" Aku akan segera menemukan mu dan memenuhi janjiku waktu itu", gumamnya pelan.
Cinta Untuk Ayunda (2)
Arka kembali melihat map berisi hasil penyelidikan terhadap seorang perempuan yang bernama Ayunda Ayuningtyas.
" Aku akan segera menemukan mu dan memenuhi janjiku waktu itu", gumamnya pelan.
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Jasmine terburu-buru masuk ke dalam sebuah restoran. Ia langsung menuju suatu ruangan yang ternyata sudah ada seorang wanita paruh baya di dalamnya.
" Ma, ini gawat. Benar-benar gawat," Jasmine menyimpan tasnya dan segera duduk. Ia tak sabar ingin menyampaikan berita yang ia bawa.
" Gawat kenapa?", tanya Mawar ibunya Jasmine.
" Kak Arka sudah tahu kalau aku yang menjebaknya saat itu", jelas Jasmine
" Bagaimana bisa?", Bu Mawar terperanjat kaget.
" Aku gak tahu , Ma. Dia bahkan tahu wanita yang menghabiskan malam dengannya bukan aku. Dia bilang kalau kita tidak menemukan orang itu lebih dulu sebelum Kak Arka, perusahaan ayah taruhannya", jelas Jasmine lagi.
Bu Mawar diam sejenak. Ini tidak bisa di biarkan. Ia tak boleh membiarkan perusahaan sang suami bangkrut. Karena itu berarti ia akan kehilangan kemewahan yang selama ini ia rasakan.
" Kalau gitu, kita harus ganti rencana", ucapnya dengan tersenyum penuh arti. Otak liciknya mulai memberi ide.
" Maksud Mama?", Jasmine di buat bingung.
" Kita ikuti kemauan Arka. Menemukan Ayu lebih dulu dari dia dan membawa kehadapannya", jelasnya lagi tanpa beban.
" Ma, aku gak mau Maam bawa Ayu pulang. Kita sudah susah-susah menyingkirkannya. Tinggal selangkah lagi aku akan dapat semua warisan ayah. Lagi pula Ayah gakkan semudah itu menerima Ayu setelah dia percaya pada kebohongan kita", jelas Jasmine. " Aku juga gak mau kehilangan Kak Arka", tambahnya.
" Lalu kau mau apa ? Mau perusahaan bangkrut dan hidup melarat?", tanya Bu Mawar sedikit berteriak.
Jasmine tersentak. Ia hanya menggeleng. Ia tak mau hidup sudah lagi. Kehidupannya yang sekarang sudah seperti impiannya.
" Kalau begitu cari Ayu, maka kita akan aman", suara Bu Mawar kembali biasa.
" Tapi, itu artinya aku gak bisa dapetin kak Arka, Ma?", rengek Jasmine.
" Cari laki-laki kaya yang lainnya. Arka tidak mudah dibkelabui. Realistis saja", jelas Bu Mawar acuh.
Mendapatkan menantu kaya memang keinginannya. Tapi, ia pun harus realistis. Tetap menjadikan Arka targetnya hanya akan berakhir dengan kehancurannya. Lebih baik mencari aman saja.
" Tapi, Ma..."
" Sudahlah, jangan sampai semua usaha kita sia-sia hanya karena seorang Arkana", Jasmine yang kesal hanya mendelik ke arah ibunya.
Setelah di rasa mendapatkan solusi untuk masalahnya, Bu Mawar dan Jasmine langsung memesan makanan yang tentunya sangat mewah yang biasa mereka pesan. Mereka pun menikmatinya tanpa peduli lagi dengan pembahasan yang baru saja mereka bicarakan.
Bu Mawar adalah ibu tiri Ayu. Dia menikah dengan ayahnya Ayu yang bernama Pak Hendra saat masih beristrikan ibunya Ayu. Bu Mawar memang melakukan berbagai cara untuk merayu Pak Hendra sampai akhirnya terjadi hubungan terlarang. Bujuk rayu Bu Mawar pula yang membuatnya berhasil menjadi istri kedua dan menghancurkan hubungan Pak Hendra dengan istri pertamanya yang bernama Retno Wulandari.
Hingga akhirnya Bu Retno meninggal karena sakit. Ayu saat itu berusia tujuh belas tahun saat ayahnya memutuskan menikahi Bu Mawar yang merupakan seorang janda yang memiliki seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dua tahun dari Ayu, yaitu Jasmine.
Ibu dan kakak tirinya memang bermuka dua. Mereka pandai sekali berakting di depan ayah Ayu. Apapun yang mereka katakan selalu di telan mentah-mentah oleh ayahnya sampai akhirnya ayahnya memperlakukan ayu dengan sangat buruk berbeda dengan sikapnya pada anak tirinya.
Semua fasilitas yang biasanya Ayu dapatkan saat sang ibu masih ada di ambil kembali. Bahkan ia tak di biayai untuk berkuliah yang akhirnya membuat Ayu bekerja untuk bisa kuliah. Namun, kejadian malam itu pada akhirnya membuat Ayu harus berhenti kuliah.
Beberapa hari setelah Ayu tinggal di kampung, ia pernah menghubungi sang ayah berharap ayahnya mau menolongnya. Namun, baru mengatakan bahwa yang menelpon adalah Ayu, caci maki langsung keluar dari mulut sang ayah. Ia berkata Ayu adalah wanita mur@han karena mau menjual kehormatannya dengan bukti foto yang ia dapatkan dari Jasmine.
Ayu yang merasa sakit hati langsung menutup telpon dan tak lagi mempedulikan apapun mengenai sang ayah. Hingga akhirnya ia mendapati dirinya yang tengah berbadan dua. Malam itu nyatanya telah berhasil menghadirkan janin di dalam rahimnya.
***
Pagi menjelang, Ayu membantu Bu Maryam membersihkan rumah dan menyapu halaman. Halaman yang luas dan di tumbuhi banyak pohon membuat udaranya semakin sejuk.
Selesai dengan aktivitas paginya, Ayu, Bu Maryam dan juga Alif yang sudah mandi dan tampak tampan duduk di teras sambil menikmati pisang goreng.
" Nak Ayu, kalau ibu pergi kamu ikut Mbak Tika ya ke kota. Tinggal sama mereka", pinta Bu Maryam tiba-tiba.
" Memangnya ibu mau kemana?", tanya Ayu bingung.
Bu Maryam diam, ia tidak menjawab. Namun hanya tersenyum.
" Ibu mau istirahat dulu. Akhir-akhir ini Ibu kurang enak badan. Nanti Kalau sampai adzan Dzuhur ibu belum bangun, tolong bangunkan ya?", pinta Bu Maryam tersenyum. Ia segera berlalu dan masuk ke dalam kamar.
Di depan rumah, Ayu menemani Alif bermain bola. Ia menjadi penjaga gawang dan Alif yang menendang bola.
Setelah Alif merasa lelah, dia meminta berhenti bermain.
" Alif haus, Bun", keluh sang anak sambil duduk di atas lantai dengan meluruskan kakinya.
" Sebentar ya. Bunda ambilkan dulu", Ayu berjalan ke arah dimana ia meletakkan teko dan beberapa gelas yang masih bersih.
Ayu memberikan gelas berisi air itu kepada Alif.
Ponsel Ayu berbunyi. Ayu mengangkatnya dan mengucapkan salam.
" Bu Maryam sedang istirahat, mbak. Nanti saja setelah Dzuhur mbak telpon lagi, ya. Ibu minta di bangunkan untuk sholat katanya kalau sampai Dzuhur belum bangun juga", jelas Ayu kepada Mbak Tika yang tidak lain adalah anaknya Bu Maryam.
"Ya sudah, nanti mbak telpon lagi ya. Assalamu'alaikum", Mbak Yuni menutup telpon.
" Wa'alaikumsalam", Ayu langsung menyimpan kembali benda pipih itu ke saku gamisnya.
Ia kembali menemani Alif bermain. Kali ini, Alif bermain Lego. Lego pemberian suami Mbak Ayu saat ulang tahun Alif yang ke empat tahun beberapa bulan lalu.
Alif sibuk membuat bentuk pesawat, lalu bentuk robot, juga bentuk mobil truk. jika Lego yang di butuhkan kurang, ia membongkar kembali Lego yang sudah selesai ia bentuk tadi untuk membuat bentuk yang baru.
Ayu melihatnya kagum. Hanya berbekal gambar berisi contoh bentuk-bentuk yang bisa di susun dari Lego, sang buah hati mampu menirunya tanpa merengek minta di buatkan.
Adzan Dzuhur berkumandang. Seperti permintaan Bu Maryam, Ayu mengetuk kamar mencoba membangunkan. Namun, beberapa kali di ketuk tidak ada sahutan sama sekali. Padahal Bu Maryam bukanlah orang yang sulit di bangunkan saat tidur seperti ini.
" Bu, Ayu masuk ya", Ayu membuka pintu perlahan. Dilihatnya Bu Maryam yang masih tidur dengan tenangnya.
" Bu, sudah Dzuhur, sholat dulu", Ayu mengusap-usap lengan Bu Maryam berharap gerakan kecil itu bisa membuatnya bangun.
Namun nihil, Bu Maryam tak bergeming. Ayu merasa ada yang aneh.
Deg
Cinta Untuk Ayunda (3)
" Bu, sudah Dzuhur, sholat dulu", Ayu mengusap-usap lengan Bu Maryam berharap gerakan kecil itu bisa membuatnya bangun.
Namun nihil, Bu Maryam tak bergeming. Adel merasa ada yang aneh.
Deg
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Ayu menggenggam tangan Bu Maryam, ternyata dingin.
Deg ...Deg... Deg...
Perasaan takut tiba-tiba menghampiri Ayu. Pikiran buruk pun mulai terbayang.
" Semoga ini tidak seperti apa yang aku pikirkan", gumam Ayu dengan perlahan mendekatkan telunjuknya ke hidung Bu Maryam untuk mengetahui apakah masih bernafas atau tidak.
Air mata ayu mulai menetes menyadari Bu Maryam sudah tidak bernafas. Tergesa-gesa Ayu segera berlari ke rumah Bu Nani, adiknya Bu Maryam yang rumahnya tepat di sebelah rumah.
" Assalamu'alaikum. Bi Nani! ", panggil Ayu sambil mengetuk pintu.
Air matanya mengalir deras. Badannya pun terasa lemah, namun Ayu mencoba kuat.
" Bi Nani, ini Ayu, Bi!.", teriak Ayu sambil mengetuk pintu di sela-sela tangisnya.
Bu Nani yang saat itu sedang menunaikannya shalat di kamarnya, segera berlari membukakan pintu.
" Astaghfirullah, Ayu. Kamu kenapa, nak?", tanya Bu Nani panik melihat Ayu yang menangis.
" Sini duduk dulu!", Bu Nani menarik lengan kanan Ayu dan mengajaknya duduk di kursi kayu yang ada di depan rumah.
Ayu menahan tangannya. Ia menggenggam tangan Bu Nani dengan tangan kirinya.
" Bu Maryam, Bi. Bu Maryam", ucap Ayu dengan nada bergetar dan menggelengkan kepalanya.
Melihat Ayu yang demikian, Bu Nani langsung berlari ke arah rumah Bu Maryam dengan masih memakai mukenanya.
Pak Yanto yang baru pulang dari kebun pun ikut menyusul istrinya saat melihat istrinya berlari tergesa-gesa ke rumah Bu Maryam.
Sekalipun ia belum tahu apa yang terjadi, namun melihat bagaimana istrinya berlari ke rumah Bu Maryam dan melihat Ayu yang menangis dan terduduk di lantai selepas istrinya pergi, ia yakin sesuatu yang buruk sedang terjadi.
***
Hari menjelang sore. Rumah Bu Maryam mulai penuh dengan keberadaan para tetangga yang datang untuk berbela sungkawa.
Jasad Bu Maryam sendiri sudah selesai dimandikan dan terbungkus kain kafan.
Bu Nani dan Pak Yanto yang mengecek kondisi Bu Maryam tadi memastikan bahwa Bu Maryam memang telah tiada. Karena itu, Pak Yanto segera membuat laporan ke RT setempat agar segera di umumkan melalui masjid mengenai meninggalnya Bu Maryam.
Sementara Bu Nani mulai membereskan ruang tamu di bantu para tetangga yang mulai berdatangan saat mengetahui info itu dari Pak Yanto yang berpapasan dengan mereka di jalan.
Ayu sendiri menghubungi Roni, suaminya Tika. Ia mengurungkan niatnya menghubungi Tika sekalipun saat itu Tika menelponnya sesuai janjinya yang akan menelpon setelah adzan Dzuhur. Ayu takut dengan kondisi Mbak Tika jika ia memberitahukan kebenarannya.
Ayu pun menjelaskan apa yang terjadi pada Bu Maryam kepada Roni. Roni mendengarkan dan berkata akan segera pulang kampung bersama Tika dan anaknya Zaki yang berumur 7 tahun.
Ayunda duduk di samping jenazah Bu Maryam sambil memangku Alif. Dengan suara lirih ia membaca surat Yasin.
Para pelayat pun ada yang ikut serta membaca surat Yasin juga ada yang melakukan shalat jenazah.
Jenazah Bu Maryam sendiri memang sudah selesai di mandikan dan dikafani. Tentu setelah Mbak Tika selaku anak Bu Maryam memberikan izin.
Mbak Tika sendiri saat melakukan video call terlihat baru menangis. Matanya sembab dan suaranya yang agak serak. Ia hanya meminta agar jenazah sang ibu di kebumikan setelah ia datang.
Jam empat sore barulah keluarga Tika datang. Para tetangga yang melihat langsung menghampiri dan silih berganti memberikan kekuatan dengan kata-kata maupun pelukan seperti yang di lakukan Bu Nani.
Ayu pun bangkit saat saat melihat Tika.
" Mbak, ibu..", Ayu tak mampu meneruskan kata-katanya. Tapi, air matanya sudah mampu mewakili isi hatinya.
" Iya, kita ikhlaskan ya", Tika terlihat tabah. Ia memeluk Ayu dengan erat.
Ayu tak bisa menggambarkan sebesar apa ia merasa kehilangan. Bu Maryam sudah seperti ibunya sendiri. Sangat menyayanginya bahkan orang pertama yang menguatkan hatinya saat Ayu dinyatakan hamil.
Bu Maryam lah garda terdepan yang menjaga Ayu. Ia menghubungi RT dan RW setempat juga para tetangga, lalu menjelaskan bagaimana kondisi Ayu dan meminta izin agar Ayu bisa tetap tinggal disana.
Masyarakat di sana pun dengan tangan terbuka menerima Ayu. Mereka sadar semua bukan keinginan Ayu. Walaupun masih ada yang mencap negatif Ayu, tapi itu tidak jadi masalah. Apalagi selama tinggal bersama Bu Maryam, Ayu bersikap baik. Bahkan cenderung mengurung diri karena meminimalisir bertemu dengan laki-laki.
Trauma membuatnya takut jika berdekatan dengan laki-laki. Awal-awal bahkan sampai pingsan jika ada yang berani untuk memaksa berdekatan dengan Ayu. Apalagi paras ayu yang cantik menarik hati para pemuda di sana. Sekalipun tahu apa yang menimpa Ayu, masih ada yang berusaha mendekatinya.
Kini, setelah lima tahun, akhirnya ia bisa sedikit mengendalikan diri. Walaupun rasa takut itu masih ada terutama jika bertemu orang baru.
***
Seminggu sudah semenjak kepergian Bu Maryam. Rumah sudah tampak kembali seperti semula. Kursi dan meja yang awalnya di rapikan untuk menambah ruang bagi para tetangga yang akan melakukan pengajian, sudah kembali ke posisi semula.
Alif dan Zaki, anaknya Tika sedang bermain bola di halaman. Mereka sudah kembali ceria. Rasa kehilangan juga mereka rasakan apalagi Alif yang terbiasa ada Bu Maryam sesekali masih bertanya tentang Bu Maryam. Namun, kemudian ia ingat bahwa Bu Maryam sudah tiada.
Tika menghampiri Ayu yang sedang duduk di di teras memperhatikan anak-anak bermain.
" Yu, kamu sama Alif ikut Mbak ke kota ya? Tinggal di rumah Mbak", ajak Tika penuh harap.
Ayu diam sejenak, ia menimbang baik buruknya. Jika ia pergi ke kota, cepat atau lambat ia pasti bertemu keluarganya. Bahkan tidak menutup kemungkinan ia akan bertemu ayah dari anaknya.
Kota mengingat luka lama yang sampai saat ini menyisakan trauma.
" Ikut ya!", Tika setengah memaksa. " Sebelum Ibu meninggal , ibu menitipkan kamu ke mbak. Mbak juga gak tega ninggalin kamu sendiri disini", Tika masih mencoba membujuk Ayu.
Mendengar Tika menyebut Ibu, Ayu seketika ingat permintaan Bu Maryam sebelum meninggal.
Nak Ayu, kalau ibu pergi kamu ikut Mbak Tika ya ke kota. Tinggal sama mereka. Bu Maryam
Tika menghela nafas. Dadanya terasa sesak. "Sebenarnya, sebelum Ibu meninggal, kami sempat mengobrol sebentar. Almarhumah minta Ayu untuk ikut Mbak ke kota kalau beliau pergi. Waktu Ayu tanya pergi kemana, beliau hanya tersenyum lalu pergi ke kamar untuk istirahat. Setelah itu Ibu meninggal", diam sejenak. " Ternyata itu permintaan ibu yang terakhir", ucap Ayu sendu.
Tika kembali meneteskan air mata jika mengingat ibunya. "Jadi, bagaimana keputusanmu?".
TBC
...----------------...
Mohon dukungannya. Tinggalkan jejak like, komentar dan subscribe.
Terimakasih 🥰 🥰🥰🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!