NovelToon NovelToon

TAKDIR YANG TERTUKAR

Kehidupan yang berbeda

Dua saudara kembar yang terpisah karena kedua orang tua mereka yang memilih untuk bercerai dimasa lalu, dan memisahkan kedua putrinya sejak mereka bayi.

Putri pertama bernama Anindya dimana dia di bawa oleh sang ayah dan menerima banyak sekali kesulitan dalam hidupnya, mulai dari harus menjadi tulang punggung keluarga, karena sang ayah yang mabuk-mabukan dan seorang pencuri lukisan yang profesional sehingga Anindya tidak pernah mau memakan ataupun menikmati uang hasil dari curian ayahnya tersebut, selain itu sang ayah juga seorang bodyguard suruhan dimana siapapun atau orang kaya manapun banyak yang memakai jasanya untuk mencakakan orang lain dan melakukan misi berbahaya lainnya, tentu semua itu dengan bayaran yang setimpal, dan ayahnya memiliki rumah yang cukup bagus untuk tempat tinggal namun Anindya sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian ataupun kasih sayang dari sang ayah, justru dia sering kali di paksa dan di ajarkan untuk melakukan hal-hal jahat oleh ayahnya tersebut.

Meski Anindya tidak ingin melakukannya dia tetap saja sering di paksa dan mendapatkan banyak tekanan juga ancaman dari ayahnya tersebut, Anindya adalah gadis yang baik dan dia tidak pernah mau mematuhi ucapan dan ajaran dari ayahnya yang jahat itu, dia terus bekerja menjadi pelayan cafe bahkan sering kali menjadi kasih mini market untuk sekedar mencari uang agar bisa membayar uang sekolahnya.

Dia menerima banyak rasa sakit dan penyiksaan dari sang ayah setiap kali dia tidak mau melakukan hal jahat dan tidak ingin menuruti keinginan ayahnya itu, dia adalah gadis yang lemah lembut dan baik hati, meski di besarkan dalam keadaan dan lingkungan yang sangat buruk dia sama sekali tidak terpengaruh dengan semua itu dan dia memiliki seorang sahabat pria yang selalu menemani dia dan mencintainya dengan tulus, mereka tidak bisa bersama karena sang ayah yang tidak merestui hubungan mereka sehingga hanya bisa menjadi sahabat sejak dulu hingga saat ini.

Malam ini saja sang ayah memaksa Anindya untuk ikut menc*RI sebuah lukisan yang sangat indah dan memiliki harga jual yang tinggi, ayahnya memaksa Anindya untuk melukis lukisan yang sama dengan lukisan yang akan di lelang di acara pelelangan amal di salah satu gedung yang diadakan di kota, sedangkan Anindya tidak ingin membuat lukisan tiruan seperti itu dan dia mendapatkan penyiksaan lagi dari sang ayah.

"Dasar kau anak yang tidak berguna, plak!" Bentak sang ayah dengan melayangkan sebuah tamparan yang cukup kuat pada pipi sebelah kanan milik Anindya.

Gadis anggun nan cantik itu langsung jatuh tersungkur saking kerasnya tamparan dari sang ayah, dia memegangi pipinya yang mulai memerah dan air mata mulai mengalir membasahi pipinya dengan merasakan sakit yang aman di dalam hati dan pipinya tersebut.

"Kenapa ayah? Kenapa kau selalu memaksa aku membuat banyak sekali barang tiruan, kenapa ayah selalu memaksa aku untuk melakukan hal-hal yang melanggar hukum, aku tidak ingin melakukannya ayah, aku tidak akan pernah melakukan hal itu!" Balas Anindya dengan keras dan dia segera bangkit lalu berlari masuk ke dalam kamarnya.

Anindya membanting pintu kamarnya dengan keras dan dia menangis di pojokan ranjangnya dengan menutup kedua telinganya karena dia tidak mau mendengarkan kalimat jahat yang keluar dari mulut sang ayah ketika ayahnya itu marah kepada dirinya.

"Aishh.... Dasar kau bastrad sialan! Kau sama saja dengan ibumu yang lemah dan tidak berguna itu, aku menyesal telah memilihmu, aarghhh....anak tidak berguna!... Trakkkkk....brennggg..." Suara teriakkan sang ayah yang sangat keras dan menggelegar juga barang-barang yang ayahnya banting hingga pecah berhamburan.

Setiap kali marah dan emosi sang ayah selalu saja menghancurkan barang-barang yang ada di dekatnya hingga tidak ada banyak barang yang tersisa di dalam rumah tersebut.

Sang ayah pergi keluar dari rumah meninggalkan Anindya seorang diri yang menangis terisak di pojokan kamar dengan menutupi telinga menggunakan kedua tangannya yang ia tangkup kan.

"Hiks....hiks...hiks...ibu, aku ingin denganmu aku ingin bersamamu ibu, kapan kau akan menemukan aku dan membawaku pergi dari neraka ini" ucap Anindya sambil menangis terisak dan dia memegangi sebuah kalung yang terbuat dari benang berwarna putih.

Dia sudah sejak kecil memakai kalung itu dan dia yakin bahwa kalung itu adalah peninggalan dari ibunya maka dari ibu Anindya tidak pernah melepaskan kalung tersebut sampai dia sebesar sekarang, meski ayahnya selalu memarahi dia ketika sang ayah tahu atau mengetahui bahwa putrinya memakai kalung tersebut, bahkan terakhir kali sang ayah hampir saja merampas kalung itu namun untungnya Anindya berhasil meloloskan diri seperti saat ini.

Sedangkan disisi lain adik kembarnya Anindita justru mendapatkan kehidupan yang layak dan mewah, dia memiliki rumah yang besar dan megah, juga memiliki ibu yang sangat mencintai dia juga memberikan banyak perhatian kepadanya, dia di kelilingi oleh orang-orang yang memperlakukan dia dengan sangat baik, mulai dari sang ibu dan Omanya yang selalu mendukung apapun keputusan dia, sahabatnya Ceri yang selalu menemani dia dan juga seorang dokter tampan yang dia sukai sejak lama. Dokter tersebut bernama dokter Gavin dia adalah seorang dokter muda spesialis bedah dan dia adalah lulusan universitas terbaik juga kedua orangtuanya yang memiliki rumah sakit terbesar di negeri ini.

Dokter Gavin juga dokter yang menangani penyakit kanker hati yang tengah di derita oleh Anindita, dia sudah mengisap kanker hati sejak menginjak usia 17 tahun yang awalnya dia sering sekali mengeluh sakit pada uluh hatinya di dada atas bagian kanan, sampai ketika sang ibu memeriksa lebih lanjut tentang keluhan yang sering dia rasakan tersebut, akhirnya dia di vonis mengidap penyakit kanker hati stadium akhir dimana waktunya untuk hidup hanya tinggal tersisa 16 bulan lagi, sedangkan saat ini Anindita berhenti dari sekolah dan memutuskan untuk belajar dengan bantuan home schooling di rumahnya sendiri.

Dia harus selalu duduk di ruang belajarnya bersama guru home schoolingnga Miss Elen, dia adalah seorang guru yang sangat baik dan selalu memberikan semangat juga pelajaran dengan sangat ramah kepada Anindita meskipun sering sekali dia menerima banyak kejahilan yang dilakukan oleh Anindita selama dia mengajari gadis itu.

Meski tengah sakit dan sudah di vonis menderita kanker hati stadium akhir Anindita sama sekali tidak merasa sedih dan rapih seperti kebanyakan anak remaja yang mengalami nasib sepertinya.

Dia tetap menjadi gadis yang ceria dan bahkan sangat aktif dia selalu membuat semua orang yang ada di sampingnya menjadi bahagia dan ceria juga, dia selalu membawa aura positif kemanapun dia berpihak, meski begitu dia memiliki suatu keunikan dimana dia sangat menyukai warna hitam sejak kecil, apalagi setelah mengetahui bahwa waktunya untuk hidup hanya tinggal 16 bulan lagi, dia merasa semuanya sudah gelap tetapi dia tidak pernah mengungkapkan rasa takut dan kegelapan yang ada di dalam hatinya.

Dia tidak ingin membuat sang ibu, Oma juga semua orang yang mencintai dia menjadi merasa sedih ketika dia terlihat lesu dan tidak bersemangat.

Malam ini saja dia terlihat begitu ceria dan anggun menggunakan sebuah gaun berwarna hitam dan bersiap mengikuti sang ibu untuk pergi ke sebuah acara pelelangan amal di salah satu perusahaan yang besar di kota tersebut.

"Anindita apa kamu sudah selesai?" Teriak sang ibu sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Anindita,

"Aahh... Iya Bu aku sudah siap, hanya sedikit lagi" balas Anindita sambil berusaha menaikkan resleting di bagian punggungnya tersebut.

Tertukar

Sang ibu tiba di kamarnya dan ketika melihat putrinya tersebut tengah kesulitan menaikkan resleting gaun hitamnya, ibu segera berjalan menghampiri Anindita dan membantunya segera.

"Sayang... Kamu itu kebiasaan deh, jika kamu butuh bantuan harusnya kamu bicara pada ibu, biar ibu bisa membantumu" ujar sang ibu sambil segera membantunya menaikkan resleting tersebut.

Anindita pun membalikkan badan dan berterima kasih kepada sang ibu sambil mereka segera keluar dari kamar dan pergi ke acara lelang amal malam ini, mereka pergi untuk menghormati rekan kerja sang ibu yang selalu penyelengara kegiatan tersebut, sampai sesampainya disana terlihat suasana sudah mulai ramai dan semua orang juga nampak sibuk memilih tempat duduk paling depan agar bisa melihat barang lelap lebih jelas, begitu pula dengan aku dan ibu yang dimana kami sangat beruntung malam itu sebab mendapatkan tempat duduk VIP di depan yang sudah di sediakan oleh rekan bisnis ibu saat itu.

Ibu segera mempersilahkan Anindita untuk duduk di sampingnya dan dia pun segera duduk disana hingga acara pelelangan segera di mulai saat itu, sedangkan di sisi lain Anindya justru masih terisak di kamarnya sedangkan sang ayah baru saja kembali dari luar dan dia langsung mengetuk pintu kamar putrinya dengan keras sebab dia sudah mendapatkan desakkan dari seorang bos besar di kota tersebut yang terus saja mendesak dia untuk mencuri lukisan matahari yang asli itu dalam acara pelelangan.

Karena sang ayah sendiri tidak bisa melukis dia terpaksa harus terus memaksa Anindya untuk melakukan hal tersebut sebelum acara puncak pelelangan amal itu akan segera di mulai beberapa jam lagi.

"Tok...tok...tok.... Anindya ayolah bantu ayah, jika kau tidak membantu ayah kali ini, maka kita tidak akan bisa membayar sewa rumah ini lagi, ayah sudah menjual rumah ini sebelumnya dan kita hanya menyewanya sekarang, Anindya apakah kau mendengarkan ayah!" Teriak sang ayah dari luar sambil terus mengetuk pintu kamar putrinya sangat kencang.

Anindya yang mendengar ucapan dari ayahnya dia sangat kaget ketika mengetahui bahwa rumah yang dia tinggali saat ini sudah bukan milik mereka lagi, tentu saja mendengar itu dengan terpaksa Anindya langsung keluar dari kamarnya dan dia harus menyetujui rencana yang ayahnya hendak lakukan untuk mencuri lukisan matahari tersebut.

"Ayah.... Baiklah, aku akan membantumu tapi ini adalah yang terakhir kalinya, aku ingin ayah berjanji untuk segera keluar dari dunia yang gelap ini" ujar Anindya kepada sang ayah.

Tentu saja sang Ayah sangat senang saat itu dan dia langsung mengangguk menyetujui ucapan dari putrinya tersebut, karena dia ingin Anindya segera melukis membuat tiruan dari lukisan matahari tersebut.

"Bagus...bagus... Sudah ayo cepat ikut dengan ayah dan bawa perlengkapan melukismu kita akan melihat contoh lukisan aslinya dan segera menukar dengan hasil lukisanmu, orang yang membelinya tidak akan tahu soal itu, ayo cepat!" Ucap sang ayah sambil langsung menarik tangan Anindya dengan antusias.

Mereka segera pergi ke acara pelelangan itu dan menyamar menjadi salah satu tamu undangan dalam lelang tersebut sebab sebelumnya sang ayah juga sudah mendapatkan akses untuk masuk ke dalam sana dari orang yang menyuruh dia untuk mencuri lukisan tersebut, mereka berdua memakai pakaian yang sangat rapih dengan sang ayah yang mengenakan jmsetelah jas bak seperti para pengusaha lainnya juga Anindya yang memakai gaun berwarna hitam saat itu sebab mereka mengetahui bahwa gaun warna hitam tidak akan mudah di kenali dalam acara tersebut sebab banyak orang lain yang juga memakai pakaian berwarna hitam lainnya, juga mudah untuk bersembunyi nantinya.

Mereka berdua segera masuk ke dalam layaknya tamu undangan yang lain dan diam-diam sang ayah mulai membawa Anindya masuk ke dalam aula penyimpanan barang antik disana dan segera masuk ke dalam dengan begitu mudah sebab tidak ada penjagaan di arena penyimpanan barang yang akan di lelang hari ini, sang ayah segera menyuruh Anindya untuk melukis di tempat itu juga dengan segera tepat di depan sebuah lukisan aslinya yang ada di dalam sebuah box kaca transparan.

Namun untuk membuat lukisan yang sama persis Anindya masih perlu memegang lukisan tersebut dengan tangannya untuk menyamakan tekstur pada lukisan tersebut, dia pun segera melakukan semua itu dan segera mulai melukis sedangkan sang ayah menjaga di luar untuk mencegah ada orang yang masuk ke sana.

Sementara saat itu Anindita merasa perutnya sakit dan dia permisi ke belakang terlebih dahulu pada sang ibu hingga dia pergi ke toilet dan tidak sengaja dia malah tersesat karena tidak tahu dimana toiletnya berada di gedung tersebut.

"Aduhh... Aku lupa tidak menanyakan letak kamar mandinya, sekarang kemana aku harus pergi ada tidak lorong disini?" Gerutu Anindita memikirkan.

Dia pun masuk dengan asal karena sudah tidak tahan lagi menahan dirinya, sayangnya dia justru masuk ke tempat yang salah dia justru malah masuk ke dalam ruang penyimpanan benda untuk lelang hari ini dan tidak sengaja malah bertemu dengan ayahnya Anindya yang saat itu sudah mengambil lukisan yang asli di tangannya, sedangkan Anindya yang asli justru masih ada di dalam ruangan itu dan dia tengah membereskan alat lukisnya disana.

Ayah Anindya yang bernama Dona itu kaget melihat putrinya sudah berada di hadapan dia, padahal dia ingat sekali sebelumnya Anindya mengatakan bahwa dia tengah membereskan alat lukisnya di dalam.

"Ehhh... Kau rupanya sudah selesai, ayo cepat kita harus pergi dari sini, secepatnya!" Ucap Doni sambil langsung menarik tangan Anindita dan membawanya dengan paksa ke dalam lift dan naik ke lantai atas dengan cepat karena saat itu para penjaga terdengar datang ke sana.

Para penjaga itu sudah bersiap untuk mengambil lukisan matahari tersebut yang merupakan barang paling berharga dan yang di tunggu-tunggu pada acara lelang amal kalo ini, Anindya yang mendengar suara langkah kaki dari luar dia segera keluar melewati jendela yang ada disana dan turun ke lantai bawah menggunakan tali yang ada di pinggangnya, dia bisa masuk melewati jendela di ruangan bawah dengan cepat dan segera membuang alat lukisnya tersebut ke dalam tong sampah saat itu juga untuk meninggalkan jejaknya, lalu dia berjalan mencari ayahnya karena dia pikir pasti ayahnya sudah kabur lebih dulu meninggalkan dia.

"Aahhh.... Aku harus segera keluar dari gedung ini, ayah pasti sudah menungguku di luar" ujar Anindya sambil bergegas hendak pergi.

Namun disaat dia hendak pergi tiba-tiba saja dari samping ada yang menahan tangannya dan memanggil dia dengan sebutan nama yang aneh baginya.

"Anindita rupanya kamu disini yah, aku cepat acara lelangnya akan segera di mulai" ujar sang ibu Anindita yang mengira bahwa gadis itu adalah putrinya.

Sedangkan Anindya sendiri tidak mengerti apa yang dikatakan wanita tersebut dia berusaha untuk berontak namun pegangan tangan wanita itu terlalu keras dan dia tidak bisa melepaskan diri darinya.

"Aahh... Siapa wanita ini sebenarnya, kenapa dia mengira aku sebagai orang lain?" Gumam Anindya kebingungan sendiri.

Namun walau begitu, karena dia kaget melihat wanita itu malah membawanya ke tempat yang ramai dan mengajak dia duduk di bangku pelelangan paling depan, dia pun tidak bisa berkutik lagi karena dia takut ketahuan atas apa yang sudah dia lakukan dengan lukisan lelang hari ini, dia hanya menuruti wanita itu dan bersikap dengan tenang, agar tidak ketahuan.

"Sepertinya aku harus tetap bersikap tenang agar wanita ini tidak menyadari siapa aku sebenarnya" gumam Anindya memikirkan.

Disisi lain Anindita justru malah berontak dengan keras dan dia bahkan menampar pria yang membawanya masuk ke dalam mobil dengan paksa itu.

"Plak.... Siapa kau? Beraninya kau menarik tanganku seperti itu?" Bentak Anindita dan menampar pria tersebut,

"Ahh.... Anindya ada apa denganmu, apa kau terbentur saat berusaha melarikan diri tadi? Kenapa kau menampar ayahmu sendiri? Sejak kapan kau berani bersikap kasar kepadaku hah!" Balas sang ayah lebih membentak dengan keras.

Seketika Anindita kaget dan dia langsung membelalakkan matanya seakan tidak bisa mempercayai semua itu.

Ketika dia mendengar bahwa pria tersebut adalah ayahnya, barulah dia mengerti bahwa pria tersebut salah mengenai putrinya sendiri.

"Aishh.... Dia salah mengenaliku, tapi bagaimana bisa itu terjadi apa dia buta atau memang putrinya memiliki wajah yang mirip denganku?" Gumam Anindita terus memikirkan.

Antonio

Anindita terus merasa heran dan dia sekarang hanya bisa diam saja sebab pria tua itu membawanya pergi entah kemana dan Anindita juga tidak bisa menjelaskan semuanya kepada pria tersebut karena dia terus saja memanggil dirinya dengan sebutan Anindya dan mengatakan masalah lukisan matahari yang tengah dia bawa saat itu.

"Ahaha... Anindya kau memang anak yang baik, haha... Coba saja kau menuruti ayah sejak lama pasti kita akan menjadi kaya raya dengan cepat, sekarang lukisan itu bisa ayah serahkan kepada tuan Antonio dan kita akan mendapatkan uang yang sangat banyak darinya huaahahaha...ayah sangat senang sekali" ucap pria tua tersebut yang tidak lain adalah ayahnya Anindya.

Tanpa Anindita sadari bahwa dia semakin jauh dari ibunya dan terus pergi dengan pria bernama Doni tersebut, hingga Doni membawa Anindita ke sebuah rumah mewah milik Antonio yang sangat besar dan mewah.

"Ayo sayang kita harus segera memberikan lukisan ini kepada tuan Antonio dan setelah itu kita akan mendapatkan uang yang banyak darinya" ujar pria tersebut.

Namun saat itu Anindita menolaknya karena dia sama sekali tidak mengenali pria tua tersebut, dia juga berusaha menjelaskan sekali lagi kepada pria yang bersamanya bahwa dia bukanlah Anindya, melainkan Anindita.

"Maaf tuan tapi sepertinya kau salah mengenali orang aku bukan putrimu aku bukan Anindya yang kau sebut sedari tadi" ujar Anindita berusaha menjelaskan kepada pria tua tersebut,

"Aaahh... Anindya meski ayah tahu kau membenci ayah karena pekerjaan ini, tapi kau tidak perlu berbicara seperti itu sampai tidak mengakui ayahmu sendiri, ayo cepat ikut saja dengan ayah kita akan makan enak malam ini" ujar pria itu sambil terus saja menarik tangan Anindita hingga mereka masuk menghadap tuan Antonio.

Anindita tidak bisa berkutik lagi dan dia hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar dan terus mengikuti pria tersebut karena tangannya terus di tarik untuk masuk ke dalam sampai ketika dia masuk ke dalam dan menghadap seorang pria yang arogan juga terlihat begitu sinis dan tajam saat menatapnya, Anindita yang tidak bisa mendapatkan tatapan itu dia hanya memalingkan pandangannya ke arah lain dan membiarkan pria yang mengaku sebagai ayahnya tersebut berbicara dengan pria tersebut.

"Tuan... Ini lukisan yang anda minta saya sudah berhasil mengambilnya dan saya harap anda akan memberikan kepada saya uang yang sesuai dengan janji yang anda katakan sebelumnya hehe" ucap pria itu.

Bukannya memberikan uang kepada Doni, Antonio justru malah langsung menyuruh anak buahnya untuk merampas lukisan tersebut dan dia langsung meringkus Doni dengan menodongkan senjata ke depan jidatnya.

"A..a..apa yang terjadi ini, tuan Antonio apa yang kau lakukan kau sudah berjanji untuk bekerjasama denganku kenapa kau menodongkan senjata padaku seperti ini?" Ucap ayah Doni dengan wajah yang panik.

Bukan hanya itu tetapi Anindita yang melihat itu dia juga sama paniknya dan dengan berani dia langsung saja memegang pistol yang di todongkan oleh Antonio kepada pria itu, Anindita dengan sikapnya yang memang tidak takut mati dia langsung mengambil pistol itu dan menatap tangan pria bernama Antonio tersebut.

"Heh .. hentikan, apa yang kau lakukan kepada ayahku?" Ucap Anindita yang terpaksa harus mengakui pria itu sebagai ayahnya karena dalam keadaan yang mendesak,

Antonio langsung beralih kepada Anindita dan dia tersenyum kecil melihat seorang perempuan yang sangat berani sepertinya, bahkan disaat anak buahnya hendak menyentuh Anindita, Antonio langsung menatap mereka dengan tajam dan memberikan kode untuk tidak ikut campur dengan urusannya kali ini.

"Biarkan dia melakukan apapun yang ingin dia lakukan, aku tidak akan memberikan sepeser uangpun kepada kedua orang pencuri ini" ucap Antonio dengan sinis dan dia menarik kembali pistolnya,

"Hey, sembarangan sekali kau mengatai aku seorang pencuri aku bukan pencuri dasar manusia tidak bermoral!" Bentak Anindita tanpa rasa takut sedikitpun.

Bahkan Doni membelalakkan matanya kaget dia tidak menyangka putrinya yang selama ini selalu bersikap lemah lembut dan baik hati bisa berbicara sekasar itu kepada seorang tuan Antonio yang maha kuasa di kota ini, bahkan tidak ada siapapun yang berani menyenggol dia sedikitpun pagi membentak dia dan berbicara sekasar itu kepadanya secara langsung.

Doni langsung menarik tangan Anindita dan dia segera membungkuk meminta maaf kepada tuan Antonio karena dia takut tuan Antonio akan memberikan dia hukuman yang lebih parah lagi.

"Ah..ahh... Tuan Antonio maafkan saya dan putri saya dia memiliki sedikit gangguan jiwa tolong maafkan dia tuan Antonio, saya tidak papa meski tidak memiliki bayaran karena saya tahu lukisan itu milik anda yang pernah saya curi juga di masa lalu, maafkan putri saya tuan, tolong bebaskan kami" ucap Doni yang sebaliknya malah membuat Anindita semakin kesal dan merasa aneh.

"Heh... Pria tua kenapa kau malah mengatai aku gila? Aku masih sehat dan waras walaupun aku akan segera mati tapi otakku ini waras dan berpungsi dengan baik, bagaimana bisa kau mengatai aku gila sedangkan aku sudah membelamu barusan, aishh benar-benar tidak tahu diri!" Balas Anindita sambil menggelengkan kepalanya.

Dia berjalan dengan berani mendekati tuan Antonio dan dia langsung berkacak pinggang di depannya dan bicara dengan sangat lantang kepada dia.

"Dan kau... Kau pria yang angkuh dan aku tahu kau dari kalangan atas tapi aku tidak takut dengan siapapun di dunia ini, dengar baik-baik ucapanku aku akan tetap pergi dari sini dengan atau tanpa izin darimu!" Ucap Anindita lalu dia pergi seorang diri keluar dari rumah itu.

Sedangkan Doni yang terperangah membuka matanya dia merasa heran dan bingung namun dia meminta maaf lagi pada tuan Antonio dan segera berlari mengejar putrinya yang menurut dia sangat aneh saat itu.

"A...ahhh... Maafkan putri saya tuan tolong maafkan dia, dan terimakasih sudah membebaskan kami aku sangat berhutang kepadamu, terimakasih tuan..... Anindya tunggu ayah!" Teriak pria itu memanggil Anindita.

Anindita langsung keluar dari sana sambil terus menggerutu kesal dan berdecak tidak ada habisnya karena dia sangat kesal telah bertemu dengan dia orang aneh yang menjengkelkan malam ini padahal uluh hatinya sedang tidak baik-baik saja namun dia masih harus menghadapi dia orang aneh dan menyebalkan tersebut.

"Aishhh... Dasar dua manusia aneh dan menjengkelkan aaarrhkkkk mereka membuat darahku naik saja" gerutu Anindita tiasa habisnya.

Sampai dia merasakan bagian uluh hatinya terasa nyeri dan sakit, dia mulai merasakan penyakit yang dia derita selama ini kembali kambuh, dan rasanya cukup menyakitkan bagi dia hingga Anindita tertunduk dan jatuh ke tanah sambil memegangi dada bagian kanan atas yang terasa sakit.

"A...a..aaahhh... Ada apa dengan penyakit sialan ini, kenapa harus kambuh di saat seperti ini, aaahhh....ini sakit sekali" ringis Anindita memegangi dadanya itu dengan kuat.

Sampai tidak lama Doni datang menghampirinya dan dia langsung membantu Anindita untuk masuk ke dalam mobil.

"Sayang ada apa denganmu? Aaahhh... Kau menyusahkan aku saja apa kau sakit?" Tanya Doni dengan wajah sedikit cemas dan kesal.

Dia segera menggendong Anindita masuk ke dalam mobil dan dia dengan cepat membawanya pulang ke rumah sebab dia tidak bisa membawa Anindita ke rumah sakit, karena tidak memiliki cukup uang untuk hal tersebut.

"Sudah kau beristirahat saja di kamarmu nanti kau akan membaik" ucap Doni lalu segera keluar dari sana.

Meski Doni selama ini tidak pernah mengurusi Anindya namun ketika melihat putrinya sakit seperti itu entah kenapa kali ini dia merasa begitu cemas dan panik bahkan dia tidak bisa merasa tenang karena hal itu, padahal sebelumnya Doni tidak pernah merasakan hal yang seperti itu ketika Anindya sakit sebelumnya.

"Aahh .. kenapa perasaanku mencemakan bocah itu? Dia juga paling kelelahan saja kan?" Gerutu Doni memikirkan Anindita yang dia pikir itu adalah putrinya Anindya.

Sedangkan disisi lain Anindya yang sudah pulang bersama ibunya Anindita dia mendapatkan semua kemewahan dan kasih sayang yang selama ini di dapatkan dan di rasakan oleh Anindita, dia mendapatkan banyak makanan enak dan begitu banyak perhatian dari Oma juga ibunya Anindita.

Sehingga karena dia mendapatkan semua kebahagiaan dan perhatian yang selama ini dia dambakan dia merasa tidak ingin mengatakan yang sesungguhnya kepada ibu Kasih yang menganggap dia sebagai seseorang bernama Anindita.

Hanya saja dia merasa heran karena setiap hari dia selalu di minta untuk meminum sebuah obat yang tidak dia ketahui tersebut sedangkan dia hanya terus saja berpura-pura memakan obat itu padahal dia selalu membuangnya selama beberapa hari ini, dia juga merasa begitu bahagia dan senang sekali karena ibu Masih merawat dia dengan penuh kasih sayang dan dia mendapatkan ke berlimpahan harta juga tinggal di rumah yang sangat mewah.

Sementara Anindita yang asli terus menderita dan dia semakin merasakan sakit di dalam tubuhnya semakin banyak dan mulai merasakan penyakit kanker hatinya itu semakin kerap kambuh dalam beberapa hari ini, wajahnya juga terlihat semakin pucat sedangkan dia hari ini bertemu dengan seorang pria yang begitu memperhatikannya dengan baik dan saat dia melihat tanggal hari ini dia ingat bahwa seharusnya itu adalah tanggal kontrol dia ke rumah sakit menemui dokter Gavin yang sangat dia cintai namun tidak pernah membalas perasaannya selama ini, karena dokter Gavin memilih untuk tidak menikah dan malah memfokuskan dirinya dalam pekerjaannya menjadi seorang dokter.

Mendapatkan banyak perhatian dari seorang pria yang bernama Ben, yang merupakan sahabat dari Anindya sebelumnya.

Anindita yang selama ini selalu mengejar cinta dokter Gavin namun selalu di campakkan kini dia bisa merasakan bagaimana rasanya di cintai oleh seorang kawan jenis, dia di suapi ketika sakit dan dia diajak berjalan-jalan ke tempat yang sangat menyenangkan, dimana sebelumnya dia tidak pernah bisa keluar dari rumah semenjak di vonis mengidap kanker hati.

Hari ini Anindita diajak keluar bermain dengan Ben dan kebetulan saat itu Ben tengah tidak pergi ke perusahaan dan dia mengadakan sebuah pameran seni juga mengajak Anindita untuk melihat lihat pameran seni lukisnya.

Anindita yang sebenarnya tidak menyukai lukisan dan karya seni yang sangat membosankan dia terpaksa mengangguk menyetujui untuk pergi ke sana karena dia hanya ingin bersama dengan Ben.

"Anindya apa kamu senang aku membawamu ke pameran lukisan pertamaku?" Tanya Ben kepada Anindita,

"A..ahh... Aku sangat senang sekali, terimakasih kamu selalu memperhatikan aku, aku sebelumnya tidak pernah memiliki seorang sahabat, apalagi sahabat pria sebaik kamu, aku sangat senang bisa mengenalmu Ben" ujar Anindita sambil memegangi tangan Ben dengan erat dan tersenyum lebar kepadanya.

Disisi lain Ben yang mengira itu adalah Anindya dia merasa sangat senang bahkan pipinya sampai merona karena selama ini dia menyukai Anindya sudah sejak lama tapi dia tidak berani mengungkapkannya sampai saat ini sebab dia takut dengan ayahnya Anindya yang selalu tidak menyukai dia sebab dia hanyalah seorang seniman lukisan.

Ben sangat senang melihat Anindya akhir-akhir ini menjadi sangat aktif dan selalu memeluk dia juga menyentuh tangannya padahal sebelumnya Anindya selalu bersikap malu malu dan selalu sedikit menjaga jarak darinya bahkan Anindya terkadang menolak disaat dia mengajaknya pergi ke luar.

Meski pada awalnya Ben merasa sedikit aneh karena Anindya yang bersamanya saat ini, sangat bertolak belakang dengan Anindya yang dia kenal selama 12 tahun lamanya, walau dia merasa senang dengan perubahan tersebut tetapi dia tetap saja merasa semakin curiga dan heran sebab dia melihat Anindya sama sekali tidak terlalu tertarik ketika dia membawanya ke pameran seni yang selama ini di tunggu-tunggu olehnya.

"Kenapa aku merasa dia bukan Anindya yah? Apa aku menanyakannya saja yah, untuk memastikan?" Gumam Ben memikirkan keanehan itu.

Karena sangat aneh dia pun segera bertanya pada Anindya yang saat itu hanya berjalan-jalan melihat lukisan disana dengan ekspresi yang datar saja.

"Ehhkkmm... Anindya, apa kau tahu sebelumnya bahwa lukisan seni ini aku buat khusus untukmu dan mengenang persahabatan kita" ujar Ben sengaja memberikan pertanyaan itu untuk mengujinya,

"AA..ahhh... Iya tentu saja aku tahu" balas Anindita dengan gugup, karena sebenarnya dia sama sekali tidak tahu apapun tentang itu,

"Kalau begitu apa kamu ingat sudah berapa lama kita bersahabat?" Tambah Ben mulai menanyakannya.

Ben menanyakan pertanyaan itu karena hanya mereka berdualah yang mengetahui hal tersebut, dan hanya Anindya yang asli yang mengetahui hal tersebut dan dia tidak mungkin melupakan hal tersebut sebab Ben tahu betul bahwa Anindya juga menyukainya, walau tidak pernah menunjukkan perasaan dia secara langsung kepadanya.

Suasana menjadi tegang, Ben sudah tidak sabar lagi menunggu Anindya agar menjawab pertanyaan darinya tersebut, sedangkan Anindita kini mulai merasa gugup dan cemas, dia bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan dari Ben, sebab dia sama sekali tidak mengetahui hal itu dan dia tidak tahu apapun tentang perempuan bernama Anindya tersebut, yang sering mereka panggil kepada dirinya selama beberapa hari ini.

Anindita hanya menatapnya dengan linglung dan terus memikirkan berapa jumlah yang harus dia katakan kepada Ben saat itu, dia memegangi tangannya sendiri dan terus merasa bingung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!