"Anak siapa yang kau kandung itu, Zora! Aku bahkan belum sekali pun menyentuhmu!" Alby, begitu murka ketika mendapati testpack dengan dua garis merah yang terpampang jelas.
Alby, mencengkram kuat rahang Zora. Dan menatapnya tajam penuh murka. Bak serigala yang siap menyantap mangsanya.
"Kau tidak perlu bersusah payah mencari tahu, anak siapa yang aku kandung. Kau hanya perlu ceraikan aku, By!" Zora, dengan raut wajah tak kalah murka dan emosinya, benar-benar memohon agar Alby menceraikannya.
Bukankah seharusnya Alby tak bisa memaafkan kesalahan yang dilakukan Zora! Ia sedang mengandung sekarang, sedangkan Alby merasa tidak sekali pun pernah menyentuh istri yang sudah satu tahun ia nikahi itu.
"Kau pikir aku akan melepaskanmu?" Alby justru menyeringai. "Tidak akan pernah!" Sarkasnya lalu menghempas Zora ke atas ranjang.
Memang benar, Alby sangat murka dan marah. Bahkan bersiap untuk membu**h pria yang sudah berani menyetubuhi istrinya hingga hamil.
Tapi, Alby tidak akan pernah melepaskan Zora. Tidak! Alby tidak akan membiarkan siapapun memiliki Zora.
Zora hanya akan menjadi miliknya, hingga sampai kapanpun.
Dan dia justru mengangap, selama ini mungkin ia kurang ketat mengawal Zora.
"By! Bukankah aku sudah melakukan kesalahan besar." Zora masih belum menyerah, keputusan untuk bercerai dengan Alby sudah bulat. Zora menghentikan langkah Alby yang akan keluar dari kamarnya.
Alby menghentikan langkahnya, lalu kembali berbalik menghadap ke arah Zora.
"Lantas! Apa kau sengaja melakukannya? Agar bisa terlepas dari ku?" Dengan senyuman smirk nya. Alby perlahan kembali mendekati Zora. Pun begitu dengan Zora, yang perlahan mengambil langkah mundur. Wanita itu, memang selalu menghindar dari sentuhan Alby. Ya, dari hari pertama ia resmi menjadi istri Alby. Dengan lantang ia melarang dan tidak mengizinkan Alby menyentuh tubuhnya. Alby, yang sangat mencintai istrinya itupun. Begitu patuh, ia benar-benar tidak sekali pun menyentuh Zora, bahkan sehelai rambut pun. Zora, hanya menjadi pajangan didalam istananya.
Pertanyaan terbesarnya, mengapa? Zora tidak bisa menerima Alby! Padahal pria itu nyaris sempurna.
"Aku mohon, By! Lepaskan aku." Lirihnya, tapi sekeras apa pun Alby terhadap Zora. Tidak sekalipun ia menjatuhkan air matanya di hadapan pria itu. Langkah Zora terhenti, karna terhalang tempat tidur.
"Setelah kau pijakan kakimu dirumah ini, jangan pernah bermimpi bisa keluar lagi, Zora. Camkan itu!" Alby berdengus kesal, lalu kembali mengambil langkah dan keluar dari kamar Zora.
"Kumpulkan semua pengawal." Perintah Alby pada dua orang pengawal yang menjaga pintu kamar Zora. Seiring dengan langkahnya yang terus berjalan melewati kedua pengawal itu.
"Baik, Tuan." Imbuh kedua pengawal lengkap dengan anggukan kepala.
*
Alby, duduk di singgasananya. Memperhatikan satu persatu wajah bodyguard yang ia pekerjakan untuk menjaga Zora. Total semuanya berjumlah 15 orang.
"Kau!" Tunjuk Alby pada salah seorang bodyguard. "Bukankah, kau yang paling bertanggung jawab dalam pengawasan Zora!" Lanjutnya.
Pria yang sedang di tunjuk Alby. Adalah kepala bodyguard, ia yang selalu berada disamping Zora. Bahkan kemanapun Zora pergi, ketika bertemu dengan keluarganya sekali pun, Rein harus tetap berdiri disamping Zora. Tak pernah sekalipun Zora terlepas dari pandangannya.
"Iya, Tuan." Rein menunduk. Tentu saja, ia yang akan disalahkan dengan kejadian ini. Tapi, bahkan Rein sekalipun tidak menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi. Padahal, Zora tak pernah terlihat dekat dengan pria manapun. Atau pergi ke tempat yang mencurigakan. Kalaupun Zora keluar, atau masuk ke suatu tempat. Kecuali Toilet dan kamar pribadi, Rein akan selalu berada disampingnya.
"Kau yang bertanggung jawab untuk mencari tahu, siapa pria itu. Bawa dia kehadapan ku dalam keadaan hidup atau pun mati! Kalau kau tak bisa menemukannya, nyawamu sebagai gantinya!" Perintah Alby.
"Baik, Tuan." Rein mengangguk, tanpa berani menatapnya.
Alby, meninggalkan ruangan itu dengan kesal dan berang. Setelah kepergiannya, satu ruangan itu jadi riuh. Mereka benar-benar bingung, "Bagaimana bisa? Bukankah kita sudah menjaga Nona Muda dengan sangat ketat!" Imbuh salah seorang bodyguard disana. Yang lainnya pun ikut menyahut.
Hanya Rein, yang terdiam seorang diri disana. Setelahnya langsung mengambil langkah menuju kamar Zora dengan tergesa-gesa.
Ini antara hidup dan matinya, tentu saja ia harus segera mencari tahu. Alby, bukan orang yang berucap tanpa bertindak.
Jika ia sudah mengatakan A, maka ia akan melakukannya.
Rein, mengetuk pintu kamar Zora.
"Nona, ini aku." Imbuhnya, ketika tak ada jawaban dari dalam sana.
Setelah mendengar jika yang mengetuk pintu itu Rein, Zora bangkit dari tempat tidur dan segera membuka pintu.
"Apa benar kau, hamil?" Tanya Rein, langsung ketika Zora membuka pintu kamarnya.
Zora menghela nafas dalam. "Apa yang ia perintahkan kali ini?" Tanyanya pada Rein. Keduanya memang tampak akrab, sekitar 6 bulan yang lalu. Karena suatu kejadian, akhirnya membuat Zora dan Rein memutuskan untuk berteman. Pertemanan yang terjalin tampa sepengetahuan siapapun, termasuk Alby!
"Tuan menyuruhku mencari pria yang sudah menghamilimu!" Pungkas Rein.
Zora menyeringai, lalu mengalihkan pandangan matanya. "Lalu?" Tanya nya kemudian.
"Jika aku tidak menemukannya, nyawaku jadi taruhannya." Sarkas Rein, melanjutkan.
"Dia benar benar gila!" Zora, tampak kembali serius setelah mendengar kalimat yang diucapkan Rein.
"Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus menemukan pria itu?" Tanya Rein tampak benar benar serius.
"Memangnya apa yang akan di lakukannya, apa dia akan membunuhnya?" Tebak Zora.
"Tentu saja!"
Zora kembali terkekeh. "Kau tidak akan bisa menemukannya!" Zora kembali menutup pintu kamarnya, wajahnya berubah tampak kesal. Meninggalkan Rein dengan beribu pertanyaan di benaknya. Dan rasa penasaran yang luar biasa, bagaimana tidak. Rein bahkan orang yang paling dekat dengannya saat ini saja tidak tahu, dengan siapa Zora hamil. Tidak! bagaimana bisa ia hamil. Sedangkan ia tak pernah luput dari pengawasan Rein.
"Ternyata kau disini!" Suara itu, mengalihkan pandangan Rein dengan cepat.
Rein berbalik, menghadap ke arah James pria yang tak lain adalah seniornya. Sekaligus orang yang sudah menawarkan pekerjaan bodyguard ini padanya.
"Bisa kita bicara di luar?" Ujar James, karena kedua bodyguard penjaga pintu kamar Zora sudah kembali ke tempatnya.
"Tentu.." Jawab Rein, setelahnya mengikuti langkah James menuju arah tangga. Untuk turun dari lantai dua, keduanya pun berakhir di taman belakang.
"Apa kau benar benar tidak tahu, siapa pria yang sudah menghamili Nona Muda?" Tanya James langsung to the point.
"Jika aku tahu, aku pasti sudah langsung memberitahukannya pada Tuan Alby." Imbuh Rein, sambil menyodorkan rokok ke arah James.
James menerima kotak rokok yang di sodorkan Rein, mengeluarkan sebatang rokok. Lalu menyodorkan kotak rokok itu kembali pada Rein.
"Apa menurutmu itu bisa terjadi? Padahal kalian sudah mengawal Nona Muda dengan sangat ketat."
Rein menunduk, lalu menghembuskan asap rokoknya. "Entahlah, aku tidak bisa menjamin kemungkinannya. Aku hanya perlu mencari tahunya sekarang."
Kedua pria itu, memang tidak berada dalam satu tim. James, adalah supir pribadi Alby. Sedangkan Rein, selain kepala bodyguard di timnya, ia juga merangkap menjadi supir pribadi Zora.
Alby dan Zora. Masing masing memiliki bodyguard yang berbeda. Selain di kawal oleh bodyguard, Zora juga dilayani oleh 25 pelayan wanita. Yang masing masing punya bagiannya tersendiri.
*
Tok!Tok!
"Tuan, bagaimana dengan perjalanan bisnis Anda malam ini?" Tanya James.
Alby, menoleh. "Siapkan keberangkatannya." Sarkasnya, dengan raut wajah tak biasa.
"Baik, Tuan." Imbuh James setelahnya ia langsung keluar dari ruangan itu. Dan menghubungi sekretaris Alby, untuk mempersiapkan Helikopter sebagai transportasi perjalanan bisnis Alby.
Pria yang gila kerja itu, tidak akan membiarkan masalah apapun menjadi penghalang dalam pekerjaannya. Ia masih bisa bekerja walaupun rasanya hati dan kepalanya akan pecah memikirkan teka teki, ulah dari istrinya.
*
"Haruskah aku melarikan diri?" Gumam Zora, yang sedari tadi terus saja mondar mandir didalam kamarnya. Apalagi dengan Rein yang berada di pihaknya, Zora yakin dia pasti akan berhasil kali ini.
"Ya, tentu saja aku bisa melakukannya. Aku harus menghubungi Rein sekarang." Zora begitu bersemangat, dan langsung mencari keberadaan ponselnya. Ia tak bisa langsung menerobos keluar, Alby pasti sudah memperketat pengawalan.
Seseorang membuka pintu kamar Zora dengan tergesa.
Zora menoleh dengan cepat, kebetulan sekali tiba tiba orang yang ia cari justru muncul di hadapannya.
"Zora!" Lirih Rein dengan ekspresi wajah tak biasa. "Tuan Alby mengalami kecelakaan." Lanjut Rein, membuat ponsel yang berada di tangan Zora jatuh seketika.
"A-apa katamu!" Zora terbata.
"Dan," Kalimat Rein menggantung.
Degup jantung Zora langsung berubah cepat. Seakan ia bisa menebaknya.
"Tuan meninggal." Lanjut Rein.
Zora justru menyeringai tak percaya, "Tidak mungkin! Katakan itu hanya lelucon, Rein!" Pinta Zora.
Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hanya berselang setelah 2 jam setelah mereka bertikai hebat.
Next >>>
Hari - hari Zora lalui tanpa sosok Alby dalam hidupnya, seharusnya ia merasa bahagia. Suami yang sangat ia benci itu akhirnya menghilang untuk selamanya. Tapi, mengapa kini ia merasa ada yang janggal. Hatinya sering merasa sesak ketika memikirkan sosok Alby, ketika mengingat kembali hari - hari yang ia lalui di dalam kastil itu bersama Alby.
Zora kembali mengingat - ingat, kesalahan yang Alby lakukan hanya satu. Yaitu menikahi Zora dengan paksa, selebihnya.. Alby memperlakukan Zora dengan baik! Hanya saja, Zora yang keras kepala, selalu berusaha untuk terlepas dari dekapan Alby yang menurutnya menyesakkan. Dan puncaknya, untuk pertama kalinya, Alby marah pada Zora karena kesalahan fatal yang ia lakukan!
Apa salah, jika Alby mencintai Zora secara berlebihan?
*
Seminggu setelah kepergian Alby.
Tok!Tok!
"Nona, ada tamu.." Imbuh pelayan dari luar kamar Zora.
"Aku akan segera turun." Jawab Zora dari dalam kamar, setelahnya ia bangkit dari tempat tidur, memeriksa penampilannya di depan cermin, lalu melangkah keluar dan turun ke lantai utama. Ternyata, disana telah ada kedua orang tua Alby dan juga pengacara Alby.
Zora, agak sedikit terkejut dengan kedatangan kedua mertuanya itu. Ini, kali kedua ia bertemu dengan orang tua Alby setelah menyandang status Nyonya Dareen. Setelah mendapatkan penolakan keras dari ibunya, Alby tak pernah lagi membawa Zora bertemu dengan keluarga besarnya.
"Jika semuanya sudah berkumpul di sini, maka saya akan segera membacakan isi dari surat wasiat yang telah dibuat oleh Tuan Alby dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun." Imbuh si pengacara sambil mengeluarkan surat wasiat itu dari dalam tas kerjanya.
Jika dengan si pengacara, Zora kenal. Zora sempat beberapa kali melihat pria yang berprofesi sebagai pengacara ini bertamu ke rumah.
Ketiganya, mendengar dengan serius isi dari surat wasiat Alby.
Tante Renata, Mamanya Alby. Bahkan sudah bersiap untuk mengusir Zora keluar dari rumah Alby setelah pembacaan wasiat itu selesai. Sejak semula, ia memang sudah menentang hubungan keduanya.
Namun sayangnya...
"What did you say?" Dengan ekspresi terkejut dan mata terbelalak. "Apa kau tidak salah? Bagaimana mungkin anakku meninggalkan semua harta, perusahaan hingga rumahnya untuk Wanita ini." Tunjuk Tante Renata, dengan berang ke arah Zora yang tak percaya dengan apa yang baru saja di bacakan oleh si pengacara.
"Itu pasti salah! Wanita ini pasti sudah dengan sengaja menghasut Anakku!" Lanjut Tante Renata, tatapannya masih tajam menghujam Zora yang mematung di tempat ia duduk.
Zora juga sependapat dengan Tante Renata, ia tidak pantas mendapatkan itu semua, ia hanya orang luar dan orang asing yang kebetulan menikah dengan Alby lalu hidup bersamanya, itupun terbilang sangat singkat.
Untung saja, Papa Alby bisa menyikapi dengan begitu bijak. Setelah pembacaan surat wasiat Alby selesai, ia langsung membujuk Tante Renata untuk pulang. Walaupun tak mudah, namun akhirnya ia bisa membawa istrinya pergi setelah sampah serapah yang ia keluarkan untuk Zora.
"Kau baik baik saja?" Rein, menghampiri Zora yang masih melamun di tempat duduknya.
"Tidak! Aku tidak baik baik saja." Jawab Zora datar, setelahnya menghela napas dalam. Pandangannya jauh menerawang kedepan, entah apa yang sedang ia lihat dengan tatapan kosong itu.
"Kenapa Alby melakukan itu.." Tanyanya kemudian, ditengah keheningan. Pertanyaan yang sebenarnya hanya Alby yang bisa menjawabnya.
*
Kehidupan baru Zora di mulai sejak itu. Sejak untuk pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di perusahaan. Setelah berfikir panjang dan menimbang segala sesuatunya, Zora memutuskan untuk menerima apa yang sudah di tinggalkan Alby.
Terlebih, semenjak ia mengetahui perusahaan Alby sedang tidak baik baik saja.
James, memberitahukan Zora apa yang sebenarnya sedang terjadi di perusahaan.
Setelah mendengar cerita James, Zora juga merasa janggal dengan perjalanan bisnis yang Alby lakukan dan kecelakaan yang terjadi diwaktu yang sangat tepat. Saham perusahaan turun drastis, keadaan didalam perusahaan menjadi kacau. Beberapa investor juga mengajukan protes mereka.
Pasti ada yang diuntungkan di balik itu semua, tapi siapa itu?
Zora menghabiskan waktu hingga berhari hari untuk memutuskan, dan berfikir. Hingga keputusannya berada di kata 'Setuju'. Ia akan memimpin perusahaan dengan caranya dan sebisanya.
Sedangkan pengacara Alby, langsung mengurus balik nama semua aset Alby atas nama Zora. Dan itu membuat keluarga Alby benar benar murka, terlebih Tante Renata.
Bulan demi bulan berlalu, Zora berhasil memperbaiki siklus saham perusahaan. Keadaan perusahaan mulai membaik, satu yang belum terungkap, tentang kecelakaan itu.
Zora mulai dikenal sebagai penerus mendiang suaminya yang memiliki kemampuan setara. Dalam waktu singkat, ia bisa memperbaiki nama baik dan saham perusahaan. Bahkan bisa mencapai tingkat lebih tinggi.
Sosok Zora, mulai disiarkan di berbagai media. Menjadi panutan baru di kalangan milenial. Ia di undang di berbagai acara untuk menjadi motivator. Semua terinspirasi dengan kisahnya, ia mampu bangkit walau setelah kehilangan seseorang yang ia cintai. Begitulah akhirnya namanya dikenal hingga pelosok dunia. Julukan 'The Little Nyonya' mulai disematkan padanya. Nyonya kecil dari seorang Alby Dareen, yang memang sudah memiliki nama besar sebelumnya. Namun Zora yang terbilang cukup muda mampu mempertahankan nama besar itu, membuat orang orang salut dan memujanya.
Tak ada yang tahu, kisah pelik yang sempat terjadi di antara keduanya. Orang - orang hanya mengira, Zora sangat mencintai suaminya. Begitulah ia menunjukkan perasaannya untuk Alby di depan khalayak.
Tak ada yang tahu, seberapa bencinya Zora pada Alby dahulu. Dan Zora menyesalinya kini, terlambat memang. Disaat sosok Alby tak lagi berada di hadapannya.
Tampaknya, kini Zora baru menyadari perasaannya pada Alby.
Ya, setelah sosok itu tak ada lagi di hadapannya, Zora baru merasa kehilangan.
Kini, yang bisa dilakukan Zora hanya dengan menangisi apa yang telah terjadi. Perasaannya benar benar terpukul. Batinnya menderita, ia bahkan seringkali memohon pada Tuhan, agar mengembalikan Alby padanya. Setelahnya, ia menertawakan diri sendiri.
"*Bagaimana mungkin, mana mungkin seseorang yang telah tiada bisa kembali? Kau seakan sedang mempermainkan Tuhan, Zora! Dulu kau memohon agar bisa terlepas darinya, dan kini.. justru memohon agar kembali bersamanya. Kau terlalu serakah!" *Zora mengutuk dirinya sendiri.
*
"Seharusnya kau istirahat dirumah saja, biarkan hanya sekretaris mu yang melakukan perjalanan ini." Ujar Rein akhirnya.
Zora tersenyum tipis. "Aku tidak punya waktu untuk itu."
"Tapi, ini mungkin akan berpengaruh pada bayi mu. Jika kau terlalu lelah." Rein tampak khawatir. Pasalnya Zora terlalu memaksakan diri untuk mengurus perusahaan.
Tak ada jawaban, Zora memilih untuk kembali fokus dengan layar iPadnya. Kini, ia sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota.
Rein hanya bisa menghela napas dalam. Lalu memilih kembali fokus mengemudi. Sesaat kemudian, ponsel Zora berdering.
Zora menerima panggilan itu, meletakkan benda pipih itu disamping indra pendengarannya.
Seketika ekspresinya langsung berubah.
"Kita harus kembali ke perusahaan." Imbuh Zora setelah mematikan panggilan itu.
Rein justru bingung, mengapa? Padahal mereka akan menghadiri meeting penting dengan klien. Bukankah tadi Zora yang bersikeras untuk menghadiri rapat itu.
"Ayo cepat." Sentak Zora, ketika Rein tak kunjung putar balik.
"Baik!" Jawab Rein akhirnya, mengikuti perintah Zora.
*
Zora langsung bergegas keluar dari mobil, sesaat setelah mobil itu berhenti.
Sedangkan karyawan disana, sedang saling berbicara tentang hal yang membuat Zora semakin penasaran.
Zora membuka pintu ruang kerjanya, sambil mempersiapkan mentalnya.
"A-alby.." Lirih Zora dengan suara bergetar.
Pria itu, yang sedang menunggu Zora sedari tadi berdiri dari duduknya.
Zora yang tadinya terbujur kaku di tempat ia berdiri dan tak percaya dengan apa yang ia lihat, kembali mengambil langkah dan memeluk erat pria yang diyakininya adalah Alby, suaminya!
Pria itu, bahkan masih mengenakan perban dibagian kepala dan beberapa bagian tubuhnya, tampaknya ia belum sepenuhnya pulih.
Zora menangis sesegukan, sambil mendekap erat tubuh yang bahkan tak meresponnya sama sekali.
Netra Alby justru tertuju ke arah Ara, seorang gadis yang mengantarkannya ke perusahaan itu.
Ara, tersenyum tipis ke arah Alby.
Setelah mendapatkan senyuman itu, Alby kembali mengalihkan pandangannya ke arah Zora yang kini sedang memeluknya erat.
"Apa kau istri ku?" Tanya Alby akhirnya.
Pertanyaan yang membuat Zora mengendurkan pelukannya.
Masih dalam keadaan terisak, Zora perlahan melepaskan pelukannya dan menatap Alby.
"Kau-" Imbuh Zora menggantung, netranya menatap Alby dengan lekat.
"Dia mengalami Amnesia." Ujar Ara, menjawab kebingungan Zora.
Zora perlahan mengalihkan pandangannya ke arah Ara. Menatap gadis itu dengan penasaran. Ia baru sadar, ternyata sedari tadi ada gadis asing di dalam ruangan itu.
"Ayah ku menemukannya dalam keadaan terluka di pinggir sungai. Dan kami merawatnya, setelah tersadar ia justru tak mengingat apapun. Kami baru saja melihat berita tentang mu di media, dan ia bersikeras untuk kembali. Aku rasa aku harus ikut dengannya, untuk memastikan ia selamat sampai tujuan." Ara menjelaskan.
"Terimakasih.." Ucap Zora dengan tulus pada Ara. "Sudah menyelamatkan suamiku dan membawanya kembali ke sini." Lanjut Zora.
"Sepertinya aku sudah harus pergi sekarang." Imbuh Ara setelahnya, ia merasa tugasnya sudah selesai.
"Tidak! Kau harus tetap disini." Alby dengan cepat menahan kepergian Ara.
Tatapan Zora langsung tertuju ke arah tangan Alby yang kini sedang melingkar di pergelangan tangan Ara.
"Bolehkah dia tetap tinggal? Aku masih merasa asing dengan semuanya. Dan aku-"
"Tentu saja!" Sela Zora, menghentikan kalimat Alby. "Sepertinya kau tetap harus tinggal." Imbuh Zora pada Ara, setelah mengalihkan pandangannya kembali ke arah gadis itu.
"Tapi.." Ara ragu ragu.
"Aku mohon." Alby benar benar memohon, jelas saja. Ia tiba tiba harus kembali kepada kehidupannya yang nyata, tanpa ingatannya sedikitpun, sungguh bukan hal yang mudah.
Zora, yang bahkan istrinya saja terasa asing tampa ingatannya itu.
Next ✔️
Zora, membawa Alby dan Ara ke kediamannya. Lebih tepatnya rumah Alby yang telah berganti kepemilikan atas nama Zora.
"Silahkan masuk.." Zora mempersilahkan keduanya.
Alby tampak memperhatikan setiap sudut rumah itu, ia mencoba mengingat. Namun sayangnya, tak ada sedikitpun ingatan yang terlintas.
"Tolong antarkan Nona Ara ke kamar tamu." Perintah Zora pada salah seorang pelayan.
"Baik, Nyonya." Diiringi dengan anggukan kepalanya, pelayan wanita itu mempersilahkan Ara untuk mengikutinya.
"Sebaiknya kau juga istirahat sekarang." Imbuh Zora pada Alby.
Alby yang tadinya sedang membelakangi Zora, berbalik menghadap ke arahnya, lalu mengangguk patuh.
Zora berjalan mendahului, membawa Alby menuju ke kamarnya.
"Ini kamarmu." Zora hanya berdiri di ambang pintu setelah mempersilahkan Alby masuk ke dalam kamar. Alby kembali menoleh, "Kamarku?" Imbuhnya menggantung.
"Iya, kamarmu." Ujar Zora, mengulangi.
"Lantas, kita tidak tidur di kamar yang sama?" Tanya Alby, tampaknya ia sedikit bingung.
"Haruskah?"
Pertanyaan yang justru membuat Alby tambah bingung.
"Tentu saja, bukankah kita suami istri." Jawab Alby polos. "Jika tidak, lalu bagaimana..-" Kalimat Alby menggantung, dengan tatapan justru tertuju ke arah perut Zora.
Zora yang sudah berbalik menghadap ke arah Alby menatap pria itu dengan lekat. Alby tampak sangat berbeda dengan dirinya yang dulu,
"Apa lupa ingatan juga bisa mengubah prilaku seseorang?" Benak Zora, pasalnya hanya wajah dan tubuh mereka yang sama, sedangkan cara bicara, tatapan, gestur tubuh dan prilakunya sangat berbeda.
"Istirahatlah, kita mengobrol lagi nanti." Imbuh Zora sambil menunjukkan senyuman terbaiknya.
Setelahnya, Zora kembali mengambil langkah dan keluar dari kamar Alby. Ia menghubungi Rein dan memintanya untuk memastikan identifikasi mayat yang dinyatakan sebagai Alby. Juga, Zora meminta semua karyawan perusahaan untuk sementara merahasiakan dulu kejadian ini dari keluarga besar Dareen. Dan Zora punya alasan tersendiri mengapa melakukan itu.
Selain itu Zora juga meminta Rein mencari Dokter terbaik untuk mengobati penyakit Alby ini.
Sedangkan di dalam kamar sana, Alby sedang mencoba mengingat ingat lagi semua kejadian yang telah di lupakan nya. Sayangnya, sekeras apapun ia mencoba, tetap saja tak berhasil.
Tak ada sedikitpun ingatan tentang Zora, keluarga ataupun masa lalunya.
"Mengapa aku tak bisa mengingat apapun!" Berang Alby sambil meremas kepalanya. Ia geram, rasanya ingin cepat cepat mengingat semuanya.
Apa yang dirasakannya kini sangat asing, perasaannya bahkan biasa saja saat kembali ke kehidupannya yang asli dan bertemu dengan istrinya
Sedangkan yang dirasakan Zora, ia tak henti - hentinya bersyukur. Kembalinya Alby dalam keadaan hidup, menjadi kebahagiaan yang tak dapat di ungkapkan Zora dengan kata - kata.
Kata 'Terimakasih' tak henti-hentinya di ucapkan dalam hati. Kepada Tuhan, yang telah mengatur segalanya.
*
Tok!Tok!
"Tuan, waktunya sarapan." Imbuh salah seorang pelayan, sepertinya ia sedikit kewalahan membangunkan Alby.
"Apa Tuan juga belum bangun?" Tanya Zora yang sudah tidak sabar menunggu di meja makan dan akhirnya memilih untuk memastikannya sendiri ke kamar Alby.
Si pelayan hanya menggeleng.
"Baiklah, kau boleh kembali." Perintah Zora, lalu mengetuk pintu kamar Alby seperti yang dilakukan pelayan itu sedari tadi.
"By, apa kau masih tidur? Aku akan masuk sekarang." Ujar Zora, lalu perlahan membuka pintu kamar Alby.
Bisa dilihat dengan jelas, Alby masih terbaring nyenyak di atas ranjangnya. Zora melangkah mendekat, lalu membangunkan Alby dengan jarak yang lebih dekat.
"By.." Zora menguncang pelan pundak Alby yang sedang tertidur tengkurap sambil memeluk guling.
"Alby!" Zora meninggikan sedikit suaranya, membuat Alby tersentak dari tidurnya.
"Ma-maaf aku.." Alby langsung beranjak dari tidurnya, sambil menahan rasa sakit di bagian yang masih terluka. Ia tampak gugup dan linglung.
Zora menghela napas pelan. "Cepat mandi dan bersiap, setelah sarapan kita harus kerumah sakit." Setelahnya, Zora kembali keluar dari kamar itu. Alby, hanya bisa memandang punggung Zora yang berlalu pergi.
Setelah mandi, Alby tercengang saat masuk kedalam walk-in closet. Semua barang yang ada disana terlihat mewah dan tersusun rapi. Mulai dari kemeja, jas, dasi, sepatu hingga aksesoris. Ia melangkah perlahan sambil memperhatikan semua barang barang yang terpampang disana, Alby justru bingung mana yang harus dikenakannya.
Zora kembali melirik ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Ia memang selalu bangun terlambat." Imbuh Ara, yang sepertinya mengerti dengan ekspresi wajah yang ditunjukkan Zora.
Zora menoleh ke arah Ara, yang kini sedang duduk diruang makan bersamanya. Yang juga sedang menunggu kedatangan Alby.
"Benarkah?" Zora memastikan, sedangkan Alby yang dulu selalu bangun cepat. Bahkan Alby masih sempat berolah raga sebelum bersiap, sarapan dan berangkat ke kantor. Bagi Alby, waktu sangat berharga. Alby tidak akan menyia - nyiakan waktunya bahkan walaupun sedetik saja.
"Em.." Ara mengangguk, membenarkan pernyataannya barusan.
"Maaf, sudah membuat kalian menunggu lama." Suara itu dengan cepat mengalihkan pandangan Zora.
Dan kali ini, Zora kembali dibuat kaget, dengan penampilan Alby. Pun begitu dengan Rein, juga James.
Alby yang sebelumnya selalu mengenakan jas, kini justru berpakaian basic dengan T-shirt lengan pendek dipadu jeans.
"Kau akan keluar seperti itu?" Tanya Zora sambil melirik Alby dari kepala hingga ujung kaki.
Pakaian itu, biasanya hanya dikenakan Alby saat bersantai dirumah sewaktu weekend.
"Kenapa? Apa ada yang aneh?" Alby pun ikut melihat penampilannya sendiri.
"Ti-tidak," Zora sedikit terbata. "Ayo sarapan, kita hampir terlambat." Imbuh Zora akhirnya.
Alby yang tadinya masih berdiri pun, akhirnya ikut duduk dan memulai sarapan.
"Oh iya, ini james. Dia pengawal pribadimu." Ujar Zora kemudian.
Alby menoleh ke arah yang ditunjuk Zora. Ke arah James yang berdiri tak jauh dari meja makan. Lalu menganggukkan sedikit kepalanya ke arah James sambil tersenyum ramah. Ia terlalu sopan, hingga membuat James jadi salah tingkah sendiri.
"Aku kembali memanggil semua pengawalmu-" Kalimat Zora menggantung.
"Em.." Alby menjawab dengan cepat diikuti anggukan kepalanya sebelum kalimat yang di ucapkan Zora selesai. Lalu melanjutkan sarapannya. Walaupun ia tak mengerti, namun kini ia hanya mengikuti saja alurnya.
Kalimat menggantung Zora akhirnya tak lagi di lanjutkan. Zora, seakan kehabisan kata kata dengan tingkah yang ditunjukkan Alby kini.
*
"Tuan Alby Dareen, silahkan masuk ke ruang Dokter." Ujar perawat dengan ramah, setelah menunggu hasil dari CT Scan hampir 30 menit akhirnya hasil dari pemeriksaan Alby keluar juga.
Zora langsung bangkit dari kursi tunggu, meraih tangan Alby dengan lembut. Tatapan Rein langsung tertuju ke arah genggaman itu.
Alby berjalan beriringan bersama Zora, masuk kedalam ruang Dokter. Dan bersiap untuk mendengar hasil yang akan disampaikan oleh Dokter yang menurut Rein terbaik di kota itu.
"Bagaimana hasilnya, Dok?" Zora tampak antusias.
"Tuan Alby mengalami Amnesia Traumatis atau Post Traumatik, itu diakibatkan karena cedera di bagian kepala." Ujar Dokter, setelah membaca hasil dari CT scan Alby. Juga setelah mendengar penjelasan dari Zora.
"Apa itu akan berlangsung lama?" Zora kembali bertanya setelah menghela nafas berat.
"Perbaikan pada amnesia biasanya dapat terjadi setelah 6-9 bulan. Pada kelainan tertentu amnesia tersebut bisa bersifat permanen/menetap."
"Apa? Permanen?" Zora tampak sedikit terkejut dengan pernyataan itu. "Lalu bagaimana cara mengobatinya, Dok?"
"Dalam beberapa kasus, amnesia dapat sembuh tanpa pengobatan medis. Namun jika berlangsung dalam waktu lama dan disertai dengan gangguan fisik atau mental, kami menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan psikoterapi untuk terapi perilaku kognitif atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Untuk saat ini, belum ada obat medis yang tersedia untuk memulihkan ingatan yang hilang karena amnesia. Namun, mereka bisa diberikan perawatan dengan rutin meminum vitamin B1 atau mengonsumsi biji-bijian utuh dan kacang-kacangan." Dokter menjelaskan panjang lebar. Penjelasan itu membuat Zora menghela nafas lebih dalam, sambil mengalihkan pandangannya ke arah Alby. Yang tampak menyimak dengan begitu serius penjelasan Dokter tampa berkomentar sedikitpun.
"Lalu bagaimana dengan lukanya?" Zora kembali bertanya.
"Pasien hanya perlu perawatan jalan, karena lukanya sudah kering. Hanya perlu menunggu proses penyembuhannya saja. Tak ada infeksi, saya rasa perawatan lukanya cukup baik." Sekilas, Dokter itu sudah mengetahui dari Zora kalau sebelumnya Alby sempat diobati secara tradisional oleh seseorang
Next ✔️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!