“Tidak, aku tidak mau menikah dengan tuan David yah, dia terlalu tua untuk menjadi suami ku.” Kenisha menolak dengan keras perjodohannya dengan David.
Meski David adalah pria kaya raya dan penguasa di negara bukit barisan tersebut, namun Kenisha yang baru berusia 17 tahun tidak rela jika harus di persunting pria paruh baya 40 tahun itu.
Bagaimana tidak, itu sama halnya dia menikahi seseorang yang usianya sama dengan ayahnya.
“Kenisha, ayah tidak mau mendengar alasan apapun darimu, lagi pula ayah tidak menjodohkan mu bukan dengan orang jahat, tuan David itu orangnya baik, ayah hanya ingin kau hidup bahagia nak, jangan seperti kita sekarang, coba kau lihat.” mata Wahyu menoleh ke segala sudut ruangan rumah panggung papan mereka, yang luasnya seperti kandang ayam.
“Tapi ayah, aku tidak mencintai tuan David, aku sudah memiliki tambatan hati ayah, tolong jangan paksa aku untuk menikahi dia, kalau ayah merasa tak sanggup untuk memberikan aku makan, aku akan menikah sekarang, tapi harus Leo orangnya,” ucap Kenisha.
Permintaan putrinya membuat Wahyu gusar besar.
“Kau ini bodoh atau apa sih! Leo itu hanya pemuda miskin tidak punya apa-apa, kerjanya juga hanya serabutan, sama seperti ayah dan ibu mu ini!” Wahyu menunjuk ke arah Lilis yang terus menundukkan kepala karena takut akan amarah suaminya yang dari tadi meledak-ledak.
“Tapi aku cinta dia ayah.” Kenisha terus mempertahankan Leo yang sudah menjalin hubungan kasih selama 2 tahun dengannya.
“Kenisha, setelah kau menikah, kau akan tahu, apa perbedaan cinta dan materi! Harusnya kau sadar dengan keadaan kita selama ini, karena ini adalah salah satu contoh mempertahankan cinta, ujung-ujung menderita, kau tak tahu beban batin ayah, kau pikir ayah tidak menangis darah saat melihat anak dan istri ayah sering tidak makan karena tak mampu untuk membeli beras?” mata Wahyu memerah menahan air matanya, ia amat kesel pada putrinya yang tidak mau menuruti perkataannya.
Tes!
Untuk pertama kalinya Wahyu menangis di hadapan seluruh keluarganya, itu semua karena ia tak mampu menahan kepedihan dalam hatinya, sebab ia merasa tak di hormati oleh putri sambungnya.
“Ayah...” seketika Kenisha merasa bersalah.
“Mas, jangan menangis, maafkan Kenisha, dia hanya Belun mengerti keadaan.” Lilis mengelus punggung suaminya.
“Ayah tidak akan memaksa mu lagi nak, tapi sebelum kau pergi ke sawah bu Nani, lihat dulu ke bakul beras yang ada di dapur.” Wahyu yang menangis sesungukan bangkit dari duduknya, ia pun meninggalkan keluarganya menuju ladang Pak Sarto untuk ikut memetik cabai yang sedang panen.
Lilis yang duduk di sebelah Kenisha mulai memberi nasehat pada putrinya.
“Memang dia bukan ayah kandung mu, tapi 7 tahun terakhir dia sudah mengemban tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga, meski ia hanya memiliki satu anak dengan ibu tapi dia tidak pernah membeda-bedakan kalian, Kenisha.” Lilis mengatakan kebaikan suaminya pada putrinya.
“Tapi bu, aku tidak bisa meninggalkan Leo, aku sudah berjanji akan menikah dengannya tahun depan, bu.” Kenisha yang terlanjur mengikat janji dengan sang kekasih merasa berat jika harus meninggalkan Leo begitu saja.
“Kenisha, selagi jalur kuning belum melengkung, kita masih bebas untuk menentukan pilihan,” ujar Lilis.
“Bu, apa gunanya bergelimang harta kalau batin ku tersiksa? Ibu, Leo adalah masa depan ku, meski dia hanya pria miskin tapi dia sangat baik pada ku dia menghormati ku dan menghargai apa yang aku katakan, soal uang bisa di cari ibu.” Kenisha yang naif masih berpikir hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga.
Mendengar jawaban putrinya Lilis mengelus dadanya yang terasa sakit.
“Kebahagiaan batin memang perlu, tetapi perut dan masa depan jauh lebih penting, jika kau memilih Leo sebagai pasangan hidup mu maka kau harus siap melihat anak-anak yang mu yang kemungkinan bernasib sama seperti mu, lihatlah adik mu.” Lilis mengelus kepala Andri yang duduk di sebelahnya.
“Usianya sudah 4 tahun, tapi dia belum bisa bicara dengan benar, sering sakit dan badannya pendek juga kurus, tak seperti teman-teman sebayanya, meski kau hanya lulusan SMP kurasa kau mengerti kalau adik mu ini kurang gizi.” penuturan dari Lilis membuat Kenisha bungkam.
Ia pun menundukkan kepalanya untuk berpikir apa yang harus ia putuskan.
“Tujuan kami menikahkan mu dengannya tidak lain tidak bukan agar kau tidak kekurangan apapun, andai kata adik mu Rohimah di lamar oleh kakek-kakek setelah ia dewasa, ibu dan ayah akan memberikannya, sebab apa? Karena ibu dan ayah ingin kalian bisa hidup layak, tidak seperti sekarang ini! Untuk mencicipi beras saja susah, seminggu mungkin hanya bisa sekali atau dua kali! Selebihnya jika beruntung itu juga dari orang-orang yang tergerak hatinya untuk memberikan kita sedekah! Apa kau mau selamanya seperti ini?!” Lilis membentak putrinya.
Kenisha yang sadar pun hanya geleng-geleng kepala, ia tak sanggup menjawab apa yang ibunya katakan.
“Tuan David juga tidak bodoh Kenisha, dia mau memilih mu, karena kau memiliki wajah yang cantik! Orang terhormat sepertinya bisa mendapatkan siapapun, harusnya kau bersyukur bisa di pinang olehnya, setelah kau jadi nyonya, kami hanya berharap kau mau membagi beras sekarung sebulan, itu saja! Pikirkan dalam-dalam!” setelah cukup memberi penerangan pada putrinya Lilis pun bangkit dari duduknya, sebab ia ada pekerjaan untuk membersihkan kebun bapak kepala desa.
Saat yang tersisa hanya Kenisha dan kedua adiknya, Andri si bungsu memeluk kakaknya yang kini menitipkan air mata.
“Kakak aku lapar, di dapur tidak ada nasi atau pun ubi yang matang.” Andri pun memegang perutnya yang terus berbunyi.
Menyaksikan hal itu, membuat Kenisha makin gelisah, ia pun beranjak menuju dapur terbuka tanpa atap atau pun dinding apa lagi lantai semen yang ada di belakang rumahnya.
Tap!
Saat Kenisha membuka tutup bakul tempat penyimpanan beras mereka ia pun melihat tak ada satu bulir beras pun di sana.
“Hufff.” Kenisha menghela nafas panjang. “ternyata yang ayah katakan benar.”
Selanjutnya Kenisha mencari apa yang bisa di masak di sebuah karung yang biasanya menjadi wadah penyimpanan ubi ataupun kentang.
“Astaga!” Kenisha yang semula berdiri kini malah berjongkok di atas tanah liat tempat ia berpijak.
Ia yang masih pusing memikirkan keadaan mereka tiba-tiba mendengar suara isak tangis dari Andri dan Rohimah yang sudah terlanjur lapar.
Mungkin benar, akan lebih baik jika aku menikahi perjaka tua itu, batin Kenisha.
Kedua adiknya yang masih menangis membuat Kenisha terpaksa memberi tanah liat merah yang biasa di konsumsi orang zaman dulu.
Ia pun mengambil piring plastik berwarna hijau dari atas meja bambu tempat penatakan barang-barang dapur mereka
Kemudian Kenisha menuju perbukitan yang tak jauh dari rumahnya, karena di sana banyak terdapat tanah liat merah.
Sesampainya Kenisha di perbukitan, ia pun memilih tanah yang lembut agar mudah di konsumsi kedua adiknya.
Setelah memenuhi piring plastik yang ada di tangannya, ia pun beranjak kembali menuju rumahnya.
Ketika ia telah berada dalam rumah kedua adiknya masih terus menangis tanpa henti.
“Maaf kalau kakak datangnya lama, ini makanlah.” Kenisha meletakkan piring berisi tanah liat merah itu di hadapan kedua adiknya.
“Terima kasih kak.” ucap Andri dan Rohima.
Tanpa bertanya apa yang ada di atas piring, keduanya malah langsung menyantap dengan sangat lahap seolah itu adalah makanan lezat.
Kenisha yang melihat itu langsung tercengang, ia tidak menyangka jika kedua adiknya menyukai tanah yang sebenarnya tidak untuk makan.
Ya Allah selapar itukah adik-adik ku? batin Kenisha.
Menyaksikan kerakusan adik-adiknya membuat Kenisha sadar bahwa dirinya harus menerima lamaran David.
****************
Tepat pada pukul 19.00 malam Wahyu dan Lilis pulang bekerja dengan membawa beras 1 liter.
“Kenisha, cepat masak nasi ini nak, pasti kalian sudah sangat laparkan nak.” Lilis pun menyerahkan beras yang ada di kantong plastik hijau itu kepada putrinya.
Kenisha yang duduk di atas lantai pun berkata pada ibunya.
“Bu, katakan pada tuan David kalau aku persediaan menjadi istrinya,” pinta Kenisha.
Mendengar keputusan Kenisha Wahyu dan Lilis senang bukan main.
“Kau serius nak?” Lilis menggenggam kedua tangan putrinya dengan sangat erat.
“Iya bu, kalau bisa aku ingin cepat bertemu dengan tuan David.” Kenisha yang ingin segera membantu keluarganya tak ingin menunda terlalu lama Pernikahannya dengan pria kaya raya itu.
“Baiklah, nanti setelah makan malam ayah mu akan ke rumah bapak kepala desa untuk menelpon tuan David.” Lilis yang bersemangat membuat Kenisha bahagia.
Kenisha juga melihat senyum lebar tiada hilang dari bibir ibu dan ayahnya.
“Mungkin ini yang terbaik, maafkan aku Leo, kalau aku meninggal mu demi pria yang lebih mapan.” meski hatinya terasa perih namun kesejahteraan keluarganya adalah prioritas utamanya.
****************
Pukul 22:00 malam, Wahyu yang baru pulang dari rumah bapak kepala desa mulai menceritakan hasil percakapannya dengan tuan David.
“Besok tuan David akan datang kesini,” ucap Wahyu.
Sontak Kenisha dan ibunya melihat satu sama lain.
“Kesini?” Lilis sedikit cemas sebab rumah mereka yang sangat kecil pasti membuat tuan besar itu tak nyaman.
“Ayah, tuan David akan duduk dimana kalau dia berkunjung kesini?” pertanyaan Kenisha sebenarnya sudah ada di benak Wahyu dan Lili.
“Besok kita geler tikar saja di halaman.” ujar Wahyu, karena ia pikir itu adalah solusi yang paling tepat.
“Mas benar juga, tapi kita harus menjamunya dengan apa? Kita kan tak punya uang mas?” Lilis menjadi pusing memikirkan makanan apa yang akan ia sajikan pada calon menantunya.
“Jangan di paksakan ayah ibu, beri apa yang ada saja, kalau dia memang serius ingin menikahi ku pasti dia tidak akan mempermasalahkannya, lagi pula diakan sudah tahu, kalau kita orang susah.” Kenisha tak ingin jika kedua orang tuanya menjadi kesulitan hanya karena seorang pria yang masih akan jadi calon suaminya.
Di samping itu Kenisha juga ingin menguji seberapa tulus perjaka tua itu kepadanya dan juga keluarganya.
“Baiklah.” Wahyu menganggukkan kepalanya, bagaimanapun ia tidak bisa memaksakan diri untuk memberi sesuatu yang lebih baik.
Andaikan ia mau pun, sayangnya tak ada warga yang akan meminjamkan uang kepadanya, sebab Wahyu yang miskin tak mampu membayar hutang tepat waktu hingga membuat orang-orang jera membantunya.
Usai berdiskusi mereka bertiga pun kembali ke kesibukan masing-masing yang mana Lilis dan Wahyu mandi, sedangkan Kenisha memasak nasi di dapur.
1 jam kemudian, setelah nasi dan daun ubi rebus telah matang keluarga kecil itu pun mulai makan bersama.
****************
Keesokan harinya, pada saat Kenisha sedang menyapu halaman tiba-tiba mobil Toyota Alphard silver berhenti tepat di hadapannya.
Sontak Kenisha menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menggerakkan tongkat sapu lidi.
Kemudian seorang pria berseragam dongker atas bawah keluar dari pintu kemudi.
Lalu pria berseragam dongker itu membuka pintu mobil nomor dua yang ada di belakang kemudi.
Ceklek!
Lalu mata Kenisha yang indah melihat seorang pria tampan berpenampilan rapi beraura mahal, tinggi tegap dan juga kekar keluar dari dalam mobil tersebut.
Apa dia tuan David? batin Kenisha.
Ia yang sebelumnya belum bertemu dengan calon suaminya terkejut bukan main.
Pasalnya pria paruh baya yang berusia 40 tahun itu berbeda dari apa yang ia bayangkan.
Alih-alih berpikir David adalah seorang pria yang punya banyak kerutan di muka dan perutnya buncit, ternyata Kenisha salah besar.
Bagaimana tidak, David western ternyata memiliki wajah yang awet muda.
Apa benar dia 40 tahun? Kenapa malah terlihat seperti 27 tahun? batin Kenisha.
Tanpa sadar Kenisha terpaku melihat ketampanan pria matang itu.
Wahyu yang baru datang dari belakang rumah melihat kehadiran David yang tak disambut baik oleh putrinya.
“Astaga! Apa yang dia lakukan.” Wahyu yang takut menyinggung perasaan calon menantunya dengan cepat berlari untuk menyambut kedatangan David.
“Selamat siang tuan, selamat datang di rumah kami yang sederhana.” Wahyu menundukkan kepalanya untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada David yang berkuasa.
Kenisha yang ada di sebelah Wahyu merasa sedih, pasalnya ia sangat kasihan sang ayahnya yang mengambil hati pada pria yang ada di hadapannya.
“Selamat siang juga pak Wahyu, dimana aku bisa duduk?” suara maskulin dari David membuat hati Kenisa bergetar.
Deg!
Ada apa ini? batin Kenisha.
Gadis muda itu bingung apakah yang ia rasakan takut ataukah segan.
“Sebelah sini tuan.” Wahyu yang cekatan menuntun David menuju tikar yang di gelar di bawah pohon rindang tepat di depan rumah gubuk yang jauh dari kata layak.
Sebelum melangkahkan kakinya, David menatap ubun-ubun wanita semampai yang memiliki tinggi 165 senti meter itu.
“Apa kau tidak di ajarkan tata krama oleh kedua orang tua mu?”
Deg deg serr!!
Jantung Kenisha rasanya ingin meledak mendengar perkataan dari calon suaminya.
David sendiri setelah mengutarakan isi hatinya meninggalkan gadis cantik itu menuju tikar anyaman pandan yang ada di bawah pohon rindang.
Kenisha yang sadar jika dirinya bersalah pun balik kanan.
Selanjutnya ia menuju tikar untuk bergabung bersama ayah dan calon suaminya disana.
Saat Kenisha telah duduk di sebelah ayahnya, mata David yang tajam menatap penuh makna dari ujung rambut sampai ujung kaki calon istrinya.
“Cantik, tapi tak terawat.” David yang selalu bicara apa adanya membuat Kenisha dan ayahnya melihat satu sama lain.
“Ini kesalahan saya sebagai ayah tuan, ketidak mampuan sayalah yang membuat dia seperti itu, tapi percayalah tuan, meski putri ku tak punya pakaian bagus dan tak pernah di poles bedak, tapi hatinya tulus, pandai dan sabar merawat orang tua, terpenting dia tak malu bekerja kasar demi membantu perekonomian keluarga.” Wahyu memuji putrinya yang luhur.
David terdiam mendengar jawaban dari Wahyu.
Miskin level S, batin David.
Sedang Kenisha merasa sedih ayahnya berkata demikian pada orang besar yang ada di hadapan mereka berdua.
Ayah enggak salah, ini hanya takdir Tuhan pada kita, batin Kenisha.
Kenisha yang tak ingin mendapat penilaian buruk dari calon suaminya dengan cepat menuang air putih ke dalam gelas yang ada di hadapan mereka bertiga.
Lalu mata David yang tangkas pun memperhatikan apa yang di lakukan calon istrinya.
Dengan jelas ia pun melihat di antara ketiga gelas itu hanya ada satu yang berbahan kaca.
“Kalian benar-benar miskin ya.” kata-kata David membuat Wahyu dan Kenisha tercengang.
Pasalnya pria itu tidak pilih-pilih kosa saat bicara.
Kenisha yang tak tahan dengan penghinaan dari calon suaminya pun mulai angkat bicara.
“Memangnya ada yang bilang kalau kami kaya tuan?” mata Kenisha memerah menahan tangis, ia benar-benar tak terima di perlakukan semena-mena oleh pria tampan yang ada di hadapannya.
Wahyu yang takut kalau pernikahan itu gagal menggenggam tangan putrinya.
Emosi Kenisha yang tadinya memuncak perlahan mulai mereda berkat ayahnya.
“Barusan ayah mu bilang kau adalah orang yang penyabar, apa itu khusus untuk lansia saja?” David menekan-nekan telunjuknya ke tikar pandan yang ada di depan lututnya.
Deg!
Sontak Wahyu merasa seperti senjata makan tuan atas kata-kayanya sendiri.
Saat ketegangan itu masih masih berlangsung, Marwan sang supir pribadi dari pria sukses itu datang membawa 10 tas belanja berbahan plastik tebal kualitas nomor satu ke hadapan David, Kenisha dan ayahnya.
“Maaf tuan, ini mau di taruh di mana?” tanya Marwan pada David.
“Apa masih ada ruangan kosong untuk hadiah yang ku bawa pak, Wahyu?” sikap santai David membuat Kenisha menghela napas panjang.
“Tentu saja tuan.” jawab Kenisha seraya menaruh air putih yang baru ia tuang ke hadapan David.
Mendengar jawaban Kenisha David pun menganggukkan kepalanya.
“Baiklah, turunkan semua yang ada dalam mobil, Marwan,” titah David.
“Siap tuan.” kemudian Marwan menuju mobil untuk mengeluarkan semua barang yang mereka bawa.
Awalnya Kenisha pikir hanya ada beberapa kantong belanjaan lagi.
Namun matanya tiba-tiba membulat saat melihat tangan kanan dan kirinya Marwan menjinjing 12 kantung belanja yang isinya koleksi baju keluaran terbaru untuk, Kenisha dan seluruh keluarganya.
“Banyak sekali tuan.” ucap Wahyu dengan senyum yang mengembang.
“Ini belum seberapa.” David yang banyak uang menganggap itu hanya sedikit.
Sementara itu, Lilis, Rohima dan Andri yang baru pulang membeli kue bantal sebagai jamuan untuk tamu istimewa mereka, merasa keheranan saat melihat halaman rumah di penuhi oleh susunan tas belanja yang sangat banyak.
Lilis juga melihat mobil mewah yang parkir di pinggir jalan.
“Mobilnya bagus ya bu,” celetuk Rohima.
“Iya nak,” sahut Lilis.
Apa mungkin ini milik tuan David? batin Lilis.
Saat Lilis menoleh ke arah bawah pohon, ia pun dapat melihat tuan David yang terhormat telah ada disana.
Lilis yang telah terlambat pun segera melangkah menuju suami dan putrinya.
“Ini rotinya mas.” saat Lilis menoleh ke arah tikar, ia pun melihat telah tersaji beberapa jenis kue disana.
Andri yang melihat makanan lezat itu pun bertanya pada ibunya.
“Bu, Andri boleh minta satu roti coklatnya enggak?” Andri yang kelaparan meminta izin pada ibunya.
Lalu Lilis menggelengkan kepalanya karena ia merasa itu kurang sopan di hadapan tamu mereka.
“Ambil saja adik manis.” lalu tangan putih bersih David memberi satu bungkus utuh kue coklat yang di inginkan Andri.
“Kau mau yang mana cantik?” David tersenyum pada adik kecil Kenisha yang hidungnya hitam karena arang.
“Enggak usah tuan, aku makan punya Andri saja.” Rohima menolak karena ia berharap akan ada makanan sisa untuk mereka konsumsi esok hari.
“Benarkah?” lalu David mengambil kue coklat yang mereknya sama dengan yang di pegang oleh Andri.
“Ambillah.” David terseyum pada Rohima kecil.
“Terimakasih om.” Rohima pun menerimanya dengan tawa yang riang.
Kelembutan David membuat hati Kenisha merasa tersentuh.
Ternyata hatinya baik, batin Kenisha.
Sedang Lilis yang merasa malu untuk meletakkan kue yang ia bawa ke hadapan David, memilih untuk menyembunyikan di dalam jilbab sorong panjangnya.
David yang tanpa sengaja melihat itu pun berkata.
“Kue itu tidak layak di makan, lain kali jangan di beli lagi,” ucap David.
Sontak Lilis menelan salivanya, ia pun hanya bisa mengganggukan kepalanya tanpa protes.
“Iya tuan, saya mengerti.” Lilis tertawa canggung karena malu.
“Kalau begitu saya ke belakang dulu tuan.” Lilis yang sebenarnya ingin membuat kopi menjadi enggan untuk menawarkannya.
Sebab jenis kopi yang ia bawa harga sebungkusnya hanya 1000 rupiah.
Pasti tuan tidak akan suka, batin Lilis.
“Tunggu sebentar, karena saya ingin berbicara pada bapak dan ibu,” ucap David.
“Baik tuan.” lalu Lilis pun duduk di atas tanah liat karena tak muat lagi di tikar.
“Kalian berdua masuk ke dalam rumah duluan ya nak.” Lilis menyuruh demikian karena ia tahu kedua anaknya sudah ingin menyantap kue lezat tersebut.
“Iya bu.” sahut Rohima dan Andri.
Kemudian keduanya pun menuju rumah dengan tertawa lepas.
“Maaf kalau saya terlambat datang tuan,” ucap Lilis.
David yang sangat berwibawa membuat Lilis tak mampu melihat wajahnya secara langsung.
“Pak Wahyu, bu Lilis, saya yakin kalian sudah tahu tujuan saya datang kesini untuk melamar putri kalian.” kemudian David mengeluarkan sebuah kotak cincin berlian dari dalam saku jasnya.
“Jika kalian benar-benar setuju, maka aku akan mengikat putri kalian dengan ini.” David pun membuka kotak berlian yang ada di tangannya.
Tak!
Mata Lilis dan Wahyu merasa takjub saat
melihat keindahan cincin berlian tersebut.
Pasti harganya mahal, batin Lilis.
Astaga, putri ku benar-benar akan menjadi orang kaya, batin Wahyu.
“Bagaimana pak, bu?” tanya David yang membutuhkan jawaban dari pihak keluarga calon istrinya.
“Kalau kami selaku orang tua selalu memberi izin jika itu adalah yang terbaik, namun keputusan akhir tetap ada di tangan putri kami.” meski Wahyu suka uang namun ia masih menghargai pendapat putrinya.
“Ayah ibu, apa boleh aku bicara berdua dengan tuan David?” Kenisha ingin menyampaikan sesuatu pada calon suaminya tanpa harus di dengar oleh kedua orang tuanya.
”Baiklah nak.” kemudian Wahyu dan Lilis beranjak dari atas tikar menuju ke belakang rumah untuk menyibukkan diri sebelum di panggil kembali oleh Kenisha.
Setelah yang tersisa hanya Kenisha dan David, gadis muda itu pun mulai membuka obrolan.
“Tuan sudah lihatkan bagaimana keadaan keluarga ku?” ucap Kenisha.
“Ya, sangat memprihatinkan,” jawab David.
“Apa tuan masih ingin menikah dengan ku?” tanya Kenisha yang ingin memastikan keteguhan hati calon suaminya.
“Tentu saja.” Jawab David singkat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!