#1
"Datooo! Puan mau mencari ikan di sungai, yaaa ...!" teriak gadis kecil memecah kesunyian.
Seorang gadis kecil berlari keluar dari dalam rumah sederhana yang terbuat dari bilik bambu. Wajahnya penuh cahaya dengan rambut panjang tergerai. Dia adalah Puan.
Sementara, laki-laki tua yang dipanggilnya adalah Sang Kakek. Dia adalah Dato Kumbang yang sedang membelah kayu di belakang rumah. Dia hanya geleng-geleng kepala melihat bayangan cucunya sudah menghilang di antara rimbunnya hutan.
Gadis kecil itu terus saja berlari melewati sudut hutan yang gelap tanpa rasa takut sedikitpun. Kakinya yang mungil lincah melompat dengan sangat ringan seperti kapas.
Para penghuni hutan tak berani menampakkan diri. Mereka bersembunyi di balik kegelapan. Entah apa yang mereka takutkan. Yang dilihatnya hanya seorang gadis kecil.
Tak berapa lama, Gadis Kecil itu sampai di sungai. Airnya tidak begitu dalam sehingga dia bisa menenggelamkan kakinya. Dengan Saksama, dilihatnya ke dalam air. Berharap ada ikan untuk makan sore nanti.
"Kemana ikan-ikan itu, ya? Apa musang sudah menangkap mereka semua. Awas saja kamu ya! Aku akan menerkammu kalau bertemu!" gumam gadis kecil itu.
Dari baik rimbunnya pohon, seekor musang cepat-cepat bersembunyi. Dia memang sudah menangkap ikan-ikan itu tapi tidak semuanya. Dia hanya takut kalau gadis kecil itu akan benar menangkapnya.
Semua penghuni hutan sudah sangat tahu siapa gadis itu. Dia bukanlah gadis biasa. Semua takut padanya. Jangankan tikus bahkan serigala pun tidak berani muncul.
Gadis kecil itu terus saja menelusuri sungai. Tanpa terasa dia sudah berada di pinggir pantai.
"Kenapa aku sampai di pantai, ya? Kakek bilang tidak boleh dekat pantai karena ada orang jahat. Tapi tidak ada siapapun disini!"
Gadis kecil itu terus saja menyusuri pantai. Sudah sangat lama dia tidak bermain pasir. Tak lama, langkahnya terhenti. Dia melihat sebuah kapal besar karam di pinggir pantai.
Seketika wajahnya menjadi pucat. Mengira kalau di dalam kapal itu ada banyak orang. Secepat kilat, gadis kecil itu bersembunyi di balik batu karang.
Gadis kecil itu terus mengamati dari tempat persembunyiannya. Sebentar lagi matahari tenggelam tapi tidak ada seorang pun yang keluar dari kapal itu.
Dengan penuh keberanian, gadis kecil itu memutuskan untuk naik ke atas kapal. Dia sangat penasaran.
Kapal besar yang sudah porak poranda itu sangat sunyi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Puan memeriksa setiap ruangan. Dengan tubuh kecilnya dia bisa bergerak leluasa.
Langkahnya terhenti di sebuah ruangan yang sangat gelap. Gadis kecil itu melihat sesuatu tergeletak di atas lantai. Jelas itu bukan binatang karena berbentuk manusia.
Perlahan, Puan mendekat. Dia memang bisa melihat di dalam gelap tapi tidak begitu jelas. Sesuatu itu tidak seperti biasanya. Bukan binatang ataupun hewan.
Puan meraih sepotong kayu yang tergeletak di atas lantai. Dengan kayu, dia menyentuh sesuatu itu. Tidak ada pengaruh sama sekali.
Kali ini, Puan memukulkan kayu itu sedikit lebih keras. Terdengar suara erangan meski lemah. Suara itu adalah suara manusia.
Puan harus menolongnya. Dia pasti terluka dan memerlukan pengobatan. Kakeknya pasti bisa menyembuhkan orang itu. Apapun yang akan terjadi, Puan tidak akan meninggalkannya sendirian sampai mati.
Baru saja, gadis itu akan mendekat. Dia sangat terkejut ketika sebuah tangan meraih pundaknya. Dia hampir saja terjatuh kalau saja tangan itu tidak meraih tubuhnya.
*****
"Atuuuk!"
Puan sedikit kesal karena kakeknya muncul tiba-tiba dan mengagetkannya.
"Bagaimana Atuk tahu kalau Puan ada disini?" lanjutnya.
Dato Kumbang tersenyum.
"Ato akan mudah mencium baumu meski kau bersembunyi ke ujung dunia sekalipun. Lagi pula, Atuk kan sudah bilang jangan pergi jauh-jauh!" Dato Kumbang tidak kalah sengit.
Dato Kumbang teringat ketika masih berada di rumahnya. Dia merasakan keberadaan orang lain di pulau itu.
"Maafkan Puan, Tuk. Puan juga tidak tahu kenapa sampai disini. Lihatlah! Ada seseorang tergeletak disana. Anehnya, Puan tidak mencium bau manusia ataupun hewan. Siapa dia ya, Tuk?"
Dato Kumbang hanya diam. Yang dikatakan cucunya memang benar. Dia juga tidak mencium bau manusia atau binatang. Yang jelas dia masih hidup.
"Siapa kamu sebenarnya dan dari mana asalmu?" tanya Dato Kumbang pelan.
Makhluk itu tidak menjawab. Hanya terdengar desah napasnya yang sangat lemah.
"Apa dia masih hidup, Tuk?"
Puan penasaran dengan keadaan orang itu.
Dato Kumbang menarik napas panjang. Orang itu masih hidup meski keadaannya sangat lemah.
"Sebaiknya kamu keluar saja, Puan. Biar Kakek yang membawa orang ini!"
Puan tidak membantah perkataan kakeknya. Sekilas, dia masih bisa melihat makhluk itu membuka matanya. Terlihat kilatan cahaya berwarna biŕu, tidak seperti warna mata orang biasa.
Diluar sudah mulai gelap. Tapi masih ada sedikit sisa matahari yang masih enggan tenggelam. Untung saja, Dato Kumbang datang. Sehingga bisa dengan mudah membawa orang itu keluar dari kapal.
Dato Kumbang meletakkan orang itu di atas bebatuan. Kini, dia bisa kelihatan lebih jelas. Kulitnya sangat pucat, warna rambutnya keemasan dan badannya tinggi juga besar.
"Darimana orang ini ya, Tuk? Puan tidak pernah melihat orang-orang seperti dia!"
Dato Kumbang terdiam. Dia juga sedang memikirkan sesuatu.
"Mungkin dia berasal dari jauh," bisik Dato Kumbang belum yakin benar.
"Beri aku darah segaaar."
Terdengar suara meski samar dengan suara ombak.
"Datooo, dia bersuara!" sergap Puan
"Apa yang sudah terjadi padamu?" tanya Dato Kumbang yang juga penasaran dengan orang itu.
Tubuh orang itu menggeliat dan berusaha untuk duduk meski sangat lemah.
"Aku hauuus," ucapnya lirih.
"Kamu mau minum? Biar aku ambilkan air kelapa!"
Dato Kumbang beranjak dari tempatnya. Dia berniat mengambil kelapa muda langsung dari pohonnya.
"Ti-tidak! Bukan itu. Aku membutuhkan daraaah," bisik orang itu lagi.
"Da-darah? Maksudmu, kamu mau minum darah?"
Puan gemetar mendengar ucapan kakeknya. Tanpa sadar, dia mundur menjauh. Baru kali ini, dia merasakan takut.
"Datooo, a-apa dia minum darah?"
Puan masih terbelalak. Jantungnya berdegup kencang.
"Kami tidak punya darah seperti yang kamu inginkan!"
Dato Kumbang menyadari kalau cucunya sedang ketakutan.
"Carilah sendiri di dalam hutan. Kami harus pergi!" lanjutnya lagi.
"Tidaaak! Aku terlalu lemah. Setetes saja, aku bisa hidup," pinta orang itu lagi.
Dato Kumbang mengetahui darah siapa yang dimaksud orang itu. Jelas, dia bukanlah manusia biasa. Tapi Dato Kumbang tidak bisa memberikan darahnya. Siapapun akan mati jika terkena darahnya.
"Berikan darah anak itu. Tolonglah! Aku akan mati jika tidak mendapatkan darah segar!"
Puan semakin ketakutan. Sebagian dirinya ingin menolong orang yang baru saja ditemuinya. Tapi, dia juga tidak berani memberikan darahnya.
Dato Kumbang juga bimbang. Dia sangat tahu, jika Puan memberikan darahnya kepada siapapun maka mereka akan menyatu selamanya. Sementara, mereka tidak mengetahui siapa laki-laki berwajah pucat itu.
*****
Bersambung
Puan tertegun mendengar kalau orang asing itu meminta darahnya.
"Hanya satu tetes saja ...," ucap orang asing itu lirih dengan bahasanya yang agak kaku.
Tidak! Bahkan tidak satu tetespun akan diberikan Puan. Dia sangat tahu resikonya.
"Atoook ...."
Puan menatap Dato Kumpang dengan pandangan penuh bimbang. Dia menunggu Sang Kakek memberikan keputusan.
Dato Kumbang tahu, cucunya itu ingin menolong. Tapi itu berarti menyerahkan seluruh hidupnya kepada orang asing.
"Maaf! Aku atau cucuku tidak bisa membantumu. Silakan cari hewan liar di hutan jika kau masih membutuhkan. Tapi ingat! Kamu hanya bisa mendapatkan binatang itu cukup satu saja. Setelah itu, pergilah dari pulau ini!"
Dato Kumbang belum menyadari siapa orang asing itu. Keinginannya sangat tidak masuk akal. Mungkin dia melakukan pesugihan dengan meminum darah. Dato Kumbang tidak akan memberikan hidup cucunya dengan orang seperti itu.
"Tidaak, jangan pergi. Tolonglah aku ...."
Pinta orang asing itu lagi.
"Ayo, Puan. Kita pergi dari sini!"
Dato Kumbang meraih tangan cucunya dan melangkah pergi.
Puan tidak mengatakan apapun dan mengikuti langkah kakeknya sambil beberapa kali menoleh kepada orang asing itu.
Kini, orang asing itu kembali tergeletak lemah. Hanya bisa memandangi langit yang sudah dipenuhi kegelapan. Hari terakhirnya hampir tiba.
Seharusnya dia senang. Penderitaannya sebentar lagi berakhir. Setelah sekian lama hidupnya bergantung dengan darah.
Malam mengerikan itu masih melekat dalam ingatan. Manusia berwajah pucat itu adalah seorang pekerja di kapal. Karirnya sangat cemerlang karena pandai berbahasa melayu.
Suatu ketika, disudut kapal yang gelap, sesuatu sudah menggigit lehernya namun tidak membiarkannya mati.
Orang asing itu dibiarkan menderita sendirian dan kehabisan darah hingga tak sadarkan diri. Ketika terjaga, rasa hausnya tidak bisa tertahan. Bukan untuk meminum air tapi darah!
Mangsa pertamanya adalah keekor tikus yang gemuk. Hewan menjijikan itu nampak menggairahkan. Orang asing itu menghisap darahnya sampai habis.
Hari demi hari pun berlalu. Tikus di dalam kapal hampir habis. Badai pun datang dan menghempaskan kapal. Sebagian orang terjun ke laut dan sebagian lagi bisa menyelamatkan diri dengan kapal kecil.
Tinggallah orang asing itu sendirian. Terombang ambing di atas kapal yang sudah hancur. Mengira kalau hidupnya akan berakhir.
Harapan kembali datang ketika gadis kecil itu muncul. Setetes darah manusia sudah cukup untuk membuatnya kembali hidup. Namun, tidak seorangpun yang akan memberikannya. Tidak juga anak kecil itu!
Langkah Puan kian melambat. Dato Kumbang menyadarinya.
"Ada apa? Apa kamu mau menolong orang asing itu?"
"Atoook, bagaimana nasib Puan kalau memberikan keinginan orang asing itu?"
Dato Kumbang menatap cucunya lekat.
"Kamu tidak bisa memberikan darahmu kepada sembarangan orang, Puan. Darah Atok adalah darah racun yang bisa membuat mati. Tapi darahmu adalah darah pengikat. Kamu dan orang yang mendapatkan darahmu akan bersatu selamanya. Apa kamu mau memberikan darahmu kepada orang asing itu?"
Puan terdiam. Dia tahu kebenaran yang dikatakan kakeknya. Dirinya yang bukan manusia biasa memiliki keistimewaan. Kadang keistimewaan itu menakutkan. Untuk itulah dia memilih untuk tinggal dengan kakeknya di hutan. Jauh dari kehidupan manusia biasa.
"Izinkan Puan melihat orang asing itu, Tok. Puan ingin memastikan sesuatu," pinta Puan.
Dato Kumbang mengetahui apa yang dipikirkan cucunya. Kalaupun Puan akan memberikan darahnya kepada orang asing itu, dia tidak akan melarangnya.
"Pergilah! Tapi ingatlah siapa dirimu!"
Puan mengangguk. Dia langsung membalikkan badan dan berlari kearah orang asing itu berada.
Dia harus memastikan sesuatu dan mencari tahu siapa orang asing itu sebenarnya.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!