Rere berlari menerobos dinginnya angin malam yang begitu menusuk. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya yang cantik. Malam ini adalah malam yang paling menyakitkan dalam hidup Rere. Niat hati ingin memberikan kejutan kepada sang kekasih, justru ia mendapati kekasihnya sedang berkhianat dengan sahabatnya sendiri.
"Dave!!!"
Rere mengingat saat dirinya berteriak penuh amarah demi melihat kekasihnya Dave sedang duduk memangku Karina yang asyik bergoyang diatasnya. Pandangan menjijikan itu sontak membuat hatinya terluka namun tidak berdarah.
"Rere?" Dave begitu kaget melihat sosok Rere yang berdiri diambang pintu dan menatapnya penuh amarah itu.
"Kalian menjijikan, jadi ini alasan kalian tidak datang ke acara ulang tahunku? Kalian berselingkuh, kalian benar-benar keterlaluan!" Teriak Rere memandang kedua anak manusia yang kini sibuk mencari bajunya yang terhempas entah kemana.
"Aku bisa jelaskan Re, kamu hanya salah paham." Dengan terpincang-pincang, Dave memakai celananya lalu menghampiri Rere.
"Salah paham kamu bilang Dave? Kau pikir aku buta? Bahkan de sa han kalian berdua sudah terdengar begitu aku masuk tempat sialan ini!" Rere semakin berang, ia tanpa ragu menampar Dave dengan keras.
Pria yang dia percaya dan dicintai dengan tulus, ternyata tidak lebih dari seorang ba ji ngan. Padahal selama ini apapun yang Dave minta selalu ia turuti dan ia usahakan menjadi kekasih yang baik untuk Dave. Tapi nyatanya pria itu tidak cukup jika hanya mencintainya saja.
"Re, kamu nggak usah munafik deh. Ini salah kamu juga tahu, Dave jadi kayak gini gara-gara kamu nggak pernah ngasih kebutuhannya. Pria bukan sekedar butuh cinta Re, come on." Karina wanita tidak tahu diri itu tiba-tiba ikut menyahut.
Rere mengalihkan pandangannya kearah Karina, tangannya mengepal begitu erat. "Oh, jadi ini alasannya? Kau berselingkuh dariku hanya karena wanita ini mau membuka kakinya untukmu? Fix, kau memang ba ji ngan Dave. Terimakasih sudah membuat mataku terbuka, sekarang aku tahu siapa lawan dan siapa kawan. Kalian berdua tidak lebih dari seseorang yang hina dari semua yang terhina di dunia ini," ucap Rere mengusap air matanya kasar.
Sebelum ia benar-benar pergi, ia sempat mengacungkan jari tengahnya kepada dua manusia tukang selingkuh itu.
Mengingat pengkhianatan dari orang terdekatnya itu, membuat hati Rere semakin sakit. Ia tidak punya siapapun lagi, ia juga tidak tahu kemana ia harus pergi. Ia datang jauh-jauh dari Jakarta ke pulau Bintan hanya untuk kekasihnya. Ia bahkan rela membuka tabungan yang seharusnya ia jadikan modal usaha Ibunya untuk datang kesana.
"Semua ini gara-gara Dave sialan itu. Dia harus membayar mahal hari ini," gumam Rere berdecak begitu kesal.
Malam itu Rere berjalan tanpa arah tujuan, hingga pada akhirnya langkah kakinya membawanya ke sebuah bar pinggir pantai yang terletak di samping hotel tempatnya menginap.
"Berikan aku minuman," ucap Rere pada seorang bartender yang berjaga.
Entahlah, malam ini ia hanya ingin melupakan sejenak rasa sakit hati yang kian merajalela. Mungkin dengan sedikit minum bisa membuatnya lebih tenang.
"Apa minuman ini bisa cepat membuat orang mabuk?" tanya Rere menatap minuman yang diberikan bartender itu.
"Tentu saja tidak, Nona. Anda harus minum 1 sampai 2 botol jika ingin mabuk," jawab bartender itu.
Rere mengangguk, ia segera menegak minuman yang berwarna kuning kecoklatan itu. Rasa panas langsung menyerang kerongkongannya begitu minuman itu masuk ke mulutnya. Meski aneh, Rere tetap meminumnya hingga ia benar-benar mabuk.
Dengan langkah sempoyongan, Rere kembali ke hotel tempatnya menginap. Kepalanya sudah berdentam-dentam pusing dan mulutnya mulai merancau tidak jelas. Ia beberapa kali menabrak apa saja yang di depannya. Ia juga beberapa kali mendobrak pintu yang entah kamar siapa.
"Aduh, kamar aku mana sih," rancaunya dengan mata yang setengah terpejam.
"Dave, kamu dimana? Aku datang ... " Rere terus merancau sepanjang langkahnya menuju kamar.
Namun, karena efek mabuk, ia malah menggedor semua pintu yang ada hingga ia menemukan satu pintu yang terbuka untuknya.
"Sayang ... kenapa lama sekali membuka pintunya," ucap Rere tanpa ragu langsung memeluk pria yang berdiri didepannya.
"Siapa kau? Pergi darisini!" Aldin berseru kaget saat wanita itu tiba-tiba memeluk dirinya.
"Pergi kemana? Kenapa kau mengusirku? Apa kau sudah tidak mau denganku lagi? Aku mencintaimu, Dave," ucap Rere mengira jika pria yang berada di pelukannya ini adalah Dave kekasihnya.
"Lepaskan, aku tidak mengenalmu." Aldin terpaksa melepaskan tubuhnya dengan kasar tapi Rere malah mengeratkan pelukannya.
"Aku tidak mau! Kau itu hanya milikku, aku tidak akan melepaskanmu." Rere semakin menjerit dan memeluk Aldin dengan erat.
"Aku sudah menciummu, aku rela memberikan semuanya untukmu tapi kenapa kau harus memutuskan ku! Kau jahat! Apa yang aku berikan selama ini tidak cukup untukmu? Sekarang ambil semuanya! Ambil semuanya Dave! Ambil milikku yang tidak berharga ini" kata Rere itu seraya menangis keras, ia tanpa ragu langsung mencium bibir Aldin dengan begitu panas.
Aldin sendiri ingin menolak tapi tubuhnya berkata lain, ia menendang pintu kamarnya dengan keras lalu memperdalam ciuman mereka. Ini semua juga bukan salahnya, salah Rere yang pertama kali mendatanginya dan menyerahkan dirinya.
Aldin semakin berani saat Rere membalas ciumannya, wanita itu tidak segan membuka kancing kemejanya membuat ia terpancing untuk menurunkan ciumannya ke leher jenjangnya.
"Ah ... Dave ... ." Rere men de sah lirih, ia menjambak rambut Aldin yang kini bermain-main di dadanya.
Keduanya larut dalam ciuman dan sentuhan panas yang membuat keduanya terpancing ingin melakukan hal lebih lagi. Aldin dengan tak sabar langsung mendorong tubuh Rere ke ranjang dan kembali memberikan sentuhan-sentuhan yang membuat Rere semakin blingsatan.
"Dave, touch me now," pinta Rere memandang Aldin dengan tatapan sayu nya.
Aldin sendiri juga sudah dikuasai nafsu bercampur rasa sakit hati. Ia tanpa ragu menuruti keinginan Rere. Ia mencium bibir Rere kembali seraya melakukan penyatuan.
"Sakitttttt!" Rere memekik seraya mencengkram lengan Aldin begitu kuat saat pria itu merobek miliknya.
"Oh shitttt!" Aldin mengumpat demi menyadari jika wanita yang berada dibawah Kungkungan nya masih perawan.
"Sakit," ucap Rere kembali menangis saat Aldin terus memaksa menerobos dinding sempit itu.
"Kau yang memulainya, jadi jangan salahkan aku jika tidak akan menghentikannya," ucap Aldin mencium bibir Rere seraya memeluknya erat, ia mendorong kembali miliknya dengan lebih kuat hingga ia merasakan cengkraman tangan Rere semakin kuat dan ia berhasil merenggut kesucian Rere yang selama ini dijaga dengan susah payah.
Rere hanya bisa menangis, namun tidak lama karena efek alkohol dan Aldin juga tidak terlalu kasar menyentuhnya. Rasa sakit yang ia rasakan tadi berubah dengan de sa han penuh kenikmatan. Bahkan semalaman penuh keduanya asyik menggali kenikmatan surgawi hingga keduanya lelah dan tidur berpelukan.
Mereka sama sekali tidak tahu jika apa yang dilakukannya itu akan menjadi akar dari sebuah masalah.
******
Hai Hai, kembali lagi dengan cerita author Virzha.
Mohon dukungan like, komen, vote, dan subscribe nya ya guys ...
Happy Reading all ...
Visual Aldin dan Rere_
Sinar matahari menebus masuk melalui jendela kaca yang sedikit terbuka. Dua anak manusia berbeda jenis kelamin itu tampak masih asyik tertidur dengan tubuh yang saling berpelukan. Rere yang pertama kali bangun menyipitkan matanya, ia mengucek matanya perlahan untuk mengurangi rasa lengket dimatanya.
"Arghhhhhhhh ..." Rere mendesis pelan saat merasakan tubuhnya begitu remuk seperti habis dipukuli habis-habisan, apalagi di daerah intinya.
Rere lalu menatap sekelilingnya dan ia kaget bukan kepalang saat melihat tangan kekar melingkari perutnya. Rere segera menjauhkan tubuhnya dan semakin kaget saat menyadari dirinya tidak menggunakan sehelai benang pun.
"Apa yang terjadi?" Rere mengingat-ingat apa yang semalam telah mereka lakukan.
Sekelebat bayangan ia ingat telah melihat kekasihnya Dave sedang berselingkuh dengan sahabatnya Karina, lalu ia mabuk dan ia ... Rere semakin menutup mulutnya syok saat ia ingat bagaimana pria asing ini menyentuhnya dengan begitu lembut, keduanya larut dalam percintaan panas yang membara hingga mereka tertidur.
"Sialan! Kenapa aku bisa kayak gini sih, aku harus secepatnya pergi sebelum pria ini bangun," ucap Rere bergegas turun dari ranjang.
"Awhhhhh ..." Rere berteriak kecil saat merasakan daerah intinya begitu perih. Pria ini benar-benar sudah merobeknya semalam.
Dengan tertatih-tatih, Rere segera memunguti bajunya, tapi ia berdecak kesal saat tahu jika bajunya sudah robek tak beraturan.
"Bukan hanya merobek milikku, dia juga merobek baju termahal ku. Dasar pria lucnut, semoga kita tidak bertemu lagi nantinya," cetus Rere begitu geram, ia akhirnya mengambil kemeja Aldin lalu memakainya dan pergi dari sana.
Aldin baru terbangun setelah hari hampir siang, ia memijat kepalanya yang terasa sangat pusing. Ia menatap sampingnya seraya mengerutkan dahinya.
"Kemana perginya wanita itu?" gumam Aldin heran, ia melihat bekas tempat tidur yang masih berantakan sebagai saksi percintaan panas semalam.
Aldin lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, dimana masih tertinggal bercak merah muda di kasur. Menjadi bukti nyata jika wanita semalam masih perawan saat ia menyentuhnya. Aldin semakin heran, ia pikir wanita itu akan menangis meminta pertanggungjawaban, tapi ini?
"Aku harus menemukan wanita itu," gumam Aldin mengusap wajahnya kasar.
Seharusnya ia tidak melakukan hal gila ini pada wanita asing itu, karena efek sakit hatinya pada Zoya malah membuatnya berakhir dengan minuman dan melakukan kebodohan sepanjang hidupnya. Padahal sebenarnya Aldin itu bukan tipe pria yang mudah berbuat hal tanpa memikirkan resiko.
Aldin di didik sejak kecil untuk menjadi pria yang bertanggung jawab dan cukup ketat dalam urusan percintaan. Bahkan sampai sekarang umurnya 27 tahun, Aldin hanya pernah jatuh cinta sekali, yaitu pada Zoya. Wanita yang sekarang sudah menjadi istri dari anak atasannya sendiri.
Memikirkan bagaimana Zoya hidup bahagia tanpa dirinya membuat dada Aldin semakin sesak. Tapi ia sudah berjanji kepada atasannya, Tuan Anderson untuk melepaskan Zoya, jadi semalam itu ia benar-benar sudah melepaskan Zoya. Ia tidak mau lagi tahu apa yang terjadi dalam hidup wanita itu, entahlah apakah ia bisa melupakannya atau tidak.
Sekarang sudah waktunya dia kembali ke Negara X untuk memulai semuanya dari awal.
******
Rere melanjutkan hidupnya seperti biasa, setelah kejadian beberapa waktu lalu itu, ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pria asing yang telah menidurinya. Ia juga tidak merasakan perubahan apapun dalam dirinya, jadi Rere merasa dirinya baik-baik saja.
"Rere, hari ini kamu bilang ada jadwal pemotretan, jam berapa berangkatnya?" Terdengar teguran dari seorang wanita paruh baya membuat Rere yang tadinya masih malas-malasan langsung terjingkat kaget.
"Astaga Ibu, Rere lupa kalau hari ini ada pemotretan. Sekarang jam berapa, Bu?" ujar Rere langsung turun dari ranjang.
"Jam 8, memangnya jam berapa pemotretannya?" tanya Melik Ibu Rere.
"Aduh, pemotretannya jam sembilan Bu, mana tempatnya jauh lagi. Aku harus mandi sekarang." Rere menggerutu kesal, ia segera melesat ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Renata Aprilia, wanita yang kerap disapa Rere itu merupakan anak dari pasangan Melik dan Danang. Mereka dari keluarga sederhana yang hanya tinggal di gang biasa. Rere menjalani kehidupan keras sejak kecil dan ia sudah terbiasa bekerja selama ia masih sekolah. Harusnya di umur Rere yang sekarang, ia sudah masuk kuliah, tapi kendala biaya membuat Rere tidak melanjutkan kuliah lagi.
Setiap harinya Rere terbiasa bekerja sebagai photography atau terkadang membantu Ibunya berdagang di warung. Sedangkan Ayahnya sendiri bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik sparepart kota Jakarta.
"Ibu, Rere berangkat sekarang ya. Nanti sore Rere bantuin Ibu di warung, sekarang Rere udah telat," ucap Rere dengan terpincang-pincang memakai sepatunya seraya mendatangi Ibunya yang tengah menyiapkan sarapan di ruang belakang.
Bangunan rumah semi permanen itu begitu kecil, hanya muat beberapa barang saja. Jadi keluarga Rere tidak begitu senang mengkoleksi barang-barang yang menurut mereka tidak berguna, atau lebih tepatnya memang uangnya yang tidak ada untuk membeli barang itu.
"Nggak apa-apa, kamu fokus kerja aja. Sarapan dulu gih," kata Melik tidak keberatan sama sekali.
"Nggak usah Bu, nanti makan disana aja, makanannya pasti banyak karena lagi ada acara besar. Rere berangkat dulu ya, Bu." Rere meraih tangan Ibunya lalu menciumnya seraya berpamitan untuk bekerja.
Rere sudah tidak pernah malu lagi jika ada orang yang menghinanya miskin atau sebaginya. Selama ia tidak merepotkan orang itu, maka ia tidak akan perduli. Lagipula sama-sama makan nasi, kenapa harus takut kepada sesama manusia.
******
Aldin sendiri juga sudah melupakan kejadian di hotel pulau Bintan waktu lalu. Ia kembali dalam dunianya yaitu dunia kerja yang kini sudah menjadi teman hidupnya. Bagi Aldin hanya bekerja yang bisa membuatnya lupa akan wanita yang tidak bisa dimiliknya itu.
"Selamat siang Tuan Aldin," ucap Haven assisten Aldin di kantor terlihat mendatangi pria itu di ruangannya.
"Ya?" Aldin menyahut tanpa menoleh.
"Tuan Anderson baru saja menelepon, beliau mengatakan kalau Tuan Dewa mengalami kecelakaan dan sekarang sedang di rawat di rumah sakit," ucap Haven langsung.
"Dewa kecelakaan?" Aldin begitu syok mendengar kabar itu.
"Benar, Tuan. Sudah dua bulan ini Tuan Dewa koma di rumah sakit," ucap Haven lagi.
"Bagaimana bisa dia kecelakaan? Lalu bagaimana dengan Zoya? Dia sudah melahirkan 'kan?" ujar Aldin dengan wajah paniknya, ia membayangkan bagaimana sedihnya Zoya saat tahu jika Dewa kecelakaan seperti ini.
"Iya sudah, bayinya lahir dengan selamat. Tapi dihari yang sama ternyata Tuan Dewa kecelakaan hingga jatuh koma sampai sekarang," ujar Haven.
Aldin terdiam sesaat, ia sudah berjanji untuk tidak perduli dengan Zoya, tapi mungkin tidak ada salahnya jika ia datang menemui Zoya kali ini. Wanita itu pasti butuh sandaran untuk bisa menerima takdir menyakitkan ini.
"Siapkan penerbangan paling cepat, kita akan ke Jakarta hari ini."
Happy Reading.
TBC.
Aldin tiba di Jakarta saat Dewa masih jatuh koma. Ia melihat sendiri bagaimana wanita itu setiap hari terus menangis diam-diam di sudut rumah sakit. Tapi Zoya selalu mencoba terlihat tegar jika didepan Dewa, belum lagi wanita itu juga harus bolak-balik mengurus anaknya yang masih bayi.
Saat itu benar-benar saat dimana Zoya kalah dan hancur, Aldin tentu tidak tega melihat wanita yang dicintainya selalu bersedih seperti itu. Ia akhirnya nekat untuk menemui Dewa yang sedang koma, ia marah dan memaki-maki pria itu agar pria itu sadar dari tidur panjangnya.
Dan ternyata cara itu berhasil membuat Aldin sedang karena bisa melihat kembali senyuman indah dari wajah cantik Zoya yang telah lama hilang.
"Al, terima kasih sudah mau membantu suamiku sampai bisa sembuh kembali. Aku tidak tahu harus membalas kebaikanmu seperti apa," ucap Zoya memandang Aldin penuh rasa terima kasih.
"Aku tidak melakukan apapun Zoy, ini memang sudah waktunya Dewa sembuh. Dia masih banyak tugas untuk menjagamu dan anak-anak kalian. Bukan malah enak-enakan tidur," seloroh Aldin mencoba mencarikan suasana.
"Ya, aku juga tidak akan rela jika istri dan anakku harus hidup bersamamu," sahut Dewa menanggapi dengan wajah seriusnya.
"Dan apakah kau pikir Zoya akan mau denganku begitu? Aku bahkan berani taruhan, dia pasti akan menolak ku lagi," ujar Aldin tersenyum kecut, meskipun Dewa pergi, Zoya juga tidak akan mau dengannya.
"Baguslah kalau kau sadar posisimu," ujar Dewa tersenyum sombong. Bukankah Aldin sudah mencobanya selama lima tahun? Tapi tidak sedikitpun hati Zoya berpaling dari Dewa.
"Dewa!" seru Zoya memperingatkan, ia tidak mau keadaan memanas jika mereka masih membahas hal yang sama.
"Ya ya baiklah Nyonya besar, aku tidak akan membahas hal ini lagi." Dewa tidak lagi membantah, ia mencium pelipis sang istri sebagai tanda permintaan maafnya.
Aldin sendiri langsung membuang muka saat melihat pemandangan menyakitkan itu.
"By the way Al, aku datang kesini sebenarnya ingin mengundang mu ke acara syukuran kesembuhan Dewa. Kami juga sekalian ingin memberikan nama untuk anak kedua kami," ujar Zoya kembali ke niat awal mereka datang menemui Aldin.
"Kapan acaranya?" Tanya Aldin, ia harus kembali ke Negara X karena sudah cukup lama ia berada di Jakarta.
"Besok Al, kau harus datang pokoknya. Kau tidak ingin bertemu dengan Rayden?" kata Zoya tidak mungkin melupakan bagaimana kebaikan pria ini padanya dulu.
"Ya benar, kau juga sudah lama tidak bertemu dengan Ayah," sahut Dewa ikut menimpali.
"Baiklah, aku akan datang besok." Aldin menyetujui undangan itu, anggap saja sebagai pertemuan terakhir mereka sebelum ia benar-benar pergi ke Negara X.
******
Rere berlari sekuat tenaga begitu ia tiba di perumahan Elit yang menjadi tempat pemotretannya. Sekarang sudah jam 9 lebih dan ia belum tiba di lokasi, ia pasti nanti akan mendapatkan teguran dari seniornya karena datang terlambat.
Setelah ia berlari dan hampir saja menyerah, akhirnya ia tiba di rumah megah yang sedang mengadakan acara itu. Ia langsung menunjukan ID card miliknya agar diperbolehkan masuk. Rere tidak sempat mengagumi bagaimana indahnya dekorasi pesta itu, begitu datang, ia langsung disemprot oleh seniornya.
"Baru asisten aja belagu, belum jadi bos padahal," gerutu Rere kesal jika mengingat seniornya itu, wanita sombong yang suka semena-mena kepada junior seperti dirinya.
"Habis ini acaranya akan dimulai, lu ambil gambar yang bener. Jadi anak baru nggak usah belagu mau cari perhatian sama Bagas," tukas Mitha senior wanita Rere, wanita itu memang menyimpan dendam tersendiri kepada Rere karena pria yang dicintainya dekat dengan Rere.
"Iya, Kak." Rere hanya menyahut malas, sudah terlalu biasa menghadapi kekesalan Mitha yang tanpa sebab itu.
Rere langsung mencoba kameranya setelah ia menyiapkannya. Ia mencoba memfoto beberapa bagian tertentu. Namun, saat ia membidik ke arah taman, kameranya tidak sengaja menyorot seorang pria yang begitu familiar.
"Sial! Dia kan pria itu?" umpat Rere segera berbalik untuk melarikan diri, sungguh ia tidak ingin bertemu pria asing yang telah mengambil kesuciannya itu.
Tapi semuanya terlambat, karena Aldin sudah lebih dulu melihat Rere. Meskipun mereka hanya bertemu sekali, tapi ia tidak akan lupa dengan wanita yang pernah men de sah dibawahnya. Ia sedikit tidak menyangka jika akan bertemu wanita itu disini, padahal ia hampir saja melupakan wanita itu karena sudah dua bulan berlalu.
Sepanjang acara Dewa berlangsung, ia tidak melepaskan tatapan matanya dari sosok Rere yang sibuk membidik jalannya acara.
"Kenapa sih dia ngelihatin aku terus?" Rere rasanya ingin punya kantong ajaib Doraemon agar bisa melarikan dari tempat itu secepat mungkin.
Padahal jika saat bekerja, Rere adalah orang yang sangat betah, tapi kali ini ia benar-benar tidak ingin bertemu Aldin. Ia masih benci dengan kejadian itu, ia benci karena kecerobohannya, ia malah kehilangan satu-satunya miliknya yang paling berharga.
"Kak Bagas, acaranya udah selesai 'kan? Aku langsung balik ya, nanti aku kirim file nya lewat email," ucap Rere terburu-buru memasukan kameranya ke dalam tas.
"Buru-buru banget kenapa? Kamu nggak makan dulu?" Bagas menatap Rere dengan heran, ia tentu hafal kebiasaan Rere yang tidak akan melewatkan makan jika ada acara besar seperti itu.
"Biarin aja sih gas, ngapain juga ngurusin dia," celetuk Mitha semakin tidak suka saja karena Bagas terang-terangan menunjukkan perhatiannya.
Rere hanya memutar bola matanya malas, tanpa menggubris perkataan Mitha, ia segera memakai tasnya lalu pergi meninggalkan tempat itu. Rere keluar dari pintu belakang karena bagian depan penuh dengan tamu.
Namun, saat ia baru saja ingin berbelok keluar dari ruang belakang, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang lalu tubuhnya dihimpit di dalam toilet yang begitu sempit.
"Akhhhhhhh!" Rere berteriak terkejut.
"Diam!" Aldin langsung membungkam mulut Rere dengan telapak tangannya.
Mata Rere membulat sempurna saat melihat sosok pria yang mati-matian ia hindari, kini malah berdiri di depannya. Ia reflek langsung mendorong pria itu dengan kasar hingga tangan Aldin terlepas.
"Mau apalagi kau!" Bentak Rere begitu kesal, tatapan matanya tajam pada pria yang ia nilai sangat kurang ajar itu.
"Oh, aku pikir kau sudah melupakanku, wanita liar," ucap Aldin menatap Rere tidak kalah tajamnya.
"Aku memang sudah melupakanmu, untuk apalagi kau menemuiku? Bukannya kau harusnya senang karena tidak perlu tanggung jawab setelah mendapatkan apa yang kau mau?" ujar Rere mengepalkan tangannya erat, ia marah kepada pria ini, tapi ia lebih marah kepada dirinya sendiri, ia yang sudah lalai hingga ia kehilangan kesuciannya.
"Yang aku mau? Bukannya terbalik? Kau yang lebih dulu mendatangiku, Nona." Aldin mengulas senyum sinis begitu mendengar ucapan Rere.
"Dan apakah kau pikir aku bodoh? Jika kau memang tidak mau, kau tentu tidak akan melakukan hal itu padaku, dasar cabul!" seru Rere semakin emosi saja rasanya.
"Terserah kau mau menyebutku apa. Yang jelas, aku kesini ingin memastikan sesuatu," ucap Aldin tiba-tiba merangsek maju dan mendekatkan dirinya pada Rere.
"Kau mau apa?" seru Rere melotot lebar, ia mendadak begitu gugup saat tubuhnya kembali bersentuhan dengan Aldin, apalagi mencium bau harum dari pria itu.
"Aku harus memastikan kau hamil anakku atau tidak."
Happy Reading.
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!