Shelly sampai di indekosnya, tepat pukul 5 sore bersamaan dengan maba lainnya. Dirinya tinggal dikos lamanya dulu, kos saat ia masih magang sewaktu SMK. Dia mendapat kamar paling atas alias dilantai 3, sebenarnya memang keinginannya sendiri. Ia naik menuju lantai 3 menggunakan tangga circle yang menghubungkan dengan semua lantai.
"Baru pulang lo Shel?" Tanya Nara, teman se-kos sekaligus teman sejak sekolah. "Iya, mampir dulu tadi ke SuperIndo beli makanan. Nah lo?"
"Fakultas gue jam 2 tadi udah bubar, gue langsung balik aja. Keburu capek anjir!" Nara mengambil bidang studi alias jurusan Hubungan Internasional di Fisip.
"Ya udah, gue mandi dulu deh. Ntar malem cari makan ya di Malioboro." Nara mengangkat jempolnya pertanda setuju, Shelly membuka kamarnya yang berada disebelah barat kamar Nara. Dihidupkannya lampu kamar, ia meletakkan tas dan sepatunya di rak sepatu kemudian duduk dipinggir kasur. Ia membuka ponselnya, membalas pesan dari bapaknya. Yang menanyakan bagaimana pra-ospek hari ini.
Setelah selesai dengan ponsel Shelly berdiri dan mengambil handuk serta peralatan mandi tak lupa baju ganti. Butuh 10 menit untuk Shelly mandi, tubuhnya sangat lelah untuk saat ini. Selesai mandi Shelly kembali ke kamar, tapi mampir dahulu ke kamar Tara.
"Ta, cari makan yuk ntar."
"Hayuklah, dimana?"
"Di Malioboro, nanti si Ninda ajak gih gue males ke kamarnya. Kan lo yang sering kunjungan kesana." Tara mengangguk, Shelly kembali ke kamarnya. Dan menemukan Nara sudah rebahan di kasurnya. "Kebiasaan banget sih rebahan di kasur gue! Lo punya sendiri ya mbak!" Shelly menendang bokong Nara.
"Sakit ******, minjem dulu bentar." Shelly menghela nafasnya, membiarkan Nara, ia mengambil face toner dan serum. Ia mengusapkan kedua jenis skincare itu diwajahnya.
"By the way, anak FT ganteng-ganteng gak? Kata anak jurusan gue ketua BEM-F nya ganteng ya?" Shelly menghela nafas, jadi lelaki itu seterkenal ini di kampus? Bahkan sampai Fisip ada yang membicarakannya.
"Gak ganteng, menurut gue biasa aja tuh." Nara berdecak. "Bukan gimana-gimana nih ya, mata lo kadang burem bedain mana yang ganteng dan biasa aja." Shelly melempar tube moisturizer yang ia pegang ke Nara. Dia mana mungkin salah melihat, tapi terlanjur tidak suka pada Regan.
"Ganteng tapi orangnya kaku sama cewek juga sama aja bangsul, si Regan itu udah berasa tembok berjalan. Mana irit banget ngomongnya!" Kan Shelly kalau sudah menghujat akan disebutkan komplit.
"Buset, sampek nyemprot njir!" Nara tertawa membuat Shelly mendengus sebal.
"Tapi beneran?"
"Iyalah, mending si Wira aja lah, gesrek gitu masih bermanfaat buat jadi bahan senyum walau enak dihujat."
"Ye itu mah mantan lo anying!" Nara kembali melempar tube ke Shelly.
"Sewot bener lo masalah mantan gue, mantan lo sana urusin."
"Mantan gue cuma satu anjir, ini lagi mau nyari mantan lagi." Shelly mendelik ke Nara, apa katanya? Mencari mantan lagi? Aneh memang teman Shelly satu ini.
"GAESSSSSS!" Suara cempreng milik Ninda berdengung ditelinga Shelly dan Nara.
"Berisik lo, gimana kalau bapak marah heh?!" Ninda nyengir, disusul Tara yang datang dari belakang.
"Eh minta minum dong, air galon gue udah habis." Dan ternyata Tara membawa botol tupperware untuk meminta air putih.
"Beli, minta mulu lo pada." Tara nyengir dan menuangkan air dari galon ke botolnya. "Mau makan dimana ntar?"
"Tempat kita dulu pas sekolah itu lho, yang deket toko jam." Ya. Shelly, Nara, Tara, dan Ninda memang berteman sejak masih SMK. Namun mereka berbeda universitas tapi satu tempat kos.
Mereka mengambil satu tempat kost, yang jaraknya cukup dekat dengan kampus masing-masing. Kebetulan ini juga kost perempuan yang pernah digunakan Nara dan Shelly waktu magang. Sehingga mereka sudah kenal dengan pemilik kost.
"Boleh, pake baju apa?"
"Training sama kaos!" Ujar Shelly.
"Sama!" Nara juga.
"Gue pakai rok aja deh, biar kelihatan anggun." Ninda berucap membuat Tara menendang bokong Ninda yang sedang jongkok. "Anggun apaan! Jalan ngangkang aja bangga lu!"
"Biar sih protes mulu lo!"
"Harus, lo emang pantes diprotes."
"Dah sana balik lo pada, gue mau istirahat bentar. Habis itu jalan kita, sana sana!" Semua keluar menyisakan Shelly sendiri. Ia merebahkan diri diatas kasur dan menatap langit-langit kamarnya.
"Capek banget sih, mana laper tapi mager." Shelly kembali duduk dan berdiri mengambil pisang yang ada di kabinet paling atas dan memakannya. Ia memainkan ponselnya yang ia sambungkan dengan pengisi daya. Menjelajah aplikasi berwarna ungu, Instagram dan membaca banyak twibbon teman-temannya.
Tak lama ada video call masuk dari Wira, dasar pengganggu hidup orang saja. Tak mau kena spam, Shelly mengangkatnya. Dan terlihat dari layar ponsel Shella wajah Wira yang nyengir seperti orang bego.
"Ganggu aja sih lo! Baru aja mandi ini!" Protes Shelly.
"Galak bener dek, eh ntar malem ada acara gak Shell?"
"Ada, mau jalan sama temen-teman gue. Makan."
"Wah ikut dong! Ya! Ya! Ya! Ya!"
"Gak ada acara ikut segala, makan sendiri sono ganggu orang mulu lo dajjal!"
"Wah sembarangan banget ini anak ngatain gue dajjal, terus lo apa? Turunan fir'aun?" Wira semakin ngotot kalau udah adu bacot dengan Shelly.
"Sewot bener sih, kalau mau ikut boleh. Ditempat makan deket toko jam Malioboro, yang dulu kita sering kesana." Shelly mengalah, memilih membiarkan Wira ikut.
"Wah mau mengenang masa lalu sama gue ya ay!" Wira nyengir tak berdosa, kalau saja sedang dekat maka dipastikan Shelly akan memukul kepala Wira.
"Bodo, ada yang lain gak? Gue mau sholat magrib dulu."
"Enggak, dah sana ibadah. Biar dapet jodoh berakhlak."
"Aamiin yang pasti bukan lo. BYE!" Shelly mematikan sambungan telepon dan keluar untuk mengambil wudhu untuk sholat magrib.
Setelah sholat magrib, Nara, Tara, dan Ninda menghampiri Shelly dikamar. Dan ke empatnya langsung keluar dari kos, menggunakan sepeda motor milik Shelly dan Tara. Mereka melesat menuju Malioboro yang ramai walau ini bukan weekend. Setelah sampai mereka duduk dan memesan 4 porsi nasi dan sate kambing yang terbilang enak. Tak lupa jus mentimun dan beberapa gorengan sebagai pelengkap.
"Pra-ospek kalian gimana?" Tanya Ninda.
"Kating gue banyak yang ganteng anjir, apalagi anak komunikasi." Ujar Nara semangat 45 kalau bahas cowok, ganteng pula.
"Gue sih biasa aja, palingan si Wira aja yang ngeselin tadi. Kating banyak yang ganteng tapi gue gak tertarik." Ujar Shelly, ia tidak terlalu hetic dengan kating. Mukanya tadi pada sombong-sombong jadi males.
"Lo dimana-mana ada Wira ya Shel, heran itu anak kayak jelmaan setan. Dimana-mana ada aja hidungnya." Oceh Tara.
"Ngomongin gue ya!" Dan keempat gadis itu terkejut ketika Wira datang tanpa dosa dan mengangetkan mereka.
"Si bangsul ngagetin aja! Setan emang!" Umpat Nara.
"Sama siapa lo?" Tanya Tara.
"Ello, kak Elang, sama kak Regan." Shelly melotot mendengar nama Regan dari mulut Wira.
"Regan ketua BEM-F kita?" Wira mengangguk.
"Pesen sana Ra!" Elang datang, Shelly tentu kenal dengan Elang, ketua departemen PSDM BEM-FT.
"Loh Shelly juga disini?" Tanya Elang ketika melihat Shelly. "Iya kak." Shelly tersenyum pada Elang.
"Gue sama yang lain gabung sini gak apa-apa kan?" Dengan terpaksa Shelly mengangguk. Walau sebenarnya ia malas bertemu dengan Regan. Elang duduk didekat Nara karena bangku disitu kosong.
"Yang lain mana kak?"
"Ello ke kamar mandi, Regan masih di mobil katanya mau telepon mama nya." Shelly mengangguk paham, berharap Regan akan lama menelpon mamanya.
Ello, dan Wira datang bersamaan. Ello langsung duduk disisi meja dekat Ninda dan Tara. Sedangkan Wira duduk ditepi yang berhadapan dengan Ello.
"Njir makan liat muka lo bikin muntah Ra, minggir sana!" Usir Elo.
"Iya Ra, lo duduk sebelah gue aja." Shelly menepuk bangku sebelahnya beharap Wira mau duduk disana, karena ia yakin kalau nanti yang akan duduk disini adalah Regan.
"Ogah, nanti yang ada sate gue diambil mulu sama lo." Ucap Wira sengit pada Shelly.
"Ta, tukeran dong!"
"Gak! Gue gak kenal sama si siapa? Regan? Gak mau!" Tak lama Regan datang dengan pakaian yang masih sama. Korsa BEM-F dan celana jeans biru dongker. Dia menatap Shelly dan kursi kosong samping Shelly. Tak sungkan Regan langsung duduk disana, dan menyenggol sedikit lengan Shelly. Membuat Shelly menggerutu dalam hati maupun di mulut.
"Udah pesen?" Tanya Regan pada Wira.
"Udah kak, kayak bisanya." Dirga mengangguk dan beralih pada Shelly.
"Tadi maaa..." Belum sempat Regan berbicara Shelly menginjak sepatu Regan membuat lelaki itu memekik tertahan.
"Bisa dibicarakan ditelepon kan?" Bisik Shelly tepat disamping Regan, yang hanya dapat didengar kedua sejoli itu. Regan mengangguk dan menghela nafas, gadis disampingnya ini sangat galak ia akui.
"Kalian saling kenal?" Pertanyaan itu muncul dari Elang yang memperhatikan dua orang didepannya. Regan dan Shelly mendongak menatap Elang.
"Kenal dong!" Ujar Shelly santai padahal dirinya berusaha untuk tidak gugup.
"Kenal dimana?" Tanya Wira, si perusuh ini kadang sering kelewat kepo sama hidup orang memang.
"Dia anak temen bokap, kan ayah gue sama dia temen SMA. Oh bukan sahabat lebih tepatnya, dan sekarang udah kayak saudara sendiri." Benar, bapak Shelly dan papa Regan adalah sahabat sewaktu di SMA.
"Iya, orang tua kami berteman." Susul jawaban dari Regan. Semua mengangguk percaya tanpa curiga sedikitpun pada dua orang itu.
"Gue kirain kalian pacaran!" Celetuk Wira.
"Emang kenapa?" Tanya Regan asal.
"Mantan mohon segera move on, gue gak sanggup lihat lo ngebucin sama Shelly lagi." Ucap Ninda sembari meletakkan telapak tangan kanannya didepan wajahnya.
"Lo apaan sih Nin, siapa yang belum move on emang?"
"Munafik banget lo badak bercula, lupain kenapa si Shelly! Gak akan bisa bersama udah!"
"Ya emang sih gak bisa bersama, tapi masa gue modusin gak boleh. Masih available ini bocah." Shelly yang mendengarnya malah jengah sendiri.
"Oke, mohon maaf. Bisa gak usah bahas mantan? Ini orang bisa besar kepala kalau diomongin terus." Shelly menatap tajam ke Wira, dan bodohnya lelaki it hanya nyengir kuda.
"Ada manusia kayak gini!" Nara menepuk jidatnya heran, manusia kayak Wira itu langka. Langka humornya, langka gantengnya, dan langka gobloknya. Udah paket lengkap dapet double lagi, kurang apa coba.
"Ada Na, nyusahin lagi." Lanjut Tara, geng hobi hujat Wira ya ini.
"Wah minta dibetot ini anak!" Wira melotot ke arah Tara, dan hampir saja mereka berdua ribut rutin kalau makanan tidak datang. Dan kenapa ribut rutin? Karena kalau bertemu pasti ada budaya 'gak bacot ga seru!' oleh Tara dan Wira.
"Masyaallah punya temen kok bego, mau dibawa kemana ini Indonesia." Gumam Ninda.
"Dibawa santai aja Nin, biasanya juga begini." Sahut Shelly. "Buset denger lo suara gue?" Shelly mengangguk terkadang telinga Shelly itu sangat tajam. Kadang juga bisa jadi budeg.
Dengan sengaja Regan menyenggol kaki Shelly membuat gadis itu menoleh dan melayangkan tatapan protes padanya.
"Jadi masih mantan rasa pacar hm?" Bisik Regan bertanya, Shelly memutar bola matanya malas.
"Kami beda agama, mana mungkin bisa bersatu. Toh aku jodohnya kamu." Balas Shelly dengan berbisik, dan beruntungnya mereka semua sedang fokus makan dan ngobrol, sedangkan Wira dan Tara masih saling adu mulut.
Tak ada yang tahu kalau Regan menyungging senyum tipis yang tak nampak dimata orang lain.
Menyenangkan memang ketika kita menjadi seorang mahasiswa baru apalagi di kampus impian dengan jurusan yang diinginkan. Namun itu tidak berlaku bagi Shelly lagi, dirinya tidak senang dan gembira seperti mahasiswa baru lainnya. Yang ada dia hanya mengeluh dan selalu memperkirakan masa yang akan mendatang. Juga tugas serta siksaan deadline yang akan membuat kepalanya puyer selama setiap hari.
Arsana Shelly Pangestu, dia adalah mahasiswa baru di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogjakarta dengan jurusan Teknik Sipil. Sesuai dengan jurusan saat ia SMK ia memutuskan masuk Sipil walau memang banyak yang harus ia lalui. Apalagi ia harus menjalani gap year secara monoton. Dan mendapat penghargaan diakhir tahun sebelum ia lolos kampusnya sekarang.
Shelly sedang duduk manis didepan lobi gedung jurusannya. Ia memainkan ponselnya, bertukar pesan dengan teman kost untuk janjian makan siang di kantin FKKMK atau yang lebih familiar dengan sebutan FK. Aneh memang anak Fisip, FT, kampus sebelah makan di FK yang jelas-jelas bukan kawasan mereka.
...Kost Gahol'420...
Nara
Brader, hayuk lekas jalan:)
Tara
Sabar ogeb, gue lagi rapat bentaran!
Ninda
Gue otw, ketemuan dimana?
Nara
Deket parkiran barat, gue otw
^^^Shelly^^^
^^^Urang males:(^^^
Nara
Gue samper juga lo ke FT_-
^^^Shelly^^^
^^^Bacot bener sih mbak^^^
^^^Iya gue juga otw^^^
Shelly menghela nafas ini sebenarnya ia malas sekali, namun apa yang bisa ia lakukan ketika teman-temannya memaksa. Shelly beranjak meninggalkan gedung jurusannya menuju tempat dimana ia memarkirkan sepeda motornya. Tak lama ada panggilan telepon, seketika Shelly panik dan langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo ma."
"Halo Shel, lagi dikampus atau di kos?"
"Dikampus ma, gimana?"
"Kamu lihat Regan gak? Dari tadi mama telepon gak diangkat."
"Penting gak ma? Kalau iya aku cariin ke gedung jurusan dia."
"Boleh, gak repotkan?"
"Enggak, kalau gitu Shelly tutup ya ma. Nanti kalau ketemu langsung aku suruh telepon mama."
"Makasih ya Shel, mama tutup." Panggilan terputus, Shelly menatap nanar ponselnya lalu menghembuskan nafas.
Shelly berbalik kembali menuju gedung jurusan Kimia, ia hendak mencari oknum bernama Regantara Ardana Wijaya. Lelaki itu memang susah sekali untuk menjawab panggilan telepon dari sang mama kandungnya. Bahkan panggilan telepon dari Shelly pun kadang terabaikan. Masuk ke gedung jurusan Shelly menuju kelas tetap Regan, setelah sampai disana ia bertanya pada salah satu mahasiswi yang duduk didepan kelas.
"Kak, didalam ada mas Regan gak?"
"Mau ngapain emang dek?"
"Saya ada perlu, penting."
"Regan lagi sibuk di dalam, nanti aja deh ketemunya." Ucap kakak tingkat tersebut dengan nada ketusnya, terlihat kalau ia tidak menyukai Shelly yang mencari Regan. Tanpa peduli lagi Shelly masuk ke kelas tersebut.
"Mas!" Regan menengok ketika suara Shelly menggema dipenjuru kelas.
"Lo kok ngeyel banget sih dek, Regan gak mau diganggu malah nyelonong." Omel kakak tingkat tadi, Shelly memutar bola mata malas.
"Sini masuk." Regan menepuk kursi didekatnya, Shelly tersenyum meledek pada kakak tingkatnya tadi, terlihat kalau dia merasa sebal. Shelly masuk dan langsung duduk didekat Regan membuat beberapa teman Regan melongo tak terkecuali Elang yang ada disana.
"Punya ponsel kan?" Dahi Regan mengerut heran.
"Punya."
"Fungsinya apa? Kenapa telepon dari mama kamu gak dijawab?" Regan ber oh ria mendengarnya, kemudian ia mengambil ponselnya dari saku celana sebelah kanannya.
"Aku silent, maaf." Shelly menghela nafas. "Telepon mama kamu buruan, kayaknya penting. Aku duluan, mau makan sama anak-anak di FK."
"Kenapa di FK?"
"Disini bosen, liatnya kamu terus." Shelly berdiri dan meninggalkan Regan dan yang lainnya. Saat didepan pintu ia melihat kakak tingkatnya tadi yang menatap Shelly tidak suka.
"Permisi kak!" Shelly pergi, meninggalkan gedung Departemen Kimia. Dari FT menuju FK tidak membutuhkan waktu yang lama karena kedua fakultas ini hanya berseberangan. Sampai diparkiran barat Shelly berjalan menuju kantin berharap kalau salah satu dari temannya sudah sampai.
Ternyata ketiga temannya sudah berada disana, Shelly mendekat dan menyapa mereka. "Sorry banget gue telat, tadi ke anak Kimia dulu."
"Santuy, eh anak FK ganteng-ganteng ya. Lewat mulu dari tadi perasaan." Memang, disini adalah surganya lelaki tampan dan kinclong berbeda dengan FT yang memang dominan lelaki tapi pada lusuh.
"Surganya cowok kampus gue ya di FK, gue sering dulu kesini sama mas Excel pas dia masih kuliah disini." Ucap Shelly. Ngomong-ngomong Excel adalah sahabat sekaligus kakak Shelly yang sekarang bekerja di Tanggerang. Dulu Excel adalah mahasiswa prodi Kedokteran disini, namun dia sudah lulus dan bekerja.
"Lo tadi ngapain ke Kimia?"
"Nyari Regan, mamanya telepon gue suruh nyariin anaknya." Makanan mereka datang, soto dan gorengan yang masih mengepul.
"Sedekat itu lo sama kak Regan dan keluarganya?" Tanya Nara.
"Iya, keluarga kami memang dekat bahkan gue sama Regan masih kecil. Berhubung mereka diluar kota jadi ya gitu, tapi sejak gue masuk kuliah Regan juga makin deket sama keluarga gue."
"Lo gak ada tertarik gitu sama kak Regan?"
"Nothing, hanya perasaan adik ke kakaknya." Tidak ada yang berbohong disini, Shelly memang hanya menganggap Regan kakaknya sejak dulu awal bertemu. Tidak tahu dengan Regan, lelaki itu minim ekspresi apalagi menunjukkan perasaannya didepan Shelly.
"Sayang banget, padahal kak Regan ganteng."
"Tapi kalau salah satu dari kalian ada yang suka sama Regan, gue sarankan gak usah."
"Kenapa gitu?"
"Sudah laris kawan, sudah ada pawangnya." Shelly tertawa, pawangnya bahkan sangat galak juga bawel melebihi Tukul Arwana kalau sedang ngoceh.
"Lagian gue juga mikir mau gebet dia, secara ketua BEM-FT lur anak famous dikampus, ganteng, tajir, pokoknya lengkap banget. Gue yang cuma sekentut nya bisa apa anjir!" Oceh Nara.
"Lo bilang gini karena lo gebet kak Elang kan? Ngaku gak lo!" Tuding Shelly pada Nara, gadis itu hanya nyengir kuda tak berdosa. "Kelihatan banget semalem pinjem hape gue buat stalking doi."
"Bantuin lah Shel, kan lo kenal baik sama kak Elang."
"Jadi lo sedang mencari relasi buat pdkt sama si Elang gitu? Karena gue deket sama Regan dan Elang? Pinter banget temen gue satu ini."
"Lah habis tiap malem minggu kok cuma gue yang ada di kos. Nih cecurut berdua pada pulang sambil malmingan. Kalau lo enak, ada kak Attaya kalau enggak Wira yang ngajak jalan." Shelly tertawa mendengarnya, memang Wira ataupun Attaya kadang sering mengajak Shelly untuk keluar saat weekend dan paling sering itu malam minggu.
"Enak hasil sendiri lho, Na."
"Gimana caranya anjir! Gue Fisip dia FT, jauh banget gue mau apel doi."
"Mau nomer whatsapp, gmail, telegram, id line, atau snapchat nya?" Mata Nara membulat berbinar mendapat tawaran dari Shelly. Bagai dapat doorprize mobil baru Nara mengangguk antusias dan menyodorkan ponselnya.
"25 ribu per item ya? Jadi totalnya 125 ribu."
"500 ribu juga gue jabanin Shell, kalau lo bisa comblangin gue."
"Gue gak senekat itu Anara, masih waras buat gak nyomblangin lo padahal gue jomblo." Nara manyun mendengarnya, Shelly terkekeh kemudian menuliskan beberapa akun media sosial milik Elang diponsel Nara. Ngomong-ngomong Elang, sebenarnya Shelly sudah lumayan dekat dengan Elang sejak masa pra-ospek. Dekat juga hanya sebatas saling sapa pas papasan.
Setelahnya Shelly kembali memakan sotonya, kemudian membuka ponsel dan menjelajah Instagram. Baru saja me refresh beranda ia mendapati sebuah foto yang baru diunggah sekitar 10 menit yang lalu.
"Ini kan gue?" Tanya Shelly pada diri sendiri, berbisik tanpa ada yang mendengar. Username pemilik feeds itu adalah reganar_ ya itu adalah Regantara Ardana Wijaya. Sang ketua BEM-FT, itu foto Shelly ketika disebuah tempat makan ketika dirinya dan Regan makan malam berdua untuk pertama kalinya.
"Eh ini ceweknya kak Regan ya?" Ucap Ninda, yang membuat Shelly mendongak dan menatap Ninda seksama. Sejak kapan Ninda dan yang lainnya follow akun instagram Regan? Dan kebetulan juga mereka semua membuka Instagram?
"Sweet banget kak Regan, mana caption feeds 'greatest thing in my life'. Beruntung banget yang jadi ceweknya kak Regan. Mana pakai emot love merah lagi, yang di posting siapa yang baper siapa anjir!" Shelly tersenyum mendengar ocehan Tara, apa memang benar kata Tara kalau dirinya beruntung?
Regan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin jurusan Sipil. Ia sedang mencari Leon, teman satu kelasnya sekaligus wakil gubernur fakultas atau lebih akrab disebut wakabem FT. Tak menemukan Leon, mata Regan menangkap sosok yang sangat ia kenal sedang berbincang dengan Bintang anak jurusan Industri yang juga seangkatan dengannya, pertanyaannya jauh amat Bintang sampai sini. Disana Shelly dan Bintang sedang berbincang, nampak santai bahkan keduanya kadang tertawa.
Tak lama Bintang meninggalkan Shelly sendiri disana, membuat Regan ingin menghampiri Shelly disana. Dan menanyakan apa yang barusan mereka bicarakan. Namun ia tidak seberani itu untuk melakukannya. Regan duduk dibelakang Shelly, memilih memperhatikan gadis itu dari belakang. Ia jadi ingat waktu dua hari lalu ia pulang ke Bogor bersama gadis itu.
Shelly berbalik dan menemukan lelaki bernama Regan tengah menatapnya, tumben, batinnya. Shelly tersenyum dan duduk berhadapan dengan Regan.
"Aku mau." Alis Regan mengerut mendengar ucapan Shelly.
"Mau apa?" Shelly memutar bola matanya malas kemudian menatap mata Regan. Berharap lelaki itu sadar dengan jawaban yang Shelly beri.
"Ah itu, syukurlah. Jadi kapan mau nyari?" Shelly melihat ponselnya untuk mengecek jadwal kuliahnya. Ia meringis melihat jadwalnya yang akan penuh minggu depan.
"Hari ini, kalau bisa nemu hari ini juga. Lusa pindahan, aku minggu depan penuh sampai sore terus." Ujar Shelly. Pemandangan keduanya ngobrol tidak teralihkan dari penghuni kantin.
"Nanti aku jemput di kos, sudah makan?" Shelly menggeleng, dirinya belum makan. Nafsu makannya hilang saat Bintang tadi menghampirinya.
"Makan dulu, aku pesankan. Mau apa?"
"Lontong sayur sama es susu coklat." Pintanya tak sungkan pada Regan. Lelaki itu berdiri dan memesan, Shelly kadang merasa beruntung memiliki laki-laki seperti Regan. Lelaki itu tak banyak menuntut dan mengerti dirinya. Namun sifat juteknya memang sedikit membuat Shelly jengkel, apalagi mengenai ponsel yang selalu Regan silent.
Regan kembali dengan membawa 2 porsi lontong sayur, dan dua gelas es susu coklat dan es kopi.
"Makan dulu, aku gak mau kamu sakit." Shelly terkekeh mendengarnya, boleh juga.
"Iya, kamu tumben di kantin teksip."
"Nunggu Leon, gak tahu dimana manusianya. Pakai sambal?"
"Boleh, minta 3 sendok." Regan menuangkan 3 sendok kecil sambal ke piring Shelly. Begitupula ke piringnya sendiri.
"Tadi Bintang ngapain?"
"Ngajak ke bazar buku, aku tolak."
"Kenapa ditolak?"
"Ada suaminya masa sama lelaki lain, nanti habis nyari ke bazar ya?" Regan tersenyum mendengarnya, selalu saja ia kalah suasana dengan Shelly. Hanya gadis itu yang bisa membuatnya tersenyum dan tidak menolak.
"Boleh." Keduanya menikmati makan siang, masih dengan tatapan dari mahasiswa lain. Yang anehnya makin ramai saja kantin ini.
"Seheboh ini ya kalau aku makan sama kamu?"
"Heboh lagi kalau mereka tahu yang sebenernya."
"Anak jaman sekarang."
"Masih ada matkul?" Shelly menggeleng. "Enggak, selesai kok."
"Habis makan aku mau nyari Leon dulu, nanti aku kabari. Kayaknya Bintang suka sama kamu." Shelly mendongak memperhatikan Regan dengan seksama. Mata lelaki itulah begitu mengharapkan jawaban dari Shelly.
"Iya." Regan menghela nafas gusar, saingannya bertambah satu kali ini.
"Tapi aku enggak, dia terlalu posesif." Regan terkekeh mendengarnya, ia pikir memang lelaki bisa menjadi lebih posesif mengenai miliknya. Bukan begitu?
"Kalau aku?"
"Belum."
"Tapi kalau aku nyaman, posesif itu bisa dikesampingkan. Kok aku jadi kayak kamu sih kalau ngomong, irit banget. Tapi kalau sama kamu sih bawaanya kesel sih, jadi pengen niruin kamu." Gerutu Shelly membuat Regan terkekeh. Ia juga baru sadar, kalau Shelly setiap dengannya pasti irit bicara.
"Kan jodoh."
"Yang keras kali, eh jangan!" Shelly nyengir. "Boleh."
"EH JANGAN IH!" Regan tertawa melihat wajah panik milik Shelly sekarang. Dan itu mencuri perhatian penghuni kantin, Regantara Ardana Wijaya tertawa itu sangat jarang dan bisa dihitung.
"Jangan ketawa, kamu ganteng soalnya." Regan berhenti tertawa. "Tadi bilang apa?"
"Gak ada reka adegan, aku selesai mau balik ke kos." Shelly buru-buru meminum es susu miliknya dan meninggalkan Regan yang cengo sendiri.
"EH BAYARIN DULU YA!" Teriakan Shelly menggema dikantin, Regan tersentak kaget mendengar suara cempreng itu.
"Shell, please don't too loud!" Leon berdiri dihadapan Shelly dengan tatapan tajamnya.
"Dih, kan orangnya disana. Kalau sama lo itu namanya bisik-bisik." Shelly berlari sebelum mendapat amukan dari Leon, yang terkenal lebih judes daripada Regan. Leon adalah kakak tingkat jurusannya, tak begitu dekat hanya saja keduanya sering bertemu karena memiliki DPA yang sama.
Leon mengelus dadanya dan berjalan menuju meja tempat Regan.
"Sabar gue sama itu anak." Gerutu cowok itu sambil menyugar rambutnya.
"Lo kenal?"
"Who didn't know her, cekiber (cewek kita bersama) di Sipil siapa yang gak tahu sih."
"Cekiber? Seterkenal itu si Shelly, padahal maba?"
"Lo ketinggalan sih, dia terkenal sebelum jadi maba. Temennya Alva sama Attaya, dan mantannya Wira kalau lo tahu itu."
"Alva anak Industri semester 3 sama Attaya anak Vokasi semester 5? Tau gue kalau mereka mantan." Regan memberikan proposal pada Leon. Arleon adalah lelaki keturunan Jawa-Amerika, jadi ia nampak bule dan tampan karena kembali keturunan asing memiliki bibit unggul.
"Iya, lo tumben tanya masalah cewek?"
"Just want to know, dia anak temen bokap gue. Ya kami lumayan dekat, tapi gue gak tahu internal things about her."
"Oh gitu, gak banyak juga sih yang gue tahu. Gue cabut duluan, nanti malem evaluasi proker jam 9 bisa gak?"
"Sorry bro, gue gak bisa lo gantiin gue yak?"
"Tumben mangkir, biasanya gue yang mangkir."
"Ada urusan penting, dan gue gak mau kasih tahu ke lo."
"Yeah, whatever you says i don't care too. Cabut ya!"
"Yoo."
Leon meninggalkan Regan sendiri lagi, kembali menghabiskan makanan serta minumannya. Hari ini ada sebuah gejolak aneh, ia merasa bahagia karena gadis itu mau dan setuju untuk tinggal dengannya. Walau untuk sementara dan tetap kos ditempat masing-masing. Regan mengambil ponselnya kemudian mencari rumah yang dijual dengan jarak yang lumayan dekat dari kampus.
Regan sudah sampai didepan kos milik Shelly, ia segera mengabari gadis itu kalau ia sudah tiba. Tak lama gadis itu keluar dengan celana training dan hoodie pink kebesaran dan jilbab innova hitam tak lupa sendal jepit.
"Santuy banget ya?"
"Iya dong, cuma cari rumah juga. Mau protes? Sini protes!"
"Enggak." Regan melajukan mobilnya ke tempat tujuan mereka. Dan satu kejutan untuk Regan, Shelly mengenal pemilik perumahan ini. Mereka langsung diantarkan oleh pihak marketing untuk melihat rumah. Bukan hanya itu, mereka juga mendapatkan diskon juga pemeliharaan. Regan tidak pernah menyangka kalau gadis itu memiliki relasi sebesar ini.
"Pak Ajun itu dulunya klien di perusahaan aku magang waktu SMK. Aku yang jadi pelaksana proyek ini, dan kalau ada hal yang penting aku penghubung pak Ajun sama pak Darma pemilik kontraktor aku magang. Jadi aku kenal dekat sama pak Ajun dan keluarganya juga. Bahkan ada anaknya yang mau dijodohin sama aku, dulu." Regan menyimak omongan Shelly. Ia paham sekarang mengapa ia dengan mudah mendapat diskon untuk rumah ini.
"Terus?"
"Ternyata anaknya itu temenku SMP, aku gak terlalu suka sama anaknya. Sombong banget anaknya, minta ditonjok. Dua keuntungan sekaligus, aku kenal bapak sama anaknya."
"Aku gak pernah nyangka, relasi kamu sebanyak ini cekiber Sipil."
"Kamu denger dari Leon ya?" Regan mengangguk. "Apa keunggulan kamu sampai dijulukin cekiber?"
"Not sure, i think it's a joke but they make it real."
"Bahasa inggris nya lancar ya bund?"
"Ga, cuma sekedar bisa aja. Pernah dapet investor dari Amrik aku pas magang, kebetulan gak ada yang bisa bahasa inggris pas investornya tinjau lapangan. Terpaksa aku yang lagi ngitung bahan jadi penerjemah."
"Bagus dong, public speaking kamu baik. Nyalonin jadi BEM-F gih, ada rekrutmen."
"Males, nanti kalau aku nyalonin BEM-F kamu malah ke BEM-U gimana?"
"Kok aku?"
"Kan gak mau jauh dari kamu." Regan kikuk seketika, apa ia baru saja digoda anak kemarin sore? "Kamu mabuk ya?"
"Astagfirullah, mau punya isteri mabukan?"
"Eh Astagfirullah enggaklah!" Shelly terkekeh kemudian merangkul lengan Regan. "Mas, walau kita punya kos dideket kampus. Sesekali kita pulang kesini ya, biar makin dekat. Aku kepikiran omongan mama kemarin."
"Insyaallah, kalau bisa kita langsung pindah alamat kesini aja gimana?" Kemudian keduanya saling berhadapan. "Boleh, segera kita pindah kesini. Nanti biar ayah yang urus ganti alamatnya."
"Shell."
"Hm?"
"Kamu gak menyesalkan?" Shelly menggeleng kemudian tersenyum menatap manik Regan.
"Aku gak pernah menyesal dan gak akan menyesal. Menikah sekali seumur hidup dan sampai mati nanti. Terima kekuranganku ya mas, setidaknya aku jadi isteri berbakti sama kamu." Regan mengukir senyum lebarnya, ia akui selalu kalah suasana dengan isterinya. Regan bahkan mulai menyukai iris coklat milik Shelly.
"Aku kalah terus sama kamu."
"Kalah apa?"
"Kamu lebih romantis." Shelly mendelik mendengarnya. "Kamu sih kaku, agresif dikit kek biar isteri mu ini betah."
"Nanti kamu kaget."
"Ya jangan terlalu, sewajarnya aja."
Kemudian hening diantara mereka, Shelly naik ke lantai 2. Di sana ada 2 kamar tidur. Rumah ini memiliki dua lantai, lantai satu terdapat dapur, ruang tamu, ruang keluarga, dan toilet. Juga ada sedikit teras kecil dekat dapur. Dan dilantai dua hanya ada kamar, sehingga pintu kamar terlihat dari lantai satu.
Shelly membuka salah satu kamar disana, kamar ukuran 4x5 dengan kamar mandi dalam.
"Kita sekamar ya mas?!" Ujar Shelly pada Regan yang membuat lelaki itu diam sesaat.
"Yakin?" Mau bagaimanapun Regan lelaki normal, apalagi tidur dengan lawan jenis yang berstatus sah agama dan negara.
"Kamu mikir aneh-aneh ya?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!