NovelToon NovelToon

Istri Penutup Aib

Kecelakaan

Sore hari di sebuah rumah sakit, seorang gadis tengah duduk di depan neneknya yang sudah dua bulan ini terbaring lemah karena suatu penyakit berat yang mengharuskannya untuk segera dioperasi. 

Namun, karena keterbatasan biaya  membuat wanita sepuh itu harus menunda operasinya sampai sang cucu bisa mendapatkan uang senilai tiga puluh juta untuk biaya operasi. 

Gadis bernama Michelle Azzura itu menatap nanar sang nenek, ia menggenggam tangannya dan berharap akan ada keajaiban yang mampu membuat neneknya sembuh tanpa harus menjalani operasi, sebab tiga puluh juta bukanlah jumlah uang yang kecil bagi gadis berambut coklat itu, kehidupan yang pas-pasan dan pekerjaan serabutan membuatnya harus memutar otak memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat. 

Jangankan untuk biaya operasi, untuk biaya sehari-hari saja terkadang Michelle harus bekerja di beberapa tempat untuk bisa mendapatkan uang lebih agar dirinya bisa membeli makan, menebus obat serta membayar kontrakan yang saat ini ia dan neneknya tempati. 

Entah harus kemana lagi dirinya mencari pinjaman, sebab hutangnya pada para tetangga saja sudah menumpuk dan mereka kini enggan meminjamkan uang lagi pada Michelle yang selalu telat membayar. 

"Kemana lagi aku harus mencari uang tiga puluh juta itu? Satu-satunya jalan yaitu dengan meminjam ke bank, tapi apa yang bisa aku jaminkan pada pihak bank sementara harta saja aku tidak punya," keluh Michelle mengusap wajahnya kasar. 

PING …

"Chell, kamu dicariin bos," pesan masuk dari rekan kerjanya yang berada di sebuah restoran. 

"Aku lagi di jalan, tunggu sebentar," balas Michelle. 

Gadis itu mencium kening sang nenek dan berpamitan untuk bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat saji sebagai seorang tukang cuci piring. 

.

.

                 🌸🌸🌸🌸

"Terlambat lagi? Kamu saya pecat!" kata seorang pria yang merupakan manajer restoran tempat Michelle bekerja. 

"Bos, bos saya mohon maafkan saya … beri saya kesempatan satu kali lagi, saya janji besok-besok tidak akan terlambat lagi." Michelle memohon kepada bosnya agar dirinya tidak dipecat karena ia sangat membutuhkan pekerjaan tersebut.

Michelle terus mengikuti bosnya kesana kemari dan tak berhenti bicara agar bosnya mau mempertimbangkan kembali keputusannya. 

"Michelle, keputusan saya sudah bulat dan silahkan kamu pergi dari sini. Ini pesangon buat kamu." 

"Tapi pak." 

Pria itu mengangkat tangannya sebagai tanda menunjukkan jalan keluar pada mantan karyawannya. 

Michelle mengerucutkan bibirnya sambil mengambil amplop berisi beberapa lebar uang dari meja mantan bosnya, ia mendengus sebal dan pergi dari ruangan bosnya sembari menggerutu.

"Dasar si gendut menyebalkan, hanya terlambat lima menit saja langsung memecat … awas saja kalau aku kaya aku beli restoran ini dan akan aku pecat kamu dari sini," gerutunya kemudian pergi meninggalkan restoran tersebut. 

.

.

.

.

.

                          🌸🌸🌸🌸

Di salah satu studio pemotretan. Seorang pria dengan perawakan tinggi, gagah, berotot, tampan berkulit putih serta memiliki hidung mancung tengah berpose mesra dengan seorang model cantik yang merupakan partner kerjanya. 

Tanpa ada rasa canggung sama sekali, pria itu menyentuh pinggang dan paha si wanita dengan wajah yang begitu dekat bahkan kedua bibir mereka nyaris menempel satu sama lain. 

"Oke, good … thanks ya buat hari ini," seru seorang fotografer pada kedua modelnya. 

Pria itu mengakhiri posenya dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.

"Terimakasih untuk hari ini, Tuan Arsyad," ujar Irene sedikit menggoda.

Pria bernama lengkap Arsyad Mahendra itu hanya mengangguk dan meninggalkan Irene tanpa mengatakan apapun. 

"Ella, saya pulang duluan," kata Arsyad menyambar kunci mobilnya yang sedang di pegang oleh Kanza — supir Arsyad. 

"Arsyad tunggu, kamu mau menyetir sendirian?" tanya Ella — manager artis sekaligus orang yang selalu mengurusi semua kebutuhan dan urusan Arsyad.

"Hem," jawab Arsyad singkat. 

"Enggak-enggak, ini udah malem dan kamu kecapean … Kanza!" teriak Ella memanggil supir yang selalu mengantar Arsyad kemana-mana.

"Ella, tidak apa-apa aku ada urusan biar Kanza pulang bersamamu," sela Arsyad masih dengan wajahnya yang datar.

"Tapi Arsyad itu bahaya."

Pria itu tak mendengarkan ucapan managernya, ia langsung pergi ke arah mobilnya dan meninggalkan Ella yang sedang mengomel karena dirinya yang sulit diberi tahu. 

Arsyad menyalakan mesin mobilnya, dan meninggalkan lokasi pemotretan tersebut.

Arsyad Mahendra adalah seorang model tampan sekaligus pengusaha yang sudah terkenal baik dalam maupun luar negeri, pria blasteran indo Belanda itu terkenal dengan sikapnya yang dingin pada setiap wanita, bahkan tak jarang dirinya selalu dirumorkan oleh netizen jika Arsyad memang tidak normal dan penyuka sesama jenis. 

Namun, Arsyad tak pernah menanggapi komentar para netizen yang memiliki kekuasaan serta kesempurnaan yang melebihi dewa, bagi Arsyad semua komentar yang selalu memenuhi laman web dimana fotonya di pajang hanyalah omong kosong belaka yang tak patut untuk ditanggapi oleh dirinya. 

.

.

.

Malam semakin larut, hujan deras serta petir tiba-tiba saja datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Arsyad yang masih mengendarai mobilnya, terlihat mulai menguap beberapa kali karena merasa lelah setelah seharian bekerja. 

Arsyad yang sudah tidak sabar ingin segera sampai ke rumahnya, menaikan kecepatan mobilnya diatas rata-rata terlebih lagi keadaan jalanan yang lengang membuatnya merasa semakin tertantang untuk menguji keahliannya dalam mengemudikan mobil pajerik miliknya. 

Ia kembali menaikan kecepatan mobilnya untuk menghilangkan rasa kantuk yang melanda, akan tetapi saat di persimpangan jalan ketika Arsyad sedang asiknya memacu laju kendaraannya tiba-tiba saja seseorang dengan jas hujan hijaunya muncul tepat di depan mobilnya dan nyaris tertabrak. 

Arsyad yang merasa kaget dengan kemunculan orang tersebut yang entah datang dari mana langsung membanting setirnya ke kiri dan menyebabkan mobil yang ditumpanginya menabrak sebuah pembatas jalan. 

Pria itu tampak meringis kesakitan, karena kepalanya membentur stir cukup keras yang mengakibatkan darah segar mengucur dari dahinya dan di detik berikutnya Arsyad pun tak sadarkan diri. 

"Hei, buka pintunya kau tidak apa-apa," teriak seorang wanita berjas hujan hijau yang tadi nyaris tertabrak mobil Arsyad. 

Wanita itu terus mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil Arsyad sambil berteriak meminta tolong. Karena tak ada siapapun disana, wanita tersebut terpaksa menghancurkan kaca mobil Arsyad dengan menghantamkan sebuah batu besar. 

Setelah kaca mobil itu pecah, dia membuka kunci mobil tersebut dan mengeluarkan Arsyad dengan susah payah dari mobilnya yang kini mengeluarkan kepulan asap serta percikan api. 

Wanita itu tertatih-tatih menggandeng Arsyad agar menjauh dari mobil mewah tersebut yang tak lama kemudian mobil itu meledak dan terbakar. 

.

.

.

Bersambung 

Menikah pekan depan.

Wiiiiuuuwwwwww. 

Suara sirine ambulance mengisi keheningan jalanan di malam hari. Wanita yang masih mengenakan jas hujan hijau itu tampak begitu khawatir dengan keadaan si pria yang saat ini sedang terbaring tidak sadarkan diri di depannya. 

"Pak buruan kenapa sih bawa mobilnya," protesnya pada supir ambulan. 

"Iya mbak, ini juga saya udah cepet," jawab supir tersebut yang kembali menaikan kecepatan mobilnya. 

Usai menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, ambulans pun sampai di depan rumah sakit. Para tim medis buru-buru mengevakuasi Arsyad dan membawanya ke ruangan UGD. 

"Duh, gimana nih. Semoga aja dia nggak kenapa-kenapa," gumamnya yang terus mondar mandir tak karuan di depan ruang UGD menanti dokter keluar dan mengatakan jika pria yang tak dikenalnya itu akan baik-baik saja. 

.

.

.

.

Keesokan paginya. 

Arsyad yang mulai sadar setelah satu malam dalam keadaan pingsan, membuka matanya perlahan. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang didominasi dengan cat serba putih serta bau obat yang begitu menyengat indra penciumannya. 

"Ah, dimana aku?" ringis Arsyad memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. Ia mencoba untuk bangun dan dilihatnya seorang gadis yang sedang tertidur di samping ranjangnya.

Dia mengerutkan dahinya dan melihat siapa wanita yang sedang tertidur tersebut. 

Arsyad menusuk-nusukan telunjuknya pada pundak sang gadis agar wanita itu terbangun dan memberitahu dirinya sedang ada dimana. 

"Hei, bangun," ucap Arsyad tegas. 

Wanita yang sedang tertidur itu mengerjapkan kedua matanya kemudian menggeliat, merentangkan kedua tangan serta menguap di depan Arsyad yang kini tengah menatapnya tanpa ekspresi.

Mendapati dirinya yang sedang ditatap pria, ia langsung menutup mulutnya serta menurunkan kedua tangannya yang tadi sedang melakukan peregangan. 

Gadis itu terkekeh untuk menutupi rasa malunya di depan Arsyad. 

"Pak, anda sudah sadar? Syukurlah, tunggu sebentar aku panggilkan dulu dokter," ucapnya buru-buru pergi. 

"Tunggu!" 

Wanita dengan rambut dikuncir itu menghentikan langkah kakinya yang sudah berada diambang pintu. 

"Ya ampun, jangan bilang kalau dia mau marah. Aku harus segera kabur dari sini," rengeknya dalam hati. 

"Hehe, ya pak?" jawabnya seraya membalikkan tubuh ke arah Arsyad. 

"Dimana aku?" tanya Arsyad bingung. 

Gadis itu menghampiri Arsyad lagi dan mengatakan jika dirinya sedang ada di rumah sakit.

"Rumah sakit?" Arsyad diam sejenak, untuk mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Setelah mengingat jika semalam dirinya hampir menabrak seseorang, Arsyad langsung mengeraskan rahangnya. Ia menatap tajam pada gadis tersebut yang kini terlihat gugup karena merasa bersalah. 

"Kau yang semalam menyebrang sembarangankan," dengus Arsyad marah. 

Wanita itu langsung memegang tangan Arsyad dan meminta maaf. 

"Pak, maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja, aku hanya ingin menyelamatkan kucing dan—," 

"Pergi dari sini." Arsyad menepis tangannya lalu mengusir gadis yang sudah membuatnya celaka hanya karena seekor kucing. 

"Pak." 

"Aku bilang pergi ya pergi, kamu tuli!" sentak Arsyad membuat wanita itu tertegun dan diam mematung. 

Arsyad menghela napasnya, tingkat kesabaran Arsyad yang setipis selembar tisu itu mulai meledak. Ia kembali berteriak dan mengusir gadis tersebut sampai sang manajer datang untuk menenangkannya. 

"Usir dia dari sini," titah Arsyad mengetatkan giginya.

Ella menatap Kanza, dan menggerakan kepalanya seraya menyuruh Kanza untuk membawa gadis itu pergi dari ruangan rawat Arsyad. 

"Mbak." Kanza mempersilahkan agar wanita itu segera keluar tapi gadis tersebut masih saja menatap Arsyad sebal. 

"Dasar tidak tahu diri, sudah ditolong bukannya terima kasih malah mengusir. Aku doakan kamu suatu hari kau akan memohon meminta pertolongan padaku, dan aku tidak akan sudi menolong mu walau kau sampai menangis darah," umpatnya dalam hati. 

"Mbak," panggil Kanza lagi membangunkannya dari lamunan. 

"Apa!" dengusnya kemudian ia pergi dari ruangan tersebut dengan perasaan kesal.

Kanza tertegun dan menatap aneh pada gadis berambut coklat itu yang kini sudah menjauh darinya.

"Arsyad, aku kan sudah bilang untuk pulang bersama Kanza kenapa kau tak mendengar beginikan jadinya," omel Ella memarahi sang model. 

"Diamlah, jika kau kemari hanya untuk mengomel sebaiknya kau pergi," usir Arsyad pada Ella. 

Ella menarik napasnya dalam, kemudian ia terdiam menatap Arsyad yang selalu saja bersikap keras kepala jika diberi tahu. 

"Dimana ponselku?" tanya Arsyad. 

"Ponselmu terbakar bersama mobilmu," jawab Ella santai. 

"Apa!" sentak Arsyad menaikan sebelah alisnya. 

"Ya, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau bisa mengalami kecelakaan separah itu?" 

Arsyad kembali mengeraskan rahangnya, ia mengepalkan kedua tangannya erat dan mengingat wajah gadis tadi dengan kebencian. Sebab selain hampir menghilangkan nyawanya, gadis itu juga sudah mengakibatkan kerugian material yang begitu banyak baginya. 

Ting …

Ting …

Ting …

Kriing ….

Suara notif pesan masuk yang kemudian dilanjutkan dengan suara panggilan telepon yang masuk ke ponsel Ella.

Wanita itu menatap Arsyad sesaat, kemudian mengangkat panggilan telepon tersebut. Wajah wanita itu seketika terlihat begitu serius, lalu ia mematikan panggilan teleponnya. 

Ella kembali duduk dan mengecek notif yang masuk ke ponselnya, matanya langsung membulat dengan sempurna saat melihat banyak artikel yang menuliskan jika Arsyad kepergok sedang berkencan bersama seorang pria di salah satu villa yang ada di puncak Bogor. 

Tak hanya judul, media berita itu juga turut menampilkan beberapa foto Arsyad saat sedang memeluk dan berciuman mesra di sebuah kolam renang bersama pria yang digadang-gadang adalah seorang pengusaha batu bara.

"Kanza cepat tutup pintunya, panggil bodyguard agar menjaga pintu ruangan rawat ini," titah Ella panik. 

Tanpa bertanya, pria dengan postur tubuh tinggi kurus itu langsung melaksanakan perintah Ella dan memanggil kedua bodyguard yang selalu mengikuti Arsyad kemanapun dia pergi. 

"Ada apa?" tanya Arsyad datar.

"Fotomu saat di villa bocor, besar kemungkinan para wartawan akan segera mengejarmu kemari," tutur Ella panik. 

Arsyad mengerutkan dahinya "Bocor? Kenapa bisa?" 

Ella tampak berpikir lalu, menjentikkan jarinya. "Ponselmu," cetusnya menatap Arsyad serius. 

"Ponselku? Bukankah kau bilang ponselku terbakar bersama mobilku?" 

"Aku hanya menebak, sebab mobilmu hancur tak bersisa, pasti ada seseorang yang mengambilnya dan sengaja ingin menghancurkan karirmu dengan menyebarkan foto itu," sangka Ella.

Arsyad kembali berpikir, dan bertanya pada dirinya sendiri siapa orang yang telah mengambil ponsel dan menyebarkan foto-foto pribadinya ke media. 

"Gadis itu," gumam Arsyad.

"Siapa?" tanya Ella penasaran.

"Cari gadis yang tadi ada disini, aku yakin pasti dia yang melakukannya," seru Arsyad penuh keyakinan. 

Ella cepat-cepat keluar dan mencari wanita yang tadi di usir oleh Arsyad, namun sangat di sayang sekali wanita tadi telah menghilang dan Ella yang kini dikerubungi oleh banyak wartawan tak bisa mencarinya lagi. 

"Mbak, apa tanggapan mba mengenai berita tentang Arsyad?"

"Mbak apa benar, mas Arsyad memiliki hubungan khusus dengan pengusaha itu?" 

"Mbak bagaimana dengan kondisi mas Arsyad pasca kecelakaan tadi malam, saya dengar mas Arsyad kecelakaan karena bertengkar dengan kekasihnya yang sejenis." 

"Mbak."

"Mbak." 

Serentetan pertanyaan terus dilontarkan pada Ella, wanita yang hampir berkepala empat itu terlihat begitu bingung. Apa yang mesti dia katakan pada para pengejar berita tersebut, meskipun saat ini bisa menyangkal jika berita itu hoax tapi mereka sudah memiliki bukti yang sudah dianalisa oleh ahli pakar telematika. 

Ella memutar otaknya hingga sebuah ide pun muncul begitu saja di kepalanya. "Begini teman-teman, sebenarnya berita itu hoax. Arsyad adalah orang yang normal, dia menyukai wanita dan mengenai foto yang tersebar itu juga asli adanya dan itu adalah salah satu projek yang sedang Arsyad garap untuk salah satu film yang akan diperankan oleh Arsyad," jelas Ella.

"Benarkah? Apakah saat ini Arsyad memiliki kekasih?" tanya wartawan lagi.

"Ada, Arsyad punya kekasih dan mereka akan melangsungkan pernikahan pekan depan," celetuk Ella menjawab pertanyaan wartawan tersebut.

"Siapa itu, mbak?" 

"Identitasnya masih dirahasiakan, kalian tunggu saja … baik cukup untuk hari ini terimakasih ya teman-teman dan doakan yang terbaik untuk Arsyad." Ella pamit undur pada pemburu berita tersebut lalu bergegas kembali ke ruangan rawat Arsyad.

.

.

.

.

Bersambung.

Istri penutup Aib

Arsyad mematikan televisi yang ada di ruang rawatnya. Dia diam menunggu sang manajer untuk menjelaskan kenapa Ella mengatakan pada wartawan jika dirinya akan segera menikah pekan depan. 

Ella menelan ludahnya kasar dan berusaha untuk menjelaskan jika dirinya benar-benar kebingungan, jika dia tidak mengatakan Arsyad akan segera menikah. Awak media akan terus mengejarnya dan terus mengangkat berita tentang Arsyad yang memiliki ketertarikan pada sesama jenis. 

"Lalu, apa kau pikir dengan kau mengatakan aku akan menikah ... paparazi itu tidak akan mengejar kita lagi?" cibir Arsyad pada Ella. "Justru mereka akan semakin mengejar dan menanyakan kebenaran ini," lanjut Arsyad kesal. 

Ella menggit kuku jempolnya dan berpikir. "Begini saja, bagaimana kita mencari seorang wanita yang mau berpura-pura menjadi istrimu ya anggap saja sebagai istri penutup aib begitu," usul Ella. 

"Maksudnya?" Arsyad menautkan kedua alisnya tak mengerti.

"Semacam pernikahan kontrak, kita bayar wanita itu dan kau menikah dengannya dalam jangka waktu satu tahun setelah berita tentang mu menghilang kau bisa menceraikannya dan mengangkat karirmu lebih tinggi lagi dengan berita perceraian itu," usul Ella lagi. 

"Kau gila, dimana aku harus mencari wanita yang mau di ajak menikah seperti itu, aku tidak mau," tolak Arsyad yang merasa ide Ella itu tak masuk akal. 

"Ayolah sayang, demi karir dan nama baikmu kau tidak mau kan jika karirmu hancur karena rumor ini," bujuk Ella.

"Ella, tapi dimana kita harus mencari wanita seperti itu?" 

"Tenanglah Arsyad, kau hanya perlu bekerja seperti biasa saja. Soal calon istrimu biar aku yang tangani." 

"Baiklah, tapi aku tidak mau wanita sembarangan. Meskipun, dia hanya istri sementara yang akan menutupi aibku, aku tetap ingin wanita yang jelas dengan asal usulnya." 

"Beres," pungkas Ella mengakhiri percakapan antara dirinya dan Arsyad. Kini ia menyibukkan diri dengan mengurus administrasi atas perawatan Arsyad di rumah sakit tersebut. 

.

.

.

.

Dua hari kemudian. 

Di depan rumah Arsyad yang bak istana, terlihat sebuah antrian panjang yang dominan diisi oleh para wanita. Berbekal selembar kertas undangan yang dibagikan secara rahasia, wanita-wanita itu terlihat antusias menunggu giliran dan menunjukan bakat terpendam mereka di depan sang pria tampan yang menyerupai pangeran berkuda putih. 

Di dalam antrian itu tak hanya gadis belia saja yang sedang mengantri, tapi berbagai macam usia turut berpartisipasi. Dari usia 17 tahun sampai usia lanjut turut hadir dan berpenampilan tak mau kalah dari para anak muda dan bisa dibilang lebih nyentrik agar menjadi pusat perhatian. 

"Kajol," seru Kanza memanggil salah seorang peserta yang sedang mengantri. 

"Saya," sahut seorang wanita cantik berpenampilan ala India.

Kanza memindai wanita itu dari atas sampai bawah, kemudian menyuruhnya untuk masuk. 

"Hai, ni hao," sapa Ella ramah.

"Ekhem, Ella ni hao bukannya bahasa China," bisik Arsyad.

"Eh, iya dia dari India ya … Namaste, Namaste," kekeh Ella kembali menyapa peserta.

"Namaste," sapa peserta dengan senyum cerianya. 

"Namanya siapa?" tanya Ella.

"Nama pendek saya Kajol." 

"Oh, kalau nama panjang?" 

"Kajolok bambu," kekeh peserta tersebut. 

"Mohon maaf, itu kecolok neng," timpal Ella tertawa dengan candaan peserta yang memakai baju adat India tersebut. 

Peserta itu ikut terkekeh dan mengangguk-anggukan kepalanya. 

"Kamu bisa masak?" tanya Ella.

"Enggak." 

"Bisa nyuci?" 

"Enggak juga." 

"Bisa mengurus rumah dan hal sebagainya?" 

"Enggak, saya enggak bisa mengurus semua pekerjaan yang biasa dikerjain sama pembantu," jawab Kajol. 

"Kenapa?" 

"Ya nggak apa-apa, cita-cita saya kan menikah sama Shahrukh Khan. Mba tahukan Shahrukh Khan itu siapa dan seberapa kayanya dia, jadi saya nggak perlu ngelakuin hal kayak gitu kan nanti saya punya pembantu, jadi ngapain ngerjain kerjaan rumah ... nggak level," celoteh Kajol dengan nada sombong. 

Ella menganggukkan kepalanya. 

"Next," teriak Arsyad meminta peserta selanjutnya. 

"Loh saya ditolak?" protes Kajol. 

"Iya maaf ya Kajol, kamu belum bisa diterima buat jadi istrinya pak Arsyad," ucap Ella.

Kajol menghentakan kakinya. "Heuh, dasar borokokok siah. Urang teh hanas dandan ciga kie eh malah di tolak, boga rupa pas-pasan ge meni loba pulah pilih kasepan keneh Shahrukh Khan jeng maneh ge ah, emak kumaha atuh ieu teh gagal deui wae kawin jeung nu beunghar teh," gerutu Kajol sembari menangis. 

"Dia bilang apa?" tanya Arsyad tak mengerti.

Ella hanya tersenyum dan mengatakan pada Arsyad jika wanita itu sedang memuji ketampanannya. 

Hidung Arsyad sedikit merekah, ia berdehem untuk menutupi rasa ge'ernya dan kembali duduk dengan wajah yang datar seperti semula.

"Hai," seru seorang peserta kedua yang mengenakan pakaian khas penari timur tengah.

"Halo," sapa Ela. "Namanya siapa?" 

"Dewi." 

"Dewi, bawa apa?" tanya Ella penasaran pada keranjang yang dibawa oleh wanita tersebut. 

Wanita itu tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari keranjangnya yang membuat Arsyad dan Ella langsung meloncat ke pangkuan bodyguard yang sejak tadi berada disisi mereka, karena melihat ular cobra berukuran besar yang dikeluarkan oleh peserta bernama Dewi itu.

"Astaga cepat masukan kembali ular itu," titah Arsyad ketakutan.

"Tapi Tuan saya akan menari dengan ular ini," ucap Dewi. 

"Tidak, tidak perlu kau didiskualifikasi." 

"Apa? Dasar menyebalkan." Dewi yang tak terima langsung didiskualifikasi sebelum menunjukkan bakatnya pun mengeluarkan anak-anak ular yang ada dalam keranjang, kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan binatang menakutkan itu di rumah Arsyad.

Satu rumah pun menjadi heboh karena anak-anak ular yang berkeliaran kemana-mana, para penghuni rumah pun meloncat kesana dan kemari sampai akhirnya pemadam kebakaran datang dan perlu waktu satu jam bagi mereka untuk bisa mengevakuasi hewan melata itu yang telah menyebar ke seluruh ruangan. 

Urusan dengan hewan menggelikan telah usai, Ella kembali meneruskan audisi pencarian calon istri untuk Arsyad. Dan dari dari sekian banyak wanita yang mengantri tak ada satupun yang membuat Arsyad tertarik.

"Kanza, berapa orang lagi?" tanya Ella pada Kanza yang bertugas di depan. 

"Dua, mbak." 

Ella menoleh pada Arsyad, yang kemudian pria itu mengangguk untuk meneruskan audisi tersebut yang menyisakan dua peserta. 

Ella dan Arsyad masih menunggu, dan di detik berikutnya mereka terlihat begitu kaget saat melihat peserta yang memiliki usia sekitar 70 tahun.  

Arsyad menatap tajam Ella. 

Ella memalingkan wajahnya dan mewawancarai nenek tersebut yang ikut mengantri selama beberapa jam. 

"Nenek, namanya siapa?" 

"Hah!" teriak sang nenek dengan suaranya yang cempreng membuat telinga Arsyad terasa sakit. 

"Nenek namanya siapa?" Ella mengulangi pertanyaannya lagi. 

"Apa! Sendal? Kenapa emang sama sendal gua!" jawab sang nenek.

Arsyad menepuk jidatnya. 

"Nama nek, N A M A." ella memperjelas ucapannya lagi. 

"Nyolong? Gua kagak nyolong, ini bakal di kasih ama anak gua kemarin," jawabnya lagi tidak nyambung. 

Arsyad menghembuskan napasnya, dan menggelengkan kepalanya meminta Ella untuk mengakhiri mewawancarai nenek tersebut. 

Ella memanggil Kanza untuk membawa nenek tersebut dan butuh perjuangan bagi Kanza untuk membawa nenek itu keluar dari rumah, sebab nenek itu tetap bersikeras ingin menjelaskan jika dirinya memang tidak mencuri sendal yang dipakainya. 

"Kanza, biar aku yang bicara padanya," sahut Arsyad menghampiri nenek tersebut. 

"Eh buset, cakep amat ya ini bocah … eh ganteng lu mau kagak jadi laki gue yang ke empat, mao ya," celoteh sang nenek membuat Kanza dan Ella terkejut. 

"Nenek, sebaiknya nenek pulang tadi cucunya nyariin," ucap Arsyad.

"Siapa, cucu gua nyariin. Etdah gua lupa kalau tadi gua disuruh beli susu bakal cucu gua, kalau gitu gua balik dulu yak  ganteng … entar kabarin kalau lu mau jadi laki gue ya," ujar sang nenek yang kemudian pergi dan tak berselang lama nenek itu kembali menghampiri Arsyad sambil tersenyum.

"Apalagi nek?" 

"Ini gua lupa, gua kagak bawa duit buat beli susu cucu gua … bisa kagak ya gua minta seratus rebu aja, gue males buat balik ke rumah jauh," ujarnya cengengesan.

Arsyad kembali menghela napasnya dan meminta uang pada Ella.

"Ini, lima ratus ribu cukup kan?"

"Ya allah, baik bener lu ngasih gua duit segini banyaknya, makasih yak gua doain lu makin ganteng, makin kaya, sehat dan dapet bini yang bae dan sholehah," cerocos nenek bicara tanpa henti.

"Iya, aamiin udah ya nek sekarang nenek pulang kasian udah di tunggu cucunya." 

Sang nenek yang sudah mendapatkan uangpun akhirnya pergi, membuat Arsyad dan Ella bisa bernapas dengan lega. 

Kini giliran peserta terakhir. Seorang wanita cantik, berambut panjang dan lurus. Kulit mulus, hidung mancung, mata agak sipit, bibir sexy dan body montok, tinggi semampai pokoknya spek bidadari yang terjungkal dari langit. 

"Syad, ini udah cocok ferpect," bisik Ella yang terpana pada sosok peserta wanita terakhir itu. Apalagi saat melihat senyumnya, Ella saja yang merupakan wanita merasa meleleh saat melihatnya. 

"Hai namanya siapa?" sapa Ella seramah mungkin.

"Luna," jawabnya dengan suaranya yang serak-serak banjir dan agak sengau.

"Oh Luna." 

"Iya, mbak." 

"Luna bisa apa aja?" 

"Banyak mbak. Saya bisa nyapu, ngepel, masak, nyuci, nyetrika, ngurus anak dan suami, ngangkat galon, barbel, semen juga bisa … ngangkat masnya juga saya kuat kok," ungkapnya terkekeh. 

"Waw hebat ya, Luna," puji Ella sembari mengerutkan dahinya agak aneh. 

"Syad, gimana?" tanya Ella pada bosnya.

"Terserah deh, aku capek," jawab Arsyad yang sudah terlihat begitu lelah setelah seharian membuang-buang waktu dengan menanyai para perempuan aneh yang datang ke rumahnya. 

Ella pun mengangguk dan tersenyum pada peserta yang bernama Luna tersebut. "Selamat ya Luna, kamu di terima jadi calon istrinya pak Arsyad." 

Wanita itu terbelalak tak percaya dan hampir menangis. "Mbak ini beneran saya diterima jadi calon istrinya pak Arsyad?" tanya Luna meyakinkan. 

"Iya benar Luna, sekali lagi selamat ya." 

"Omaigat, Yes," celotehnya yang membuat Arsyad dan Ella tiba-tiba terkejut saat mendengar suara Luna yang menyerupai suara pria.

.

.

.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!